Blog ini berisi artikel-artikel, karya tulis ilmiah, dan berita mengenai Hukum dan Sosial

Monday, August 13, 2018

KEKUASAAN NEGARA MENURUT UUD 1945


PEMBAGIAN KEKUASAAN MENURUT UUD 1945

Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim (1988) pemisahan kekuasaan dalam arti materil dapat disebut sebagai pemisahan kekuasaan. Sementara pemisahan kekuasaan dalam arti formil disebut dengan pembagian kekuasaan. Jimly Assiddiqie, berpendapat bahwa pemisahan kekuasaan bersifat horizontal dalam arti kekuasaan dipisah-pisahkan ke dalam fungsi-fungsi yang tercermin dalam lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengimbangi (check and balances). Sedangkan pembagian kekuasaan bersifat vertikal dalam arti perwujudan kekuasaan itu dibagikan secara vertikal ke bawah kepada lembaga-lembaga tinggi negara di bawah lembaga pemegang kedaulatan rakyat.

Menurut Jimly, menyatakan bahwa selama ini (sebelum amandemen), UUD 1945 menganut paham pembagian kekuasaan yang bersifar vertikal, bukan pemisahan kekuasaan yang bersifat horizontal. Kedaulatan rakyat dianggap terwujud penuh dalam wadah MPR yang dapat ditafsirkan sebagai lembaga tertinggi ataupun sebagai forum tertinggi. Dari sini, fungsi-fungsi tertentu dibagikan sebagai tugas dan kewenangan lembaga-lembaga tinggi negara yang ada dibawahnya, yaitu Presiden, DPR, MA, dan seterusnya.[1]

Setelah UUD 1945 diamandemen, terjadi perubahan mendasar bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, tetapi dilaksanakan oleh banyak lembaga negara menurut ketentuan yang ditetapkan dalam undang-undang dasar. Hal ini berarti bahwa tugas dan wewenang lembaga-lembaga negara mendapat atribusi langsung dari UUD 1945 sebagai manifestasi kehendak rakyat. Akibatnya terjadi perubahan struktur dan mekanisme kelembagaan negara, dimana MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga negara tertinggi. MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, MA, MK dan Badan Pemerikasa Keuangan berkedudukan sebagai lembaga negara tinggi. Hal ini berarti telah terjadi pergeseran prinsip dari pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal menjadi pemisahan kekuasaan yang bersifat horizontal.

Materi perubahan pada Perubahan Keempat UUD 1945 telah mereposisi
kelembagaan negara dan hubungan antar lembaga negara. Penguatan demokrasi (kedaulatan rakyat) dan sistem pemerintahan presidensil telah menimbulkan pergeseran kekuasaan diantara eksekutif dan legislatif, serta menempatkan lembaga yudisial sebagai penegak supremasi hukum.

Dalam ketatanegaraan yang lazim melakukan kekuasaan legilastif adalah parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sedangkan kekuasaan eksekutif ada pada Presiden atau Kabinet yang dipimpin Perdana Menteri, dan kekuasaan yudikatif dipegang oleh badan peradilan seperti Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya.[2]


Menurut Moh. Kosnardi dan Bintan R. Saragih (1994) bahwa UUD 1945 tidak menganut asas pemisahan kekuasaan, dengan tidak hanya menunjuk kerja sama antara DPR dan Pemerintah dalam tugas legslatif saja. Selain itu, pada Pasal 24 Ayat 1 UUD 1945 tidak menjelaskan kekuasaan kehakiman, hanya saja pada Ayat 2 dirumuskan, bahwa kekuasaan kehakiman ini tidak boleh dicampuri oleh kekuasaan lain.[3]
Adalah menjadi kebiasaan di Eropa barat untuk membagi tugas pemerintahan kedalam tiga bidang kekuasaan, yaitu:
1.      Kekuasaan legislatif, kekuasaan untuk membuat undang-undang.
2.      Kekuasaan eksekutif, kekuasaan untuk menjalankan undang-undang.
3.      Kekuasaan legislatif, kekuasaan untuk mempertahankan undang-undang (kekuasaan untuk mengadili)
Pemisahan dari ketiga kekuasaan ini sering kita temui dalam sistem ketatanegaraan berbagai negara, walaupun batas pembagian itu tudak selalu sempurna karena kadang-kadang satu sama lainnya tidak benar-benar terpisah bahkan saling pengaruh dmempengaruhi.
Orang-orang yang mengemukakan teori pemisahan kekuasaan negara ialah : John Locke dan Montesquieu. John Locke seorang ahli tata negara ingrris adalah orang yang pertama kali dianggap membicarakan ini.
Dalam bukunya yang berjudul Two Treatises on Civil Goverment (1690), John Locke memisahkan kekuasaan tiap-tiap negara dalam:
a.       Kekuasaan legislatif, kekuasaan untuk membuat undang-undang
b.      Kekuasaan eksekutif, kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang
c.       Kekuasaan federatif, kekuasaan mengadakan perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan semua orang dan badan-badan di luar negeri.
Menurut John Locke ketiga kekuasaan ini harus dipisahkan satu sama lainnya. Setengah abad kemudian dengan diilhami oleh pembagian kekuasaan dari John Locke, Montesquieu (1689-1755) seorang pengarang, ahli politik dan filsafat Prancis menulis sebuah buku berjudul L’Esprit des lois (jiwa undand-undang) yang diterbitkan di Jenewa pada tahun 1748 (2 jilid).
Dalam hasil karya ini Montesquieu menuli tentang Konstitusi Inggris. Yang antara lain mengatakan, bahwa dalam setiap pemerintahan terdapat tiga jenis kekuasaan yang diperincinya dalam : kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif. Ketiga kekuasaan ini melaksanakan semata-mata dan selengkap-lengkapnya kekuasaan yang ditentukan kepadanya masing-masing.[4]
Pendapat yang dikemukakan oleh Montesquieu merupakan penyempurnaan dari pendapat John Locke. Kekuasaan federatif oleh Montesquieu dimasukkan ke dalam kekuasaan eksekutif, fugsi mengadili dijadikan kekuasaan yang berdiri sendiri. Teori Montesquieu ini lebih dikenal dengan istilah Trias Politika.[5]



[1] Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), Hal. 29.
[2] C.S.T Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Jakarta: Aksara Baru, 1978), Hal. 11.
[3] Moh. Kusnardi dan R. Saragih, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994), Hal. 32.
[4] C.S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008, hlm. 73-74
[5] Maolioka, Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia, http://www.maolioka.com/2016/08/sistem-pembagian-kekuasaan-negara.html?m=1, diakses 20 Oktober 2017 jam 10:30 WIB

Share:

0 komentar:

Post a Comment