BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah
satu lembaga yang dianjurkan oleh ajaran Islam untuk dipergunakan oleh
seseorang sabagai sarana penyaluran rezeki yang diberikan oleh Tuhan kepadanya
adalah wakaf. Dalam Islam, wakaf merupakan ibadah yang bercorak sosial ekonomi
yang cukup penting. Menurut sejarah Islam, wakaf telah memainkan peran yang
sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan kaum muslimin, baik di bidang
pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan sosial dan kepentingan umum,
kegiatan keagamaan, pengembangan ilmu pengetahuan serta peradaban Islam secara
umum.
Di
Indonesia, wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama
Islam masuk di Indonesia. Selain di Indonesia
perkembangan Wakaf di Negara-negara Timur Tengah juga sangat baik,
bahkan disana Wakaf di atur sedemikian rupa sehingga sanat dirasakan manfaatnya
bagi masyarakat di Negara-negara tersebut. Sebagai salah satu Lembaga keagamaan
yang erat hubungannya dengan sosial ekonomi, wakaf telah banyak membantu
pembangunan secara menyeluruh di Indonesia dan begba gai
Negara lainnya, baik dalam pembangunan sumber daya manusia maupun dalam
pembangunan sumber daya sosial. Karena pada kenyataannya, sebagian besar rumah
ibadah, tempat pemakaman, peguruan Islam dan lembaga-lembaga keagamaan Islam
lainnya dibangun di atas tanah wakaf.
Wakaf mencakup beberapa hal penting yang perlu kita ketahui seperti rukun wakaf, syarat-syarat wakaf, macam-macam wakaf, penetapan kepemilikan wakaf dan juga perkembangan wakaf di Indonesia dan negara-negara lain, yang akan dibahas labih lanjut dalam makalah ini.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari wakaf ?
2. Jalaskan
mengenai Rukun Wakaf?
3.
Sebutkan dan jelaskan Syarat-syarat Wakaf?
4.
Jelaskan apa saja Macam-macam Wakaf?
5.
Bagaimanakah status kepemilikan Harta Wakaf?
6.
Jalaskan tentang Pengurus Wakaf dan apa saja tugas dari
pengurus wakaf?
7.
Bagaimana status harta wakaf jika terjadi
Perubahan Status, Penggantian Benda dan Tujuan perwakafan?
8.
Bagaimana proses penerapan Wakaf di
Indonesia?
9.
Bagaimana Perkembangan Wakaf Timur Tengah?
Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat agar teman-teman Mahasiswa dapat
mengerti dan memahami:
1. Pengertian dari
wakaf menurut berbagai sumber.
2.
Rukun dalam perwakafan.
3.
Syarat-syarat untuk berwakaf.
4.
Macam-macam Wakaf.
5.
Status
kepemilikan Harta Wakaf
6.
Pengurus Wakaf dan tugas dari pengurus
wakaf.
7.
Status harta wakaf jika terjadi Perubahan
Status, Penggantian Benda dan Tujuan perwakafan.
8.
Penerapan Wakaf di Indonesia.
9. Perkembangan
Wakaf di negara-negara Timur Tengah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Wakaf
Perkataan waqf, yang menjadi wakaf dalam bahasa
Indonesia, berasal dari kata kerja bahasa Arab waqafa yang berarti menghentikan, berdiam di tempat atau menahan
sesuatu. Wakaf dalam pengertian Ilmu tajwid
mengandung makna menghentikan bacaan,
baik seterusnya maupun untuk mengembil nafas sementara. Pengertian wakaf dalam
makna berdiam di tempat, dikaitkan dengan
wuquf. Yakni berdiam di Arafah pada
tanggal 9 Zulhijjah ketika menunaikan Ibadah Haji. Sedangkan pengertian menahan (sesuatu) dihubungkan dengan
harta kekayaan, itulah yang dimaksud dengan wakaf
dalam makalah ini (Ali, 1988, p. 80) . Wakaf adalah
menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah, sebagai sarana
mendekatkan diri kepada Allah yang ganjarannya tidak terbatas sepanjang pewakaf
itu hidup, tetapi terbawa sampai ia meninggal dunia (Suryana, Alba, Syamsudin, & Asiyah, 1996, p.
131) .
Wakaf adalah salah satu lembaga yang dianjurkan oleh ajaran Islam untuk
dipergunakan oleh seseorang sebagai sarana penyaluran rezeki yang diberika oleh
Allah kepadanya (Ali, 1988, p. 77) .
Dari beberapa definisi dapat ditarik
kesimpulan bahwa pengertian wakaf adalah menahan harta yang diberikan Allah
yang dikelola oleh suatu lembaga dan hal tersebut sangat dianjurkan oleh ajaran
Islam karena sebagai saran mendekatkan diri kepada Allah yang ganjarannya
terbawa sampai si pewakaf meninggal dunia.
Artinya Kamu sekali-kali tidak sampai pada kebajikan
(yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu sayangi. (Q.S Ali-Imron, 3 : 92).
Dan
di dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah (2) ayat 267 Allah SWT berfirman :
Artinya Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu
memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan menicingkan mata terhadapnya.
Dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji (Q.S Al-Baqarah, 2 : 267).
Menurut hadist Nabi Muhammad SAW.
yang diriwayatkan oleh Muslim berasal dari Abu Hurairah, “seorang manusia yang
meninggal dunia akan berhenti semua pahala amal perbuatannya, kecuali pahala
tiga amalan yaitu (1) shadaqah jariyah :
sedekah yang pahalanya tetap mengalir yang diberikannya selama hidup, (2) Ilmu yang bermanfaat bagi orang lain
yang diajarkannya selama hayatnya, dan (3) do’a
anak saleh yakni anak yang membalas guna orang tuanya dan mendo’akan
ayah-ibunya meskipun orangtuanya itu telah tiada” menurut A.A. Basyir dalam (Ali, 1988, p. 81) .
B. Rukun
Wakaf
1. Pewakaf (wakif)
“Orang
yang mewakafkan hartanya, dalam istilah hukum Islam disebut wakif. Seorang
wakif haruslah memenuhi syarat untuk mewakafkan hartanya, diantaranya adalah
kecakapan bertindak, telah dapat mempetimbangkan baik buruknya perbuatan yang
dilakukannya dan benar-baner pemilik harta yang diwakafkan itu. Mengenai
kacakapan bertindak, dalam hokum fikih Islam ada dua istilah yang perlu
dipahami perbedaannya yaitu baligh dan
rasyid. Pengertian baligh menitikberatkan pada usia,
sedangkan rasyid pada kematangan
pertimbangan akal” menurut A.A. Basyir
dalam (Ali, 1988, p. 85) .
“Apabila
seorang wakif berada dalam keadaan sakit parah keika mewakafkan hartanya,
perbuatan itu dapat dikiyaskan pada wasiat yang akan berlaku setelah ia
meninggal dunia dan jumlahnya tidak boleh melebihi sepertiga dari jumlah harta
kekayaannya, kecuali perwakfan itu disetujui oleh ahli warisnya. Seorang wakif tidak boleh
mencabut kembali wakafnya dan tidak boleh menuntut agar harta yang sudah
diwakafkan dikembalikan ke dalam hak miliknya. Agama yang dipeluk seseorang
tidak menjadi syarat bagi seorang wakif, artinya seorang nonmuslim pun boleh
berwakaf asal tujuannya tidak bertentangan dengan ajaran Islam” menurut A.
Wasit Aulawi dalam (Ali, 1988,
pp. 85-86) .
2. Harta yang Diwakafkan (Mauquf)
Syarat dari harta
yang akan diwakafkan adalah : (a) harus tetap zatnya dan dapat dimanfaatkan untuk
jangka waktu yang lama, tetapi haruslah dimanfaatkan untuk hal-hal yang
berguna, halal dan sah menurut hukum. (b) harta yang diwakafkan haruslah jelas
wujudnya dan batas-batasnya (misal yang diwakafkan adalah tanah). (c) harta
yang diwakafkan harus benar-benar kepunyaan wakif dan bebas dari beban hutang
orang lain. (d) harta yang diwakafkan dapat berupa benda mati maupun benda
bergerak (misal saham atau surat-surat berharga lainnya) (Ali, 1988, p. 86) .
3. Tujuan Wakaf (Mauquf ‘alaih)
Dalam tujuan harus
tercermin siapa yang berhak atas wakaf, misalnya (a) untuk kepentingan umum,
seperti (tempat) mendirikan masjid, sekolah, rumah sakit, dll. (b) untuk
menolong fakir-miskin, anak yatim seperti mendirikan panti asuhan,dll. (c)
tujuan wakaf tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Ibadah seperti
mewakafkan tanahnya untuk kuburan, pasar, lapangan olah raga, dll (Ali, 1988, p. 87) .
4. Lafal atau pernyataan (sighat) wakif
Pernyataan wakif
yang merupakan tanda penyerahan barang atau benda yang diwakafkan, dapat
dilakukan dengan lisan atau tulisan. Dengan pernyataan tersebut, hilanglah hak
wakif terhadap bend yang diwakafkannya.
Dengan pernyataan wakif yang merupakan ijab perwakafan telh terjadi, sedangkan pernyataan qabul dari mauquf ‘alaih yakni orang yang berhak manikmati hasil wakaf itu
tidak diperlukan, artinya dalam wakaf hanya ada ijab tanpa ada qabul (Ali, 1988, p. 87) .
Contoh lafal yang diucapkan wakif
saat perwakafan : “saya wakafkan tanah milik saya seluas 200 meter persegi ini,
agar dibangun Masjid di atasnya”. Pada
lafal wakaf tidak boleh ada unsur ta’lik (syarat), karena maksud dari wakaf
adalah pamindahan kepemilikan untuk selamanya bukan untuk sementara. Contoh
lafal wakaf yang tidak sah : “saya wakafkan tanah sawah milik saya kepada para
fakir miskin selama satu tahun” (Syamsuri,
2004, p. 178) .
C.
Syarat-syarat Wakaf
Syarat-syarat
sahnya perwakafan sesorang adalah sebagai berikut : (1) Perwakafan benda itu
tidak dibatasi oleh waktu tertentu melainkan selamanya. (2) Tujuannya harus
jelas dan disebutkan ketika mengucapkan ijab.
(3) Wakaf harus segera dilaksanakan segera setelah ikrar wakaf dinyatakan oleh
wakif dn tidak boleh menggantungkan pelaksanaannya, jika pelaksanaan wakaf
tertuda hingga wakif meninggal dunia, hukum yang berlaku adalah wasiat yang kemudian syaratnya, harta
yang diwakafkan tidak boleh lebih dari sepertiga harta peninggalan. (4) Wakaf
yang sah wajib dilaksanakan, karena ikrar wakaf oleh wakif berlaku seketika dan
selama-lamanya. (5) Perlu dikemukakan syarat yang dikeluarkan oleh wakif atas
harta yang diwakafkannya, artinya seorang wakif berhak memberikan syarat akan
diapakan harta yang ia wakafkan selama tidak bertentangan dengan hukum Islam (Ali, 1988, pp. 88-89) .
D.
Macam-macam Wakaf
1. Wakaf Keluarga atau
Wakaf Ahli atau Wakaf Khusus
Wakaf
Keluarga atau Wakaf Ahli atau Wakaf Khusus adalah wakaf yang diperuntukkan bagi
orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik keluarga maupun orang lain (Ali, 1988, p. 90) . “Dibeberapa Negara
Timur Tengah wakaf semacam ini menimbulkan banyak masalah terutama jika wakaf
tersebut berupa tanah pertanian sering kali terjadi penyalahgunaan seperti :
(a) menjadikan wakaf keluarga ini sebagai alat untuk menghidari pembagian harta
kekayaan pada ahli waris yang berhak menerimanya, setelah wakif meninggal dunia.
(b) wakaf keluarga ini dijadikan alat untuk mengelak dari tuntutan kreditor
terhadap hutang-hutang yang dibuat oleh seseorang, sebelum ia mewakafkan
tanahnya itu. Maka dari itu di beberapa Negara wakaf keluarga ini dihapuskan
seperti di Mesir tahun 1952 wakaf ini dihapuskan karena praktek-praktek
penyimpangan yang tidak sesuai ajaran Islam. Selain itu di Indonesia harta
pusaka suku Minangkabau memiliki cirri-ciri seperti wakaf keluarga, harta
pusaka tersebut dipertahankan tidak dibagi-bagi atau diwariskan kepada
keturunan secara individual, karena diperuntukkan bagi kepentingan keluarga” menurut
Nazaroeddin Rachmat dalam (Ali, 1988, p.
90) .
2. Wakaf Umum atau Wakaf Khairi
Wakaf
Umum atau Wakaf Khairi adalah wakaf yang
diperuntukkan bagi kepentingan atau kemaslahatan umum, yang sifatnya sebagai
lembaga kaegamaan dan lembaga sosial dalam bentuk Masjid, madrasah, pesantren,
rumah sakit, dll. Wakaf umum inilah yang paling sesuuai dengan ajaran Islam dan
sangat dianjurkan karena bagi yang menjalankannya akan memperoleh pahala yang
terus mengalir (Ali, 1988, pp. 90-91) .
E.
Pemilikan Harta Wakaf
Menurut para ahli
hukum (fikih) Islam sebelum harta diwakafkan, pemiliknya adalah orang yang
mewakafkannya. Dan setelah harta tersebut diwakafkan kepemilikanya harta
kembali kepada Allah SWT. Dan manfaatnya menjadi hak Mauquf ‘alaih (Ali, 1988, p. 91) .
F.
Pengurus Wakaf : Nadzir atau Mutawalli
Nadzir
adalah
seseorang atau badan yang memegang amanat untuk memelihra dan mengurus harta
wakaf sebaik-baiknya sesuai dengan wujud dan tujuannya. Jika Nadzir itu adalah perorangan, para ahli
menentukan beberapa syarat yaitu : (1) telah dewasa, (2) berakal sehat, (3)
dapat dipercaya, (4) mampu menyelenggarakan segala urusan yang berkenaan dengan
harta wakaf, menurut A.A. Basyir dalam (Ali, 1988, p.
92) .
Hak-hak
seorang wakaf yaitu : (1) Nadzir wakaf
berhak melakukan hal yang mendatangkan kebaikan bagi wakaf yang bersangkutan,
namun tidak berhak menggadaikan harta wakaf dan menjadikannya sebagai jaminan
hutang.(2) Nadzir wakaf berhak
mendapatkan upah atas jerih payahnya mengurus harta wakaf, selama melaksanakan
tugasnya dengan baik. Besarnya upah ditentukan oleh wakif biasanya sepersepuluh
atau seperdelapan dari hasil tanah atau harta yang diwakafkan. Yang berhak
menetukan Nadzir wakaf adalah wakif,
menurut A.A. Basyir dan Abdurraoef dalam (Ali, 1988, p. 92) .
G.
Perubahan Status, Penggantian Benda dan Tujuan
Menurut
para ahli hukum (fikih) Islam, perubahan status dapat dilakukan karena
didasarkan pada pandangan agar manfaat wakaf itu tetap terus berlangsung
sebagai Shadaqah Jariyah, tidak
mubazir, tidak rusak, dan tetap berfungsi sebagai mana mestinya. Karena misal :
(1) tanah wakaf ditukar ditempat lain, status tanah wakaf tidak berubah ia
tetap adalah tanah wakaf yang berubah hanya tempatnya. (2) sebagian kecil dari
sebuah bangunan yang diwakafkan rusak sehingga tidak dapat dimanfaatkan lalu
diambil bagian bangunan yang rusak untuk mendirikan bangunan yang baru yang
lebi sederhana agar tetap dapat dimanfaatkan secara optimal. (3) sebuah
bangunan yang awalnya diperuntukkan bagi anak yatim diubah menjadi sekolah atau
madrasah karena tempat untuk anak yatim sudah ada yang baru. Semua hal itu bisa
dilakukn asal tujuannya agar tanah atau harta wakaf dapat dimanfaatkan dengan
optimal (Ali, 1988, p. 93) .
H.
Penerapan Wakaf di Indonesia
Di Indonesia wakaf
diatur sacara formal oleh Negara dalam sebuah lembaga yaitu Badan Wakaf
Indonesia (BWI), dimana Ikrar atau Ijab wakaf dilakukan oleh wakif di depan
pejabat yang berwenang, yaitu Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai Pejabat
Pembuat Akta Tanah Wakaf, kemudian dikeluarkan akta wakaf, jika wakaf itu dalam
bentuk tanah maka oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional atau biasa disebut
Agraria dikeluarkan sertifikat wakaf berdasarkan akta wakaf yang dibuat KUA. Dengan
dibuatnya akta dan sertifikat wakaf tersebut, maka harta wakaf itu terlindungi
dari penyalahgunaan atau gugatan pihak lain (Suryana,
Alba, Syamsudin, & Asiyah, 1996, p. 131) .
1. Tata Cara Perwakafan Tanah di Indonesia
Tata
cara Perwakafan Tanah dan Pendaftarannya : (1) calon wakif harus melengkapi
surat-surat yang diperlukan bagi perwakafan tanah yaitu sertifikat tanah, surat
keteranagan dari Kepala desa dan Camat bahwa tanah tersebut benar-benar milik
wakif dan bebas dari sengketa. (2) wakif mengucapkan ijab kepada nadzir didepan
kepala KUA dan dihadiri minimal dua orang saksi. (3) wakif yang tidak dapat
hadir karena sakit parah dapat menuliskan ijabnya lalu di bacakan didepan
nadzir dan kepala KUA. (4) Pejabat membuat Akta Ikrar wakaf. (5) kapala KUA
atas mana nadzir mengajukan permohonan pendaftaran tanah wakaf kepada Bupati
atau Kepala Daerah. (6) dengan telah didaftarkan dan dicatatnya tanah wakaf
tersebut dalam sertifikat tanah milik yang diwakafkan, maka tanah wakaf itu
telah mempunyai pembuktian yang kuat (Syamsuri, 2004, pp. 180-181) .
2. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Wakaf Uang
Pada tanggal 11
Mei 2002 M atau 28 Shafar 1423 H, Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan Fatwa
tentang wakaf uang yaitu : (a) Wakaf Uang Cash
Wakaf / Waqf al-Nuqud adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok
orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. (b) Termasuk kedalam Pengertian uang adalah surat-surat
berharga. (c) Wakaf Uang hukumnya jawaz (boleh). (d) Wakaf Uang hanya
boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara Syar’iy. (e) Nilai pokok Wakaf Uang
harus dijamin kelestarinnya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan / atau
diwariskan. (Amin, Sam, AF., Hasanuddin, & Sholeh, 2011, p.
424) .
Menurut Keputusan Ijtima’ Ulama
Komisi Fatwa se-Indonesia ke-III tahun 2009 tetang Masail Fiqhiyyah Mu’ashirah, Masalah yang terkait dengan Wakaf.
Ketentuan Hukum Nomor 2 yaitu : Wakaf Uang
boleh diubah menjadi wakaf benda, atau sebaliknya wakaf benda boleh diubah
menjadi wakaf uang dengan syarat : (a) manfaatnya lebih besar. (b) keadaan
memaksa untuk itu. (c) benda wakaf boleh
dijual dengan ketentuan : adanya hajah dalam menjaga maksud wakif, hasil penjualannya harus
digunakan untuk membeli harta benda lain sebagai wakaf pengganti, kemanfaatan wakaf pengganti tersebut minimal sepadan dengan
benda wakaf sebelumnya. (d) alih fungsi benda wakaf dibolehkan sepanjang
kemashlahatannya lebih dominan. (e) Nadzir ikut mengerti benar tugas dan
tanggung jawabnya sebagai nadzir. Ia juga wajib menguasai norma-norma
investasi. Selama Nadzir mengikuti norma-normanya, maka kerugian investasinya
tidak menjadi tanggung jawabnya (Amin, Sam, AF., Hasanuddin, & Sholeh, 2011, pp.
886-887) .
3. Perkembangan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
tentang wakaf
Peraturan
perundang-undangan tentang wakaf telah dikeluarkan oleh departemen agama di
zaman kemerdekaan. Antara lain tahun 1953 tantang petunjuk mengenai wakaf,
tahun 1956 tentang petunjuk mengenai wakaf yang bukan kemesjidan dan prosedur
perwakafan tanah. Dalam pasal 49 Undang-Undang Pokok Agraria disebutkan tentang
hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial. Pada tanggal 17 mei 1997
pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah No. 28 tentang perwakafan tanah
milik diiringi dengan seperangkat peraturan pelaksanaannya oleh Departemen
Agama dan Departemen Dalam Negeri dan beberapa Instruksi Gubernur Kepala Daerah
(Ali, 1988, pp. 78-79) .
Undang-undang Nomor 41 tahun 2004
tentang wakaf : “
BAB III
KESIMPULAN
1. Wakaf adalah menahan harta yang diberikan Allah yang
dikelola oleh suatu lembaga dan hal tersebut sangat dianjurkan oleh ajaran
Islam karena sebagai saran mendekatkan diri kepada Allah yang ganjarannya
terbawa sampai si pewakaf meninggal dunia.
2. Rukun wakaf adalah : Pewakaf (wakif) adalah Orang yang mewakafkan hartanya, Harta yang
Diwakafkan (Mauquf), Tujuan Wakaf (Mauquf ‘alaih) dan yang terakhir adalah
Lafal atau pernyataan (sighat) wakif contoh sighat : “saya wakafkan tanah milik
saya seluas 200 meter persegi ini, agar dibangun Masjid di atasnya”.
3. Syarat-syarat sahnya perwakafan sesorang
adalah sebagai berikut : (a) Perwakafan benda itu tidak dibatasi oleh waktu
tertentu melainkan selamanya. (b) Tujuannya harus jelas dan disebutkan ketika
mengucapkan ijab. (c) Wakaf harus
segera dilaksanakan segera setelah ikrar wakaf dinyatakan oleh wakif. (d) Wakaf
yang sah wajib dilaksanakan, karena ikrar wakaf oleh wakif berlaku seketika dan
selama-lamanya. (e) Perlu dikemukakan syarat yang dikeluarkan oleh wakif atas
harta yang diwakafkannya.
4. Wakaf ada dua
macam yaitu : (a) Wakaf Keluarga atau Wakaf Ahli atau Wakaf Khusus : Wakaf Keluarga atau
Wakaf Ahli atau Wakaf Khusus adalah wakaf yang diperuntukkan bagi orang-orang
tertentu, seorang atau lebih, baik keluarga maupun orang lain. (b) Wakaf Umum
atau Wakaf Khairi : Wakaf Umum atau
Wakaf Khairi adalah wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan atau kemaslahatan
umum.
5. Status
kepemilikan harta wakaf Sebelum harta
diwakafkan, pemiliknya adalah orang yang mewakafkannya. Dan setelah harta
tersebut diwakafkan kepemilikanya harta kembali kepada Allah SWT. Dan
manfaatnya menjadi hak Mauquf ‘alaih.
6. Pengurus Wakaf disebut dengan Nadzir atau Mutawalli. Nadzir adalah seseorang atau badan yang
memegang amanat untuk memelihra dan mengurus harta wakaf sebaik-baiknya sesuai
dengan wujud dan tujuannya.
Syarat untuk
menjadi seorang Nadzir adalah : (a) telah dewasa, (b) berakal sehat, (c) dapat
dipercaya, (d) mampu menyelenggarakan segala urusan yang berkenaan dengan harta
wakaf.
7. Jika terjadi perubahan status, penggantian
benda dan tujuan perwakafan karena didasarkan pada pandangan agar manfaat wakaf
itu tetap terus berlangsung sebagai Shadaqah
Jariyah, tidak mubazir, tidak rusak, dan tetap berfungsi sebagai mana mestinya
maka status harta wakaf itu tetap sebagai harta wakaf.
8.
Di Indonesia wakaf diatur sacara formal oleh Negara dalam sebuah lembaga yaitu
Badan Wakaf Indonesia (BWI), dimana Ikrar atau Ijab wakaf dilakukan oleh wakif
di depan pejabat yang berwenang, yaitu Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai
Pejabat Pembuat Akta Tanah Wakaf, kemudian dikeluarkan akta wakaf, jika wakaf
itu dalam bentuk tanah maka oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional atau biasa
disebut Agraria dikeluarkan sertifikat wakaf berdasarkan akta wakaf yang dibuat
KUA. Dengan dibuatnya akta dan sertifikat wakaf tersebut, maka harta wakaf itu
terlindungi dari penyalahgunaan atau gugatan pihak lain.
Daftar Pustaka
Ali,
M. D. (1988). Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI-Press.
Amin, M., Sam, M. I., AF., H., Hasanuddin, & Sholeh, A.
N. (2011). Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia sejak 1975. Jakarta:
Erlangga.
Mahfud, R. (2010). Al-Islam. Jakarta: Erlangga.
Suryana, A. T., Alba, C., Syamsudin, E., & Asiyah, U.
(1996). Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Bandung: Tiga
Mutiara.
Syamsuri. (2004). Pendidika Agama Islam. Jakarta:
Erlangga.
http://quran.com/3/92 di akses tanggal : 08/12/2016
http://quran.com/2/267 di akses tenggal : 08/12/2016
0 komentar:
Post a Comment