HUBUNGAN HUKUM DAGANG
DENGAN HUKUM PERDATA
Penulis: Moh Alwi Aziz
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hukum
dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.
Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan
bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata
merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus
(lex specialis).
Dengan
diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan
keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex generalis, artinya hukum
yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Adagium ini
dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada
pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan
penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
B.
Rumusan masalah
- Pengertian
hukum dagang ?
- Latar
belakang hukum dagang ?
- Konsep jual
beli ?
- Pengertian
hukum perdata ?
- Latar
belakang hukum perdata ?
- Hubungan
hukum dagang dengan hukum perdata ?
C.
Tujuan
penulisan
- Untuk
memenuhi tugas mata kuliah pengantar hukum indonesia
- Untuk mengetahui hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
hukum dagang
Kitab
Undang Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak memberikan pengertian mengenai hukum
dagang. Oleh karena itu, definisi hukum daganf sepenuhnya diserahkan pada
pendapat dan doktrin dar para ahli. Berikut adalah beberapa pengertian hukum
dagang menurup para ahli :
Menurut
Achmad Ichsan Hukum Dagang adalah hukum yang mengataur soal-soal perdagangan,
yaitu soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan.[1]
Sedangkan
Hukum Dagang menurut R.Soekardodo, Hukum Dagang adalah bagian dari hukm perdata
pada umummnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan perikatan
yang diatur dalam Buku III Burgerlijke Wetboek (BW). Dengan kata lain hukum
dagang adalah himpunan peratuan peraturan yang mengatur seseorang dengan orang
lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi KUHD dan
KUHPdt. Hukum Dagang dapat pula dirumuskanadalah serangkaian kaidah yang
mengatur tentang dunia usaha atau bisnis dan dalam lalu lintas perdagangan.
Lalu
menurut Sri Redjeki Hartono Hukum Dagang adalah pemahaman konvensional
merupakan bagian dari bidang hukum perdata atau dengan perkataan lain selain
disebut bahwa hukum perdata dalam pengertian luas, termasuk hukum dagang, maka
asas asas hukum dagang merupakan bagian asas asas hukum perdata pada umumnya.
Dari
berbagai pengertian hukum dagang sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli
hukum di atas tampak bahwa, ada satu benang merah yang dapat dijadikan sebagai titik
awal untuk melihat apa makna hukum dagang. Benang merah yang dimaksud adalah
pada hakikatnya hukum dagang sebagai suatu norma yang digunakan dalam
menjalankan suatu kegiatan dunia usaha. Dengan kata lain, hukum dagang adalah
serangkaian norma yang timbul khusus dalam dunia usaha atau kegiatan
perusahaan. Norma tersebut dapar bersumber, baik pada aturan hukum yang sudah
dikodifikasikan, yaiti KUHPdt dan KUHD maupun di luar kodifikasi. Perlu juga
dikemukakan disini, bahwa hal yang diatur dalam kodifikasi disebut secara
parsial telah diatur dalam undang undang tersendiri, seperti halnya tentang
perseroan terbatas, sudah diatur dalam undang undang tersendiri. Di sisi lain
perkembangan dunia usaha sendiri berkembang sedemikian cepat sehingga
memerlukan pengaturan tersendiri yang sebelumnnya belum diatur dalam kedua
kodifikasi tersebut.[2]
- Latar
belakang Hukum Dagang
Dalam
abad pertengahan ketika bangsa Romawi sedang mengalami masa kejayaan, hukum
Romawi pada waktu itu dianggap paling sempurna, dan banyak digunakan di
berbagai negara. Byzantium sebuah kota di Italia menjadi pusat perniagaan.
Dalam perniagaan yang semakin ramai timbulah hal-hal yang tidak dapat lagi
diselesaikan dengan hukum Romawi. Persoalan dagang dan perselisihan antara para
pedagang terpaksa harus diselesaikan oleh mereka sendiri.
Untuk
keperluan itu, mereka membetuk badan badan yang harus mengadili sengketa antara
para pedagang. Selain itu badab badan tersebut membuat peraturan peraturan yang
mengatur hubungan antara Pedagang. Dengan demikian, lambat laun timbullah
peraturan peraturan khusus mengenai dagang.
Atas
perintah Napoleon, hukum yang berlaku bagi pedagang dibukukan dalam sebuah buku
Code de Commerce (tahun 1807). Di samping itu, di susun kitab kitab lainnya,
yakni:
- Code Civil
adalah yang mengatur hukum sipil/hukum perdata
- Code Penal
ialah yang menentukan hukum pidana
Kedua
buku itu dibawa dan berlalu dinegri Belanda dan akhirnya dibawa ke Indonesia.
Pada tanggal 1 Januari 1809 Code de Commerce (Hukum Dagang) berlaku di negri
Belanda yang pada waktu itu menjadi jajahannya.
Setelah
mereka kembali pada tanggal 1 Oktober 1938, Belanda berhasil mengubah Code de
Commerce menjadi Wetboek van Koophandel (WvK). Pada tahun 1847 berlaku pula di
Indonesia atas dasar concordantie (persamaan) yang disebut Kitab Undang Undang
Hukum Dagang (KUHD).
Pada
waktu itu, WvK hanya berlaku bagi orang Tionghoa dan orang asing lainnya,
sedangkan bangsa Indonesia tetap tunduk pada hukum adat, kecuali atas kehendak
sendiri mereka tu nduk kepada WvK.
Pada
mulannya WvK itu terdiri atas tiga buku, kemudian dua buku setelah peraturan
kepailitan (pailisemen) tidak lagi diatur dalam WvK, tetapi diatur tersendiri
dalam peraturan pemerintah tahun 1905 dan berlaku pada tanggal 1 November 1906.
Sejak peraturan baru ini diadakan, tidak hanya seorang pedagang yang dapat di
jatuhkan pailit, tetapi setiap orang.
Sebeum
tahun 1983, hukum dagang hanya mengikat pedagang saja, dan pedagang
sajalah yang dapat melakukan perbuatan dagang. Misalnya, menandatangani aksep
wesel atau mengadakan pailit. Namum, sejak tahun 1938, perusahaan dapat
melakukan perbuatan dagang. Degan demikian, artinya menjadi lebih luas, maka
WvK berlaku bagi setiap pengusaha.[3]
- Konsep Jual
beli
Jual
beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga benda
yang telah di perjanjikan.[4]
Biasanya sebelum mencapai kesepakatan, di dahului dengan perbuatan tawat
menawar, yang berfungsi sebagai penentu penentu sejak kapan terjadi persetujuan
tetap. Sejak tejadinya persetujuan tetap, maka perjanjian jual beli tersebut
baru dinyatakan sah dan mengikat sehingga wajib dilaksanakan oleh penjual dan
pembeli. Jual beli merupakan perjanjian paling banyak diadakan dalam kehidupan
masyarakat.
- Subjek Jual
beli
Istilah
jual beli menyatakan bahwa terdapat dua pihak yang saling membutuhkan sesuatu
melalui prosestawar menawar (offer and acceptance). Pihak pertama disebut
penjual dan pihak kedua disebut pembeli. Dalam bahasa inggris jual beli hanya
dicakup dalam satu kata, yaitu sale lebih praktis lagi. Jual beli dapat
diartikan sebagai perbuatan sehari hari yang terjadi antara pihak yang menjual
benda tertentu untuk sekedar memperoleh sejumlah uang dan pihak yang membeli
untuk sekedar memenuhi kebutuhan sehari hari.
Akan
tetapi, secara khusus jual beli dapat menjadi suatu mata pencaharian bagi pihak
pihak tertentu. Dalam hubungan ini, penjual dapat berstatus sebagai pedagang,
agen yang disebut pengusaha yang menjalankan perusahaan. Dlam lalu lintas jual
beli khusus, pihak penjual disebut perusahaan perdagangan, sedangkan pembeli
disebut konsumen.
2.
Objek
Jual beli
Benda
yang menjadi objek jual beli harus benda tertentu atau dapat di tentukan, baik
bentuk (wujud), jenis, jumlah, maupun harganya dan benda itu memang benda yang
boleh diperdagangkan. Dengan demikian, benda yang diperjual belikan itu status
nya jelas dan sah menurut hukum, diketahui jelas oleh calon pembeli, dijual di
tempat terbuka (umum), dan tidak mencurigakan calon pembeli yang jujur.[5]
- Pengertian
Hukum Perdata
Menurut
para ahli, pengertian hukum perdata secara sederhana berbeda beda meskipun pada
hakikatnya ada kesamaan. Misalnya, menurut R.Subekti yang menyebutkan bahwa
hukum perdata adalah segala hukum poko yang mengatur kepentingan perseorangan.
Adapun
menurut H.F.A. Vollmar hukum perdata adalah aturan atau norma yang memberikan
pembatasan sehingga memberikan perlindungan pada kepentingan perseorangan dalam
pembandingan yang tepat antar kepentingan yang satu dan kepentingan yang lain
dari orang orang dalam suatu masyarakat tertentu, terutama yang mengnai
hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas.
Sudikno
Mertokusumo menyebutkan bahwa hukum perdata adalah hukum antara perseorangan
yang mengatur hak dan kewajiban orang perseorangan yang satu terhadap yang
lainnya dari dalam hubungan kekeluargaan dan dalam pergaulan masyarakat yang
pelaksanaannya diserahkan pada masing masing pihak.
Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian hukum perdata yang dipaparkan para
ahli diatas, kajian utamanya pada tentang perlindungan antara orang yang satu
dan orang lain. Akan tetapi, dalam ilmu hukum subjek hukumtau perseorangan.
Hukum perdata sering bukan hanya orang, melainkan juga badan hukum
termasuk subjek hukum. Untuk pengertianyang lebih sempurna, yaitu keseluruhan
kaidah kaidah hukum (baik tertulis mauoun tidak tertulis) yang mengatur
hubungan antar subjek hukum satu dengan yang lain dalam hubingan kekeluargaan
dan dalam pergaulan kemasyarakatan.
Berdasarkan
ketiga definisi tersebut, dapat di simpulkan bahwa hukum perdata adalah
serangkaian peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dan
orang lain, yang menitik beratkan pada kepentingan individu atau perseorangan.
Hukum perdata sering pula dibedakan dalam pengertian yang lebih luas, termasuk
hukum dagang. Istilah hukum perdata sering juga disebut hukum sipil dah hukum
privat.[6]
- Latar
Belakang Hukum Perdata
Hukum
perdata tertulis yang berlaku di Indonesia merupakan produk hukum perdata
Belanda yang diberlakukan asas konkordansi yaitu hukum yang berlaku di
negeri jajahan (Belanda) sama dengan ketentuan yang berlaku di negeri penjajah.
Secara
makrosubtansial perubahan-perubahan yang terjadi pada hukum perdata Indonesia :
Pertama, pada mulanya hukum perdata indonesia merupakan
ketentuan-ketentuan pemerintahan Hindia-Belanda yang diberlakukan di Indonesia
(Algamene Bepalingen van Wetgeving) Kedua, dengan konkordansi
pada tahun 1847 diundangkan KUHPerdata (BW) oleh pemerintahan Belanda.
Dalam
prespektif hukum sejarah, hukum perdata yang berlaku di Indonesia terbagi dalam
dua periode, yaitu periode sebelum Indonesia merdeka dan periode setelah
Indonesia merdeka.
- Hukum Perdata
pada masa penjajahan Belanda
Sebagai
negara jajahan, maka hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum bangsa
penjajah. Hal yang sama untuk hukum perdata. Hukum perdata yang diberlakukan
bangsa Belanda untuk Indonesia mengalami adopsi dan perjalanan sejarah yang
sangat panjang.
Pada
mulanya hukum perdata Belanda dirancang oleh suatu panitia yang dibentuk tahun
1814 yang diketuai oleh Mr.J.M Kempers (1776-1824). Tahun 1816, Kempers
menyampaikan rencana code hukum tersebut pada masa pemerintahan Belanda
didasarkan pada hukum belanda kunodan diberi nama own Kempers. Dalam
perjalanannya bagi orang-orang Tiong Hoa dan bukan Tiong Hoa mengalami
pembedaan dalam pelaksanaan perundang-undangan dalam hukum perdata.
2.
Hukum
Perdata sejak Kemerdekaan
Hukum
perdata yang berlaku di Indonesia didasarkan pada pasal II aturan peralihan UUD
1945, yang pada pokoknya menentukan bahwa segala peraturan dinyatakan masih
berlaku sebelum diadakan peraturan baru menurut UUD termasuk didalamnya hukum
perdata belanda yang berlaku di Indonesia. Hal ini untuk mencegah terjadinya
kekosongan hukum (Rechtvacum), dibidang Hukum Perdata.
Menurut
Sudikno Mertokusumo, keberlakuan hukum perdata Belanda tersebut di Indonesia
didasarkan pada berberapa pertimbangan. Selain itu, secara keseluruhan hukum
perdata Indonesia dalam perjalanan sejarahnya mengalami berberapa proses
perubahan yang mana perubahan tersebut disesuaikan dengan kondisi bangsa
Indonesia sendiri. Hukum perdata ini meliputi enam pembahasan, yaitu : Hukum
Agraria, Hukum Perkawinan, Hukum Islam yang Direseptio, Hak Tanggungan atas
Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, Jaminan Fidusia, dan
Lembaga Penjaminan Simpanan.
- Hubungan
Hukum Dagang dengan Hukum Perdata
Hubungan
antara hukum dagang dan hukum perdata tercantum dalam pasal 1 KUHD. “Pasal 1
KUH Dagang, disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya kitab ini
tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal
yang dibicarakan dalam kitab ini.”. Juga disebutkan dalam pasal 15 KUHD, “Pasal
15 KUH Dagang, disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini
dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh
hukum perdata.”.
Lapangan
hukum perdata sangat penting dan menjadi persyaratan utama sebelum mempelajari
hukum dagang, sebab di dalamnya terdapat hukum dagang itu sendiri.
Prof.
Subekti SH. Berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini
dianggap tidak pada tempatnya. Oleh karena sebenarnya “Hukum Dagang” tidaklah
lain daripada “Hukum Perdata”, dan perkataan dagang bukanlah suatu pengertian
hukum, melainkan suatu pengertian perekonomian.
Seperti
telah kita ketahui, pembagian Hukum Sipil ke dalam KUHS dan KUHD hanyalah berdasarkan
sejarah saja yaitu karena dalam hukum Romawi (yang menjadi sumber terpenting
dari Hukum Eropa Barat) belum terkena peraturan peraturan sebagai yang sekarang
termuat dalam KUHD, sebab perdagangan antar negara baru mulai berkembang abad
pertengahan.[7]
Hukum
dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.
Hukum perdata diatur dalam KUHPerdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan
bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata.Hukum perdata
merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus
(lex specialis).
Dengan
diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan
keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex generalis, artinya hukum
yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Adagium ini
dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada
pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan
penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam
KUHD.
Hubungan
antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti
karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu
kodefikasi.Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu
sendiri dalam mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.
Hukum
Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang
meruapkan perluasan dari Hukum Perdata.Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis
dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat
mengesampingkan ketentuan atau hukum umum.KUHPerdata (KUHS) dapat juga
dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak
mengaturnya secara khusus.
BAB III
KESIMPULAN
Hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata tercantum
dalam pasal 1 KUHD. “Pasal 1 KUH Dagang, disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa
jauh dari padanya kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan,
berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.”. Juga
disebutkan dalam pasal 15 KUHD, “Pasal 15 KUH Dagang, disebutkan
bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan
pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.”.
Jadi, Hubungan
antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti
karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu
kodefikasi.Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu
sendiri dalam mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.
Hukum
Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang
meruapkan perluasan dari Hukum Perdata.Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis
dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat
mengesampingkan ketentuan atau hukum umum.KUHPerdata (KUHS) dapat juga
dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak
mengaturnya secara khusus.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU- BUKU :
Abdulkadir Muhammad. 2010. Hukum Perdata Indonesia.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Achmad Ichsan. 1087. Hukum Dagang. Jakarta:
Pradnya Paramita.
C.S.T. Kansil. 1994. Hukum Dagang Indonesia.
Jakarta : Sinar Grafika.
Farida Jakarta Hasyim. 2013. Hukum Dagang:
Sinar Grafika.
Neng Yani Nurhayani.2015. Hukum Perdata.
Bandung: Pustaka Setia.
Sentosa Sembiring.2008. Hukum Dagang. Bandung:
Citra Aditya Bakti.
[1] Achmad Ichsan, Hukum Dagang, Jakarta: Pradnya Paramita, 1987 ,
Hal. 17
[2] Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, Bandung: Citra Aditya Bakti,
2008, Hal. 6-9
[3] Farida Hasyim, Hukum Dagang, Jakarta: Sinar Grafika, 2013, Hal.
8
[4] Pasal 1457 KUHPdt
[5] Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2010, Hal. 317
[6] Neng Yani Nurhayani, Hukum Perdata, Bandung: Pustaka Setia,
2015, Hal. 23-24
[7] C.S.T. Kansil, Hukum Dagang Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika,
1994, Hal. 18
0 komentar:
Post a Comment