Blog ini berisi artikel-artikel, karya tulis ilmiah, dan berita mengenai Hukum dan Sosial

Sunday, April 22, 2018

makalah wakaf

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu lembaga yang dianjurkan oleh ajaran Islam untuk dipergunakan oleh seseorang sabagai sarana penyaluran rezeki yang diberikan oleh Tuhan kepadanya adalah wakaf. Dalam Islam, wakaf merupakan ibadah yang bercorak sosial ekonomi yang cukup penting. Menurut sejarah Islam, wakaf telah memainkan peran yang sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan kaum muslimin, baik di bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan sosial dan kepentingan umum, kegiatan keagamaan, pengembangan ilmu pengetahuan serta peradaban Islam secara umum.
Di Indonesia, wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama Islam masuk di Indonesia. Selain di Indonesia  perkembangan Wakaf di Negara-negara Timur Tengah juga sangat baik, bahkan disana Wakaf di atur sedemikian rupa sehingga sanat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat di Negara-negara tersebut. Sebagai salah satu Lembaga keagamaan yang erat hubungannya dengan sosial ekonomi, wakaf telah banyak membantu pembangunan secara menyeluruh di Indonesia dan begba                                           gai Negara lainnya, baik dalam pembangunan sumber daya manusia maupun dalam pembangunan sumber daya sosial. Karena pada kenyataannya, sebagian besar rumah ibadah, tempat pemakaman, peguruan Islam dan lembaga-lembaga keagamaan Islam lainnya dibangun di atas tanah wakaf.

Wakaf mencakup beberapa hal penting yang perlu kita ketahui seperti rukun wakaf, syarat-syarat wakaf, macam-macam wakaf, penetapan kepemilikan wakaf dan juga perkembangan wakaf di Indonesia dan negara-negara lain, yang akan dibahas labih lanjut dalam makalah ini.

Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian dari wakaf  ?

2.      Jalaskan mengenai Rukun  Wakaf?
3.      Sebutkan dan jelaskan Syarat-syarat Wakaf?
4.      Jelaskan apa saja  Macam-macam Wakaf?
5.      Bagaimanakah status  kepemilikan Harta Wakaf?
6.      Jalaskan tentang  Pengurus Wakaf dan apa saja tugas dari pengurus wakaf?
7.      Bagaimana status harta wakaf jika terjadi Perubahan Status, Penggantian Benda dan Tujuan perwakafan?
8.      Bagaimana proses penerapan Wakaf di Indonesia?
9.      Bagaimana Perkembangan Wakaf Timur Tengah?

Tujuan Penulisan

            Makalah ini dibuat agar teman-teman Mahasiswa dapat mengerti dan memahami:

1.      Pengertian dari wakaf menurut berbagai sumber.

2.      Rukun dalam perwakafan.
3.      Syarat-syarat untuk berwakaf.
4.      Macam-macam Wakaf.
5.      Status  kepemilikan Harta Wakaf
6.      Pengurus Wakaf dan tugas dari pengurus wakaf.
7.      Status harta wakaf jika terjadi Perubahan Status, Penggantian Benda dan Tujuan perwakafan.
8.      Penerapan Wakaf di Indonesia.
9.      Perkembangan Wakaf di negara-negara Timur Tengah.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Wakaf

            Perkataan waqf, yang menjadi wakaf dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata kerja bahasa Arab waqafa yang berarti menghentikan, berdiam di tempat atau menahan sesuatu. Wakaf dalam pengertian Ilmu tajwid mengandung makna menghentikan bacaan, baik seterusnya maupun untuk mengembil nafas sementara. Pengertian wakaf dalam makna berdiam di tempat, dikaitkan dengan wuquf. Yakni berdiam di Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah ketika menunaikan Ibadah Haji. Sedangkan pengertian menahan (sesuatu) dihubungkan dengan harta kekayaan, itulah yang dimaksud dengan wakaf dalam makalah ini (Ali, 1988, p. 80). Wakaf adalah menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah, sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah yang ganjarannya tidak terbatas sepanjang pewakaf itu hidup, tetapi terbawa sampai ia meninggal dunia (Suryana, Alba, Syamsudin, & Asiyah, 1996, p. 131). Wakaf adalah salah satu lembaga yang dianjurkan oleh ajaran Islam untuk dipergunakan oleh seseorang sebagai sarana penyaluran rezeki yang diberika oleh Allah kepadanya (Ali, 1988, p. 77).
 Dari beberapa definisi dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian wakaf adalah menahan harta yang diberikan Allah yang dikelola oleh suatu lembaga dan hal tersebut sangat dianjurkan oleh ajaran Islam karena sebagai saran mendekatkan diri kepada Allah yang ganjarannya terbawa sampai si pewakaf meninggal dunia.
Di dalam Al-Qur’an surah Ali-Imran (3) ayat 92 Allah SWT berfirman :     

Artinya Kamu sekali-kali tidak sampai pada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu sayangi. (Q.S Ali-Imron, 3 : 92).
Dan di dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah (2) ayat 267 Allah SWT berfirman :
Artinya Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan menicingkan mata terhadapnya. Dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji (Q.S Al-Baqarah, 2 : 267).
            Menurut hadist Nabi Muhammad SAW. yang diriwayatkan oleh Muslim berasal dari Abu Hurairah, “seorang manusia yang meninggal dunia akan berhenti semua pahala amal perbuatannya, kecuali pahala tiga amalan yaitu (1) shadaqah jariyah : sedekah yang pahalanya tetap mengalir yang diberikannya selama hidup, (2) Ilmu yang bermanfaat bagi orang lain yang diajarkannya selama hayatnya, dan (3) do’a anak saleh yakni anak yang membalas guna orang tuanya dan mendo’akan ayah-ibunya meskipun orangtuanya itu telah tiada” menurut A.A. Basyir dalam (Ali, 1988, p. 81).  

B. Rukun Wakaf

1. Pewakaf (wakif)

            Orang yang mewakafkan hartanya, dalam istilah hukum Islam disebut wakif. Seorang wakif haruslah memenuhi syarat untuk mewakafkan hartanya, diantaranya adalah kecakapan bertindak, telah dapat mempetimbangkan baik buruknya perbuatan yang dilakukannya dan benar-baner pemilik harta yang diwakafkan itu. Mengenai kacakapan bertindak, dalam hokum fikih Islam ada dua istilah yang perlu dipahami perbedaannya yaitu baligh dan rasyid. Pengertian baligh menitikberatkan pada usia, sedangkan rasyid pada kematangan pertimbangan akal” menurut  A.A. Basyir dalam (Ali, 1988, p. 85).
“Apabila seorang wakif berada dalam keadaan sakit parah keika mewakafkan hartanya, perbuatan itu dapat dikiyaskan pada wasiat yang akan berlaku setelah ia meninggal dunia dan jumlahnya tidak boleh melebihi sepertiga dari jumlah harta kekayaannya, kecuali perwakfan itu disetujui  oleh ahli warisnya. Seorang wakif tidak boleh mencabut kembali wakafnya dan tidak boleh menuntut agar harta yang sudah diwakafkan dikembalikan ke dalam hak miliknya. Agama yang dipeluk seseorang tidak menjadi syarat bagi seorang wakif, artinya seorang nonmuslim pun boleh berwakaf asal tujuannya tidak bertentangan dengan ajaran Islam” menurut A. Wasit Aulawi dalam (Ali, 1988, pp. 85-86).

2. Harta yang Diwakafkan (Mauquf)

            Syarat dari harta yang akan diwakafkan adalah : (a) harus tetap zatnya dan dapat dimanfaatkan untuk jangka waktu yang lama, tetapi haruslah dimanfaatkan untuk hal-hal yang berguna, halal dan sah menurut hukum. (b) harta yang diwakafkan haruslah jelas wujudnya dan batas-batasnya (misal yang diwakafkan adalah tanah). (c) harta yang diwakafkan harus benar-benar kepunyaan wakif dan bebas dari beban hutang orang lain. (d) harta yang diwakafkan dapat berupa benda mati maupun benda bergerak (misal saham atau surat-surat berharga lainnya) (Ali, 1988, p. 86).

3. Tujuan Wakaf (Mauquf ‘alaih)

            Dalam tujuan harus tercermin siapa yang berhak atas wakaf, misalnya (a) untuk kepentingan umum, seperti (tempat) mendirikan masjid, sekolah, rumah sakit, dll. (b) untuk menolong fakir-miskin, anak yatim seperti mendirikan panti asuhan,dll. (c) tujuan wakaf tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Ibadah seperti mewakafkan tanahnya untuk kuburan, pasar, lapangan olah raga, dll (Ali, 1988, p. 87).

4. Lafal atau pernyataan (sighat) wakif

            Pernyataan wakif yang merupakan tanda penyerahan barang atau benda yang diwakafkan, dapat dilakukan dengan lisan atau tulisan. Dengan pernyataan tersebut, hilanglah hak wakif terhadap bend yang diwakafkannya.  Dengan pernyataan wakif yang merupakan ijab perwakafan telh terjadi, sedangkan pernyataan qabul dari mauquf ‘alaih yakni orang yang berhak manikmati hasil wakaf itu tidak diperlukan, artinya dalam wakaf hanya ada ijab tanpa ada qabul (Ali, 1988, p. 87).
            Contoh lafal yang diucapkan wakif saat perwakafan : “saya wakafkan tanah milik saya seluas 200 meter persegi ini, agar dibangun Masjid di atasnya”.  Pada lafal wakaf tidak boleh ada unsur ta’lik (syarat), karena maksud dari wakaf adalah pamindahan kepemilikan untuk selamanya bukan untuk sementara. Contoh lafal wakaf yang tidak sah : “saya wakafkan tanah sawah milik saya kepada para fakir miskin selama satu tahun” (Syamsuri, 2004, p. 178).

C. Syarat-syarat Wakaf

            Syarat-syarat sahnya perwakafan sesorang adalah sebagai berikut : (1) Perwakafan benda itu tidak dibatasi oleh waktu tertentu melainkan selamanya. (2) Tujuannya harus jelas dan disebutkan ketika mengucapkan ijab. (3) Wakaf harus segera dilaksanakan segera setelah ikrar wakaf dinyatakan oleh wakif dn tidak boleh menggantungkan pelaksanaannya, jika pelaksanaan wakaf tertuda hingga wakif meninggal dunia, hukum yang berlaku adalah wasiat yang kemudian syaratnya, harta yang diwakafkan tidak boleh lebih dari sepertiga harta peninggalan. (4) Wakaf yang sah wajib dilaksanakan, karena ikrar wakaf oleh wakif berlaku seketika dan selama-lamanya. (5) Perlu dikemukakan syarat yang dikeluarkan oleh wakif atas harta yang diwakafkannya, artinya seorang wakif berhak memberikan syarat akan diapakan harta yang ia wakafkan selama tidak bertentangan dengan hukum Islam (Ali, 1988, pp. 88-89).

D. Macam-macam Wakaf

1. Wakaf Keluarga atau Wakaf Ahli atau Wakaf Khusus

            Wakaf Keluarga atau Wakaf Ahli atau Wakaf Khusus adalah wakaf yang diperuntukkan bagi orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik keluarga maupun orang lain (Ali, 1988, p. 90). “Dibeberapa Negara Timur Tengah wakaf semacam ini menimbulkan banyak masalah terutama jika wakaf tersebut berupa tanah pertanian sering kali terjadi penyalahgunaan seperti : (a) menjadikan wakaf keluarga ini sebagai alat untuk menghidari pembagian harta kekayaan pada ahli waris yang berhak menerimanya, setelah wakif meninggal dunia. (b) wakaf keluarga ini dijadikan alat untuk mengelak dari tuntutan kreditor terhadap hutang-hutang yang dibuat oleh seseorang, sebelum ia mewakafkan tanahnya itu. Maka dari itu di beberapa Negara wakaf keluarga ini dihapuskan seperti di Mesir tahun 1952 wakaf ini dihapuskan karena praktek-praktek penyimpangan yang tidak sesuai ajaran Islam. Selain itu di Indonesia harta pusaka suku Minangkabau memiliki cirri-ciri seperti wakaf keluarga, harta pusaka tersebut dipertahankan tidak dibagi-bagi atau diwariskan kepada keturunan secara individual, karena diperuntukkan bagi kepentingan keluarga” menurut Nazaroeddin Rachmat dalam (Ali, 1988, p. 90).  

2. Wakaf Umum atau Wakaf Khairi

            Wakaf  Umum atau Wakaf Khairi adalah wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan atau kemaslahatan umum, yang sifatnya sebagai lembaga kaegamaan dan lembaga sosial dalam bentuk Masjid, madrasah, pesantren, rumah sakit, dll. Wakaf umum inilah yang paling sesuuai dengan ajaran Islam dan sangat dianjurkan karena bagi yang menjalankannya akan memperoleh pahala yang terus mengalir (Ali, 1988, pp. 90-91).

E. Pemilikan Harta Wakaf

            Menurut para ahli hukum (fikih) Islam sebelum harta diwakafkan, pemiliknya adalah orang yang mewakafkannya. Dan setelah harta tersebut diwakafkan kepemilikanya harta kembali kepada Allah SWT. Dan manfaatnya menjadi hak Mauquf ‘alaih (Ali, 1988, p. 91).

F. Pengurus Wakaf : Nadzir atau Mutawalli

            Nadzir adalah seseorang atau badan yang memegang amanat untuk memelihra dan mengurus harta wakaf sebaik-baiknya sesuai dengan wujud dan tujuannya. Jika Nadzir itu adalah perorangan, para ahli menentukan beberapa syarat yaitu : (1) telah dewasa, (2) berakal sehat, (3) dapat dipercaya, (4) mampu menyelenggarakan segala urusan yang berkenaan dengan harta wakaf, menurut A.A. Basyir dalam (Ali, 1988, p. 92).
Hak-hak seorang wakaf yaitu : (1) Nadzir wakaf berhak melakukan hal yang mendatangkan kebaikan bagi wakaf yang bersangkutan, namun tidak berhak menggadaikan harta wakaf dan menjadikannya sebagai jaminan hutang.(2) Nadzir wakaf berhak mendapatkan upah atas jerih payahnya mengurus harta wakaf, selama melaksanakan tugasnya dengan baik. Besarnya upah ditentukan oleh wakif biasanya sepersepuluh atau seperdelapan dari hasil tanah atau harta yang diwakafkan. Yang berhak menetukan Nadzir wakaf adalah wakif, menurut A.A. Basyir dan Abdurraoef dalam (Ali, 1988, p. 92).

G. Perubahan Status, Penggantian Benda dan Tujuan

            Menurut para ahli hukum (fikih) Islam, perubahan status dapat dilakukan karena didasarkan pada pandangan agar manfaat wakaf itu tetap terus berlangsung sebagai Shadaqah Jariyah, tidak mubazir, tidak rusak, dan tetap berfungsi sebagai mana mestinya. Karena misal : (1) tanah wakaf ditukar ditempat lain, status tanah wakaf tidak berubah ia tetap adalah tanah wakaf yang berubah hanya tempatnya. (2) sebagian kecil dari sebuah bangunan yang diwakafkan rusak sehingga tidak dapat dimanfaatkan lalu diambil bagian bangunan yang rusak untuk mendirikan bangunan yang baru yang lebi sederhana agar tetap dapat dimanfaatkan secara optimal. (3) sebuah bangunan yang awalnya diperuntukkan bagi anak yatim diubah menjadi sekolah atau madrasah karena tempat untuk anak yatim sudah ada yang baru. Semua hal itu bisa dilakukn asal tujuannya agar tanah atau harta wakaf dapat dimanfaatkan dengan optimal (Ali, 1988, p. 93).

H. Penerapan Wakaf di Indonesia

            Di Indonesia wakaf diatur sacara formal oleh Negara dalam sebuah lembaga yaitu Badan Wakaf Indonesia (BWI), dimana Ikrar atau Ijab wakaf dilakukan oleh wakif di depan pejabat yang berwenang, yaitu Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Wakaf, kemudian dikeluarkan akta wakaf, jika wakaf itu dalam bentuk tanah maka oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional atau biasa disebut Agraria dikeluarkan sertifikat wakaf berdasarkan akta wakaf yang dibuat KUA. Dengan dibuatnya akta dan sertifikat wakaf tersebut, maka harta wakaf itu terlindungi dari penyalahgunaan atau gugatan pihak lain (Suryana, Alba, Syamsudin, & Asiyah, 1996, p. 131).

1. Tata Cara Perwakafan Tanah di Indonesia

            Tata cara Perwakafan Tanah dan Pendaftarannya : (1) calon wakif harus melengkapi surat-surat yang diperlukan bagi perwakafan tanah yaitu sertifikat tanah, surat keteranagan dari Kepala desa dan Camat bahwa tanah tersebut benar-benar milik wakif dan bebas dari sengketa. (2) wakif mengucapkan ijab kepada nadzir didepan kepala KUA dan dihadiri minimal dua orang saksi. (3) wakif yang tidak dapat hadir karena sakit parah dapat menuliskan ijabnya lalu di bacakan didepan nadzir dan kepala KUA. (4) Pejabat membuat Akta Ikrar wakaf. (5) kapala KUA atas mana nadzir mengajukan permohonan pendaftaran tanah wakaf kepada Bupati atau Kepala Daerah. (6) dengan telah didaftarkan dan dicatatnya tanah wakaf tersebut dalam sertifikat tanah milik yang diwakafkan, maka tanah wakaf itu telah mempunyai pembuktian yang kuat (Syamsuri, 2004, pp. 180-181).

2. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Wakaf Uang

            Pada tanggal 11 Mei 2002 M atau 28 Shafar 1423 H, Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan Fatwa tentang wakaf uang yaitu : (a) Wakaf Uang Cash Wakaf / Waqf al-Nuqud adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. (b) Termasuk kedalam Pengertian uang adalah surat-surat berharga. (c) Wakaf Uang hukumnya jawaz (boleh). (d) Wakaf Uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara Syar’iy. (e) Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestarinnya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan / atau diwariskan. (Amin, Sam, AF., Hasanuddin, & Sholeh, 2011, p. 424).
            Menurut Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-III tahun 2009 tetang Masail Fiqhiyyah  Mu’ashirah, Masalah yang terkait dengan Wakaf. Ketentuan Hukum Nomor 2 yaitu : Wakaf  Uang boleh diubah menjadi wakaf benda, atau sebaliknya wakaf benda boleh diubah menjadi wakaf  uang dengan syarat :  (a) manfaatnya lebih besar. (b) keadaan memaksa untuk itu. (c) benda wakaf  boleh dijual dengan ketentuan : adanya hajah dalam  menjaga maksud wakif, hasil penjualannya harus digunakan untuk membeli harta benda lain sebagai wakaf  pengganti, kemanfaatan wakaf  pengganti tersebut minimal sepadan dengan benda wakaf sebelumnya. (d) alih fungsi benda wakaf dibolehkan sepanjang kemashlahatannya lebih dominan. (e) Nadzir ikut mengerti benar tugas dan tanggung jawabnya sebagai nadzir. Ia juga wajib menguasai norma-norma investasi. Selama Nadzir mengikuti norma-normanya, maka kerugian investasinya tidak menjadi tanggung jawabnya (Amin, Sam, AF., Hasanuddin, & Sholeh, 2011, pp. 886-887).

3. Perkembangan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia tentang wakaf

            Peraturan perundang-undangan tentang wakaf telah dikeluarkan oleh departemen agama di zaman kemerdekaan. Antara lain tahun 1953 tantang petunjuk mengenai wakaf, tahun 1956 tentang petunjuk mengenai wakaf yang bukan kemesjidan dan prosedur perwakafan tanah. Dalam pasal 49 Undang-Undang Pokok Agraria disebutkan tentang hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial. Pada tanggal 17 mei 1997 pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah No. 28 tentang perwakafan tanah milik diiringi dengan seperangkat peraturan pelaksanaannya oleh Departemen Agama dan Departemen Dalam Negeri dan beberapa Instruksi Gubernur Kepala Daerah (Ali, 1988, pp. 78-79).
            Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf : “






BAB III

KESIMPULAN


1. Wakaf adalah menahan harta yang diberikan Allah yang dikelola oleh suatu lembaga dan hal tersebut sangat dianjurkan oleh ajaran Islam karena sebagai saran mendekatkan diri kepada Allah yang ganjarannya terbawa sampai si pewakaf meninggal dunia.

2. Rukun wakaf adalah : Pewakaf (wakif) adalah  Orang yang mewakafkan hartanya, Harta yang Diwakafkan (Mauquf), Tujuan Wakaf (Mauquf ‘alaih) dan yang terakhir adalah Lafal atau pernyataan (sighat) wakif contoh sighat : “saya wakafkan tanah milik saya seluas 200 meter persegi ini, agar dibangun Masjid di atasnya”.

 3. Syarat-syarat sahnya perwakafan sesorang adalah sebagai berikut : (a) Perwakafan benda itu tidak dibatasi oleh waktu tertentu melainkan selamanya. (b) Tujuannya harus jelas dan disebutkan ketika mengucapkan ijab. (c) Wakaf harus segera dilaksanakan segera setelah ikrar wakaf dinyatakan oleh wakif. (d) Wakaf yang sah wajib dilaksanakan, karena ikrar wakaf oleh wakif berlaku seketika dan selama-lamanya. (e) Perlu dikemukakan syarat yang dikeluarkan oleh wakif atas harta yang diwakafkannya.

4. Wakaf ada dua macam yaitu : (a) Wakaf Keluarga atau Wakaf Ahli atau Wakaf Khusus : Wakaf Keluarga atau Wakaf Ahli atau Wakaf Khusus adalah wakaf yang diperuntukkan bagi orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik keluarga maupun orang lain. (b) Wakaf Umum atau Wakaf Khairi : Wakaf  Umum atau Wakaf Khairi adalah wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan atau kemaslahatan umum.

5. Status kepemilikan harta wakaf  Sebelum harta diwakafkan, pemiliknya adalah orang yang mewakafkannya. Dan setelah harta tersebut diwakafkan kepemilikanya harta kembali kepada Allah SWT. Dan manfaatnya menjadi hak Mauquf ‘alaih.

6. Pengurus Wakaf disebut dengan Nadzir atau Mutawalli. Nadzir adalah seseorang atau badan yang memegang amanat untuk memelihra dan mengurus harta wakaf sebaik-baiknya sesuai dengan wujud dan tujuannya.

Syarat untuk menjadi seorang Nadzir adalah : (a) telah dewasa, (b) berakal sehat, (c) dapat dipercaya, (d) mampu menyelenggarakan segala urusan yang berkenaan dengan harta wakaf.

7.  Jika terjadi perubahan status, penggantian benda dan tujuan perwakafan karena didasarkan pada pandangan agar manfaat wakaf itu tetap terus berlangsung sebagai Shadaqah Jariyah, tidak mubazir, tidak rusak, dan tetap berfungsi sebagai mana mestinya maka status harta wakaf itu tetap sebagai harta wakaf.
8. Di Indonesia wakaf diatur sacara formal oleh Negara dalam sebuah lembaga yaitu Badan Wakaf Indonesia (BWI), dimana Ikrar atau Ijab wakaf dilakukan oleh wakif di depan pejabat yang berwenang, yaitu Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Wakaf, kemudian dikeluarkan akta wakaf, jika wakaf itu dalam bentuk tanah maka oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional atau biasa disebut Agraria dikeluarkan sertifikat wakaf berdasarkan akta wakaf yang dibuat KUA. Dengan dibuatnya akta dan sertifikat wakaf tersebut, maka harta wakaf itu terlindungi dari penyalahgunaan atau gugatan pihak lain.

 




Daftar Pustaka

Ali, M. D. (1988). Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI-Press.
Amin, M., Sam, M. I., AF., H., Hasanuddin, & Sholeh, A. N. (2011). Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia sejak 1975. Jakarta: Erlangga.
Mahfud, R. (2010). Al-Islam. Jakarta: Erlangga.
Suryana, A. T., Alba, C., Syamsudin, E., & Asiyah, U. (1996). Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Bandung: Tiga Mutiara.
Syamsuri. (2004). Pendidika Agama Islam. Jakarta: Erlangga.
http://quran.com/3/92 di akses tanggal : 08/12/2016

http://quran.com/2/267 di akses tenggal : 08/12/2016


Share:

0 komentar:

Post a Comment