BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jati diri suatu bangsa bukan saja dapat kita lihat dari
bagaimana karakter pokok dari para warga bangsa, tetapi juga dari pilihan
ideologi dan sistem pemerintahan yang dipilih oleh bangsa tersebut. Topik yang hendak
saya bahas pada makalah ini adalah Sistem Pemerintahan Indonesia. Masalah
sistem pemerintahan tersebut saya pandang perlu kita wacanakan kembali karena
selama ini pemahaman kita tentang bentuk dan susunan pemerintahan negara
hanyalah didasarkan pada sumber-sumber sejarah yang diragukan keotentikannya.
Sistem pemerintahan mempunyai sistem
dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara
sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap
memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai
fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu
pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu
akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk
memprotes hal
hal tersebut.
Secara sempit, sistem pemerintahan hanya sebagai
sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan
negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun
radikal dari rakyatnya itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
1.
Mengidentifikasi Sistem Pemerintahan
Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945?
2.
Mengidentifikasi masa berlaku
Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 (27 Desember 1949-17 Agustus 1950)
3.
Mengidentifikasi masa berlaku
Undang-undang Dasar Sementara 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959)
4.
Mengidentifikasi masa berlaku
kembali UUD 1945 melalui Dekrit Presiden
5 Juli 1959
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sistem Pemerintahan Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945
Sistem pemerintahan merupakan salah satu pokok pembahasan
yang diperdebatkan pada sidang yang dilakukan pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945
dan 10-17 Juli 1945. Dalam sidang tanggal
31 Mei 1945 terdapat banyak
gagasan yang diajukan, dan pidato Soepomo termasuk mendapat paling
banyak perhatian karena gagasan yang disampaikan dalam pidato tersebut
berkaitan dengan gagasan negara integralistik. Dalam pidatonya Soepomo
mengkehendaki adanya suatu jaminan bagi pimpinan negara terutama Kepala Negara
terus menerus bersatu dengan rakyat dan
untuk menguatkan pendapat itu Soepomo menghendaki susunan pemerintahan
Indonesia harus dibentuk sistem badan permusyawaratan.
Pada rapat 1 Juni 1945, dengan alasan kapitalisme yang
merajalela Soekarno secara implisit menolak lembaga legislatif seperti Amerika Serikat. Walaupun
Soekarno mengkritik demokrasi model lembaga legislatif di Amerika Serikat,
namun bukan berarti Soekarno setuju dengan praktik sistem pemerintahan
parlementer.
Dalam Rapat Besar
saat menyampaikan susunan kekuasaan pemerintahan pada tanggal 15 Juli
1945, Muh.Yamin mengusulkan agar kementrian baik secara keseluruhan maupun
perorangan bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan. Walaupun cenderung
menolak sistem pemerintahan parlementer, anggota BPUPK tidak menemukan pembahasan yang secara
eksplisit untuk menerima sistem pemerintahan presidensial. Pandangan yang
ditemukan dalam rapat tersebut ialah bahwa bangsa Indonesia merdeka memerlukan
pembentukan pemerintah yang kuat. Atau dengan kata lain stabilitas merupakan
syarat mutlak untuk membangun sebuah negara baru. Bahkan ketika menyampaikan
kesempatan tentang rancangan bentuk pemerintahan dalam rancangan undang-undang
dasar pada 15 Juli 1945, Soepomo menjelaskan bahwa sistem pemerintahan yang
ditegaskan dalam rancangan undang-undang dasar adalah sistem pemerintahan yang
memberikan dominasi kekuasaan negara kepada pemerintah, terutama kepada Kepala
Negara, pertanggungjawaban dan pemusatan kekuasaan berada di tangan Kepala
Negara. Maka pada tanggal 18 Agustus 1945, sistem pemerintahan presidensial
menjadi sistem pemerintahan Republik Indonesia disahkan oleh PPKI. Ada empat
alasan pokok yang dijadikan referensi oleh para pendiri bangsa dan pembentuk
monstitusi memilih sistem pemerintahan presidensial, yaitu :
1)
Indonesia memerlukan kepemimpinan
yang kuat, stabil, dan efektif untuk menjamin keberlangsungan eksistensi negara
Indonesia yang baru diproklamasikan. Para pendiri bangsa meyakini bahwa model kepemimpinan
negara yang kuat dan efektif hanya dapat
diciptakan dengan memilih sistem pemerintahan presidensial dimana presiden
tidak hanya berfungsi sebagai kepala negara tetapi, sekaligus sebagai kepala
pemerintahan.
2)
Karena alasan teoritis yaitu alasan yang terkait dengan cita negara
(staatsidee) terutama cita negara integralistik pada saat pembahasan UUD 1945
dalam sidang BPUPK. Sistem pemerintahan presidensial diyakini amat kompatibel
dengan paham negara integralistik.
3) Pada awal kemerdekaan presiden diberi
kekuasaan penuh untuk melaksanakan kewenangan-kewenangan DPR, MPR, dan DPA.
Pilihan pada sistem presidensial dianggap tepat dalam melaksanakan kewenangan
yang luar biasa itu. Tambah lagi, dengan sistem presidensial, presiden dapat
bertindak lebih cepat dalam mengatasi
masalah-masalah kenegaraan pada masa teransisi.
4) Merupakan simbol perlawananan atas segala
bentuk penjajahan karena sistem parlementer dianggap sebagai produk penjajahan
oleh para pendiri bangsa.
Sistem pemerintahan presidensial menjadi
sistem pemerintahan Republik Indonesia yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945. Ir.Soekarno dan Drs.Moh.Hatta dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama dan
berdasarkan Aturan Peralihan Pasal IV,
sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan
Pertimbangan Agung dibentuk maka segala
kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional dengan
tujuan agar mencegah terkonsentrasinya kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden
serta membantu Presiden dan Wakil Presiden dalam merumuskan arah kebijakan
pemerintah. Kabinet presidensial dilantik pada tanggal 2 September 1945 oleh
Presiden Soekarno.
Berdasarkan UUD 1945 Pasal IV Aturan Peralihan, 50 orang KNIP kemudian
mengeluarkan memorandum yang berisi : pertama, mendesak Presiden agar
menggunakan kekuasaan istimewanya untuk segera membentuk MPR dan kedua, sebelum
MPR terbentuk hendaknya anggota KNIP dianggap sebagai MPR. Atas desakan tersebut,
pada tanggal 16 Oktober 1945, Wakil Presiden mengeluarkan Maklumat Wakil
Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945 yang berbunyi :
Komite Nasional Pusat, sebelum terbentuknya Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat diserahi kekuatan legislatif
dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara, serta menyetujui bahwa
pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari berhubungan dengan gentingnya
keadaan dijalankan oleh sebuah Badan Pekerja yang dipilih diantara mereka yang
bertanggungjawab kepada Komite Nasional Pusat.
Materi maklumat tersebut dimaksudkan untuk menindaklanjuti
UUD 1945 Pasal IV Aturan Peralihan yang memberi kekuasaan sangat besar kepada
Presiden untuk melaksanakan tugas dan wewenang tiga lembaga negara (MPR, DPR,
DPA) sebelum ketiga lembaga negara tersebut terbentuk menurut UUD. Dengan
dikeluarkannya Maklumat ini kekuasaan legislatif yang semula dipegang oleh
Presiden dipegang oleh KNIP. Yang menjadi dasar hukum dikeluarkannya Maklumat
ini adalah Pasal 37 UUD 1945 jo Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945. Pasal 37
menyatakan perubahan UUD dilakukan oleh
MPR tetapi karena MPR pada saat itu belum terbentuk maka berdasar Pasal
IV Aturan Peralihan, kekuasaan MPR dipegang oleh Presiden bersama dengan Komite
Nasional Pusat.
Dengan demikian syarat-syarat tersebut telah dipenuhi dalam mengeluarkan Maklumat Wakil
Presiden, meskipun yang mengumumkan
wakil presiden namun beliau bertindak mewakil lembaga kepresidenan.
Apalagi Presiden Soekarno tidak pernah mempersoalkan dikeluarkannya Maklumat
tersebut.
Kekuasaan Presiden mulai mengalami perubahan untuk kedua
kalinya dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945
Tentang Susunan dan Pembentukan Kabinet II yang menegaskan bahwa tanggung jawab
ada di tangan menteri. Dengan dikeluarkannya maklumat ini, terjadi perubahan
sistem kabinet dalam UUD 1945 dari
kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer. Isi Maklumat Pemerintah
tanggal 14 Nopember 1945 antara lain menyatakan :
Pemerintah Republik Indonesia setelah mengalami ujian-ujian
yang hebat dengan selamat, dalam tingkatan pertama dari usahanya menegakkan
diri, merasa bahwa saat sekarang sudah tepat untuk menjalankan macam- macam tindakan darurat guna menyempurnakan
tata usaha negara kepada susunan demokrasi yang terpenting dalam
perubahan-perubahan susunan kabinet baru itu ialah pertanggungjawaban adalah
ditangan Menteri.
Maklumat ini kemudian dikuatkan oleh KNIP dalam sidang ke
III tanggal 25-27 Nopember dengan membenarkan kebijakan Presiden tentang
kedudukan Perdana Menteri dan anggota kabinet bertanggungjawab kepada KNIP
sebagai langkah yang tidak dilarang UUD dan diperlukan dalam situasi sekarang.
Dengan adanya perubahan tersebut lingkup kekuasaan Presiden juga mengalami perubahan
karena kepala pemerintahan berada ditangan Perdana Menteri bersama anggota
kabinet lainnya. Untuk menindaklanjuti Maklumat 14 Nopember 1945 ini, maka dibentuk kabinet
parlementer I dan menunjuk Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri. Namun kabinet
ini berhenti pada 12 Maret 1946 dikarenakan adanya oposisi yang kuat dan dari
lawan politiknya yaitu Persatuan Perjuangan, suatu koalisi partai-partai dan
golongan-golongan di luar Badan Pekerja atau Komite Nasional Pusat. Setelah itu
Kabinet Parlementer II dibentuk dengan Perdana Menteri yang sama, yaitu Sutan
Syahrir (periode 12 Maret 1946 sampai 2 Oktober 1946). Kekuasaan pemerintahan
pada masa ini diambil alih oleh Presiden Soekarno ketika terjadi penculikan
Perdana Menteri Sutan Syahrir oleh kelompok Persatuan Perjuangan.Kabinet terus
dipimpin oleh Presiden Soekarno sampai
pada tanggal 2 Oktober 1946 dan setelah
Sutan Syahrir dibebaskan, Presiden Soekarno menunjuknya sebagai formatur
kabinet.
Pada tanggal 2 Oktober 1946 Kabinet Parlementer III
dibentuk. Sutan Syahrir terpilih kembali menjadi perdana menteri tetapi karena
Sutan Syahrir tidak mampu menghadapi Amir Syarifuddin dari Partai Sosialis
Kiri, akhirnya Sutan Syahrir mengembalikan mandat kepada Presiden Soekarno pada
tanggal 3 Juli 1947. Akhirnya kekuasaan diambil alih oleh presiden sampai
terbentuknya Kabinet Parlementer yang dipimpin oleh Perdana Menteri Amir
Syarifuddin. Namun kabinet ini tak lama
kemudian kebinet ini di reshuffle dan kabinet Parlementer ini dikenal dengan
Kabinet Parlementer dengan Perdsana Menteri Amir Syarifuddin
periode II. Pada masa ini keluar Maklumat Presiden No. 2 Tahun 1948 pada
tanggal 23 Januari yang isinya membubarkan kabinet Amir II. Pembubaran ini
dikarenakan kegagalan Amir dalam
perundingan Renville dan pada tanggal itu juga presiden menunjuk Moh.Hatta
(Wakil Presiden) sebagai formatur
kabinet. Pada tanggal 29 Januari 1948
akhirnya terbentuklah kabinet baru yaitu kabinet Hatta (Hatta I) yang
merupakan Kabinet Presidensial. Pada tanggal 19 Desember 1948 sampai tanggal 13
Juli 1949, kekuasaan pemerintahan dijalankan oleh Kabinet darurat dengan Ketua/Perdana Menteri
Mr.Syarifuddin Prawiranegara. Kekuasaan diserahkan kembali setelah presiden dan
wakil presiden kembali ke Yogyakarta.
B.
Sistem Pemerintahan Berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950
Dengan berlakunya
Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS
1950) karakter sistem pemerintahan berdasarkan UUDS 1950 dapat ditelusuri dari
sejumlah aturan berikut yaitu:
1.
Pasal 1 Ayat (1) : Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu
negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan. Ayat (2) : Kedaulatan
Republik Indonesia adalah ditangan rakyat dan dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan Dewan
Perwakilan Rakyat.
2.
Pasal 45 Ayat (1) : Presiden ialah kepala negara. Ayat (2) : Dalam melaksanakan
kewajibannya Presiden dibantu oleh Seorang Wakil Presiden.
3.
Pasal 50 : Presiden membentuk kementerian-kementerian. Pasal 50 Ayat (1) :
Presiden menunjuk seorang atau beberapa
orang pembentuk kabinet. Ayat (2) : Sesuai dengan anjuran pembentuk
kabinet itu, presiden mengangkat seorang perdana menteri dan mengangkat
menteri-menteri yang lain.
4.
Pasal 69 Ayat (1) : Dewan Perwakilan
Rakyat mempunyai hak interplasi dan hak menanya. Ayat (2) :
Menteri-menteri memberikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, baik dengan lisan
maupun dengan tertulis, segala penerangan yang dikehendaki menurut ayat yang
lalu dan yang pemberiannya dianggap
tidak berlawanan dengan kepentingan umum. 5. Pasal 83 Ayat (1) : Presiden dan
Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat. 6. Pasal 84 : Presiden berhak
membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. Keputusan Presiden yang menyatakan
pembubaran itu, memerintahkan pula untuk mengadakan pemilihan untuk mengadakan
pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat baru dalam 30 hari.
7.
Pasal 87 : Presiden memberikan tanda-tanda kehormatan yang diadakan dengan
undang-undang.
8. Pasal 189 : Kecuali apa yang ditentukan dalam
pasal 14091 maka kekuasaan perundang-undangan
sesuai dengan ketentuan bagian ini, dilakukan bersama-sama dengan Dewan
Perwakilan Rakyat.Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal
90 Ayat (1) : Usul Pemerintah tentang
undang-undang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dengan amanat
Presiden. Ayat (2): Dewan Perwakilan Rakyat
berhak memajukan usul undang-undang kepada Pemerintah.
Konstitusi
UUDS 1950 Pasal 140 :
1. Segala usul untuk mengubah
Undang-Undang Dasar ini menunjuk dengan tegas
perubahan yang diusulkan. Dengan undang-undang dinyatakan bahwa untuk
mengadakan perubahan sebagaimana diusulkan itu, ada dasarnya.
2. Usul perubahan Undang-undang Dasar,
yang telah dinyatakan dengan undang undang itu oleh pemerintah dengan amanat
Presiden disampaikan kepada suatu Badan bernama Majelis Perubahan Undang-undang
Dasar, yang terdiri dari Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara dan
Anggota-anggota Komite Nasional Pusat yang tidak menjadi Anggota-anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Sementara. Ketuadan Wakil-Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Sementara menjadi Ketua dan Wakil Ketua Majelis Perubahan Undang-undang Dasar.
3. Yang ditetapkan dalam pasal 66, 72,
74, 75, 91, 92, dan 94 berlaku demikian juga bagi Majelis Perubahan
Undag-undang dasar.
4. Pemerintah harus dengan segera
,mengesahkan rancangan perubahan Undang-undang Dasar yang telah diterima oleh
Majelis Perubahan Undang-undang Dasar.
Berdasarkan ketentuan tersebut, UUD Sementara 1950 menganut sistem
pemerintahan parlementer.
C. Masa Berlaku Kembali UUD
1945 Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959
1.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Penetapan Kembali UUD 1945
Kembalinya negara
Indonesia dari bentuk federal menjadi negara kesatuan tentunya membutuhkan
adanya Undang-Undang Dasar untuk negara kesatuan tersebut. Keputusan yang
diambil pada saat itu bahwa
Undang-undang Dasar untuk negara kesatuan Republik Indonesia akan dibuat
secepatnya oleh sebuah Konstituante setelah pembubaran Republik Indonesia
Serikat. Dalam penantian lahirnya Undang-undang Dasar Permanen yang sedang
dibuat Konstituante tersebut ditetapkanlah berlakunya Undang-Undang Dasar
Sementara 1950.
Konstituante sebagai pembentuk Undang-undang Dasar tersebut
berdasarkan ketetentuan dalam UUD
Sementara 1950, pada Bab V, Pasal 134-139. Pasal 134 UUD Sementara 1950
berbunyi : Konstituante (sidang pembuat
Undang-undang Dasar) bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan
Undang-undang Dasar Republik Indonesia
yang akan menggantikan Undang-undang Dasar Sementara ini. Dari ketentuan
tersebut maka Undang-undang Sementara
berlaku hanya sementara waktu, dan Konstituante memilki tugas untuk
membuat Undang-undang Dasar yang berlaku permanen. Tetapi setelah terjadi tanya
jawab antara pemerintah dengan Konstituante tentang amanat tersebut ternyata
tidak membuahkan hasil.
Akhirnya karena Konstituante gagal dalam merumuskan
Undang-Undang Dasar, maka dengan pertimbangan demi keselamatan negara dan
bangsa, Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 melalui Keputusan Presiden Nomor 150
Tahun 1959 menetapkan:
1. Pembubaran
Konstituante
2. Berlakunya kembali
Undang-Undang Dasar 1945 bagi segenap
Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan Dekrit ini, dan tidak berlaku
lagi Undang-Undang Dasar Sementara.
3.
Pembentukan Majelis Permusyawartan Rakyat Sementara dan Dewan
Pertimbangan Agung Sementara dalam waktu yang
sesingkat-simgkatnya.
Dengan
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli
1959, maka saat itu pula kembali
berlaku Undang-Undang Dasar 1945
termasuk Aturan Peralihan. Konstituante dibubarkan sehingga untuk mengisi
kekosongan tugas-tugas legislatif, segera dibentuk Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara (MPRS) dengan Penetapan
Presiden Nomor 2 Tahun 1959 dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS)
dengan Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1959 yang didasarkan pada Pasal IV
Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Perubahan yang mendasar dengan
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli adalah Perubahan sistem pemerintahan dari
sistem parlementer ke sistem presidensial.
D.
Sistem Pemerintahan Menurut UUD 1945 Sebelum Amandemen UUD 1945
Untuk mengetahui sistem pemerintahan sebelum perubahan UUD
1945 dapat diketahui dengan menelusuri pasal-pasal dan penjelasan UUD 1945
dalam bagian umum tentang pokok-pokok sistem pemerintahan. Karakter sistem
pemerintahan dapat dilihat dari :
1.
Pasal 1 Ayat (2) : Kedaulatan adalah
di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. MPR ini menetapkan UUD dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. MPR
bertugas mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan wakil Kepala Negara (Wakil
Presiden).
2.
Pasal 4 Ayat (1) : Presiden memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang
Dasar. Ayat (2) : Dalam melakukan kewajibannya Presiden di bantu oleh satu
orang Wakil Presiden.
3. Pasal 5 Ayat (1) : Presiden memegang
kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR. Ayat (2) : Presiden
menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana
mestinya. 4. Pasal 6 : Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan
suara terbanyak.
5. Pasal 7 menentukan, Presiden dan Wakil Presiden memegang
jabatannya selama lima tahun, dan
sesudahnya dapat dipilih kembali.
6.
Pasal 10 : Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat,
Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Pasal 11 : Presiden dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
negara lain.Pasal 12 : Presiden
menyatakan keadaan bahaya.
7.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR. Disampingnya Presiden adalah DPR.
Presiden harus mendapat persetujuan DPR untuk membentuk undang-undang dan untuk
menetapkan anggaran pedapatan dan belanja negara.
8.
Kedudukan DPR adalah kuat. DPR tidak dapat dibubarkan oleh Presiden seperti
halnya yang dilakukan dalam sistem parlementer berdasarkan aturan yang termuat
dalam UUD 1945.
Biasanya pada negara-negara yang menggunakan sistem
pemerintahan presidensial, selain menjadi Kepala Pemerintahan, Presiden berfungsi pula sebagai
Kepala Negara.
Karakter sistem pemerintahan parlementer dalam UUD
1945 dilihat dari 1. Pasal 1 ayat (2) dinyatakan bahwa Kedaulatan ada ditangan rakyat, dan dilakukan
oleh MPR. Dari ketentuan tersebut dapat dikatakan UUD 1945 menganut sistem
supremasi parlemen yang merupakan karakter sistem pemerintahan parlementer
karena sistem kedaulatan rakyat
dilakukan sepenuhnya oleh MPR.
2.
Pasal 6 Ayat (2) : Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara
terbanyak. Dalam sistem presidensial Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara
langsung oleh rakyat atau badan pemilih di Amerika Serikat. Pemilihan Presiden
yang dipilih melalui badan perwakilan (dalam hal ini MPR) merupakan karakter
sistem pemerintahan parlementer.
3.
Presiden bertanggung jawab kepada MPR.
Dalam sistem pemerintahan presidensial Presiden tidak bertanggung jawab kepada
parlemen tetapi bertanggung jawab langsung kepada rakyat. Ketentuan pertanggung
jawaban Presiden kepada MPR dan bukan langsung
kepada rakyat merupakan karakter sistem pemerintahan parlementer.
4.
Tidak adanya pemisahan kekuasaan antara ekskutif dan legislatif secara tegas.
Hal ini terlihat dari Pasal 5 Ayat (2) yang menyatakan bahwa Presiden memegang
kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan DPR dan berkaitan dengan
pasal tersebut yaitu Pasal 20 Ayat (1) Tiap-tiap undang-undang mengkehendaki
persetujuan DPR.
SIMPULAN
Banyak warga / masyarakat yang mengatakan bahwa Sistem
Pemerintahan Indonesia masuk dalam masa kegelapan sebelum amandemen UUD 45.
Pernyataan tersebut didasarkan pada beberapa kenyataan bahwa aplikasi
pelaksanaan dari pasal - pasal yang terdapat pada UUD 1945 banyak yang
diselewengkan demi kepentingan pribadi, politik, serta golongan. Selain itu,
UUD 1945 yang dibuat dalam waktu yang sangat singkat dianggap sudah tidak bisa
bisa diterapkan pada situasi dan kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini.
Sistem pemerintahan sebelum pelaksanaan amandemen
menyebutkan bahwa MPR merupakan lembaga tertinggi negara dan berperan sebagai
pemegang dan pelaksana dari kedaulatan rakyat. Ini terlihat bahwa kekuasaan MPR
sangat tidak terbatas. Apalagi dalam UUD 45 sebelum amandemen juga disebutkan
bahwa MPR berhak untuk mengubah Undang - Undang Dasar serta memberhentikan
presiden walaupun masih dalam masa jabatan bila presiden dianggap melanggar
haluan negara dan atau Undang Undang Dasar.
Berdasarkan hal itu, Reformasi yang harus dilakukan adalah
melakukan perubahan atau amandemen atas UUD 1945. dengan mengamandemen UUD 1945
menjadi konstitusi yang bersifat konstitusional, diharapkan dapat terbentuk
sistem pemerintahan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945
telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000,
2001, dan 2002. berdasarkan UUD 1945 yang telah diamandemen itulah menjadi
pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia sekarang ini. Sebelum pelaksanaan
amandemen UUD 1945, disitu disebutkan bahwa presiden memiliki hak prerogatif
yang sangat besar. Karena selain memegang kekuasaan eksekutif, presiden juga
memegang kekuasaan legislatif serta yudikatif.
DAFTAR PUSTAKA
Mahfud MD . Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia,
PT Rineka Cipta, Jakarta 2001, hlm 98.
Amal, Ichlasul. 2004. “ Sistem Pemerintahan RI.” Jakarta:
Lembaga Administrasi Negara.
Mahfud MD, Makalah : Kontroversi Perubahan UUD 1945, http://www.mahfudmd.com/public/makalah/Makalah_3.pdf,
diakses pada 10 januari 2012
0 komentar:
Post a Comment