Blog ini berisi artikel-artikel, karya tulis ilmiah, dan berita mengenai Hukum dan Sosial

Apakah Benar 1 Juni adalah Hari Lahir Pancasila?

Dr.Endang saefuddin anshori memberi sebuah pendahuluan tentang argument dasar perumusan pancasila.

Aktualisasi Pancasila

Dalam 10 tahun terakhir ini banyak bermunculan kasus – kasus sosial. Mulai dari ringan, sedang hingga yang berat, dalam bentuk tindak pelanggaran, perilaku menyimpang dan tindak kriminal.

PERAN MASYARAKAT DALAM BADAN PENGWAS PEMILU

Pemilu berkualitas akan terwujud jika prosesnya dijaga, dipantau, dan diawasi agar tidak dicurangi.

PENGINGKARAN HAK-HAK BURUH OLEH KAPITALIS

Pengingkaran hak-hak buruh dalam model kerja outsourcing, sebagian telah dijelaskan dalam pembahasan terdahulu.

OUTSOUCING DALAM PERINDUSTRIAN INDONESIA

Perkembangan kapitalisme di era modern telah mencapai pada puncaknya menghegemoni dunia.

Sunday, April 29, 2018

PERADILAN AGAMA SEBAGAI INSTITUSI PENEGAK HUKUM ISLAM DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang
PeradilanAgama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia di samping tiga peradilan yang lain, yakni Peradilan Negeri, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara. Keberadaan Peradilan Agama di Indonesia sudah dimulai sejak Indonesia belum merdeka, yaitu sejak masa pemerintahan kolonial Belanda.
Dalam perjalanan sejarahnya, Peradilan Agama menempuh proses yang cukup panjang hingga dimantapkannya kedudukan Peradilan Agama oleh pemerintah Indonesia, yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UUPA). Dengan UUPA ini maka kedudukan Peradilan Agama sama dan setingkat dengan tiga peradilan lainnya dalam lingkup peradilan nasional. Peradilan Agama memiliki wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara umat Islam dalam bidang perkawinan, kewarisan, dan perwakafan.
Dengan kedudukan dan wewenang Peradilan Agama seperti di atas, Peradilan Agama dapat dikatakan sebagai salah satu institusi penegak hukum di Indonesia khususnya dalam bidang hukum Islam. Namun, harus diakui bahwa jangkauan Peradilan Agama masih sangat terbatas. Peradilan Agama baru menangani perkara-perkara umat Islam dalam ketiga hukum keperdataan seperti di atas, belum menjangkau bidang hukum yang lain, seperti hukum pidana dan hukum-hukum lainnya.

Share:

PERADILAN AGAMA DALAM TATA PERADILAN DI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN
A.        Latar Belakang
Peradilan Agama , keberadaannya telah ada jauh sebelum kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Ia telah mengalami pasang surut baik dari segi penamaan, status dan kedudukan, maupun kewenangannya. Sampai pada masa Orde Baru, peradilan agama belum menjadi peradilan yang mandiri. Peradilan agama yang masih berada di bawah bayang-bayang kekuatan eksekutif.  Seiring dengan hal itu, peradilan agamapun mengalami perubahan yang cukup signifikan, baik menyangkut status dan kedudukan, maupun kewenangannya, dengan mengikuti paradigma separation of power, status dan kedudukan Peradilan Agama kemudian dilepaskan dari baying-bayang eksekutif yakni Departemen Agama, untuk selanjutnya dimasukkan dalam satu atap (one roof system) di bawah Mahkamah Agung bersama dengan badan peradilan lainnya. Dari segi kewenangannyapun peradilan agama di era reformasi mendapatkan kewenangan baru, yakni mengadili sengketa yang terkait dengan bidang; zakat, infaq, sedekah serta ekonomi syariah.

Share:

Saturday, April 28, 2018

PENGANTAR HUKUM PERIKATAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang-orang yang tidak sadar bahwa setiap harinya mereka melakukan perikatan. Hal-hal seperti membeli suatu barang atau menggunakan jasa angkutan umum, perjanjian sewa-menyewa hal-hal tersebut merupakan suatu perikatan. Perikatan di Indonesia diatur pada buku ke III KUHPerdata (BW). Dalam hukum perdata banyak sekali hal yang dapat menjadi cangkupannya, salah satunya adalah perikatan. Perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan.
Perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan.

Share:

Friday, April 27, 2018

Peradilan Pada Masa Penjajahan Jepang


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Peradilan adalah salah suatu urusan di dalam rumah tangga negara yang teramat penting. Bagaimanapun baiknya segala peraturan hukum yang diciptakan di dalam suatu negara, guna menjamin keselamatan masyarakat serta menuju kepada tercapainya kesejahteraan rakyat, peraturan-peraturan itu tak akan memberikan faedah, apabila tak ada suatu tahapan (instansi) yang harus memberikan isi dan kekuatan kepada kaidah-kaidah hukum yang diletakkan di dalam undang-undang dan peraturan hukum yang lain. Peradilan biasa juga disebut sebagai suatu macam penegakkan hukum pula, oleh karena aktifitasnya juga tidak terlepas dari hukum yang telah dibuat dan disediakan oleh badan pembuat hukum itu.
Tentunya, untuk mendukung ditegakkannya agar kaidah-kaidah hukum tersebut dapat terealisasi maka diperlukan sebuah wadah atau instansi atas dasar undang-undang dapat memaksa orang mentaati segala peraturan negara, dan menjadi forum, dimana segala penduduk dapat mencari keadilan. serta penyelesaian persoalan-persoalan tentang hak dan kewajibannya masing-masing menurut hukum. Oleh karena itu, maka adanya peradilan yang baik dan teratur serta mencukupi kebutuhan, adalah suatu keharusan di dalam susunan negara hukum.

Share:

SISTEM HUKUM DI DUNIA


BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang Masalah
Sistem hukum merupakan tatanan atau kesatuan yang utuh yang tediri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain yaitu kaidah atau pernyataan tentang apa yang seharusnya, sehingga sistem hukum merupakan sistem normatif. Dengan kata kata lain sistem hukum adalah suatu kumpulan unsur-unsur yang ada dalam interaksi satu sama lain yang merupakan satu kesatuan yang terorganisasi dan kerjasama ke arah tujuan kesatuan.
Masing-masing bagian tidak berdiri sendiri lepas satu sama lain tetapi kait mengait. Arti pentingnya tiap bagian terletak justru dalam ikatan sistem, dalam kesatuan karena hubungannya yang sistematis dengan peraturan-peraturan hukum lain. Dapat disimpulkan Sistem hukum adalah kesatuan utuh dari tatanan-tatanan yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan berkaitan secara erat. Walaupun banyak sistem hukum di dunia tapi yang lebih banyak di gunakan  yaitu sistem Civil Law ( Eropa Kontinental ) Common Law ( Anglo Saxon ).

Share:

Thursday, April 26, 2018

HUKUM RESPONSIF DALAM MENJAWAB FENOMENA SOSIAL DI MASYARAKAT



Perubahan sosial senantiasa membawa pengaruh yang signifikan terhadap peraturan perundang-undangan baik itu dalam skala kecil hingga besar. Perubahan sosial selalu mengiringi masyarakat yang bersifat dinamis dimana perubahan mampu membawa dampak positif bagi kelangsungan hidup suatu masyarakat walau tidak selamanya dampak dari perubahan itu mengarah pada kebaikan hidup bersama. Hukum melayani kebutuhan masyarakat agar tidak ketinggalan dalam laju perkembangan masyarakat. Berbagai masalah sosial yang lahir di masyarakat yang rentan akan perubahan membutuhkan suatu hukum yang tidak hanya mampu mengatur tatanan yang tidak sesuai namun juga mampu memberikan pengaruh signifikan bagi aturan yang lain dimana peran hukum mampu mewujudkan keadilan substantif di pengadilan. Dalam mewujudkannya, peran hukum harus lebih bisa responsif menjawab setiap fenomena sosial masyarakat dengan memberikan pemecahan solutif agar kedepannya segala bentuk perubahan yang berdampak negatif dapat dengan mudah teratasi tanpa menyebabkan masalah-masalah lain yang mungkin timbul setelahnya.

Share:

SUMBER-SUMBER HUKUM TATA NEGARA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hukum positif yang baik dan efektif adalah hukum yang sesuai dengan living law yang sebagai inner order dari masyarakat mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalamnya. Oleh karena itu, merupakan sebuah keharusan dalam pembentukan undang-undang harus banyak memperhatikan apa yang ada dan berkembang dalam realitas kehidupan masyarakat.
Ahli hukum yang sekarang menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi, tokoh jebolan Madura, Prof. Dr. Mahfud MD, mengatakan dalam bukunya bahwa untuk mewujudkan kepastian dan keserasian dalam hukum serta kesatuan tafsiran, maka perlu secara riil dan objektif adanya pendikotomian sumber hukum tata Negara. Selama ini, timbul anggapan sinis bahwa yang merupakan sumber hukum hanya pada teks-teks yang telah terkodifikasi. Selain itu bukanlah sumber hukum. Mengenai hal itu maka, makalah ini akan membahas mengenai sumber hukum.

Share:

Tuesday, April 24, 2018

PELANGGARAN HAK DALAM HUKUM PIDANA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang masalah
Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan kepada suatu kebutuhan yang mendesak, kebutuhan pemuas diri dan bahkan kadang-kadang karena keinginan atau desakan untuk mempertahankan status diri. Secara umum kebutuhan setiap manusia itu akan dapat dipenuhi, walaupun tidak seluruhnya, dalam keadaan yang tidak memerlukan desakan dari dalam atau orang lain. Terhadap kebutuhan yang mendesak pemenuhanya dan harus dipenuhi dengan segera biasanya sering dilaksanakan tanpa pemikiran matang yang dapat merugikan lingkungan atau manusia lain.
Hal seperti itu akan menimbulkan suatu akibat negatif yang tidak seimbang dengan suasana dari kehidupan yang bernilai baik. Untuk mengembalikan kepada suasana dan kehidupan yang bernilai baik itu di perlukan suatu pertanggung jawaban dari pelaku yang berbuat sampai ada ketidak seimbangan. Dan pertanggung jawaban yang wajib dilaksanakan oleh pelakunya berupa pelimpahan ketidak enakan masyarakat supaya dapat dirasakan juga penderitaan atau kerugian yang dialami.

Share:

contoh surat gugatan


Bandung, 10 Maret 2018
                                    Kepada:                                            
Yang terhormat Bapak ketua        
Pengadilan Negri Bandung                     
di-Bandung                                      
Dengan hormat,
            Yang tertanda dibawah ini, saya:
Yang bertanda tangan dibawah ini, Moh Alwi Aziz,S.H,M.H,. Advokat, berkantor di Jln.Mayang linggar No.12, Kel.Pasir Endah, Kec.Ujung Berung, bandung, berdasarkan surat kuasa ttgl. 09 April 2018, terlampir, bertindak untuk dan atas nama: Bpk.Abdul Fadjar M mansyur, bertempat tinggal di Jln.Mayang Linggar No.20, Kel.Pasir Endah Kec.Ujung Berung, dalam hal ini telah memilih kediaman hukum (domisili) di kantor kuasanya tersebut diatas, hendak menandatangani dan mengajukan surat gugat ini, selanjutnya akan disebut PENGGUGAT.
            Dengan ini penggugat hendak mengajukan gugatan terhadap:
Bpk.apip pudin, bertempat tinggal di Jln.Arcamanik No.15 Bandung, selanjutnya akan disebut TERGUGAT.
          
Share:

upaya hukum dalam acara peradilan agama


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pengesahan undang-undang Peradilan Agama, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang selanjutnya disebut UUPA yang berlaku pada pengadilan di lingkungan Peradilan Agama adalah sebagaimana juga hukum acara perdata  yang berlaku di lingkungan Peradilan Umum, di samping hukum acara khusus yang diatur tersendiri terutama dalam memeriksa perkara sengketa perkawinan.
Suatu putusan hakim tidak luput dari kekeliruan dan kekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Maka oleh karena itu, demi kebenaran dan keadilan setiap putusan hakim perlu dimungkinkan untuk diperiksa ulang, agar kekeliruan atau kekhilafan yang terjadi pada putusan dapat diperbaiki. Bagi setiap putusan hakim pada umumnya tersedia upaya hukum, yaitu upaya atau alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan.[1]

Share:

Perbedaan gadai, fidusia, hipotik, hak tanggungan

URAIAN
GADAI
FIDUSIA
HIPOTIK
HAK TANGGUNGAN





PENGERTIAN
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur (si berutang), atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditor itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada kreditur-kreditur lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya Bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada di dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.
Pengertian hipotik dirumuskan dalam Pasal 1162 BW yang menyebutkan hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan. Memperhatikan pengertian hipotik di atas, maka jelaslah hipotik adalah hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan kepada kreditur bahwa piutangnya akan dilunasi oleh debitur tepat pada waktu yang dijanjikan. Apabila tidak, benda yang dibebani hipotik dapat dijual lelang dan uang hasil pelelangan dipergunakan untuk membayar piutang kreditur pemegang hipotik lebih dahulu(diprioritaskan) dari pada piutang kreditur-kreditur lainnya. Dengan demikian, hipotik tidak mengandung hak untuk menguasai atau memiliki benda yang dibebani hipotik. Namun,sifat kebendaan pada hak hipotik tetap ada, karena hipotik tetap melekat pada bendanya meskipun benda tersebut dipindahtangankan kepada orang lain, sehingga tidak lagi dimiliki debitur atau pemberi hipotik.
Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggunganselanjutnya disebut UUHT dalam Pasal 1 augka 1 menyatakan: Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang undang No,5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain vang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.

Jadi, hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah untuk  pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.





SUMBER HUKUM
Pasal 1150 s.d. Pasal 1160 Kitab undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
1. Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;

2.   Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
1. KUH Perdata buku II Bab XII pasal 1162 sampai dengan pasal 1232

2. Undang-undang No 5 tahun 1960
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996




UNSUR-UNSUR
a.   Gadai diberikan hanya atas bendabergerak;

b.  Jaminan gadai harus dikeluarkan dari penguasaan Pemberi Gadai (Debitor), adanya penyerahan benda gadai secara fisik (lavering);

c.  Gadai memberikan hak kepada kreditor untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas piutang kreditur (droit de preference);

d.  Gadai memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mengambil sendiri pelunasan secara mendahului.
a.  fidusia diberikan atas bendabergerak dan benda tidakbergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek;

b.   fidusia merupakan jaminan serah kepemilikan yaitu debitur tidak menyerahkan benda jaminan secara fisik kepada kreditur tetapi tetap berada di bawah kekuasaan debitur (constitutum possessorium), namun pihak debitur tidak diperkenankan mengalihkan benda jaminan tersebut kepada pihak lain (debitur menyerahkan hak kepemilikan atas benda jaminan kepada kreditur);

c.   fidusia memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas hasil eksekusi benda yang menjadi obyek jaminan;

d.  fidusia memberikan kewenangan kepada kreditur untuk menjual benda jaminan atas kekuasaannya sendiri.
1.Harus ada benda yang dijaminkan.
2.Bendanya adalah benda tidak bergerak.
3.Dilakukakan oleh orang yang memang berhak memindahtangankan benda jaminan.
4.Ada sejumlah uang tertentu dalam perjanjian pokok dan yang ditetapkan dalam suatu akta.
5.Diberikan dengan suatu akta otentik.
6.Bukan untuk dinikmati atau dimiliki , namun hanya sebagai jaminan pelunasan hutang saja. Namun jika utangnya bersyarat ataupun jumlahnya tidak tertentu , maka pemberian hipotik senantiasa adalah sah sampai jumlah harga taksian , yang para pihak diwajibkan menerangkan di dalam aktanya ( Pasal 1176 ayat 2 KUHPerd.

1.Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang. 
2.Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA 
3.Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu; 
4.Utang yang dijamin adalah suatu utang tertentu; 
5.Memberikan  kedudukan  yang  diutamakan  kepada  kreditur  tertentu  terhadap kreditur-kreditur lain.








SIFAT
a.  Gadai merupakan perjanjian yang bersifat assesoir (tambahan) terhadap perikatan pokok, yang tanpa adanya keberadaan dari utang pokok, maka hak atas benda yang digadaikan tidak pernah ada. Gadai diberikan setelah adanya perjanjian pokok;

b. Bersifat memaksa, berkaitan dengan adanya penyerahan secara fisik benda gadai dari Debitur/Pemberi Gadai kepada Kreditur/Penerima Gadai;

c. Dapat beralih atau dipindahkan, benda gadai dapat dialihkan atau dipindahkan oleh Penerima Gadai kepada Kreditur lain namun dengan persetujuan dari Pemberi Gadai;

d. Bersifat individualiteit, sesuai Pasal 1160 KUH Perdata, bahwa benda gadai melekat secara utuh pada utangnya meskipun karena meninggalnyadebitur atau kreditur diwariskan secara terbagi bagi, namun hak gadai atas benda yang digadaikan tidak dapat hapus dengan begitu saja hingga seluruh utang telah dilunasi;

e. Bersifat menyeluruh (totaliteit), berarti hak kebendaan atas gadai mengikuti segala ikutannya yang melekat dan menjadi satu kesatuan dengan benda terhadap mana hak kebendaan diberikan;

f. Tidak dapat dipisah pisahkan (Onsplitsbaarheid), berarti pemberian gadai hanya dapat diberikan untuk keseluruhan benda yang dijadikan jaminan dan tidak mungkin hanya sebagian saja;

g. Mengikuti bendanya (Droit de suite), pemegang hak gadai dilindungi hak kebendaannya, ke tangan siapapun kebendaan yang dimiliki dengan hak kebendaan tersebut beralih, pemilik berhak untuk menuntut kembali dengan atau tanpa disertai ganti rugi;

h. Bersifat mendahulu (droit de preference), bahwa Penerima Gadai mempunyai hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda gadai;

i. Sebagai Jura in re Aliena (yang terbatas), gadai hanya semata-mata ditujukan bagi pelunasan utang. Gadai tidaklah memberikan hak kepada Pemegang Gadai/Penerima Gadai untuk memanfaatkan benda yang digadaikan, terlebih lagi mengalihkan atau memindahkan penguasaan atas benda yang digadaikan tanpa izin dari Pemberi Gadai.
a. Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian
pokok, dan bukan kewajiban bagi
para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Perjanjian Fidusia tidak disebut secara khusus dalam
KUH Perdata. Karena itu, perjanjian ini tergolong dalam perjanjian tak bernama (Onbenoem De Overeenkomst);
b. Bersifat memaksa, karena dalam hal ini terjadi penyerahan hak
milik atas benda yang dijadikan obyek Jaminan Fidusia, walaupun tanpa penyerahan fisik benda yang dijadikan obyek jaminan;

c. Dapat digunakan, digabungkan, dicampur atau dialihkan terhadap
benda atau hasil dari benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia
dengan persetujuan dari
Penerima Fidusia;

d. Bersifat individualiteit, bahwa benda yang dijadikan obyek Jaminan Fidusia melekat secara utuh pada utangnya sehingga
meskipun sudah dilunasi
sebagian, namun hak fidusia atas benda yang dijadikan obyek jaminan tidak dapat hapus dengan begitu saja hingga seluruh utang telah dilunasi;

e. Bersifat menyeluruh (totaliteit), berarti hak kebendaan atas fidusia mengikuti segala ikutannya yang melekat dan menjadi satu kesatuan dengan benda terhadap mana hak kebendaan diberikan;

f. Tidak dapat dipisah pisahkan
 (Onsplitsbaarheid), berarti pemberian fidusia hanya dapat diberikan untuk keseluruhan benda yang dijadikan jaminan dan tidak mungkin hanya sebagian saja;

g. Bersifat mendahulu (droit de preference), bahwa Penerima Fidusia mempunyai hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang dijadikan obyek Jaminan Fidusia;

h. Mengikuti bendanya (Droit de suite), pemegang hak fidusia dilindungi hak kebendaannya, Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi obyek Jaminan Fidusia;

i. Harus diumumkan (asas publisitas), benda yang dijadikan obyek Jaminan Fidusia wajib didaftarkan, hal ini merupakan jaminan kepastian terhadap kreditur lainnya mengenai benda yang telah dibebani Jaminan
Fidusia;

j. Berjenjang/Prioriteit (ada prioritas yang satu atas yang lainnya), hal ini sebagai akibat dari kewajiban untuk melakukan pendaftaran dalam pembebanan Jaminan Fidusia dan apabila atas benda yang sama menjadi obyek lebih dari 1 (satu) perjanjian Jaminan Fidusia;

k. Sebagai Jura in re Aliena (yang terbatas), Fidusia adalah hak kebendaan yang bersifat terbatas, yang tidak memberikan hak kebendaan penuh kepada Pemegang atau Penerima Fidusia. Jaminan Fidusia hanya sematamata ditujukan bagi pelunasan utang. Fidusia hanya memberikan hak pelunasan mendahulu, dengan cara menjual sendiri benda yang dijaminkan dengan Fidusia
1.Hipotik merupakan perjanjian yang accessoir, artinya bahwa perjanjian hipotik itu merupakan perjanjian tambahan terhadap perjanjian pokoknya yaitu perjanjian pinjam mengganti (kredit), sehingga perjanjian hipotik itu tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya perjanjian pokok tersebut.
2.  Hipotik ini tidak dapat dibagi-bagi, artinya bahwa hipotik itu akan selalu melekat sebagai jaminan sampai hutang yang bersangkutan seluruhnya dilunasi oleh debitur.
3.                Hipotik bersifat zaaksgevolg (droit de suitei), artinya bahwa hak hipotik akan selalu melekat pada benda yang dijaminkan dimanapun atau pada siapapun benda tersebut berada
4.  Hipotik mempunyai sifat lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang lainnya.


1.  Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya
2.  Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapa pun obyek tersebut berada.
3.     Memenuhi azas spesialitas & publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga memberikan kepastian hukum kepada pihak pihak yang berkepentingan
4.                    Mudah & pasti pelaksanaan eksekusinya





SUBJEK
1.  Dari segi individu (person), yang menjadi subyek gadai adalah setiap orang sebagaimana dimaksud Pasal 1329 KUH Perdata;

2. Para Pihak, yang menjadi subyek gadai adalah :
a. Pemberi Gadai atau Debitur;
b. Penerima Gadai atau Kreditur;
c. Pihak Ketiga yaitu orang yang disetujui oleh Pemberi Gadai dan Penerima Gadai untuk memegang benda gadai sehingga disebut Pemegang Gadai.
1. Dari segi individu (person), yang menjadi subyek fidusia adalah :
a. Orang perorangan;
b. Korporasi.

2. Para Pihak, yang menjadi subyek
fidusia adalah :
a. Pemberi Fidusia atau Debitur;
b. Penerima Fidusia atau Kreditur.
Subyek hipotik adalah pihak-pihak yang membuat perjanjian pembebanan hipotik, yaitu pemberi hipotik (hypotheek gever) dan  penerima hipotik (hypotheek nemer).
a. Pemberi Hak Tanggungan

b. Pemegang Hak Tanggungan












OBJEK
Benda bergerak baik bertubuh maupun
tidak bertubuh.
1.  Benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud;

2.   Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek, yaitu bangunan di atas tanah milik orang lain, sebagai contoh rumah susun, apartemen.
1)       Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindahtangankan beserta segala perlengkapannya.
2)       Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya.
3)       Hak numpang karang dan hak usaha.
4)       Bunga tanah, baik yang dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil tanah.
5)       Bunga seperti semula.
6)       Pasar-pasar yang diakui oleh pemerintah, beserta hak-hak asli merupakan yang melekat padanya.

1.  Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam UUPA (Pasal 4 ayat (1) UUHT).
2.                    Hak Pakai atas Tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan. Terhadap hak pakai atas tanah negara, yang walaupun wajib didaftarkan, tetapi karena sifatnya tidak dapat dipindah tangankan, maka hak pakai tersebut tidak termasuk dalam objek Hak Tanggungan.
3.                  Hak atas tanah berikut bangunan (baik yang berada di atas maupun di bawah tanah), tanaman dan hasil karya yang telah ada atau akan ada, yamg merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah. Pembebanan Hak Tanggungan atas bangunan, tanaman dan hasil karya tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah.








EKSEKUSI
Apabila debitur atau Pemberi Gadai cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek Jaminan Gadai dapat dilakukan :

1.  Kreditur diberikan hak untuk menyuruh jual benda gadai manakala debitur ingkar janji, sebelum kreditur menyuruh jual benda yang digadaikan maka ia harus memberitahukan terlebih dahulu mengenai maksudnya tersebut kepada debitur atau Pemberi Gadai;

2.   Suatu penjualan benda gadai oleh kreditur berdasarkan perintah pengadilan, maka kreditur wajib segera memberitahukan kepada Pemberi Gadai.
Apabila debitur atau Pemberi Fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara :

1.  pelaksanaan titel eksekutorial oleh Penerima Fidusia, berarti eksekusi langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut;

2.   Penjualan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak;

3. Pelaksanaan penjualan dibawah tangan dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh Para Pihak kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan
diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar di daerah yang
bersangkutan.

Ketentuan Pasal 1178 ayat 2 kitab undang-undang hukum perdata, memberi wewenang kepada kreditur pemegang hipotik pertama untuk meminta diperjanjikan agar dia dapat menjual benda yang dibebani hipotik atas kekuasaanya sendiri melalui kantor lelang, demikian pula ketentuan Pasal 6 jo Pasal 20 undang-undang no. 4 tahun 1996, memberi wewenang kepada kreditur pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum.



·  Pasal 1 butir (1) Undang-undang No. 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa “Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.”
  Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan suatu perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut, dan pemberian Hak Tanggungan tersebut dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT (Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang¬-undang No. 4 Tahun 1996).
  Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan, dan sebagai bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pendaftaran Tanah menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA (Pasal 13 ayat (I), Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 4 Tahun 1996).
  Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan apabila debitur cidera janji maka berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan tersebut, pemegang hak tanggungan mohon eksekusi sertifikat hak tanggungan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang. Kemudian eksekusi akan dilakukan seperti eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.









HAPUSNYA
a.  Karena hapusnya perjanjian peminjaman uang.

b.  Karena perintah pengembalian benda yang digadaikan lantaran penyalahgunaan dari pemegang gadai.

c.  Karena benda yang digadaikan dikembalikan dengan kemauansendiri oleh pemegang gadai kepada pemberi gadai.

d.  Karena pemegang gadai lantaran sesuatu sebab menjadi pemilik benda yang digadaikan.

e.  Karena dieksekusi oleh pemegang gadai.

f.   Karena lenyapnya benda yang digadaikan.

g.  Karena hilangnya benda yang digadaikan.
a. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;

b. Adanya pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia;

c. Musnahnya benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.

1.    Karena hapusnya perikatan pokok;

2.    Karena pelepasan hipotiknya oleh kreditur; dan

3.    Karena penetapan tingkat oleh hakim.
(a) hapusnya piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan.
(b) dilepaskannya Hak Tanggungan oleh kreditur pemegang Hak Tanggungan.
(c) pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri.
(d) hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.









Share: