Blog ini berisi artikel-artikel, karya tulis ilmiah, dan berita mengenai Hukum dan Sosial

Apakah Benar 1 Juni adalah Hari Lahir Pancasila?

Dr.Endang saefuddin anshori memberi sebuah pendahuluan tentang argument dasar perumusan pancasila.

Aktualisasi Pancasila

Dalam 10 tahun terakhir ini banyak bermunculan kasus – kasus sosial. Mulai dari ringan, sedang hingga yang berat, dalam bentuk tindak pelanggaran, perilaku menyimpang dan tindak kriminal.

PERAN MASYARAKAT DALAM BADAN PENGWAS PEMILU

Pemilu berkualitas akan terwujud jika prosesnya dijaga, dipantau, dan diawasi agar tidak dicurangi.

PENGINGKARAN HAK-HAK BURUH OLEH KAPITALIS

Pengingkaran hak-hak buruh dalam model kerja outsourcing, sebagian telah dijelaskan dalam pembahasan terdahulu.

OUTSOUCING DALAM PERINDUSTRIAN INDONESIA

Perkembangan kapitalisme di era modern telah mencapai pada puncaknya menghegemoni dunia.

Thursday, May 31, 2018

PENGELOLAAN DAN PENGAWASAN DALAM PERUSAHAAN


Perlu adanya fungsi manajemen yang diarahkan untuk memastikan apakah rencana yang diimplementasikan berjalan sebagaimana mestinya dan mencapai tujuan yang ditetapkan ataukah tidak. Selain memastikan, juga perlu diketahui apa yang menjadi penyebab, misalnya, jika sebuah rencana ternyata tidak berjalan sebagaimana mestinya, dan kemudian bagaimana tindakan koreksi yang dapat dilakukan. Fungsi manajemen yang diarahkan untuk melakukan pengawasan atas apa yang telah direncanakan dan bagaimana langkah-langkah koreksinya dinarnakan dengan fungsi pengawasan atau pengendalian. Dalam tertinologi bahasa Inggris, fungsi ini sering dinamakan dengan fungsi Controlling, Evaluating, Appraising, dan Correcting. 
Semua istilah ini memiliki arti yang hampir sarna, yaitu mengontrol atau mengendalikan, mengevaluasi, menilai atau mengukur, dan mengoreksi. Akan tetapi, dikarenakan fungsi manajemen yang diperlukan tidak hanya pengawasan, namun mencakup juga penetapan standar Kinerja perusahaan, pengukuran Kinerja yang dicapai perusahaan, dan pengambilan tindakan koreksi sekiranya standar Kinerja menyimpang dari sernestinya, maka penamaan fungsi controlling lebih banyak digunakan, dan dalam bahasa Indonesia istilah "pengawasan" lebih banyak digunakan. Fungsi pengawasan pada dasarnya merupakan proses yang dilakukan untuk memastikan agar apa yang telah direncanakan berjalan sehagaimana mestinya. Termasuk ke dalam fungsi pengawasan adalah identifikasi berbagai faktor yang memperlambat sebuah kegiatan, dan juga pengambilan tindakan koreksi yang diperlukan agar tujuan organisasi dapat tetap tercapai. Sebagai kesimpulan, fungsi pengawasan diperlukan untuk memastikan apakah apa yang telah direncanakan dan diorganisasikan berjalan sebagairnana mestinya ataukah tidak. Jika tidak berjalan dengan sernestinya, maka fungsi pengawasan juga melakukan proses untuk mengoreksi kegiatan yang sedang berjalan agar dapat tetap mencapai apa yang telah direncanakan.
Pengawasan sebagai komponen dalam proses manajemen memiliki peran penting dalam proses pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan. Proses ini dilaksanakan ketika suatu program sedang dilaksanakan sampai dengan kegiatan tersebut selesai dilaksanakan. Schermerhorn mendefinisikan pengawasan sebagai proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut. (Controling is the process of measure perfomance and taking action to ensure desired results). Berdasarkan pengertian ini Schemerhorn menekankan agar manager menetapkan standar atau ukuran kinerja dalam suatu setiap bidang yang ada perusahaan, agar semua dapat berjalan dengan semestinya dan meneger berhak mengambil tindakan apa bila terjadi penyimpangan didalam suatu ketetapak yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Winardi bahwa pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang direncanakan.
Seperti yang kita lihat pada kenyataan, bahwa langkah awal dalam proses pengawasan adalah langkah perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia, dan pengarahan.


Dari gambar diatas bisa dilihat, bahwa fungsi pengawasan juga perlu diawasi. Sebagai contoh, apakah tugas pengawas sudah berjalan dengan semestinya? Apakah semua laporan-laporan sesuai dengan keadaanya sebenarnya? Semuanya merupakan aspek pengawasan dalam fungsi pengawasan.
Sebuah Organisasi harus dikendalikan agar perangkat harus berada pada tempatnya, untuk memastikan bahwa tujuan strategi dapat tercapai. Akan tetapi pengendalian organisasi lebih rumit dari pada mengemudikan sebuah mobil dijalanan.
Dari pengertian pengawasan dan pengendalian diatas. Pengawasan dan pengendalian merupakan hal yang saling berterkaitan yang satu dengan yang lain. Bahkan pengertian keduanya jika dalam bahasa inggris sama, yaitu controling. Sebagai pembuktiannya mari kita lihat pengertian menurut Robert J. Mokler pengendalian manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar kinerja dengan sasaran perencanaan, mendesain sistem umpan balik informasi, membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditetapkan, menentukan apakah terdapat penyimpangan dan mengukur signifikasi penyimpangan tersebut, dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan yang sedang dipergunakan sedapat mungkin secara lebih efisien dan efektif guna mencapai sasaran perusaan. (Management control is a systematic effort to set performance standards with planning objectives, to desain information feedback systems, to compare actual perfomance with these predetermened standards, to determine whether there are any deviations and to measure their significance, and to take any action required to assure that all corporate resources are being used in the most effective and efficient way possible in achieving corporate objectives).
Pengertian secara lengkap mengenai pengendalian menurut Mockler dapat simpulkan bahwa pengawasan dan pengendalian dalam perusahaan bisa diartikan sama. Dalam terminologi bahasa inggris, hal ini sering dinamakan dengan Controlling, Evaluating, Appraising, dan Correcting.


Share:

Wednesday, May 30, 2018

JOIN VENTURE

Ini merupakan power point mengenai pembahasan join venture oleh kelompok 2 matakuliah hukum perusahaan, adapun nama-nama dalam makalah tersebut merupakan teman-teman satu jurusan saya yang kebetulan merupakan teman satu kekhususan di hukum perdata, mudah-mudahan artikel dan power point ini bermanfaat
Tidak semua kegiatan usaha bisa dilakukan sendiri, karena berbagai alasan, baik alasan  teknis produksi, alasan penguasaan pasar, maupun semata-mata alasan keuangan. Maka beberapa orang atau beberapa pihak bersama-sama mendirikan satu perusahaan, baik dengan pihak-pihak dalam satu negara bahkan lintas negara. Pada era globalisasi seperti sekarang, sudah biasa melihat perusahaan patungan dengan pemegang saham yang berasal dari banyak negara. Karena itu sudah menjadi makin susah untuk menyebut negara asal mana yang mendominasi satu perusahaan.
Usaha patungan atau yang biasa disebut  Joint Venture merupakan suatu pengertian yang luas. Dia tidak saja mencakup suatu kerja sama dimana masing-masing pihak melakukan penyertaan modal (equity joint ventures) tetapi juga bentuk-bentuk kerjasama lainnya yang lebih longgar, kurang permanen sifatnya serta tidak harus melibatkan partisipasi modal. Yang pertama mengarah pada terbentuknya suatu badan hukum, sedangkan pola yang kedua perwujudannya tampak dalam berbagai bentuk kontrak kerjasama (contractual joint ventures) dalam bidang manajemen (management contract),  pemberian lisensi (license agreement), bantuan teknik dan keahlian(technical assistance and know-how agreement), dan sebagainya. Dengan  joint venture diharapkan dapat menghimpun sinergi dari berbagai pihak, khususnya pihak yang menguasai pasar dan pihak yang menguasai teknologi produksi.
Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dankemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan oleh negara adalah menarik sebanyak mungkin investasi asing masuk ke negaranya. Menarik investasi masuk sebanyak mungkin ke dalam suatu negara didasarkan pada suatu mitos yang menyatakan bahwa untuk menjadi suatu negara yang makmur, pembangunan nasional harus diarahkan ke bidang industri. Untuk mengarah kesana, sejak awal negara-negara tersebut dihadapkan kepada permasalahan minimnya modal dan teknologi yang merupakan elemen dasar dalam menuju industrialisasi. Jalan yang ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut adalah mengundang masuknya modal asing dari negara-negara maju ke dalam negeri. Masuknya modal asing bagi perekonomian Indonesia merupakan tuntutan keadaan baik ekonomi maupun politik Indonesia. Alternatif Penghimpunan dana pembagunan perekonomian Indonesia melalui investasi modal secara langsung jauh lebih baik dibandingkan dengan penarikan dana international lainnya seperti pinjaman luar negeri. Penanaman modal harusmenjadi bagian dari penyelengaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upayauntuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdayasaing. Modal asing yang dibawa oleh investor merupakan hal yang sangat penting sebagai alatuntuk mengintegrasikan ekonomi global. Selain itu, kegiatan investasi akan memberikan dampak  positif bagi negara penerima modal, seperti mendorong pertumbuhan bisnis, adanya supply teknologi dari investor baik dalam bentuk proses produksi maupun teknologi permesinan, danmenciptakan lapangan kerja. Penanaman modal asing merupakan salah satu bentuk utamatransaksi bisnis internasional, di banyak negara, peraturan pemerintah tentang penanaman modal asing mensyaratkan adanya joint venture, yaitu ketentuan bahwa penanaman modal asing harus membentuk joint venture dengan perusahaan lokal untuk melaksanakan kegiatan ekonomi yang mereka inginkan. Dibukanya peluang bagi investor asing untuk menanamkan modalnya diIndonesia, maka dengan sendirinya dibutuhkan perangkat hukum untuk mengatur pelaksanaannya, agar investasi yang diharapkan memberikan keuntungan yang besar dan meningkatkan perekonomian Indonesia. Sejarah Orde Baru selama periode 1966 - 1997 telah membuktikan betapa pentingnya peran investasi langsung khususnya asing (Penanaman Modal asing) sebagai salah satu motor  penggerak pembangunan dan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Mengadakan joint venture agreement merupakan langkah awal dalam membentuk perusahaan joint venture. Dimana di dalam perjanjian joint venture agreement berisikan kesepakatan para pihak tentang kepemilikan modal, saham, peningkatan kepemilikan saham penyertaan, keuangan, kepengurusan, teknologi dan tenaga ahli, penyelesaian sengketa yang mungkin akanterjadi, dan berakhirnya perjanjian joint venture pengusaha asing dan pengusaha lokal membentuk suatu perusahaan baru yang disebut perusahaan joint venture di mana mereka menjadi pemegang saham yang besarnya sesuai dengan kesepakatan bersama.

ARTIKEL JOIN VENTURE

Share:

Tuesday, May 29, 2018

HUKUM AGRARIA

Oleh: Dr. Hj. Dewi Sulastri, S.H.,M.H.
         Annisa agraini Daulay,S.H.,M.Kn.
Penulis merupakan dosen matakuliah agraria, ini merupakan tulisan beliau yang dibuat dalam bentuk powerpoint, adapun slide ini telah memiliki izin publikasi oleh beliau, Semoga postingan kali ini bermanfaat buat pembacanya, salam sarjana hukum. 
Istilah tanah (agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam bahasas latin agre berarti tanah atau sebidang tanah . agrarius berarti persawahan, perladangan, pertanian. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia agraria berarti urusan pertanahan atau tanah pertanian juga urusan pemilikan tanah, dalam bahasa inggris agrarian selalu diartikan tanah dan dihubungkan usaha pertanian, sedang dalam UUPA mempunyai arti sangat luas yaitu meliputi bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
Hukum agraria dalam arti sempit yaitu merupakan bagian dari hukum agrarian dalam arti luas  yaitu hukum tanah atau hukum tentang tanah yang mengatur mengenai permukan atau kulit bumi saja atau pertanian
Hukum agraria dalam arti luas ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
Devinisi hukum agraria
  • Mr. Boedi Harsono
Ialah kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
  • Drs. E. Utrecht SH
Hukum agraria menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat administrasi yang bertugas mengurus soal-soal tentang agraria, melakukan tugas mereka.
  • Bachsan Mustafa SH
Hukum agrarian adalah himpunan peraturan yang mengatur bagaimana seharusnya para pejabat pemerintah menjalankan tugas dibidang keagrariaan




Share:

Monday, May 28, 2018

AKTUALISASI PANCASILA


Penulis : Bubun Bunyamin,SH.,MH
Jabatan : Dosen Ilmu Hukum UIN SGD BDG
               Beliau juga pengacar di salah satu LBH
ini merupakan materi beliau mengenai matakuliah pancasila
semoga bermanfaat.


A. Pendahuluan
Dalam 10 tahun terakhir ini banyak bermunculan kasus – kasus sosial. Mulai dari ringan, sedang hingga yang berat, dalam bentuk tindak pelanggaran, perilaku menyimpang dan tindak kriminal. Antara lain seks bebas, penggunaan narkoba, terorisme, dan berbagai aktifitas yang menyimpang lainnya. Kegelisahan pun muncul di kalangan para orang tua, masyarakat, pemuka agama, apalagi para pendidik. Namun sayangnya tidak semua pihak yang mengambil sikap, peran serta kontribusi yang jelas dan nyata untuk mencari jalan keluar mengenai masalah-masalah sosial yang sedang terjadi saat ini. Yang bisa dilakukan adalah pengarahan, penyuluhan, dan penyuluhan dan himbauan kepada seluruh warga masyarakat.
Terdapat norma-norma yang tidak berfungsi lagi atau bahkan hilang akibat era  globalisasi, yang semestinya harus diketahui dan dipahami untuk dimanifestasikan dalam kehidupan sosial. Di dalam realitasnya, kehidupan mengalami disfungsi nilai – nilai.
Masyarakat Indonesia yang terbiasa santun dalam berprilaku, melaksanakan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan masalah, mempunyai kearifan lokal yang kaya dan pluralis, serta bersikap toleran dan gotongroyong mulai cenderung berubah menjadi kelompok-kelompok yang saling mengalahkan dan berperilaku tidak jujur. Semua ini menegaskan bahwa terjadi ketidakpastian jati diri dan karakter bangsa yang bermuara pada disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila sebagi  filosofi dan ideologi bangsa ini, memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa, serta bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perilaku ini semua berpangkal pada tata kelola negara yang kurang bertanggung jawab dengan korupsi, kolusi, dan nepotisne. Melihat kondisi bangsa ini seperti itu diperlukan upaya – upaya untuk mengatasinya. Untuk itu saat ini yang menjadi pertanyaan kita saat ini adalah bagaimana cara kita mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan kita??
B. Rumusan Masalah

Sebagai masyarakat Indonesia, kita seharusnya sadar apa yang menjadi dasar kita sebagai rakyak Indonesia yaitu Pancasila. Pancasila adalah sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang menjadi visi dan misi oleh bangsa ini. Pancasila merupakan dasar dalam kita warga negara Indonesia dalam melakukan aktifitas kita sehari-hari dalam berperilaku.

Dalam makalah ini yang menjadi pokok bahasan utama adalah bagaimana cara mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena pada saat ini nasionalisme bangsa Indonesia sudah memulai memudar akibat era globalisasi yang kian hari kian mendunia.

Jika kita sebagai warga Indonesia menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam diri kita masing-masing maka negara kita ini pasti akan mengalami perkembangan. Menurut kami, aktualisasi Pancasila dapat terealisasi jika kita sebagai warga Indonesia memahami nilai-nilai apa saja yang terdapat dalam Pancasila lalu menjalankan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Namun yang menjadi pertanyaan kita saat ini adalah bagaimana cara kita mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan kita sehari-hari?

C. Pembahasan
1. Aktualisasi Pancasila
Sebelum kita masuk pada pokok bahasan kita perlu tau lebih dulu apa makna sebenarnya dari aktualisasi tersebut. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, aktualisasi diambil dari kata actual  yaitu “betul-betul ada (terlaksana)”. Jadi aktualisasi Pancasila adalah mengaplikasikan atau mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia mengandung konsekuensi setiap aspek dalam penyelenggaraan negara dan sikap dan tingkah laku bangsa Indonesia dalam bermasyarakat dan bernegara harus berdasar pada nilai-nilai Pancasila. Hakikat Pancasila adalah bersifat universal, tetap dan tidak berubah. Nilai-nilai tersebut perlu dijabarkan dalam setiap aspek dalam penyelenggaraan negara dan dalam wujud norma-norma baik norma hukum, kenegaraan, maupun norma-norma moral yang harus dilaksanakan oleh setiap warga negara Indonesia.
Permasalah pokok dalam aktualisasi Pancasila  adalah bagaimana wujud realisasinya itu, yaitu bagaimana nilai-nilai pancasila yang universal itu dijabarkan dalam bentuk-bentuk norma yang jelas dalam kaitannya dengan tingkah laku semua warga negara dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta dalam kaitannya dengan segala aspek penyelenggaraan negara.
Berdasarkan pada hakikat sifat kodrat manusia bahwa setiap manusia adalah sebagai individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Kesepakatan kita sebagai suatu kesepakatan yang luhur untuk mendirikan negara Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila mengandung konsekuensi bahwa kita harus merealisasikan Pancasila itu dalam setiap aspek penyelenggaraan negara dan tingkah laku dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bagi bangsa Indonesia merealisasikan Pancasila adalah merupakan suatu keharusan moral maupun yuridis.

Aktualisasi Pancasila dapat terealisasi jika kita sebagai warga Indonesia memahami nilai- nilai apa saja yang terdapat dalam Pancasila lalu menjalankan dalam kehidupan kita sehari-hari misal dengan cara menghindarkan diri dari perilaku diskriminasi.




2. Macam aktualisasi pancasila
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi Pancasila obyektif dan subyektif :
a. Aktualisasi Pancasila yang Objektif
Aktualisasi Pancasila obyektif yaitu aktualisasi Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara antara lain legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang – bidang aktualisasi lainnya seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran ke dalam undang - undang, GBHN, pertahanan keamanan, pendidikan maupun bidang kenegaraan lainnya.

b. Aktualisasi Pancasila yang Subjektif
Aktualisasi Pancasila subyektif adalah pelaksanaan Pancasila dalam setiap pribadi, perorangan, setiap warga negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan setiap orang Indonesia dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup negara dan masyarakat. Aktualisasi Pancasila yang subjektif ini justru lebih penting dari aktualisasi yang objektif, karena aktualisasi subjektif ini merupakan persyaratan keberhasilan aktualisasi yang objektif.
Pelaksanaan Pancasila yang subjektif sangat berkaitan dengan kesadaran, ketaatan, serta kesiapan individu untuk mengamalkan Pancasila. Pelaksanaan Pancasila yang subjektif akan terselenggara dengan baik apabila suatu keseimbangan kerohanian yang mewujudkan suatu bentuk kehidupan dimana kesadaran wajib hukum telah terpadu menjadi kesadaran wajib moral, sehingga dengan demikian suatu perbuatan yang tidak memenuhi wajib untuk melaksanakan Pancasila bukan hanya akan menimbulkan akibat moral, dan ini lebih ditekankan pada sikap dan tingkah – laku seseorang. Sehingga Aktualisasi Pancasila yang subjektif berkaitan dengan norma – norma moral.


3. Pengamalan Aktualisasi Pancasila dalam Berbagai Bidang.

1.      Bidang Politik

Sistem politik Indonesia adalah Demokrasi pancasila. Dimana demokrasi pancasila itu merupakan sistem pemerintahan dari rakyat dalam arti rakyat adalah awal mula kekuasaan Negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk mewujudkan suatu cita-cita. Organisasi sosial politik adalah wadah pemimpin-pemimpin bangsa dalam bidangnya masing-masing sesuai dengan keahliannya, peran dan tanggung jawabnya. Sehingga segala unsur-unsur dalam organisasi sosial politik seperti para pegawai  Republik Indonesia harus mengikuti pedoman pengamalan Pancasila agar berkepribadian Pancasila karena mereka selain warga negara Indonesia, juga sebagai abdi masyarakat, dengan begitu maka segala kendala akan mudah dihadapi dan tujuan serta cita-cita hidup bangsa Indonesia akan terwujud.
2.      Bidang Ekonomi
Pengaktualisasian pancasila dalam bidang ekonomi yaitu dengan menerapkan sistem ekonomi Pancasila yang menekankan pada harmoni mekanisme harga dan social (sistem ekonomi campuran), bukan pada mekanisme pasar yang bersasaran ekonomi kerakyatan agar rakyat bebas dari kemiskinan, keterbelakangan, penjajahan/ketergantungan, rasa was-was, dan rasa diperlakukan tidak adil yang memosisikan pemerintah memiliki asset produksi dalam jumlah yang signifikan terutama dalam kegiatan ekonomi yang penting bagi negara dan yang menyangkut hidup orang banyak. Sehingga perlu pengembangan Sistem Ekonomi Pancasila sehingga dapat menjamin dan berpihak pada pemberdayaan koperasi serta usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM). Selain itu ekonomi yang berdasarkan Pancasila tidak dapat dilepaskan dari sifat dasar individu dan sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain untuk memenuhi semua kebutuhanya tetapi manusia juga mempunyai kebutuhan dimana orang lain tidak diharapkan ada atau turut campur.
Ekonomi menurut pancasila adalah berdasarkan asas kebersamaan, kekeluargaan artinya walaupun terjadi persaingan namun tetap dalam kerangka tujuan bersama sehingga tidak terjadi persaingan bebas yang mematikan. Dengan demikian pelaku ekonomi di Indonesia dalam menjalankan usahanya tidak melakukan persaingan bebas, meskipun sebagian dari mereka akan mendapat keuntungan yang lebih besar dan menjanjikan. Hal ini dilakukan karena pengamalan dalam bidang ekonomi harus berdasarkan kekeluargaan. Jadi interaksi antar pelaku ekonomi sama-sama menguntungkan dan tidak saling menjatuhkan.
3.      Bidang Sosial Budaya
Aktualisasi Pancasila dalam bidang social budaya berwujud sebagai pengkarakter sosial budaya (keadaban) Indonesia yang mengandung nilai-nilai religi, kekeluargaan, kehidupan yang selaras-serasi-seimbang, serta kerakyatan profil sosial budaya Pancasila dalam kehidupan bangsa Indonesia yang gagasan, nilai, dan norma/aturannya yang tanpa paksaan sebagai sesuatu yang dibutuhkan proses pembangunan budaya yang dibelajarkan/dikondisikan dengan tepat dan diseimbangkan dalam tatanan kehidupan, bukan sebagai suatu warisan dari generasi ke generasi, serta penguatkan kembali proses integrasi nasional baik secara vertical maupun horizontal.
Begitu luasnya cakupan kebudayaan tetapi dalam pengamalan Pancasila kebudayaan bangsa Indonesia adalah budaya ketimuran, yang sangat menjunjung tinggi sopan santun, ramah tamah, kesusilaan dan lain-lain. Budaya Indonesia memang mengalami perkembangan misalnya dalam hal Iptek dan pola hidup, perubahan dan perkembangan ini didapat dari kebudayaan asing yang berhasil masuk dan diterima oleh bangsa Indonesia. Semua kebudayaan asing yang diterima adalah kebudayaan yang masih sejalan dengan Pancasila. Walaupun begitu tidak jarang kebudayaan yang jelas-jelas bertentangan dengan budaya Indonesia dapat berkembang di Indonesia.
4.      Bidang Hukum
Pancasila dapat dijadikan sebagai margin of appreciation akan mengandung fungsi-fungsi sebagai: the line at which supervision should give way to State’s discretion in enacting or enforcing its law, striking(menemukan) a balance between a right quaranteed and a permitted derogation (limitation), Move principle of justification than interpretation, Preventing unneccesarry restriction, To avoid damaging dispute, A Uniform Standard of Protection, Gives flexibility needed to avoid damaging confrontantions.
Peranan Pancasila sebagai margin of appreciation di bidang hukum akan mewarnai segala sub sistem di bidang hukum, baik substansi hukum yang bernuansa “law making process”, struktur hukum yang banyak bersentuhan dengan “law enforcement” maupun budaya hukum yang berkaitan dengan “law awareness”. Peranan Pancasila sebagai margin of appreciation yang mengendalikan kontekstualisasi dan implementasinya telah terjadi pada:
a.                  Pada saat dimantabkan dalam Pembukaan UUD 1945 pada saat 4 kali proses amandemen.
b.                 Pada saat merumuskan HAM dalam hukum positif Indonesia.
c.               Pada saat proses internal di mana The Founding Fathers menentukan urutan Pancasila.



Oleh: Bubun Bunyamin,SH,.MH

Share:

Sunday, May 27, 2018

ANALISIS UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2014

Penulis: MOh. Alwi Aziz


ANALISIS UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2014
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
Dengan lahir nya Undang-Undang no 23 Tahun 2014 yang semula merupakan RUU (Rancangan Undang-Undang) dari UU No 23 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang bertujuan untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang mana Undang-Undang ini disahkan pada tanggal 30 September 2014 dan diundangkan pada tanggal 2 Oktober 2014 oleh presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudoyono. Makan dnengan resmi UU No 32 Tahun 2004 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Dalam hal ini penyelenggaraan pemerintahan daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia digunakan atau diberlakukan prinsip otonomi daerah yang seluasluasya serta otonomi nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi seluasluasnya dimaksudkan bahwa daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Sedangkan prinsip otonomi yang nyata yaitu prinsip otonomi dimana untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
Menurut pengertian prinsip otonomi yang nyata tentunya, tentunya isi dan jenis otonomi untuk setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya karena masing-masing daerah mempunyai kekhasan kultur dan karakter daerah sendiri sendiri. Melalui prinsip-pinsip otonomi tersebut, diharapkan daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keaneka-ragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Undang-Undang Pemerintahan Daerah), mengisyaratkan perlu dilakukannya penyesuaian kewenangan Pemerintah Daerah yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang tersebut telah melimpahkan kekuasaan baik secara politik maupun secara administratif kepada daerah untuk menyelenggaran kewenangan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif masyarakat didaerah selain 6 (enam) kewenangan yang masih menjadi kewenangan pemerintah pusat antara lain politik luar negeri, moneter dan fiscal nasional, agama, pertahanan, keamanan, dan yudisial. Pelimpahan kewenangan itulah yang kita namakan dengan “otonomi daerah”. Pelimpahan itu secara otomatis juga memindahkan fokus politik ke daerah karena pusat kekuasaan tidak hanya dimonopoli oleh pemerintah pusat seperti di era sentralisasi namun telah terdistribusi ke daerah.
Setelah diatas diterangkan bagaimana  UU No 23 Tahun 2014 ini terbentuk, maka dalam penjelasan kali ini yang paling diutamakan adalah menitikberatkan kepada asas pembentukan Perundang-Undangan menurut UU No 12 Tahun 2011 berikut merupakan asas formil yang harus terdapat dalam suatu Undang-Undang yang telah atau akan terbentuk khususnya didalam UU No 23 Tahun 2014.
Sebelum terbentuknya Undang-Undang ada aspek penting yang harus diperhatikan oleh DPR atau Presiden yakni kesesuaian UU yang akan di bentuk dengan asas pembentukan perundang-undangan yang dalam hal ini diatur oleh UU No 12 tahun 2011, salah satunya  dalam asas pembentukan perundang-undangan itu, UU yang akan dibentuk harus memiliki kejelasan tujuannya,[1] melihat dari asas tersebut UU No 23 tahun 2014 ini telah memiliki kriteria tersebut yang mana UU ini cakupannya ditunjukan khusus untuk Pemerintahan Daerah, dalam pembuatannya juga UU No 23 Tahun 2014 ini pun sudah memenuhi salah satu asas formil pembentukan perundang-undangan yaitu asas organ/lembaga yang tepat adalah bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat yang berwenang sesuai dengan asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak memiliki kewenangan. UU No 23 tahun 2014 ini sudah jelas di buat oleh lembaga negara yang berwenang yaitu dalam hal ini Presiden dan DPR, selanjutnya lebih jelasnya saya akan menganalisis nya perpasal.
Dalam pembentukan Perundang-Undangan asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, harus diutamakan karena UU yang akan dibuat harus benar-benar memperhatikan muatan yang tepat dengan jenis peraturan Perundang-Undangan nya dan harus memperhitungkan efektifitas peraturan Perundang-undagan didalam masyarakat yaitu membentuk undang-undang yang memang benar-benaar dibutuhkan dan bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, contoh didalam UU No 23 Tahun 2014 bertujuan untuk mengelola Pemerintahan Daerah yang baik, meningkatkan kualitas pemerintah daerah, dengan tujuan tersebut akhirnya masyarakat lah yang akan sangat diuntungkan dari adanya UU No23 Tahun 2014 ini.
 Selantjutnya  yang harus diperhatikan setelah kesesuaian jenis, hirarki dan muatan adalah bagaimana dapat dilaksanakan nya UU tersebut, point ini ada dalam UU No 12 tahun 2011 pasal 5 butir (d), setelah UU No 23 ini terbentuk sesuai dengan asas tadi bagaimana aturan-aturan dan ketentuan ketentuan itu dilaksanakan dan dapat dirasakan oleh masyarakat, didalam UU No 23 Tahun 2014 dalam pelaksanaan nya pemerintahan  daerah dibagi kedalam beberapa urusan hal ini untuk memudahkan dan memaksimalkan tugas pemerintahan daerah hal tersebut terdapat didalam Bab.IV Pasal 9-Pasal 26 UU No 23 Tahun 2014 disana diatur urusan-urusan Pemerintahan Daerah untuk memudahkan pelaksanaanya. Intinya dalam asas dapat dilaksanakan UU sebenarnya bertujuan untuk kedayagunaan/kehasil gunaan dari suatu undang-undang harus terlaksan dan pada akhirnya masyarakat lah yang merasakan UU tersebut ada mengatur kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara jadi ada dua asas yang saling berdampingan dalam hal ini yang pertama asas dapat dilaksanakannya UU dan Asas kedayagunaan/ kehasil gunaan dari UU yang telah dilaksanakan tersebut.
            Didalam pasal 2, pasal 3, pasal 4 yang berbunyi Pasal 2 (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah provinsi dan Daerah provinsi itu dibagi atas Daerah kabupaten dan kota. (2) daerah kabupaten/kota dibagi atas Kecamatan dan Kecamatan dibagi atas kelurahan dan/atau Desa. Pasal 3 (1) Daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan Daerah dan masing-masing mempunyai Pemerintahan Daerah. (2) Daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dengan undang-undang. Pasal 4 (1) Daerah provinsi selain berstatus sebagai Daerah juga merupakan Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi gubernur dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah provinsi. (2) Daerah kabupaten/kota selain berstatus sebagai Daerah juga merupakan Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi bupati/wali kota dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah kabupaten/kota. Jika kita cermati dalam pasal diatas memiliki asas keterbukaan dan juga kejelasan rumusan dalam setiap pembentukan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai dan pasal diatas mempunyai tujuan yang jelas, dengan menjelaskan fungsi daerah otonom dalam pembagian tugasnya, asas tersebut merupakan asas yang paling utama dalam pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang baik hal ini sesuai dengan pasal 5 butir (f) dan (g) dalam UU No 12 Tahun 2011. Beberapa penjelasan diatas itu merupakan asas-asas formil yang terdapat didalam UU No 23 tahun 2014 selanjutnya kita akan menganalisa asas-asas materil yang ada dalam pelaksanaan UU No 23 Tahun 2014.
          Dalam pasal 10 pasal 11 dan pasal 12 menjelaskan urusan kewenangan pemerintahan absolut, konkuren, wajib daerah sesuai pasal 9 ayat 1-5 yang berbunyi: “Pasal 10 (1) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi: a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e. moneter dan fiskal nasional; dan f. agama. (2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat: a. melaksanakan sendiri; atau b. melimpahkan wewenang kepada Instansi Vertikal yang ada di Daerah atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat berdasarkan asas Dekonsentrasi. Pasal 11 (1) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana di maksud dalam Pasal 9 ayat (3) yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan. (2) Urusan Pemerintahan Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. (3) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Urusan Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan Pelayanan Dasar. Pasal 12 (1) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi: a. pendidikan; b. kesehatan; c. pekerjaan umum dan penataan ruang; d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman; e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan f. sosial. (2) Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi: a. tenaga kerja; b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; c. pangan; d. pertanahan; e. lingkungan hidup; f. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; g. pemberdayaan masyarakat dan Desa; h. pengendalian penduduk dan keluarga berencana; i. perhubungan; j. komunikasi dan informatika; k. koperasi, usaha kecil, dan menengah; l. penanaman modal; m. kepemudaan dan olah raga; n. statistik; o. persandian; p. kebudayaan; q. perpustakaan; dan r. kearsipan. (3) Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) meliputi: a. kelautan dan perikanan; b. pariwisata; c. pertanian; d. kehutanan; e. energi dan sumber daya mineral; f. perdagangan; g. perindustrian; dan h. transmigrasi. Didalam ketiga pasal diatas terdapat asas pengayoman yang mana dijelaskan dalam ketiga pasal tersebut bahwa urusan Pemerintahan Daerah memiliki 3 urusan pokok 1.urusan absolut 2. urusan konkruen 3.urusan wajib, ini menjelaskan kepada kita bahwa urusan Pemerintahan Daerah dalam pengayoman atau pengabdian kepada masyarakat memiliki 3 urusan pokok  yang dibagi, hal ini juga merupakan kejelasan tujuan dari tiap urusan Pemerintahan Daerah supaya dalam pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
          Didalam pasal 31 kita dapat menemukan beberapa asas-asas pembentukan diantaranya 1. Asas pengayoman 2. Kemanusiaan 3. Kebangsaan, pasa 31 berbunyi: “Pasal 31 (1) Dalam pelaksanaan Desentralisasi dilakukan penataan Daerah. (2) Penataan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk: a. mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; b. mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat; c. mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik; d. meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan; e. meningkatkan daya saing nasional dan daya saing Daerah; dan f. memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya Daerah. (3) Penataan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Pembentukan Daerah dan penyesuaian Daerah. (4) Pembentukan Daerah dan penyesuaian Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional”. Dapat kita analisis bersama bahwa dalam pasal 31 ini memang terdapat beberapa asas pembentukan perundang-undangan karena pada dasar nya UU No 32 Tahun 2014 ini berisi tata kelola pemerintahan daerah dan bertujuan untuk meningkat kan potensi yang dimiliki daerah, khusus pasal 31 terdapat 3 asas bahkan mungkin lebih, sakah satunya asas pengayoman UU itu harus berfungsi memberikan perlindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat ini bisa kita buktikan dengan melihat pasal 31 butir (b) dan (c) yang berbunyi “mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat; mempercepat peningkatan kualitas pelayanan public”. Selanjutnya asas kemanusian yang terdapat dalam pasal 31, UU yang dibentuk harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan ham serta harkat dan martabat warga negara, kita lihat butir (d) dari pasal 31 ini bahwa daerah harus “meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan” jika pengelolaan pemerintah itu baik maka Pemerintah Daerah akan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarkat dan hak-hak dari masyarakat otomatis akan terpenuhi.
          Undang-undang yang telah terbentuk dan dilaksanakan harus bersifat kekeluargaan artinya harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan,  kita bisa melihat kepada pasal 44 – Pasal 47 disana kita bisa menemukan ada asas kekeluargaan yang melekat bahwa dalam pengambilan keputusan pemerintahan daerah, ada pihak-pihak yang ikut campur memutuskan bersama keputusan itu. Bunyi pasal 44-47: “Pasal 44 (1) Penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b berupa: a. penggabungan dua Daerah kabupaten/kota atau lebih yang bersanding dalam satu Daerah provinsi menjadi Daerah kabupaten/kota baru; dan b. penggabungan dua Daerah provinsi atau lebih yang bersanding menjadi Daerah provinsi baru. (2) Penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan: a. kesepakatan Daerah yang bersangkutan; atau b. hasil evaluasi Pemerintah Pusat. Pasal 45 (1) Penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Daerah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan dasar kapasitas Daerah. (2) Ketentuan mengenai persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 berlaku secara mutatis mutandis terhadap persyaratan administratif dalam rangka penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan mengenai persyaratan dasar kapasitas Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 berlaku secara mutatis mutandis terhadap persyaratan kapasitas Daerah dalam rangka penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 46 (1) Penggabungan Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf a yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Daerah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a diusulkan oleh gubernur kepada Pemerintah Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, atau Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia setelah memenuhi persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2). (2) Penggabungan Daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Daerah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a diusulkan secara bersama oleh gubernur yang Daerahnya akan digabungkan kepada Pemerintah Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, atau Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia setelah memenuhi persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2). (3) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Pemerintah Pusat melakukan penilaian terhadap pemenuhan persyaratan administratif. (4) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. (5) Dalam hal usulan penggabungan Daerah dinyatakan memenuhi persyaratan administratif, Pemerintah Pusat dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia membentuk tim kajian independen. (6) Tim kajian independen bertugas melakukan kajian terhadap persyaratan kapasitas Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3). (7) Hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan oleh tim kajian independen kepada Pemerintah Pusat untuk selanjutnya dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. (8) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menjadi pertimbangan bagi Pemerintah Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, atau Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dalam pembentukan undang-undang mengenai penggabungan Daerah. (9) Dalam hal penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dinyatakan tidak layak, Pemerintah Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, atau Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia menyampaikan penolakan secara tertulis dengan disertai alasan penolakan kepada gubernur. Pasal 47 (1) Penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf b dilakukan dalam hal Daerah atau beberapa Daerah tidak mampu menyelenggarakan Otonomi Daerah. (2) Penilaian terhadap kemampuan menyelenggarakan Otonomi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Pusat. (3) Pemerintah Pusat mengajukan rancangan undang-undang mengenai penggabungan Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. (4) Dalam hal rancangan undang-undang mengenai penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, rancangan undang-undang dimaksud ditetapkan menjadi undang-undang.
          Asas kenusantaraan dan bhineka tunggal ika merupakan bagian yang harus ada dalam suatu Undang-Undang, dimana sistem hukum nasional yang berdasarkan pancasila. Memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat didaerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan pancasila, selain itu juga Undang-Undang harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku/golongan, kondisi khusus daerah dan budaya khususnya yang menyangkut masalah masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Didalam UU No 23 Tahun 2014 hal ini terdapat dalam pasal 58, pasal 150 dan pasal 151 atau bahkan yang lainnya. Pasal 58,150,151 berbunyi: ”Penyelenggara Pemerintahan Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah berpedoman pada asas penyelenggaraan pemerintahan negara yang terdiri atas: a. kepastian hukum; b. tertib penyelenggara negara; c. kepentingan umum; d. keterbukaan; e. proporsionalitas; f. profesionalitas; g. akuntabilitas; h. efisiensi; i. efektivitas; dan j. keadilan. Pasal 150 Fungsi pembentukan Perda Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1) huruf a dilaksanakan dengan cara: a. membahas bersama bupati/wali kota dan menyetujui atau tidak menyetujui rancangan Perda Kabupaten/Kota; b. mengajukan usul rancangan Perda Kabupaten/Kota; dan c. menyusun program pembentukan Perda Kabupaten/Kota bersama bupati/wali kota. Pasal 151 (1) Program pembentukan Perda Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 huruf c memuat daftar urutan dan prioritas rancangan Perda Kabupaten/Kota yang akan dibuat dalam 1 (satu) tahun anggaran. (2) Dalam menetapkan program pembentukan Perda Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD kabupaten/kota melakukan koordinasi dengan bupati/wali kota. Dalam pasal 150-151 diterangkan bahwa fungsi dari kabupaten/kota adalah membentuk Perda daerah  dimana dalam hal ini dalam pembuatan perda pasti erdapat asas bhineka tunggal ika karena dalam pelaksanaan perda tersebut tidak dapat terpungkiri bahwa didaerah daerah sasaran perda tersebut ada keragaman masyarakat, itu merupakan suatu hal yang pasti karena daerah merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang banyak didalam nya terdapat perbedaan, tidak hanya dalam pasal 150- 151, pasal 57 juga terdapat asas yang sama pentingnya yaitu asas kenusantaraan jika kita melihat bunyi pasal 57, didalam nya sangat memperhatikan kultur bahkan keefesiensian peraturan daerah yang akan dibuat, ini merupakan bagian dari sistim hukum nasional karena jika kita lihat pasal tersebut memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dengan pertimbangan yang sangat terincin ini dibuktikan dengan butir-butir dari pasal 57 tersebut.
          Undang-undang yang dibuat harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarkat melalui jaminan adanya kepastian hukum dalam Undang-Undang tersebut asas ini merupakan bagian yang penting dari terbentuknya suatu Undang-Undang karena aturan yang dibentuk harus memiliki kekuatan dan kepastian hukum yang mengikat bagi masyarakat. Jika kita melihat kedalam pasal-pasal dari UU 23 Tahun 2014 nampaknya asas ini sangat melekat dengan dengan pasal 7 UU no 23 Tahun 2014 ini, bunyi pasal 7 : Pasal 7 (1) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Daerah. (2) Presiden memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam memastikan terselenggaranya peraturan atau kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah demi lahirnya kekuatan hukum dan kepastikan hukum pemerintah pusat ikut serta membantu mengawasi jalan nya urusan pemerintahan daerah, ini sangat penting karena setiap kebijakan yang dibuat bukan oleh pemerintah pusat, pemerintah pusat terus mengawasi kegiatan tersebut, demi terlaksananya aturan atau kebijakan tersebut, sehingga yang akan di untungkan adalah masayarakat yang merasakan peraturan tersebut, jika peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah telah terasa baik oleh msyarakat maka ketertiban dan kesejahteraan didalam setruktural masyrakat akan timbul dan terjalin, ini merupakan konsep timbal balik dari pemerintah kepada masyarakat, jika hal seperti ini terjalin, ini akan membuat sebuah konsep rantai makanan yang siklusnya terus berputar, dengan demikian tidak akan ada kesenjangan antara masyarkat dengan pemerintah, baik itu Pemerintahan Daerah maupun Pemerintah Pusat.
          Selanjutnya jika kita melihat kedalam pasal 25 UU No 23 Tahun 2014 nampak semua asas dalam pembentukan perundang-undangan ini ada didalamnya pasal 25 ini membahas mengenai kewenangan urusan pemerintahan umum, bunyi pasal 25: “Pasal 25 (1) Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) meliputi: a. pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka memantapkan pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa; c. pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas kemanan lokal, regional, dan nasional; d. penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. e. koordinasi pelaksanaan tugas antarinstansi pemerintahan yang ada di wilayah Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan memperhatikan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, potensi serta keanekaragaman Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f. pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila; dan g. pelaksanaan semua Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan kewenangan Daerah dan tidak dilaksanakan oleh Instansi Vertikal. (2) Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh gubernur dan bupati/wali kota di wilayah kerja masing-masing. (3) Untuk melaksanakan urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), gubernur dan bupati/wali kota dibantu oleh Instansi Vertikal. (4) Dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum, gubernur bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri dan bupati/wali kota bertanggung jawab kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. 5) Gubernur dan bupati/wali kota dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum dibiayai dari APBN. (6) Bupati/wali kota dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada tingkat Kecamatan melimpahkan pelaksanaannya kepada camat. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (6) diatur dalam peraturan pemerintah. Dalam pasal 5 butir 1 point a kita dapat melihat bahwa yang pertama harus diutamakan adalah pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka memantapkan pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; point ini merujuk pada beberapa asas yakni asas kenusantaraan, kebangsaan, dan bhineka tunggal ika, dimana didalam setiap UU yang dibentuk harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia, intinya harus tetap menjaga prinsip NKRI, selanjutnya dalam point b nya terdapat ungkapan “pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa;” sudah jelas bahwa urusan yang paling umum dan wajib dilaksanakan oleh Pemerintahan daerah adalah membina persatuan dan kesatuan masyarakat, jangan sampai ada gesekan antara suku, ras tau bahkan agama, dilengkapi oleh poin c “pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas kemanan lokal, regional, dan nasional;”. Disini kita bisa tau peran dan fungsi Pemerintahan Daerah sebagai unsur pemerintahan yang paling dekat dengan masyarkat, karena dengan letak geografis Indonesia ini yang memilik banyak pulau dan memilik banyak perbedaan disetiap daerahnya, pemerintahan daerah lah yang sangat berperan penting dalam menjaga kerukunan dan tata kelola masyarkat disetiap daerah nya, maka dari itu UU No 23 Tahun 2014 ini harus terus diperbarui jika terdapat kesenjangan atau masalah yang baru dipemerintahan daerah karena begitu sentral nya peran dan fungsi dari Pemerintahan daerah. Dengan adanya asas pembentukan Undang-Undang ini merupakan tolak ukur dari setiap UU baru yang akan dibentuk supaya tidak menyimpang dari kaidah-kaidah ideology bangsa yang selama ini telah dijaga oleh orang orang hebat yang memiliki jabatan dan mempergunakan jabatan itu dengan amanah, jangan sampai tatanan yang selama ini tertata dengan baik dirusak oleh pemimpin yang membuat aturan hanya sesuai dengan kepentingan nya atau bahkan kelompoknya.












Referensi: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN



[1] undang-undang republik indonesia nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan

Share:

Saturday, May 26, 2018

PENYIDIK DAN PENYIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN
Penulis: Nafa Farihah.,S.H
A.    Latar Belakang
Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini telah Dinyatakan dengan tegas dalam penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 bahwa “Negara Republik Indonesia berdasar atas hukum “(rechstaat)”, tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machstaat).
Cita-cita filsafat yang telah di rumuskan para pendiri kenegaraan dalam konsep “Indonesia adalah negara hukum”, mengandung arti, bahwa dalam hubungan antara hukum dan kekuasaan, bahwa kekuasaan tunduk pada hukum sebagai kunci kestabilan politik dalam masyarakat. Dalam negara hukum, hukum merupakan tiang utama dalam menggerakkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Salah satu ciri utama dari suatu negara hukum terletak pada kecendrunganya untuk menilai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh masyarakat atas dasar peraturan-peraturan hukum. Pembicaraan mengenai hukum selalu berkaitan dengan masalah penegakan hukum (law enforcement) dalam pengertian luas juga merupakan penegakan keadilan. Apabila dikongkritkan lagi, akan terarah pada aparatpenegak hukum, yaitu mereka yang secara langsung terlibat dalam memperjuangkan penegakan hukum dan keadilan.
Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan masyarakat. Salah satu perilaku yang tidak sesuai dengan norma itu adalah kejahatan. Kejahatan adalah suatu perbuatan yang melawan hukum, perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat dianggap baik dan adil. [1]Kejahatan itupun hanya dapat dicegah dan dikurangi karena sangat sulit untuk diberantas sampai tuntas.
Penegakan hukum dijalankan oleh aparat penegak hukum, aparat penegak hukum yang berada di garis depan yang langsung berhadapan dengan masyarakat dan yang menjalankan segala peraturan perundang-undangan yang ada agar menciptakan disiplin dalam bermsyarakat, terutama ketika terjadi suatu tindak pidana, maka polisi yang pertama menanganinya. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai tugas pokok kepolisian secara umum, maka dapat  dilihat  Pasal  13  Undang-undang  Nomor  2  Tahun  2002  Tentang Kepolisian Negara RI yang menyatakan:
Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia:
1.     Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
2.     Menegakkan hukum; dan
3.     Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Aparat penegak hukum khususnya POLRI mengemban tugas yang luas, kompleks dan rumit. Mereka pun mempunyai posisi penting. Sebagai penegak hukum, mereka adalah komandan dalam melaksanakan amanat undang-undang menegakkan ketertiban, dan keamanan masyarakat. Sebagai pelaksana undang-undang, Polisi menyandang fungsi yang unik dan rumit karena dalam menjalankan tugas di tengah masyarakat, cenderung mandiri berbeda dengan Tentara, selalu dalam kelompok dipimpin komandan sebagai penanggung jawab dengan medan tempur yang jelas dan cukup waktu mengatur strategi.
Dalam arti modern, Polisi adalah suatu pranata umum sipil yang mengatur tata tertib (orde) dan hukum. Namun kadangkala pranata ini bersifat militaristis, seperti di indonesia sebelum POLRI dilepas dari ABRI. Polisi dalam lingkungan pengadilan bertugas sebagai penyidik. Dalam tugasnya dia mencari keterangan-keterangan dari berbagai sumber dan keterangan saksi. Tumbuh dan berkembangnya POLRI tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, POLRI telah dihadapkan pada tugas-tugas yang unik dan kompleks. Selain menata keamanan dan ketertiban masyarakat di masa perang, POLRI juga terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai operasimiliter bersama-sama kesatuan bersenjata yang lain. Keadaan seperti ini dilakukan oleh POLRI karena POLRI lahir sebagai satu-satunya kesatuan bersenjata yang relatif lebih lengkap.Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas, tujuan, wewenang dan tanggung jawab yang selanjutnya yang menyebabkan pula timbulnya berbagai tuntutan dan harapan masyarakat terhadap tugas kepolisiaan Negara Republik Indonesia yang makin meningkat dan berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya.secara universal tugas polisi ada dua, yaitu menegakkan hukum dan memelihara ketertiban umum. Tugas pertama mengandung pengertian represif atau tugas terbatas yang dibatasi oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tugas yang kedua mengandung pengertian preventif atau tugas mengayomi adalah tugas yang luas tanpa batas, boleh melakukan apa saja asal keamanan terjaga dan tidak melanggar hukum itu sendiri.

B.     Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :
1.      Tujuan Objektif
Untuk mengetahui arti, fungsi, tugas Penyidik dan Penyidikan dalam hukum acara pidana menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP) maupun sumber buku lain.
2.      Tujuan Subjektif
Untuk memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan penulis di bidang hukum acara pidana pada umumnya, khususnya dalam Penyidik dan Penyidikan.

C.    Kegunaan Penulisan
Penulisan ini dilakukan dengan harapan bisa bermanfaat, antara lain :
1.      Kegunaan Teoritis
Manfaat penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan wawasan  sebagai masukan dan acuan maupun referensi dalam pengembangan Ikmu Hukum, khususnya Hukum Acara pidana (formil), khususnya berkaitan dengan Penyidik dan Penyidikan.
2.      Kegunaan Praktis
Guna menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang penegakan hukum dalam  Penyidik dan Penyidikan
D.    Kerangka Pemikiran
Negara Indonesia adalah Negara hukum (recht staats), maka setiap tindak pidana yang terjadi selayaknya diproses melalui jalur hukum, jadi hukum dipandang sebagai satu-satunya sarana bagi penyelesaian terhadap suatu tindak pidana dan adapun proses memproses bagi pelaku pidana mulai dari penyelidikan, penyidikan, penangkapan dan penahanan dan lain lain.
 Menurut Prof Van Apeldoorn Hukum acara pidana adalah mengatur cara pemerintah menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum pidana material.
Prof simon HAP / hukum pidana formil : mengatur bagaimana caranya Negara dengan perantaraan alat-alat kekuasaanya menggunakan haknya untuk menghukum dan menjatuhkan hukuman dengan demikian ia memuat acara pidana.
Menurut de Pinto, menyidik (opsporing) berarti pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh Undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang sekedar beralasan, bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum.[2]
Menurut Wirjono Prodjodikoro Hukum Acara Pidana adalah suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak untuk mencapai tujuan Negara dalam melaksanakan hukum pidana.
Sementara Menurut R. Soesilo menyatakan bahwa Hukum Acara Pidana adalah cara bagaimana harus diambil tindakan jika ada sangkaan bahwa telah terjadi suatu tindakan pidana, cara mencari kebenaran tentang tindak pidana apakah yang telah dilakukan. Setelah ternyata ada tindak pidana yang dilakukan siapa dan cara bagaimana harus mencari dengan mengusutnya orang-orang yang disangka bersalah terhadap tindak pidana itu, cara menangkap, menahan, dan memeriksa orang itu. Cara bagaimana menyimpulkan barang-barang bukti, membawa, menggeledah, dan membeslag barang-barang itu, untuk membuktikan kesalahan tersangka sehingga ia dapat dijatuhi hukuman itu. Cara bagaimana melaksanakan hukum yang telah dijatuhkan itu.[3]
Berdasarkan Pasal 1 butir ke 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana {KUHAP} yang dimaksud dengan Penyidik adalah pejabat Polisi Neagara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Berdasarkan Pasal 1 butir ke 2 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.











BAB II
RUMUSAN MASALAH

A.    Apa Definisi Penyidik dan Syarat menjadi Penyidik ?
B.     Bagaimana Tugas dan Wewenang Penyidik ?
C.     Apa Definisi Dari Penyidikan dan Tujuan Penyidikan?
















BAB III
PEMBAHASAN

A.    Definisi Penyidik dan Syarat Menjadi Penyidik
Menurut Pasal 1 butir (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat  Pegawai  Negeri  Sipil  yang  diberi  wewenang  khusus  oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Yang dimaksud penyidik menurut pasal 6 butir ke 1  Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah :
1.      Pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
2.      Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang  
Penyidik menurut Pasal 1 butir ke-1 KUHAP  adalah  pejabat  polisi  Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. KUHAP lebih jauh lagi mengatur tentang penyidik dalam Pasal  6,  yang  memberikan batasan pejabat penyidik dalam proses pidana. Adapun batasan pejabat dalam tahap penyidikan tersebut adalah pejabat penyidik POLRI dan Pejabat penyidik negeri sipil.
Diatas sudah di terangkan siapa saja yang disebut penyidik, yaitu orang yang melakukan penyelidikan yang terdiri dari pejabat seperti yang dijelaskan pada Pasal 1 butir 1. Kemudian dipertegas dengan diperinci lagi dalam Pasal 6 KUHAP. Akan tetapi, disamping apa yang diatur dalam Pasal 1 butir 1 dan Pasal 6, terdapat lagi Pasal 10 yang mengatur tentang adanya penyidik pembantu disamping penyidik.[4]
Untuk mengetahui siapa yang dimaksud dengan orang yang berhak sebagai penyidik ditinjau dari segi instansi maupun kepangkatan, ditegaskan dalam Pasal 6 KUHAP. Dalam pasal tersebut ditentukan instansi dan kepangkatan seorang pejabat penyidik. Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 6 KUHAP yang dimaksud, yang berhak diangkat sebagai pejabat penyidik antara lain adalah:
a.       Pejabat Penyidik Polri
Agar seorang pejabat kepolisian dapat diberi jabatan sebagai penyidik, maka harus memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana hal itu ditegaskan dalam Pasal 6 ayat 2 KUHAP. Menurut penjelasan Pasal 6 ayat (2), kedudukan dan kepangkatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah, diselaraskan dan diseimbangkan dengan kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim peradilan umum. Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah kepangkatan penyidik adalah berupa PP Nomor 27 Tahun 1983. Syarat kepangkatan dan pengangkatan pejabat penyidikan antara lain adalah sebagai berikut:
1)      Pejabat Penyidik Penuh
Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai pejabat “penyidik penuh”, harus memenuhi syarat-syarat kepangkatan dan pengangkatan,yaitu:
a.                   Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi;
b.                  Atau yang berpangkat bintara dibawah Pembantu Letnan Dua apabila dalam suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang berpangkat Pembantu Letnan Dua;
c.                   Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia
2)      Penyidik Pembantu
          Pasal 10 KUHAP menentukan bahwa Penyidik Pembantu adalah Pejabat Kepolisan Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara menurut syarat-syarat yang diatur dengan peraturan pemerintah.[5] Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai “penyidik pembantu” diatur didalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010. Menurut ketentuan ini, syarat kepangkatan untuk dapat diangkat sebagai pejabat penyidik pembantu:
a.      Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi;
b.      Atau pegawai negeri sipil dalam lingkungan Kepolisian Negara dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (Golongan II/a);
c.      Diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing.

3)      Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Penyidik Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b KUHAP, yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik. Pada dasarnya, wewenang yang mereka miliki bersumber pada undang-undang pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan pada salah satu pasal. Wewenang penyidikan yang dimiliki oleh pejabat pegawai negeri sipil hanya terbatas sepanjang yang menyangkut dengan tindak pidana yang diatur dalam undang-undang pidana khusus itu. Hal ini sesuai dengan pembatasan wewenang yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP

B.     Tugas Dan Fungsi Penyidik
1.      Tugas dan Funsi Penyidik menurut KUHP
Penyidik menurut KUHAP adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan. Penyidik berwenang untuk menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana, melakukan tindakan pertamapada saat ditempat kejadian “menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka” melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat “untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi” ; mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara ; mengadakan penghentian mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab (Pasal 7 KUHAP).
Penyidik mempunyai wewenang berdasarkan Pasal 7 ayat 1 KUHAP adalah sebagai berikut :
a.       Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b.      Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c.       Menyuruh berhenti seorang tersangka serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d.      Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e.       Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f.       Mengambil sidik jari dan memotret seseorang yang diduga melakukan suatu tindak pidana;
g.      Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h.      Mendatangkan seorang ahli yang di perlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i.        Mendatangkan seorang ahli yang di perlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
j.        Mengadakan penghentian penyidikan.
Adapun yang menjadi tugas dari Penyidik adalah sebagai berikut :
1.      Menerima laporan atau pengaduan.
2.      Mengambil sidik jari dan memotret seseorang,
3.      Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
4.      Membuat berita acara oelaksanaan tindakan.

Sedangkan yang menjadi wewenang dari penyidik adalah sebagai berikut :
1.      Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian.
2.      Menyuruh berhenti seorang tersangka memeriksanya.
3.      Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
4.      Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
5.      Memanggil orang untuk diperiksa sebagai saksi atau tersangka.
6.      Mendatangkan seorang ahli yang di perlukan dalam hubungannya pemeriksaan perkara.
7.      Mengadakan penghentian penyidikan.
8.      Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.
(Dasar Hukum pasal 7, pasal 8, pasal 9 KUHAP)
Penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum oleh penyidik dalam 2 tahap, yaitu:
Tahap ke-1 Penyerahan berkas perkaranya saja, untuk diperiksa apakah sudah lengkap dan memenuhi syarat (P-18, P-19)
Tahap ke-2 Penyerahan berkas, barang bukti, dan tersangkanya kepada penuntut umum, apabila penyidikan telah selesai (P-21).[6]
Dalam hal penyidikan melakukan tindakan pemeriksaan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, pemasukan rumah, penyitaan benda, pemeriksaan surat, pemeriksaan saksi, pemeriksaan ditempat kejadian, pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan atau tindakan lain menurut ketentuan KUHAP. Ia membuat berita acara yang dikuatkan dengan sumpah jabatan dan ditanda tangani oleh penyidik dan semua orang yang terlibat (Pasal 8 jo 75 KUHAP).
2.      Tugas dan Wewenang Penyidik POLRI.
Menurut Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia No. 2 tahun 2002, yang dimaksud dengan Kepolisian adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan tugas lembaga Kepolisian sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk menjamin ketertiban dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan negara dan tercapainya tujuan nasional dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (Pasal 2 UU No. 2 tahun 2002).
Fungsi Kepolisan adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang penegakan hukum, serta perlindungan dan pelayanan masyarakat, serta pembimbingan masyarakat dalam rangka terjadinya tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat, guna terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat (Pasal 2 UU No. 2 tahun 2002).Menurut Pasal 15 UU No. 2 tahun 2002 tugas dari Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang :
a.       Menerima laporan dan pengaduan.
b.      Melakukan tindakan pertama ditempat kejadian.
c.       Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang.
d.      Mencari keterangan dan barang bukti.
e.       Menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional.
f.       Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat menganggu ketertiban umum.
g.      Mencegah dan menanggulangi timbulnya penyakit masyarakat.
h.      Memberikan   bantuan   pengamanan   dalam   sidang   dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain serta kegiatan masyarakat.
Wewenang Polisi untuk menyidik meliputi pula menentukan kebijaksanaan. Hal ini sangat sulit dilaksanakan karena harusmembuat suatu pertimbangan, tindakan apa yang akan diambil padasaat  yang  singkat  sewaktu  menangani  pertama  kali  tindak  pidanadisamping harus mengetahui hukum pidananya. Sebelum penyidikandimulai, Penyidik harus  dapat memperkirakan tindak pidana apa yang telah terjadi. Perundang-undangan pidana mana yang mengaturnyaagar  penyidikan  dapat  terarah  pada  kejadian  yang  sesuai  dengan perumusan  tindak  pidana  itu.  Penyidikan  tentunya  diarahkan pada pembuktian yang dapat mengakibatkan tersangka dapat dituntut dan dihukum.
Akan tetapi tidak  jarang terjadi .dalam proses peradilan pidana, penyidikan telah dilakukan berakhir dengan pembebasan terdakwa. Hal ini tentu saja akan merusak nama baik polisi dalam masyarakat  seperti  dikatakan  oleh  Skolnick  yang  dikutip  oleh  AndiHamzah  bahwa :
Seringkali tujuan polisi ialah supaya hampir semua tersangka yang ditahan, dituntut, diadili dan dipidana dan menurut padangan Polisi setiap kegagalan penuntutan dan pemidanaan merusak kewibawaannya dalam masyarakat. Penuntut umum pun tak mampu menuntut, manakala Polisi memperkosa hak-hak tersangka dalam proses, karena perkosaan yang demikian mengakibatkan bebasnya perkara itu di pengadilan.
Apabila diperhatikan secara saksama, kegagalan suatu penyidikan disebabkan karena faktor kualitas pribadi penyidiknya karena berhasilnya suatu penyidikan, selain memperhatikan kepangkatan perlu juga dilatar belakangi pendidikan yang memadai Mengingat kemajuan teknologi dan metode kejahatan yang terus berkembang mengikuti arus modernisasi sehingga jangan sampai tingkat pengetahuan penyidik jauh ketinggalan dari pelaku kejahatan.Penyidik dituntut pula agar menguasai segi teknik hukum dan ilmu bantu lainnya dalam Hukum Acara Pidana untuk memperbaiki teknikpemeriksaan dengan tujuan meningkatkan keterampilan dan disiplin hukum demi penerapan Hak Asasi Manusia. Menurut Andi Hamzah :
Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik harus memiliki pengetahuan yang mendukung karena pelaksanaan penyidikan bertujuan memperoleh kebenaran yang lengkap
Untuk  mencapai  tujuan  tersebut,  perlu  penguasaan  beberapa pengetahuan tambahan disamping pengetahuan tentang Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana. Ilmu-ilmu yang dapat memebantu dalam menemukan kebenaran material, antara lain : logika psikologi, kriminalistik, psikiatri dan kriminologi. Lebih lanjut dijelaskan oleh Andi Hamzah bahwa :
Dengan pengetahuan logika dimaksudkan agar diperoleh pembuktian yang logis berdasarkan penemuan fakta yang sudah ada sehinggga dapat membentuk kontruksi yang logis. Penguasaan pengetahuan psikologi sangat penting dalam melakukan penyelidikan terutama dalam interogasi terhadap tersangka. Dimana penyidik harus menempatkan diri bukan sebagai pemeriksa yang akan menggiring tersangka menuju penjara, tetapi sebagai kawan yang berbicara dari hati ke hati.
Dengan berbekal pengetahuan kriminalistik yaitu, pengumpulan dan pengolahan data secara sistematis yang dapat berguna bagi penyidik untuk mengenal, mengidentifikasi, mengindividualisasi, dan mengevaluasi bukti fisik.
Dalam hal ini pembuktian bagian-bagian kriminalistik yang sangat berperan seperti, IlmuTuhan, IlmuKimia, Fisiologi, Anantomi, Patologik, Toksilogi, Pengetahuan tentang luka, Daktiloskopi (sidik jari), Jejak kaki, Antropometri dan Antropologi.
Penelitian dari pengusutan usaha menemukan kebenaran materi bukan hanya ditujukan dalam usaha menemukan yang normal, tetapi kadang-kadang bisa juga dijumpai hal-hal yang abnormal. Untuk itulah diperlukan ilmu bantu psikiatri yang disebut psikiatri forensik. Selain tersebut diatas masih ada lagi ilmu yang dapat membantu penyidik untuk mengetahui sebab-sebab atau latar belakang timbulnya suatu kejahatan serta akibat-akibat terhadap masyarakat, yaitu kriminologi.          
Dari uraian diatas, tampak begitu luas dan sulitnya dan kewajiban Penyidik dalam proses perkara pidana karena penyidiklah yang akan berperan digaris depan dalam pelaksanaan penengakan hukum. Namun demikian, tugas berat yang dipikul tersebut bila dijalankan dengan cermat dan hati-hati akan membuahkan hasil.



C.    Definisi Penyidikan dan Tujuan Penyidikan.
Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi, maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan. Pada tindakan penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana. Sedangkan pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti”. Penyidikan bertujuan membuat terang tindak pidana yang ditemukan dan juga menentukan pelakunya. Pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP yakni dalam Bab I mengenai Penjelasan Umum, yaitu:
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
            Berdasarkan rumusan pasal 1 butir 2 KHUAP, unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian penyidikan adalah :
a.       Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang mengandung tindakan-tindakan yang antara satu dengan yang lainnya saling berhubungan.
b.      Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik.
c.       Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
d.      Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi,dan menemukan tersangkanya.
Berdasarkan keempat unsur tersebut, sebelum dilakukan penyidikan, telah diketahui adanya tindak pidana tetapi tindak pidana itu belum terang dan belum diketahui siapa yang melakukannya. Adanya tindak pidana yang belum terang itu diketahui dari penyidikannya.[7]


Penyidikan adalah suatu tindak lanjut dari kegiatan penyelidikan dengan adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat dalam penggunaan upaya paksa setelah pengumpulan bukti permulaan yang cukup guna membuat terang suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana.[8]
Istilah lain yang dipakai untuk menyebut istilah penyidikan adalah mencari kejahatan dan pelanggaran yang merupakan aksi atau tindakan pertama dari penegak hukum yang diberi wewenang untuk itu, dilakukan setelah diketahuinya akan terjadi atau diduga terjadinya suatu tindak pidana. Penyidikan merupakan tindakan yang dapat dan harus segera dilakukan oleh penyidik jika terjadi atau bila ada persangkaan telah terjadi suatu tindak pidana. Apabila ada persangkaan telah dilakukan kejahatan atau pelanggaran maka harus dihusahakan apakah hal tersebut sesuai dengan kenyataan, benarkah telah dilakukan suatu tindak pidana dan jika benar demikian siapakah pelakunya.[9]
Penyidikan itu dilakukan untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang  pada  tahap  pertama  harus  dapat  memberikan  keyakinan  walau  sifatnyamasih sementara, kepada penuntut umum tentang apa yang sebenarnya terjadi atautentang           tindak  pidana apa yang telah dilakukan serta siapa tersangkanya. Penyidikan dilakukan untuk kepentingan peradilan, khususnya untuk kepentinganpenuntutan, yaitu dapat atau tidaknya suatu tindakan atau perbuatan itu dilakukan penuntutan. Secara kongkrit tindakan itu disebut penyidikan dapat diperinci sebagai tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mendapatkan keterangan tentang:
1.      Tindak pidana apa yang telah dilakukan.
2.      Kapan tindak pidana itu dilakukan
3.      Dimana tindak pidana itu dilakukan
4.      Dengan apa tindak pidana itu dilakukan
5.      Bagaimana tindak pidana itu dilakukan.
6.      Mengapa tindak pidana itu dilakukan
7.      Siapa pembuatnya atau yang melakukan tindak pidana itu.
Penyidikan sebagai bagian terpenting dalam hukum acara pidana  yang pada pelaksanaanya kerap kali harus menyinggung martabat individu yang dalam persangkaan  kadang-kadang  wajib  untuk  dilakukan.  Suatu  semboyan  penting dalam hukum acara pidana yaitu hakikat penyidikan perkara pidana adalah untuk menjernihkan persoalan sekaligus menghindarkan orang yang tidak bersalah dari tindakan yang seharusnya dibenarkan padanya. Oleh karena tersebut seringkali proses  penyidikan yang  dilakukan  oleh  penyidik membutuhkan  waktu yang cenderung lama, melelahkan dan mungkin pula dapat menimbulkan beban pikis diusahakan dari penghentian penyidikan.
Rangkaian tindakan penyidikan adalah segala tindakan atas nama hukum yang dilakukan oleh penyidik Polri, mulai dari pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan, penahanan, penyitaan dan tindakan-tindakan lain yang diatur dalam ketentuan hukum, perundang-undangan yang berlaku hingga proses penyidikan itu dinyatakan selesai.[10]












BAB IV
KESIMPULAN
A.    Definisi Penyidik dan Syarat Menjadi Penyidik
Menurut Pasal 1 butir (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat  Pegawai  Negeri  Sipil  yang  diberi  wewenang  khusus  oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Yang dimaksud penyidik menurut pasal 6 butir ke 1  Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah :
1.      Pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
2.      Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang  .
Dari ketentuan Pasal 6 KUHAP yang dimaksud, yang berhak diangkat sebagai pejabat penyidik antara lain adalah:
a.       Pejabat Penyidik Polri
Pasal 6 ayat 2 KUHAP.
Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah kepangkatan penyidik adalah berupa PP Nomor 27 Tahun 1983. Syarat kepangkatan dan pengangkatan pejabat penyidikan antara lain adalah sebagai berikut:
1)      Pejabat Penyidik Penuh
Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai pejabat “penyidik penuh”, harus memenuhi syarat-syarat kepangkatan dan pengangkatan,yaitu:
a.       Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi;
b.      Atau yang berpangkat bintara dibawah Pembantu Letnan Dua apabila dalam suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang berpangkat Pembantu Letnan Dua;
c.       Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia
2)      Penyidik Pembantu
          Pasal 10 KUHAP . Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai “penyidik pembantu” diatur didalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010. Menurut ketentuan ini, syarat kepangkatan untuk dapat diangkat sebagai pejabat penyidik pembantu:
a.       Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi;
b.      Atau pegawai negeri sipil dalam lingkungan Kepolisian Negara dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (Golongan II/a);
c.       Diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing.

b.      Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Penyidik Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b KUHAP,


B.     Tugas Dan Fungsi Penyidik
1.      Tugas dan Funsi Penyidik menurut KUHP
Penyidik mempunyai Tugas dan wewenang berdasarkan Pasal 7 ayat 1 KUHAP adalah sebagai berikut :
a.       Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b.      Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c.       Menyuruh berhenti seorang tersangka serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d.      Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e.       Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f.       Mengambil sidik jari dan memotret seseorang yang diduga melakukan suatu tindak pidana;
g.      Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h.      Mendatangkan seorang ahli yang di perlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i.        Mendatangkan seorang ahli yang di perlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
j.        Mengadakan penghentian penyidikan.
2.      Tugas dan Wewenang Penyidik POLRI
Menurut Pasal 15 UU No. 2 tahun 2002 tugas dari Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang :
a.       Menerima laporan dan pengaduan.
b.      Melakukan tindakan pertama ditempat kejadian.
c.       Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang.
d.      Mencari keterangan dan barang bukti.
e.       Menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional.
f.       Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat menganggu ketertiban umum.
g.      Mencegah dan menanggulangi timbulnya penyakit masyarakat.
h.      Memberikan   bantuan   pengamanan   dalam   sidang   dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain serta kegiatan masyarakat.

C.    Definisi Penyidikan dan Tujuan Penyidikan.
Pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP yakni dalam Bab I mengenai Penjelasan Umum, yaitu:
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.







DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Bassar, Sudarajat, 1985.  Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Bandung: Remadja Karya.

Chazawi, Adami, 2005. Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Malang : Bayu Media Publishing.
Harahap,Yahya, 2002.  Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika.
Harahap, Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, cet VII Jakarta: Sinar Grafika.
Hamzah, Andi,  2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafik Offset.
Hartono, 2010. Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana melalui Pendekatan HukumProgresif, Jakarta : Sinar Grafika.
Nasution, M. Irsan, 2016 Hukum Acara Pidana , Bandung: LP2M UIN BANDUNG.
Print, Darwin, 1998. Hukum Acara Pidana dan Praktek, Jakarta : Djembatan.


Sumber Hukum :
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010.
Undang-Undang  No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.



[1]M. Sudradjat Bassar. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.( Bandung: Remadja Karya.1985)  hal. 2.

[2] Andi Hamzah.  Hukum Acara Pidana Indonesia.( Jakarta: Sinar Grafik Offset. 2008) hlm.120.

[3] M. Irsan Nasution, Hukum Acara Pidana (Bandung: LP2M UIN BANDUNG, 2016). Hlm. 5
[4] M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, cet VII (Jakarta: Sinar Grafika) hlm 110.
[5] Nico Ngani, I Nyoman Budi Jaya, Mengenal Hukum Acara Pidana, Bagian Umum dan Penyidikan,(Yogyakarta  Liberty )hlm. 19.
[6] M. Irsan Nasution, Hukum Acara Pidana (Bandung: LP2M UIN BANDUNG, 2016). Hlm. 19
[7] Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, (Malang : Bayu Media Publishing, 2005) hlm 380-381
[8]M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002) hlm.99.

[9]Darwin Print, Hukum Acara Pidana dan Praktek, (Jakarta : Djembatan, 1998)  hlm 8.

[10]Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana melalui Pendekatan HukumProgresif,    ( Jakarta : Sinar Grafika, 2010) hlm.116.


Share: