Blog ini berisi artikel-artikel, karya tulis ilmiah, dan berita mengenai Hukum dan Sosial

Thursday, April 19, 2018

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar belakang
Administrasi Negara merupakan fenomena social, suatu perwujudan tertentu didalam masyarakat modern eksistensi dari pada administrasi ini berkaitan dengan organisasi artinya administrasi itu terdapat didalam suatu organisasi, jadi barang siapa yang ingin mengetahui adanya administrasi dalam masyarakat ia harus mencari dahulu suatu organisasi yang masing hidup, disitu terdapat organisai.[1]
Hukum Administrasi Negara memiliki banyak istilah-istilah lain seperti di Perancis disebut (Droit Administrative), di Inggris disebut (Administrative Law), di Jerman disebut (Verwaltung recht) dan di Indonesia di kenal dengan istilah administrasi Negara. Alasan menggunakan HAN karena istilah HAN mempunyai pengertian yang luas sehingga membuka kemungkinan ke arah pengembangan hukum yang sesuai dengan perkembangan. Indonesia melewati beberapa zaman yaitu zaman kolonial belanda, zaman orde lama, zaman orde baru dan sekarang reformasi Disini kelompok 1 akan menulis pengembangan hukum yang sesuai dengan perkembangan atau sejarah perkembangan HAN dari masa Kolonial belanda hingga sekarang.
Hukum Administrasi Negara atau Hukum Tata Pemerintahan adalah keseluruhan hukum yang berkaitan dengan administrasi, pemerintah, dan pemerintahan. Secara global dikatakan bahwa hukum administrasi Negara merupakan instrument yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk secara aktif terlibat dalam kehidupan kemasyarakatan dan di sisi lain digunakan oleh anggota masyarakat untuk memengaruhi dan memperoleh perlindungan dari pemerintah.[2]
  1. Rumusan masalah
  2. Bagaimana sejarah Hukum Administrasi Negara pada zaman colonial ?
  3. Bagaimana sejarah HukumAdministrasi Negara dibawah Naungan Rezim Orde Lama?
  4. Bagaimana sejarah Hukum Administrasi Negara HAN pada zaman Orde Baru?
  5. Bagaimana sejarah Hukum Administrasi Negara HAN di era Reformasi ?
  6. Tujuan Penulisan
  7. Untuk sejarah Hukum Administrasi Negara pada zaman colonial.
  8. Untuk mengetahui sejarah Hukum Administrasi Negara dibawah naungan rezim Orde Lama.
  9. Untuk mengetahui sejarah Hukum Administrasi Negara pada zaman orde baru.
  10. Untuk mengetahui sejarah Hukum Administrasi Negara di era reformasi.
[1] Prajudi Atmosudirjo,Administrasi dan Manajemen,Galia Indonesia,Jakarta,1982,hlm.39.
[2] Ridwan HR,Hukum Administrasi Negara,Raja Grafindo Persada,Jakarta 2006,hlm 33.
BAB II
PEMBAHASAN
  1. HAN pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda
Kedatangan Belanda ke Indonesia yang pada awalnya hanya mencari rempah-rempah ternyata berubah menjadi menyusun kekuatan untuk mendirikan kekuasaan di Indonesia. Melalui lembaga dagang VOC, terbentuklah cita-cita mencari kekayaan di Indonesia, serta memengaruhi berbagai hal di Indonesia, antara lain, lembaga dagang VOC memiliki pengurus terdiri dari tujuh belas orang yang disebut De Heeren Zeventien (Dewan Tujuh Belas) yang berpusat di negeri Belanda. Sebagai pelaksana harian di Indonesia, Dewan Tujuh Belas mengangkat gubernur jenderal yang didampingi Dewan Hindia. Dewan Hindia (Ideler) ini beranggotakan sembilan orang yang sebagian menjabat gubernur di daerah seperti Banten, Cirebon, dan Surabaya. Gubernur jenderal bersama Dewan Hindia mengemudikan pemerintahan VOC di Indonesia yang kekuasaannya tidak terbatas. Selain gubernur jenderal, diangkat pula seorang direktur jenderal yang bertugas mengurusi perniagaan serta mengurus perkapalan.Setelah VOC runtuh, Indonesia diperintah oleh Daendels, seorang yang pandai tetapi diktator. Ia membagi Pulau Jawa menjadi sembilan karesidenan yang dikepalai oleh seorang perfect. Ia juga mendirikan Pengawas Keuangan (Algemene Rekenkamer). Sikap otoriter Daendels menyebabkan banyak peperangan dengan raja-raja daerah serta keburukan pemerintahannya sehingga ia ditarik kembali pulang ke negeri Belanda.
Dalam rangka mempertahankan Jawa dari serangan Inggris, Daendles membuat beberapa kebijakan, di antaranya :
(a) Membuat Grote Postweg (Jalan Raya Pos) dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Jawa Timur); jalan ini didirikan agar di setiap kota/kabupaten yang dilaluinya terdapat kantor-kantor pos; dengan adanya pos-pos ini maka penyampaian berita akan lebih cepat sehingga berita apa pun akan lebih cepat diterima.
(b) Mendirikan benteng-benteng pertahanan sebagai antisipasi terhadap serangan dari tentara Inggris yang juga ingin menguasai Jawa.
(c) Membangun pangkalan angkatan laut di Merak dan Ujung Kulon.
(d) Menambah jumlah pasukan dari 4.000 orang menjadi 18000 orang, yang sebagian besar orang-orang Indonesia (dari Maluku, Jawa).
(e) Mendirikan pabrik senjata di Semarang dan Surabaya.
Selain itu, Daendels juga mengubah sistem pemerintahan tradisional dengan sistem pemerintahan Eropa. Pulau Jawa di bagi menjadi sembilan prefektur (keresidenan), yang dikepalai oleh seorang residen yang membawahkan beberapa bupati (kabupaten). Para bupati ini diberi gaji tetap dan tidak diperkenanan meminta upeti kepada rakyat. Dampaknya kewibawaan para bupati dihadapan rakyatnya menjadi merosot, karena bupati adalah pegawai pemerintah yang harus tunduk kepada keinginan pemerintah. Rakyat Indonesia mengalami penderitaan yang sangat hebat. Selain dituntut untuk membayar pajak-pajak pemerintah, mereka juga diharuskan terlibat dalam kerja paksa (rodi) pelaksanaan pembangunan Jalan Raya Pos. Untuk menutupi biaya pembangunan, tanah-tanah rakyat dijual kepada orang-orang partikelir Belanda dan Tionghoa. Penjualan tanah juga termasuk penduduk yang mendiami wilayah tersebut, sehingga penderitaan rakyat kecil semakin bertambah akibat dari tindakan sewenangwenang para pemilik tanah. Ribuan rakyat Indonesia meninggal dalam pembuatan Jalan Raya Pos dikarenakan kerja yang sangat berat sedangkan mereka tidak dibayar dan diberi makan dengan layak.
Daendels membagi wilayah pemerintahanya dalam “perfectur”  yang bisa di samakan dengan gewes dan dikepalai oleh seorang perfect. Istilah perfect adalah suatu istilah prancis nama itu dipakai, karna deandels terkenal sebagai seorang pengagum perancis.
Jalan pemerintah pada masa itu sangat sentralistis, ia lah dari gubernur jendral kepada perfect, perfect kepada bupati, dan bupati kepada pegawai bawahannya[1]
  1. Masa Sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel)
Pada masa awal ke-19 pemerintahan Belanda mengeluarkan dana yang sangat besar untuk membiayai peperangan di Eropa maupun di Indonesia, sehingga kerajaan Belanda harus menanggung hutang yang sangat besar. Kesulitan ekonomi semakin parah dengan terjadinya pemisahan Belgia (1830) dari Belanda, yang berakibat Belanda banyak kehilangan bisnis industrinya. Maka dari itu, muncul pemikiran Van den Bosch dalam rangka menyelamatkan negerinya. Ia menyatakan bahwa daerah jajahan merupakan tempat mengambil keuntungan bagi negeri induknya (atau seperti dikatakan Baud “gabus tempat Belanda mengapung”), artinya bahwa Jawa dianggap sebagai sapi perahan. Antara tahun 1830-1870 giliran kaum konservatif Belanda yang mendominasi Indonesia yang memberlakukan sistem tanam paksa atau cultuur stelsel. Sistem tanam paksa didasarkan atas prinsip wajib atau paksa dan prinsip monopoli. Cultuur stelsel diberlakukan oleh Gubernur Jenderal van den Bosch dengan tujuan memperoleh pendapatan sebanyak mungkin dalam waktu singkat. Pemerintah kolonial mengerahkan tenaga rakyat tanah jajahan untuk mengusahakan tanaman-tanaman komoditas dunia.
Berikut ini beberapa pokok kebijakan cultuur stelsel yaitu :
(1) Rakyat wajib menyediakan seperlima lahan garapannya untuk ditanami tanaman wajib (tanaman berkualitas ekspor).
(2) Lahan yang disediakan untuk tanaman wajib dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
(3) Hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial.
Kelebihan hasil panen dibayarkan kembali kepada rakyat;
(4) Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menggarap tanaman wajib tidak boleh melebihi tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menanam padi.
(5) Mereka yang tidak memiliki tanah wajib bekerja selama 66 hari setahun di perkebunan milik pemerintah.
(6) Penggarapan tanaman wajib di bawah pengawasan langsung penguasa pribumi. Pegawai-pegawai Belanda mengawasi jalannya penggarapan dan pengangkutan.
Menurut ketentuan dalam pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Dasar Nederland, pemerintahan umum di hindia belanda dilakukan oleh gubernur jendral atas nama raja. Pemerintahan itu diselenggarakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam indise Staatsregeling dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk raja. Gubernur jendral diangkat dan diberhentikan oleh raja dan pelakasanaan tugasnya ia yang bertanggung jawab kepada raja, sedangkan kepada mentri urusan daerah jajahan ia member segala keterangan yang diminta tentang pemerintahan tersebut, dan ia haruslah seorang belanda yang minimal berusia 30 tahun.
Birokrasi zaman kolonial belanda
Pelayanan publik pada masa pemerintahan kolonial Belanda tidak terlepas dari sistem administrasi pemerintahan yang berlangsung pada saat itu. Kedatangan penguasa kolonial tidak banyak mengubah sistem birokrasi dan adminitrasi pemerintahan yang berlaku di Indonesia, sebagai bangsa pendatang yang ingin menguasai wilayah nusantara baik secara politik maupun ekonomi, pemerintah kolonial menjalin hubungan politik dengan pemerintah kerajaan yang masih disegani oleh masyarakat, motif utamanya adalah menanamkan pengaruh politiknya terhadap elite politik kerajaan. Selama pemerintahan kolonial terjadi dualisme sistem birokrasi pemerintahan. Di satu sisi telah mulai diperkenalkan dan diberlakukan sistem administrasi kolonial ( binnenlandcshe Bestuur ) yang mengenalkan sistem birokrasi dan administrasi modern, sedangkan pada sisi lain, sistem tradisional ( Inheemsche Bestuur ) masih tetap dipertahankan. Birokrasi pemerintahan kolonial disusun secara hierarki yang puncaknya pada Raja Belanda. Dalam mengimplementasikan kebijakan pemerintahan di Negara jajahan, Ratu Belanda menyerahkan kepada wakilnya, yakni seorang gubernur jenderal. Kekuasaan dan kewenangan gubernur jenderal meliputi seluruh keputusan politik di wilayah Negara jajahan yang dikuasai. Gubernur Jenderal dibantu oleh para gubernur dan residen. Gubernur merupakan wakil pemerintah pusat yang berkedudukan di Batavia untuk wilayah provinsi, sedangkan di tingkat kabupaten terdapat asisten residen dan pengawas yang diangkat oleh gubernur jenderal untuk mengawasi bupati dan wedana dalam menjalankan pemerintahan sehari – hari.
Sistem hukum
Pada tahun 1838, di negeri Belanda telah diundangkan hukum dagang dan hukum perdata. Hal ini terdorong oleh adanya kegiatan perdagangan hasil bumi orang-orang Belanda dengan perantara pedagang Cina. Politik hukum pemerintahan kolonial Belanda dapat diperlihatkan dalam Pasal 131 Indische Staatsregeling yang menyangkut hukum orang-orang Indonesia. Dalam pasal tersebut diatur bahwa hukum perdata dan dagang serta hukum acara perdata dan pidana harus dimasukkan dalam kitab undang-undang. Golongan bangsa Eropa harus menganut perundang-undangan yang berlaku di negeri Belanda, sedangkan golongan bangsa Indonesia dan timur asing dapat dikenakan ketentuan hukum orang Eropa apabila dikehendaki. Pada tahun 1855 sebagian dari kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah memuat hukum kekayaan, begitu juga hukum dagang bagi orang-orang Cina. Adapun dalam membentuk kitab undang-undang bagi orang Indonesia, pemerintah kolonial Belanda selalu menggunakan hukum adat sebagai bahan pertimbangan hukum. Pada tahun 1819 didirikan Hoog Gerechtschof (Mahkamah Agung), yang kemudian memiliki kekuasaan untuk mengawasi pengadilan di Jawa. Pada tahun 1869 berdasarkan keputusan raja, para pegawai pamong praja dibebaskan dari pengadilan pribumi. Pada tahun 1918 berlaku hukum pidana Hindia Belanda yang didasarkan pada kitab undangundang untuk pengadilan bagi orang Eropa dan pribumi tidak ada perbedaan hukum.
Dengan dibubarkannya VOC, Indonesia secara resmi berada langsung di bawah kekuasaan kerajaan Belanda dengan nama Hindia Belanda. Sebelumnya, pada tahun 1795, Belanda sendiri telah menjadi jajahan Perancis di bawah Kaisar Napleon Bonaparte, dan yang menjadi penguasa Belanda adalah adiknya Napoleon yaitu Louis Napoleon yang berkuasa sejak 1806. Jadi, secara tidak langsung, Indonesia berada di bawah kekuasaan Perancis.
  1. Desentralisasi teritorial pada masa pemerintahan belanda
Pada tahun 1905 dalam pemerintahan di Indonesia dipakai sistem pemerintahan yang dipusatkan/disentralisasi, Namun pada masa ini disentralisasi sudah terlaksana tidak lebih dari satu sarana untuk mencapai penyelenggaraan kepentingan-kepentingan setempat.
Sistem ini memberikan penilaian yang lebih tepat pada sifat yang berbeda-beda dari wilayah dan penduduknya, pemerintahan Belanda pada masa itu sifatnya pada sentralistis yang kuat dengan meminimalisirkan desentralisasi.
  • Pemerintahan di daerah
Indonesia dibagi oleh belanda secara :
  1. Wilayah yang diperintah langsung oleh belanda
  2. Diperkenankan untuk terus melakukan hak memerintah sendiri
  3. Pemerintahan untuk pamong praja Belanda
  4. Pemerintahan untuk pamong praja Indonesia
  5. Provinsi-provinsi lainya
  6. Persekutuan-persekutuan yang tegak sendiri
  7. Desa
Cara disentralisasi yang lain diselenggarakan  berdasarkan sistem anggaran regional. Menurut stelsel ini, dalam hubungan anggaran Negara, pendapatan-pendapatan regional tertentu disediakan untuk membiayai belanja-belanja regional.
Dalam wilayah-wilayah yang sudah patut utnuk diterapkan stelsel itu, pada waktu itu diperkirakan 25 regionen, dengan demikian diusahakan kea rah suatu pengurusan keuangan regional dengan syarat, bahwa ada keseimbangan antara belanja regional dan pendapatan regional, namun berhubung dengan keadaan yang dapat sangat berbeda di masing-masing wilayah. Dengan menggunakan pendapatan regional tidak boleh disamaratakan, melainkan harus benar-benar dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan yang berbeda itu. [2]
  1. Han dibawah Naungan Rezim Orde Lama
Setelah selesai perang kemerdekaan, yaitu pada tahun 1951, dimulailah usaha-usaha pengembangan – pengembangan administrasi Negara karena dipengaruhi oleh semakin besarnya peranan pemerintah dalam kehidupan masyarakat Indonesia seiring dengan timbulnya permintaan bagi perbaikan disegala sector kehidupan sesuai dengan harapan terhadap Negara Indonesia yang sudah merdeka.
Rekruitmen pegawai negeri banyak dipengaruhi oleh pertimbangan spoils system seperti factor nepotisme dan patronage seperti hubungan keluarga, suku, daerah dan sebagainya. Dilain pihak, mulai disadari perlunya peningkatan efisiensu administrasi pemerintah, kemudian berkembang usaha-usaha perencanaan program di sector tertentu dan akhirnya menjurus kea rah perencaan pembangunan ekonomi dan social. Administrasi Negara yang ada pada waktu itu dirasakan sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan pembangunan nasional karena terkait oleh berbagai ketentuan perundangan yang berlaku, yang mendesain Admninistrasi Negara hanya unutk kegiatan rutin pelayanan masyarakat.
Perkembangan Administrasi Negara Indonesia selanjutnya mengarah kepada pembedaan antara Administrasi Negara yang mengurus kegiatan rutin pelayanan masyarakat dengan administrasi pembangunan yang mengurus proyek-proyek pembangunan terutama pembangunan fisik. Prioritas pembiyaan ditekankan pada administrasi pembangunan. Sedangkan kegiatan Administrasi Negara yang bersifat rutin kurang mendapat perhatian.
Pada masa orde lama (Soekarno), penataan system Administrasi berdasarkan model birokrasi monocrratique dilakukan dalam rangka membangun persatuan dan kesatuan yang berdasarkan pada ideology demokrasi terpimpin. Soekarno melakukan kebijakan apa yang disebut dengan retooling cabinet, dimana ia mengganti para pejabat yang dianggap tidak loyal. Dengan Dekrit Presiden No.6 Tahun 1960, Soekarno melakukan perombakan system pemerintahan daerah yang lebih menekankan pada aspek efisiensi dan kapasitas control pusat terhadap daerah.
Masa orde lama diharapkan mampu memperbaiki system Administrasi Negara Indonesia namun masih juga terdapat kekurangan karena sisten pemerintah yang terjadi saat itu dan kekuatan kalangan tertentu dalam pelaksanaan public policy[3].
  1. Sistem Pemerintahan RI (Periode 17 Agustus 1945-27 Desember 1949).
Dengan adanya Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah merdeka dan tidak terikat lagi oleh kekuatan asing atau penjajah manapun. Indonesia adalah suatu negara yang merdeka dengan segala alat perlengkapan ketatanegaraannya. Beberapa poin penting pada masa itu adalah :
  1. Konstitusi yang dipakai adalah UUD 1945 yang ditetapkan dan disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945.
  2. Bentuk negara Indonesia adalah kesatuan.
  3. Sistem pemerintahannya adalah presidensiil yang bergeser ke parlementer. Sistem pemerintahan yang diamanatkan oleh UUD pada saat itu sebenarnya adalah sistem presidensiil. Kepala negara sekaligus menjabat sebagai kepala pemerintahan dan menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden. Tetapi ternyata, sistem presidensiil ini tidak bertahan lama. Menurut ketentuan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945, sebelum MPR, DPR, dan Dewan Pertimbangan Agung terbentuk, presiden akan menjalankan kekuasaannya dengan bantuan sebuah Komite Nasional. Berarti kedudukan Komite Nasional hanyalah sebagai pembantu presiden.Nyatanya pada tanggal 16 Oktober 1945, dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No X yang menyatakan bahwa KNIP sebelum terbentuknya MPR dan DPR diserahi kekuasaan legeslatif dan ikut menetapkan GBHN. KNIP sendiri dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang bertanggung jawab kepada KNIP (bukan kepada presiden). Badan Pekerja ini diketuai oleh Sutan Syahrir. (Erman Muchjidin,1986:26-27). Berarti dengan dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No X tersebut, KNIP yang semula berperan sebagai pembantu presiden berubah menjadi badan legeslatif yang merangkap fungsi sebagai DPR dan MPR sekaligus. Menteri-menteri kemudian tidak bertanggung jawab lagi kepada presiden, tetapi bertanggung jawab kepada KNIP. Tanggal 14 November 1945 terbentuklah kabinet parlementer dengan PM Sutan Syahrir. Berarti sistem presidensiil telah beralih menjadi sistem parlementer. (Dasril Radjab,1884:90).
  4. Sitem kepartaian masa itu adalah sistem multipartai. (ErmanMuchjidin,1986:27). Sistem multipartai ini berawal dari dikeluarkannya Maklumat Badan Pekerja KNIP tanggal 3 November 1945 yang berisi anjuran agar pemerintah dan rakyat mendirikan partai-partai politik sebagai sarana pembantu perjuangan bangsa Indonesia.
  5. Alat perlengkapan negaranya terdiri dari :
  6. Presiden dan wakil presiden
  7. Menteri-menteri
  • Majelis Permusyawaratan Rakyat
  1. Dewan Perwakilan Rakyat (Karena MPR dan DPR pada masa itu belum terbentuk, maka fungsi MPR dan DPR dipegang oleh KNIP sekaligus).
  2. Dewan Pertimbangan Agung.
  3. Mahkamah Agung
  • Badan Pemeriksa Keuangan. (Dasril Radjab,1884:90)
  1. Sistem Pemerintahan RI (27 Desember 1949-17 Agustus 1950).
Diawali dari adanya Konferensi Meja Bundar yang secara jelas menyebutkan keberadaan dari Republik Indonesia Serikat. Salah satu hasil dari KMB sendiri menyebutkan dibentuknya Uni Indonesia Belanda, yang terdiri dari dua negara yaitu RIS dan Belanda. Berarti negara Indonesia saat itu telah berubah menjadi negara serikat. Pengakuan kedaulatan oleh Belanda kepada RIS yang sekaligus menandai perubahan Indonesia menjadi negara serikat ini terjadi pada tanggal 27 Desember 1949. (Erman Muchjidin,1986:33).
  1. Konstitusi yang berlaku pada masa itu adalah Konstitusi RIS 1949.
  2. Bentuk negara RIS adalah federasi, terbagi dalam 7 buah negara bagian dan 9 buah satuan kenegaran yang kesemuanya bersatu dalam ikatan federasi RIS. (Erman Muchjidin,1986:36).
  3. Sistem pemerintahannya adalah parlementer, ditandai dengan terbentuknya Senat RIS yang beranggotakan wakil-wakil dari negara bagian. Sistem kabinetnya disebut dengan Kern Kabinet, yaitu PM, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Keuangan, dan Menteri Ekonomi mempunyai kedudukan yang istimewa. Dalam mengambil keputusan mereka mempunyai kekuatan yang sama dengan kekuatan Dewan Menteri. Menteri-menteri tersebut baik secara sendiri-sendiri atau pun bersama-sama bertanggung jawab kepada DPR. Untuk Indonesia, wakil-wakilnya tergabung dalam DPR. (Erman Muchjidin,1986:35).
  4. Alat perlengkapan RIS terdiri dari :
  5. Presiden
  6. Menteri-menteri
  • Senat
  1. Dewan Perwakilan Rakyat
  2. Mahkamah Agung Indonesia
  3. Dewan Pengawas Keuangan (BAB III Perlengkapan Republik Indonesia Serikat tentang Ketentuan Umum UUD RIS 1949).
  1. Sistem Pemerintahan RI (17 Agustus 1950-5 Juli 1959).
Konstitusi RIS ternyata tidak berumur panjang. Hal ini disebabkan isi konstitusi tersebut tidak mengakar dari kehendak rakyat dan bukan pula merupakan keputusan politik dari rakyat Indonesia. Akibatnya, timbul tuntutan dimana-mana untuk kembali ke negara kesatuan. Satu per satu negara atau daerah bagian menggabungkan diri kembali ke dalam RI. Negara bagian yang lain juga semakin sulit diperintah. Ini jelas akan mengurangi kewibawaan negara serikat.
Untuk mengatasi keadaan tersebut akhirnya Pemerintah Indonesia Serikat mengadakan musyawarah dengan Pemerintah Negara Republik Indonesia. Dalam musyawarah tersebut dicapai kesepakatan bahwa akan bersama-sama melaksanakan negara kesatuan sebagai jelmaan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945 dan untuk itu diperlakukan UUD Sementara. Akhirnya dibentuklah panitia yang bertugas merencanakan sebuah rancangan UUDS Negara Kesatuan Republik Indonesia. Panitia tersebut dipimpin oleh Soepomo untuk RIS dan Abdul Halim untuk RI. Melalui UU Federal No 17 Tahun 1950 (LN RIS 1950 No 56) ditetapkan perubahan KRIS 1949 menjadi UUDS 1950.
UU tersebut hanya berisi dua pasal, yaitu :
Pasal 1,“ Berisikan tentang perubahan KRIS 1949 menjadi UUDS 1950 dan setelah itu dimuat selengkapnya naskah dari UUDS 1950, yang terdiri dari mukadimah dan batang tubuhnya”.
Pasal 2,“ Menentukan tentang mulai berlakunya UUDS 1950, yakni pada tanggal 15 Agustus 1950”.(Dasril Radjab,1994:98).
  1. Konstitusi yang berlaku adalah UUDS 1950. Dikatakan sebagai UUDS karena memang UUD ini bersifat sementara. Pemerintah Indonesia pada masa itu membentuk suatu badan yang bernama badan konstituante dimana tugas mereka adalah menyusun UUD.
  2. Bentuk negara menurut UUDS 1950 adalah negara kesatuan. Pasal 1 ayat 1 UUDS 1950 meyatakan bahwa RI yang merdeka dan berdaulat ialah negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan (Dasril Radjab,1994:102).
  3. Sistem pemerintahan menurut UUDS 1950 adalah parlementer. Dalam Pasal 83 ayat 2 UUDS 1950 dinyatakan bahwa menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri kepada DPR. (Dasril Radjab,1994:103).
  4. Sistem kepartaian masa itu adalah multipartai. Pemilu tahun 1955 untuk pertama kalinya dilaksanakan untuk memilih anggota konstituante.
  5. Alat perlengkapan negara menurut Pasal 44 UUDS 1950 adalah:
  6. Presiden dan Wakil Presiden
  7. Menteri-menteri
  • Dewan Perwakilan Rakyat
  1. Mahkamah Agung
  2. Dewan Pengawas Keuangan (Erman Muchjidin,1986:40).
 Sistem Pemerintahan RI (5 Juli 1959-pasca Dekrit Presiden).
Konstituante yang diharapkan dapat merumuskan UUD guna menggantikan UUDS 1950 ternyata tidak mampu menyelesaikan tugasnya. Hal ini jelas akan menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan negara. Presiden selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Isi dari Dekrit tersebut salah satunya adalah memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlaku kembali UUDS 1950. (Dasril Radjab,1994:106).
  1. Konstitusi yang dipakai adalah UUD 1945.
  2. Bentuk negara adalah kesatuan
  3. Sistem pemerintahannya adalah presidensiil, presiden sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden. (Dasril Radjab,1994:108).
Sistem presidensiil ini kelanjutannya akan menjadi presidensiil terpimpin. Presiden justru sebagai Pimpinan Besar Revolusi, segala kebijaksanaan ada di tangannya.
Alat-alat perlengkapan negara setelah keluarnya Dekrit Presiden adalah:
  1. Presiden dan menteri-menteri
  2. DPR Gotong Royong
  • MPRS
  1. DPAS
  2. Badan Pemeriksa Keuangan
  3. Mahkamah Agung (Soehino,1992:148).
Beberapa penyimpangan yang terjadi pada masa setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah:
  1. Berlakunya demokrasi terpimpin dengan penafsiran bahwa presiden memegang kepemimpinan yang tertinggi di tangannya, menjadikan dirinya selaku Pimpinan Besar Revolusi dan konsep Nasakom dalam kehidupan bangsa. Padahal yang dimaksud dengan terpimpin menurut UUD 1945 adalah terpimpin dengan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sedangkan konsep Nasakom berakibat pada PKI dapat menguasai lembaga negara.
  2. Dalam SU MPRS Tahun 1963 Soekarno ditetapkan sebagai presiden seumur hidup. GBHN Indonesia pada pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1960 ditetapkan menjadi Manipol/USDEK (UUD 1945, Sosialis Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Nasional).
  3. Pemusatan kekuasaan pada presiden tidak saja menjurus kepada pemujaan individu dan menghilangkan fungsi dari lembaga negara yang ada karena lembaga negara yang telah dibentuk itu tunduk pada presiden. Orang-orang yang duduk dalam lembaga negara tidak didapat dari hasil pemilu tapi dipilih langsung oleh presiden.
  4. Presiden membubarkan DPR hasil pemilu karena tidak menyetujui usul RAPBN dari presiden.
  5. Desakan PKI membuat Indonesia keluar dari PBB. PKI berhasil membuat Indonesia meninggalkan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan dibelokkan ke komunis atau poros-porosan (Jakarta-Peking-Pyongyang). Indonesia juga melakukan konfrontasi dengan Malaysia. Akibatnya Indonesia makin terasingkan dimata internasional. (Erman Muchjidin,1986:57).
  1. Han di era Orde Baru
Hukum Administrasi Negara mempunyai kekuasaan untuk mewajibkan semua pihak mengimplementasikan prinsip Good Governance pada aktivitas administrasi Negara sehari-hari, memberikan sanksi dan memberikan kriteria-kriteria yang berkaitan dengan implementasi Good Governance bagi pejabat dan petugas administrasi Negara. Good Governance di dalam HAN sudah merupakan hak asasi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang prima dari pemerintah. Dengan demikian paradigma yang harus dipegang teguh adalah melayani masyarakat (to serve people).  Rancangan Undang-Undang Tentang Administrasi Pemerintahan sebagai RUU Program Legislasi Nasional prioritas pada tahun 2007. RUU ini diharapkan dapat menjadi bagian dari reformasi birokrasi yang cukup revolusioner dan menjadi instrument untuk menerapkan prinsip-prinsip Good Governance. RUU ini juga akan menjadi hukum materiil bagi Hukum Administrasi Negara di Indoneisia melengkapi Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara (UU 5 Tahun 1986 jo UU Nomor 9 Tahun 2004) yang lebih dulu ada. Hukum administrasi materiil terletak diantara hukum privat dan hukum pidana. Hukum pidana berisi norma-norma yang begitu penting bagi kehidupan masyarakat sehingga penegakan norma-norma tersebut tidak diserahkan pada pihak partikelir tetapi harus dilakukan oleh penguasa. Hukum privat berisi norma-norma yang penegakannya dapat diserahkan kepada pihak partikelir.
Diantara kedua bidang hukum itu terletak hukum administrasi. Setelah reformasi dipilih menjadi bagian dari bangsa Indonesia, ada beberapa Konsekwensi yang diterima oleh bangsa Indonesia atau beberapa perubahan yang Fundamental bagi bangsa Indonesia. Pertama, Implikasi pada sistem administrasi kebijakan publik. Dalam hal Ini, dengan amandemen maka MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara dan tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan GBHN dan produk perundangan lainnya kecuali dalam rangka pengangkatan presiden dan wakil presiden. Sebagai tindak lanjut dari amandemen tersebut, berdasarkan Undang-Undang No.10 tahun 2004, beberapa Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan Republik Indonesia mengalami perubahan, yakni hilangnya Ketetapan MPR (TAP MPR) dalam tata urutan perundang-undangan.Kedua, Amandemen menetapkan pemilihan presiden secara langsung, sehingga presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR, dan MPR hanya berwenang melantik saja.
Presiden bertanggung jawab kepada rakyat yang diperankan oleh DPR yang memegang fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan serta berbagai hak lainnya. Peran DPR menjadi terlalu kuat bahkan ikut menentukan pengangkatan dan penerimaan Duta Besar, Panglima TNI dan Polisi yang mestinya menjadi kewenangan Presiden. Ketiga, Amandemen konstitusi juga telah mengembang biakkan kelembagaan negara dengan lahirnya berbagai lembaga negara tambahan seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Mahkamah Konstitusi, serta aneka bentuk agen-agen kelembagaan negara pembantu (state auxiliary agencies) dalam wujud puluhan komisi baru. Aneka lembaga negara baru ini selain masih kabur dan saling tumpang tindih dalam kewenangannya. juga berimplikasi luas pada sistem administrasi dan pembiayaan negara. Keempat, Implikasi pada administrasi perekonomian negara. Penambahan ayat 4, pada pasal 33 UUD 1945 membawa celah kontestasi dalam peramuaan perundang-undangan yang menyangkut perekonomian dan kesejahteraan sosial, Perubahan ini akan menimbulkan tantangan baru bagi administrasi perekonomian negara yang lebih responsif terhadap tuntutan pasar, yang jika tanpa hati-hati bisa merugikan kesejahteraan dan pelayanan umum. Kelima, Implikasi pada sistem adminstrasi pengawasan dan pertanggung jawaban. Sebelum amandemen, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berfungsi sebagai pemeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Setelah amandemen dinyatakan BPK memiliki perwakilan di setiap Provinsi.
Hal ini akan mengakibatkan pembesaran scope BPK di masa depan.
Keenam, Implikasi pada siatem administrasi pelayanan publik. Jika sebelumnya pemerintah pusat lebih berperan dalam pelayanan publik, setelah amandemen pemerintah daerah mempunyai kewenangan lebih dalam pelayanan publik dan menyebabkan sejumlah paradok dalam pemerintahan dan pembangunan.
Dapat kita lihat, bagaimana keadaan bangsa Indonesia berubah sangat signifikan. Menurut Dr. Hj. Ni’matul Huda SH.,M.Hum didalam seminar Nasional yang di selenggarakan oleh HMI FH UII pada Mei 2009, Jika kita melihat dari segi Konstitusi, Konstitusi bangsa Indonesia berubah sebanyak 300%. Hasil ini bukanlah hal yang main-main, Konstitusi sebagai garda terdepan bangsa Indonesia berubah secara total. Untuk lebih menarik lagi,   didalam makalah ini akan coba kami sajikan kasuistik perubahan HAN didalam pemerintahan desa.
Proses reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem kekuasaan yang ada dari otoritarianisme menuju demokrasi. Berbeda dengan masa Orde Baru yang menjalankan kekuasaan secara sentralistik-otoriter, era reformasi ditandai dengan digunakannya, dalam tingkat tertentu, prinsip-prinsip demokrasi dan desentralisasi sebagai basis acuan bekerjanya kekuasaan. Pergeseran ini dapat dilihat dari pola hubungan antara pusat-daerah seperti yang termaktub dalam UU tentang Otonomi Daerah. Dengan UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 daerah telah diberi keleluasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri.
Perubahan relasi itu bisa juga dilihat pada level desa, dimana upaya-upaya demokratisasi dan desentralisasi secara formal mulai dilaksanakan. Model sentralistik ala UU No. 5 Tahun 1979 yang dipakai sebagai alas yuridis Orde Baru untuk menata desa, dirombak secara mendasar. Regulasi yang baru telah membuka peluang bagi dikembangkannya otonomi yang dihambat secara luar biasa oleh Orde Baru. Pertanyaan yang kemudian muncul dengan hadirnya UU No. 22/1999 adalah apakah UU tersebut membuka ruang bagi pelaksanaan otonomi desa? ataukah sebaliknya, justru menjadi alat yuridis bagi negara untuk menjalankan proyek-proyeknya dalam bungkus yang lebih demokratis
  1. Administrasi Negara di Indonesia Pada Masa Rezim Orde Baru
Orde baru lahir dengan diawali berhasilnya penumpasan terhadap G.30.S/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965. Orde baru sendiri adalah suatu tatanan perikehidupan yang mempunyai sikap mental positif untuk mengabdi kepada kepentingan rakyat, dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mencapai suatu masyarakat adil dan makmur baik material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 melalui pembangunan di segala bidang kehidupan. Orde Baru bertekad untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Orde Baru ingin mengadakan ‘koreksi total’ terhadap sistem pemerintahan Orde Lama.
Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada Letjen Soeharto atas nama presiden untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu guna mengamankan pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, untuk menegakkan RI berdasarkan hukum dan konstitusi. Maka tanggal 12 Maret 1966, dikeluarkanlah Kepres No. 1/3/1966 yang berisi pembubaran PKI, ormas-ormasnya dan PKI sebagai organisasi terlarang di Indonesia serta mengamankan beberapa menteri yang terindikasi terkait kasus PKI. (Erman Muchjidin, 1986:58-59).
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Pada tahun 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Model birokrasi monocratique dalam administrasi diteruskan oleh Suharto. Awal tahun 1970an, pemerintah orde baru melakukan reformasi administrasi yang bertujuan untuk menciptakan birokrasi yang tanggap, efisien dan apoltik. Hal ini dilakukan melalui larangan pegawai negeri berpolitik dan kewajiban pegawai negeri untuk mendukung partai pemerintah. Upaya ini dilakukan sebagai reaksi dari perkembangan birorkasi di akhir era Sukarno yang diwarnai oleh politisasi birokrasi. Disamping itu Suharto menerbitkan dua buah kebijakan yang sangat penting dalam sistem administrasi waktu itu. Pertama adalah Keppres no 44 dan no 45 tahun 1975 yang masing masing mengatur tentang susunan tugas pokok dan fungsi Departemen dan LPND. Melalui peraturan tersebut diatur standardisasi organisasi Departemen dan menjadi dasar hukum bagi pembentukan instansi vertikal di daerah. Produk kebijakan yang kedua adalah UU no 5 tahun 1974 tentang Pemerintahan di Daerah. Dalam peraturan tersebut, pemerintah daerah disusun secara hirarkis terdiri dari pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II. Disamping itu setiap daerah memiliki status sebagai daerah otonom sekaligus sebagai wilayah kerja pemerintah. Sebagai implikasinya Kepala daerah diberikan jabatan rangkap yaitu sebagai Kepala Daerah otonom dan wakil pemerintah pusat. kebijakan kebijakan tersebut dilakukan untuk menciptakan efisiensi dan penguatan kontrol pusat kepada daerah.
Di dalam Penjelasan UUD 1945, dicantumkan pokok-pokok Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia pada era Orde Baru, antara lain sebagai berikut :
  1. Indonesia adalah negara hukum (rechtssaat)
Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsaat). Ini mengandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain, dalam melaksanakan tugasnya/ tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
  1. Sistem Pemerintahan Presidensiil
Sistem pemerintahan pada orde baru adalah presidensiil karena kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintah dan menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden. Tetapi dalam kenyataan, kedudukan presiden terlalu kuat. Presiden mengendalikan peranan paling kuat dalam pemerintahan.
  1. Sistem Konstitusional
Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar). Sistem ini memberikan ketegasan cara pengendalian pemerintahan negara yang dibatasi oleh ketentuan konstitusi, dengan sendirinya juga ketentuan dalam hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti Ketetapan-Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya. Diadakan tata urutan terhadap peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pada TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 urutannya adalah sebagai berikut :
  1. UUD 1945
  2. Ketetapan MPR
  • UU
  1. Peraturan Pemerintah
  2. Kepres
  3. Peraturan pelaksana lainnya, misalnya Keputusan Menteri, Instruksi Menteri, Instruksi Presiden dan Peraturan Daerah. (Erman Muchjidin,1986:70-71).
  4. Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan yang bernama MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia Tugas Majelis adalah:
  1. Menetapkan Undang-Undang Dasar,
  2. Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara,
  3. Mengangkat kepala negara (Presiden) dan wakil kepala negara (wakil presiden).Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggungjawab kepada Majelis. Presiden adalah “mandataris” dari Majelis yang berkewajiban menjalankan ketetapan-ketetapan Majelis.
  1. Presiden ialah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi menurut UUD. Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara, tanggung jawab penuh ada di tangan Presiden. Hal itu karena Presiden bukan saja dilantik oleh Majelis, tetapi juga dipercaya dan diberi tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang berupa Garis-garis Besar Haluan Negara ataupun ketetapan MPR lainnya.
  2. Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Kedudukan Presiden dengan DPR adalah sejajar. Dalam hal pembentukan undang-undang dan menetapkan APBN, Presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Oleh karena itu, Presiden harus bekerja sama dengan DPR. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari Dewan. Presiden tidak dapat membubarkan DPR seperti dalam kabinet parlementer, dan DPR pun tidak dapat menjatuhkan Presiden.
  1. Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden memilih, mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri itu tidak bertanggung jawab kapada DPR dan kedudukannya tidak tergantung dari Dewan., tetapi tergantung pada Presiden. Menteri-menteri merupakan pembantu presiden.
  1. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi bukan berarti ia “diktator” atau tidak terbatas. Presiden, selain harus bertanggung jawab kepada MPR, juga harus memperhatikan sungguh-sungguh suara-suara dari DPR karena DPR berhak mengadakan pengawasan terhadap Presiden (DPR adalah anggota MPR). DPR juga mempunyai wewenang mengajukan usul kepada MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban Presiden, apabila dianggap sungguh-sungguh melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tarcela.
  1. Sistem Kepartaian
Sistem kepartaian menggunakan sistem multipartai, tetapi hanya ada 3 partai, yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Secara faktual hanya ada 1 partai yang memegang kendali yaitu partai Golkar dibawah pimpinan Presiden Soeharto.
  1. Perkembangan Hukum Administrasi pada masa reformasi
Hukum administrasi negara telah berkembang sejalan dengan gerak pemerintah mulai menata masyarakat. Dalam kaitan itu pemerintah menggunakan sarana hukum sebagai instrumen pengaturan. Sebagai perwujudannya, pemerintah mengeluarkan/ melaksanakan undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan daerah, dan keputusan-keputusan yang mengandung suatu larangan maupun berupa kebolehan (izin). Oleh karna itu, sejak awal, bahkan, sejak dahulu kala pemerintah telah terlibat atau telah menggunakan sarana hukum dalam penataan dan pengelolaan masyarakat.
Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat menyebabkan pula berkembangnya tugas-tugas pemerintahan yang dapat di lihat pada berbagai bidang urusan pemerintahan telah terjadi penumpukan aturan-aturan dan keputusan-keputusan pemerintah yang saling melengkapi, bahkan dapat pula bersifat mengubah karna terjadinya perubahan situasi dan kondisi dalam masyarakat.
Hukum administrasi telah berkembang dalam suasana manakala pihak pemerintah mulai menata masyarakat dan dalam kaitan itu menggunakan sarana hukum seperti yang di nyatakan di atas, umpamanya dengan menetapkan keputusan-keputusan larangan tertentu atau dengan menerbitkan sistem-sistem perizinan. Perkembangan hukum administrasi umum boleh dikatakan baru saja tumbuh sejak Perang Dunia Kedua.
Suatu perkembangan telah terjadi dalam kajian hukum administrasi yakni timbulnya pemikiran tentang kebutuhan pengembangan secara ilmiah terhadap unsur-unsur bersama yang mewarnai setiap bagian dan setiap urursan pemerintahan yang bersifat khusus untuk suatu asas-asas umum pemerintahan[4].
Dapat dikatakan bahwa perkembangan hukum (pemerintahan) administrasi umum yang sedang giat dilaksanakan di banyak Negara, bergerak dalam tiga taraf secara berturut-turut.
  1. Pada mulanya perkembangan hukum administrasi umum itu hanya merupakan suatu perkembangan dalam ilmu pengetahuan sendiri.
  2. Perkembangan kedua yang penting dimulai dengan diperkenalkannya peradilan administrasi Negara.
  3. Perkembangan yang ketiga timbul manakala pembuat UU memutuskan dengan tujuan menyelaraskan tindakan-tindakan pemerintah untuk mengadakan “pembuatan UU umum”
BAB III
KESIMPULAN
  1. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa terdapat tali sejarah yang merakit perkembangan administrasi negara. Apa yang dicapai dan diberikan oleh administrasi negara sekarang, tidak lepas dari upaya-upaya yang tidak kenal lelah yang telah dilakukan oleh para peletak dasar dan pembentuk administrasi yang dahulu. Administrasi modern penuh dengan usaha untuk lebih menekan jabatan publik agar mempersembahkan segala kegiatannya untuk mewujudkan kemak-muran dan melayani kepentingan umum. Karena itu, administrasi negara tidak dipandang sebagai administrasi “of the public”, tetapi sebaliknya adalah administrasi “for the public”.
Ide ini sebenarnya bukanlah baru. Orientasi semacam ini telah dicanangkan dengan jelas dalam ajaran Confusius dan dalam “Pidato Pemakaman” Pericles, bahkan dalam kehidupan bangsa Mesir kuno. Bukti – bukti sejarah dengan jelas membuktikan upaya-upaya yang sistematis, yang dikobarkan oleh tokoh-tokoh seperti Cicero dan Casiodorus. Selama abad ke-16 – 18 tonggak kemapanan admi-nistrasi negara Jerman dan Austria telah dipancangkan oleh kaum Kameralis yang memandang administrasi sebagai teknologi. Administrasi negara juga memperoleh perhatian penting di Amerika, terutama setelah negara ini merdeka.
Apa yang dikemukakan oleh Cicero dalam De Officiis misalnya, dapat ditemukan dalam kode etik publik dari kerajaan-kerajaan lama. Hal yang umum muncul di antara mereka adalah adanya harapan agar administrasi negara melakukan kegiatan demi kepentingan umum dan selalu mengembangkan kemakmuran rakyat. Dengan kata lain, administrasi negara tidak seharusnya mengeruk kantong kantornya (korupsi) demi kepentingan dirinya sendiri.
Pendekatan Administrasi Negara Modern
Perkembangan evolusioner administrasi negara diuraikan melalui pendekatan tradisional, pendekatan perilaku, pendekatan pembuatan keputusan (desisional) dan pendekatan ekologis. Secara khusus, pendekatan tradisional mengungkapkan tentang pengaruh ilmu politik, sebagai induk administrasi negara, pendekatan rasional dalam administrasi dan pengaruh Gerakan Manajemen Ilmiah terhadap perkembangan administrasi negara.
Di antara empat pendekatan yang diajukan, tidak ada satu pun pendekatan yang lebih unggul daripada pendekatan-pendekatan yang lain, karena setiap pendekatan berjaya pada sesuatu masa, di samping kesadaran bahwa setiap pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Karena administrasi mengandung berbagai macam disiplin, sehingga cara pendekatan dan metodologi dalam administrasi juga beraneka ragam, maka administrasi negara merupakan bidang kajian yang dinamis. Selanjutnya sukar untuk secara khusus menerapkan satu-satunya pendekatan terbaik terhadap aspek administrasi tertentu. Kiranya lebih bermanfaat untuk mempergunakan keempat cara pendekatan tersebut sesuai dengan aksentuasi dari sesuatu gejala yang diamati.
Pengaruh politik terhadap administrasi negara selalu besar, tidak peduli kapan pun masanya. Hal ini disebabkan oleh adanya gejala di semua negara yang menunjukkan bahwa setiap pemerintah disusun di atas tiga cabang pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Hubungan terus menerus administrasi dengan politik mencerminkan keberlanjutan hubungan antara lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif, sebagaimana dicerminkan dalam dua tahap pemerintahan, yakni tahap politik dan tahap administrasi. Jika tahap pertama merupakan tahap perumusan kebijakan, maka tahap kedua merupakan tahap implementasi kebijakan yang telah ditetapkan dalam tahap pertama.
Adanya perkembangan beberapa teori dari lapangan administrasi negara tergantung pula pada pekembangan dari suatu system pemerintahan yang dianut oleh negara yang bersangkutan sehingga perkembangan administrasi negara sangat di pengaruhi oleh perkembangan sistem pemerintahan ynag dianut oleh negara bersangkutan.
 Adapun sejarah yang mengawali suatu perkembangan  hukum administrasi negara adalah administrasi negara mempunyai hal-hal yang bersifat khusus yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lainnya. Caiden (1982) menunjukkan tujuh kekhususan administrasi negara, yaitu
  1. Kehadiran administrasi negara tidak bisa dihindari.
  2. Administrasi negara mengharapkan kepatuhan.
  3. Administrasi negara mempunyai prioritas.
  4. Administrasi negara mempunyai kekecualian.
  5. Manajemen puncak administrasi negara adalah politik.
  6. Penampilan administrasi negara sulit diukur.
  7. Lebih banyak harapan yang diletakkan pada administrasi negara.
[1] Soejito, Irawan. 1976. Sejarah pemerintahan daerah di Indonesia. Jakarta : pradnya paramita.
[2] Kencana, Inu. 2003. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara
[3]http://abhysweet.blogspot.com/2014/10/system-administrasi-negara indonesia. html
[4] efendi lutfi, Pokok-pokok hukum administrasi. Malang, bayumedia. 2004
Share:

0 komentar:

Post a Comment