Blog ini berisi artikel-artikel, karya tulis ilmiah, dan berita mengenai Hukum dan Sosial

Saturday, June 16, 2018

HUBUNGAN HUKUM DAGANG DENGAN HUKUM PERDATA


HUBUNGAN HUKUM DAGANG DENGAN HUKUM PERDATA
Penulis: Moh Alwi Aziz

BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar belakang
            Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis).
            Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

B.        Rumusan masalah
  1. Pengertian hukum dagang ?
  2. Latar belakang hukum dagang ?
  3. Konsep jual beli ?
  4. Pengertian hukum perdata ?
  5. Latar belakang hukum perdata ?
  6. Hubungan hukum dagang dengan hukum perdata ?
C.            Tujuan penulisan

  1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah pengantar hukum indonesia
  2. Untuk mengetahui hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata


BAB II
PEMBAHASAN

A.                Pengertian hukum dagang
            Kitab Undang Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak memberikan pengertian mengenai hukum dagang. Oleh karena itu, definisi hukum daganf sepenuhnya diserahkan pada pendapat dan doktrin dar para ahli. Berikut adalah beberapa pengertian hukum dagang menurup para ahli :
            Menurut Achmad Ichsan Hukum Dagang adalah hukum yang mengataur soal-soal perdagangan, yaitu soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan.[1]
            Sedangkan Hukum Dagang menurut R.Soekardodo, Hukum Dagang adalah bagian dari hukm perdata pada umummnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan perikatan yang diatur dalam Buku III Burgerlijke Wetboek (BW). Dengan kata lain hukum dagang adalah himpunan peratuan peraturan yang mengatur seseorang dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi KUHD dan KUHPdt. Hukum Dagang dapat pula dirumuskanadalah serangkaian kaidah yang mengatur tentang dunia usaha atau bisnis dan dalam lalu lintas perdagangan.
            Lalu menurut Sri Redjeki Hartono Hukum Dagang adalah pemahaman konvensional merupakan bagian dari bidang hukum perdata atau dengan perkataan lain selain disebut bahwa hukum perdata dalam pengertian luas, termasuk hukum dagang, maka asas asas hukum dagang merupakan bagian asas asas hukum perdata pada umumnya.
            Dari berbagai pengertian hukum dagang sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli hukum di atas tampak bahwa, ada satu benang merah yang dapat dijadikan sebagai titik awal untuk melihat apa makna hukum dagang. Benang merah yang dimaksud adalah pada hakikatnya hukum dagang sebagai suatu norma yang digunakan dalam menjalankan suatu kegiatan dunia usaha. Dengan kata lain, hukum dagang adalah serangkaian norma yang timbul khusus dalam dunia usaha  atau kegiatan perusahaan. Norma tersebut dapar bersumber, baik pada aturan hukum yang sudah dikodifikasikan, yaiti KUHPdt dan KUHD maupun di luar kodifikasi. Perlu juga dikemukakan disini, bahwa hal yang diatur dalam kodifikasi disebut secara parsial telah diatur dalam undang undang tersendiri, seperti halnya tentang perseroan terbatas, sudah diatur dalam undang undang tersendiri. Di sisi lain perkembangan dunia usaha sendiri berkembang sedemikian cepat sehingga memerlukan pengaturan tersendiri yang sebelumnnya belum diatur dalam kedua kodifikasi tersebut.[2]
  1. Latar belakang Hukum Dagang
            Dalam abad pertengahan ketika bangsa Romawi sedang mengalami masa kejayaan, hukum Romawi pada waktu itu dianggap paling sempurna, dan banyak digunakan di berbagai negara. Byzantium sebuah kota di Italia menjadi pusat perniagaan. Dalam perniagaan yang semakin ramai timbulah hal-hal yang tidak dapat lagi diselesaikan dengan hukum Romawi. Persoalan dagang dan perselisihan antara para pedagang terpaksa harus diselesaikan oleh mereka sendiri.
            Untuk keperluan itu, mereka membetuk badan badan yang harus mengadili sengketa antara para pedagang. Selain itu badab badan tersebut membuat peraturan peraturan yang mengatur hubungan antara Pedagang. Dengan demikian, lambat laun timbullah peraturan peraturan khusus mengenai dagang.
            Atas perintah Napoleon, hukum yang berlaku bagi pedagang dibukukan dalam sebuah buku Code de Commerce (tahun 1807). Di samping itu, di susun kitab kitab lainnya, yakni:
  • Code Civil adalah yang mengatur hukum sipil/hukum perdata
  • Code Penal ialah yang menentukan hukum pidana
            Kedua buku itu dibawa dan berlalu dinegri Belanda dan akhirnya dibawa ke Indonesia. Pada tanggal 1 Januari 1809 Code de Commerce (Hukum Dagang) berlaku di negri Belanda yang pada waktu itu menjadi jajahannya.
            Setelah mereka kembali pada tanggal 1 Oktober 1938, Belanda berhasil mengubah Code de Commerce menjadi Wetboek van Koophandel (WvK). Pada tahun 1847 berlaku pula di Indonesia atas dasar concordantie (persamaan) yang disebut Kitab Undang Undang Hukum Dagang (KUHD).
            Pada waktu itu, WvK hanya berlaku bagi orang Tionghoa dan orang  asing lainnya, sedangkan bangsa Indonesia tetap tunduk pada hukum adat, kecuali atas kehendak sendiri mereka tu nduk kepada WvK.
            Pada mulannya WvK itu terdiri atas tiga buku, kemudian dua buku setelah peraturan kepailitan (pailisemen) tidak lagi diatur dalam WvK, tetapi diatur tersendiri dalam peraturan pemerintah tahun 1905 dan berlaku pada tanggal 1 November 1906. Sejak peraturan baru ini diadakan, tidak hanya seorang pedagang yang dapat di jatuhkan pailit, tetapi setiap orang.
            Sebeum tahun 1983, hukum  dagang hanya mengikat pedagang saja, dan pedagang sajalah yang dapat melakukan perbuatan dagang. Misalnya, menandatangani aksep wesel atau mengadakan pailit. Namum, sejak tahun 1938, perusahaan dapat melakukan perbuatan dagang. Degan demikian, artinya menjadi lebih luas, maka WvK berlaku bagi setiap pengusaha.[3]
  1. Konsep Jual beli
            Jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga benda yang telah di perjanjikan.[4] Biasanya sebelum mencapai kesepakatan, di dahului dengan perbuatan tawat menawar, yang berfungsi sebagai penentu penentu sejak kapan terjadi persetujuan tetap. Sejak tejadinya persetujuan tetap, maka perjanjian jual beli tersebut baru dinyatakan sah dan mengikat sehingga wajib dilaksanakan oleh penjual dan pembeli. Jual beli merupakan perjanjian paling banyak diadakan dalam kehidupan masyarakat.
  1. Subjek Jual beli
            Istilah jual beli menyatakan bahwa terdapat dua pihak yang saling membutuhkan sesuatu melalui prosestawar menawar (offer and acceptance). Pihak pertama disebut penjual dan pihak kedua disebut pembeli. Dalam bahasa inggris jual beli hanya dicakup dalam satu kata, yaitu sale lebih praktis lagi. Jual beli dapat diartikan sebagai perbuatan sehari hari yang terjadi antara pihak yang menjual benda tertentu untuk sekedar memperoleh sejumlah uang dan pihak yang membeli untuk sekedar memenuhi kebutuhan sehari hari.
            Akan tetapi, secara khusus jual beli dapat menjadi suatu mata pencaharian bagi pihak pihak tertentu. Dalam hubungan ini, penjual dapat berstatus sebagai pedagang, agen yang disebut pengusaha yang menjalankan perusahaan. Dlam lalu lintas jual beli khusus, pihak penjual disebut perusahaan perdagangan, sedangkan pembeli disebut konsumen.
2.                  Objek Jual beli
            Benda yang menjadi objek jual beli harus benda tertentu atau dapat di tentukan, baik bentuk (wujud), jenis, jumlah, maupun harganya dan benda itu memang benda yang boleh diperdagangkan. Dengan demikian, benda yang diperjual belikan itu status nya jelas dan sah menurut hukum, diketahui jelas oleh calon pembeli, dijual di tempat terbuka (umum), dan tidak mencurigakan calon pembeli yang jujur.[5]
  1. Pengertian Hukum Perdata
            Menurut para ahli, pengertian hukum perdata secara sederhana berbeda beda meskipun pada hakikatnya ada kesamaan. Misalnya, menurut R.Subekti yang menyebutkan bahwa hukum perdata adalah segala hukum poko yang mengatur kepentingan perseorangan.
            Adapun menurut H.F.A. Vollmar hukum perdata adalah aturan atau norma yang memberikan pembatasan sehingga memberikan perlindungan pada kepentingan perseorangan dalam pembandingan yang tepat antar kepentingan yang satu dan kepentingan yang lain dari orang orang dalam suatu masyarakat tertentu, terutama yang mengnai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas.
            Sudikno Mertokusumo menyebutkan bahwa hukum perdata adalah hukum antara perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban orang perseorangan yang satu terhadap yang lainnya dari dalam hubungan kekeluargaan dan dalam pergaulan masyarakat yang pelaksanaannya diserahkan pada masing masing pihak.
            Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian hukum perdata yang dipaparkan para ahli diatas, kajian utamanya pada tentang perlindungan antara orang yang satu dan orang lain. Akan tetapi, dalam ilmu hukum subjek hukumtau perseorangan. Hukum perdata sering  bukan hanya orang, melainkan juga badan hukum termasuk subjek hukum. Untuk pengertianyang lebih sempurna, yaitu keseluruhan kaidah kaidah hukum (baik tertulis mauoun tidak tertulis) yang mengatur hubungan antar subjek hukum satu dengan yang lain dalam hubingan kekeluargaan  dan dalam pergaulan kemasyarakatan.
            Berdasarkan ketiga definisi tersebut, dapat di simpulkan bahwa hukum perdata adalah serangkaian peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dan orang lain, yang menitik beratkan pada kepentingan individu atau perseorangan. Hukum perdata sering pula dibedakan dalam pengertian yang lebih luas, termasuk hukum dagang. Istilah hukum perdata sering juga disebut hukum sipil dah hukum privat.[6]
  1. Latar Belakang Hukum Perdata
            Hukum perdata tertulis yang berlaku di Indonesia merupakan produk hukum perdata Belanda yang diberlakukan asas konkordansi yaitu hukum yang berlaku di negeri jajahan (Belanda) sama dengan ketentuan yang berlaku di negeri penjajah.
            Secara makrosubtansial perubahan-perubahan yang terjadi pada hukum perdata Indonesia : Pertama, pada mulanya hukum perdata indonesia merupakan ketentuan-ketentuan pemerintahan Hindia-Belanda yang diberlakukan di Indonesia (Algamene Bepalingen van Wetgeving) Kedua, dengan konkordansi pada tahun 1847 diundangkan KUHPerdata (BW) oleh pemerintahan Belanda.
            Dalam prespektif hukum sejarah, hukum perdata yang berlaku di Indonesia terbagi dalam dua periode, yaitu periode sebelum Indonesia merdeka dan periode setelah Indonesia merdeka.
  1. Hukum Perdata pada masa penjajahan Belanda
            Sebagai negara jajahan, maka hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum bangsa penjajah. Hal yang sama untuk hukum perdata. Hukum perdata yang diberlakukan bangsa Belanda untuk Indonesia mengalami adopsi dan perjalanan sejarah yang sangat panjang.
            Pada mulanya hukum perdata Belanda dirancang oleh suatu panitia yang dibentuk tahun 1814 yang diketuai oleh Mr.J.M Kempers (1776-1824). Tahun 1816, Kempers menyampaikan rencana code hukum tersebut pada masa pemerintahan Belanda didasarkan pada hukum belanda kunodan diberi nama own Kempers. Dalam perjalanannya bagi orang-orang Tiong Hoa dan bukan Tiong Hoa mengalami pembedaan dalam pelaksanaan perundang-undangan dalam hukum perdata.
2.                  Hukum Perdata sejak Kemerdekaan
            Hukum perdata yang berlaku di Indonesia didasarkan pada pasal II aturan peralihan UUD 1945, yang pada pokoknya menentukan bahwa segala peraturan dinyatakan masih berlaku sebelum diadakan peraturan baru menurut UUD termasuk didalamnya hukum perdata belanda yang berlaku di Indonesia. Hal ini untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum (Rechtvacum), dibidang Hukum Perdata.
            Menurut Sudikno Mertokusumo, keberlakuan hukum perdata Belanda tersebut di Indonesia didasarkan pada berberapa pertimbangan. Selain itu, secara keseluruhan hukum perdata Indonesia dalam perjalanan sejarahnya mengalami berberapa proses perubahan yang mana perubahan tersebut disesuaikan dengan kondisi bangsa Indonesia sendiri. Hukum perdata ini meliputi enam pembahasan, yaitu : Hukum Agraria, Hukum Perkawinan, Hukum Islam yang Direseptio, Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, Jaminan Fidusia, dan Lembaga Penjaminan Simpanan.
  1. Hubungan Hukum Dagang dengan Hukum Perdata
            Hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata tercantum dalam pasal 1 KUHD. “Pasal 1 KUH Dagang, disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.”. Juga disebutkan dalam pasal 15 KUHD, Pasal 15 KUH Dagang, disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.”.
            Lapangan hukum perdata sangat penting dan menjadi persyaratan utama sebelum mempelajari hukum dagang, sebab di dalamnya terdapat hukum dagang itu sendiri.
            Prof. Subekti SH. Berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Oleh karena sebenarnya “Hukum Dagang” tidaklah lain daripada “Hukum Perdata”, dan perkataan dagang bukanlah suatu pengertian hukum, melainkan suatu pengertian perekonomian.
            Seperti telah kita ketahui, pembagian Hukum Sipil ke dalam KUHS dan KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja yaitu karena dalam hukum Romawi (yang menjadi sumber terpenting dari Hukum Eropa Barat) belum terkena peraturan peraturan sebagai yang sekarang termuat dalam KUHD, sebab perdagangan antar negara baru mulai berkembang abad pertengahan.[7]
            Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUHPerdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata.Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis).
            Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam KUHD.
            Hubungan antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi.Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.
            Hukum Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang meruapkan perluasan dari Hukum Perdata.Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat mengesampingkan ketentuan atau hukum umum.KUHPerdata (KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak mengaturnya secara khusus.

BAB III
KESIMPULAN
            Hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata tercantum dalam pasal 1 KUHD. “Pasal 1 KUH Dagang, disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.”. Juga disebutkan dalam pasal 15 KUHD, Pasal 15 KUH Dagang, disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.”.
            Jadi, Hubungan antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi.Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.
            Hukum Dagang merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang meruapkan perluasan dari Hukum Perdata.Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex Generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat mengesampingkan ketentuan atau hukum umum.KUHPerdata (KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak mengaturnya secara khusus.


DAFTAR PUSTAKA
BUKU- BUKU :

Abdulkadir Muhammad. 2010. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Achmad Ichsan. 1087. Hukum Dagang. Jakarta: Pradnya Paramita.
C.S.T. Kansil. 1994. Hukum Dagang Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika.
Farida Jakarta Hasyim. 2013. Hukum Dagang: Sinar Grafika.
Neng Yani Nurhayani.2015. Hukum Perdata. Bandung: Pustaka Setia.
Sentosa Sembiring.2008. Hukum Dagang. Bandung: Citra Aditya Bakti.



           



[1] Achmad Ichsan, Hukum Dagang, Jakarta: Pradnya Paramita, 1987 , Hal. 17
[2] Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008, Hal. 6-9
[3] Farida Hasyim, Hukum Dagang, Jakarta: Sinar Grafika, 2013, Hal. 8
[4] Pasal 1457 KUHPdt
[5] Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010, Hal. 317
[6] Neng Yani Nurhayani, Hukum Perdata, Bandung: Pustaka Setia, 2015, Hal. 23-24
[7] C.S.T. Kansil, Hukum Dagang Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 1994, Hal. 18

Share:

0 komentar:

Post a Comment