ASAS-ASAS HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Penulis: Jaeni Hamsyah |
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Sejak dianutnya konsepsi welfare state[1] yang
menempatkan pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan umum warga negara dan untuk mewujudkan kesejahteraan ini
pemerintah diberi wewenang untuk campur tangan dalam segala lapangan kehidupan
masyarakat, yang dalam campur tangan ini tidak saja berdasarkan peraturan
perundang – undangan, tetapi dalam keadaan tertentu berdasarkan inisiatif
sendiri melalui freies Ermessen, ternyata menimbulkan khawatir di lingkungan
warga negara.
Pada Konsep Nachwachteresstaat berlaku prinsip
staatsonthounding, yaitu pembatasan negara dan pemerintah dari kehidupan social
dan ekonomi masyarakat. Pemerintah bersifat pasif, hanya sebagai penjaga
ketertiban dan keamanan masyarakat.Sementara itu, pada konsepsi welfare state,
pemerintah diberi kewajiban untuk mewujudkan bestuurszorg (kesejahteraan umum),
yang untuk itu kepada pemerintah diberikan kewenangan untuk campur tangan
(staatsbemoeiensis) dalam segala lapangan kehidupan masyarakat.Artinya
pemerintah dituntut untuk bertindak aktif di tengah dinamika kehidupan
masyarakat.
Pada dasarnya setiap campur tangan
pemerintahini harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku
sebagai asas legalitas, yang menjadi sendi utama negara hukum. Akan tetapi,
karena ada keterbatasan dari asas ini atau karena adanya kelemahan dan
kekurangan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, kepada pemerintah
diberi kebebasan freies Ermessen, yaitu
kemerdekaan
pemerintah untuk dapat bertindak atas inisiatif sendiri
dalampersoalan-persoalan sosial.
Freies Ermesen merupakan salah satu sarana yang
memberikan ruang bergerak bagi Pejabat atau Badan Administrasi Negara untuk
melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada Undang-Undang.freies
Ermessen adalah orang yang memiliki kebebasan untuk menilai, menduga, dan
mempertimbangkan sesuatu. Istilah ini kemudian secara khas digunakan dalam
bidang pemerintahan sehingga freies Ermessen (diskresionare) yang campur tangan
ini tidak saja berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, tetapi dalam
keadaan tertentu dapat bertindak tanpa bersandar pada peraturan
perundang-undangan dan berdasarkan pada inisiatif sendiri.Dalam praktik freies
Ermesen ini membuka peluang terjadinya benturan kepentingan antara pemerintah
dengan warga negara. Menurut Sjachran Basah, pemerintah dalam mewujudkan tujuan
negara melalui pembangunan, tidak berarti pemerintah semena-mena, melainkan
sikap tindak itu haruslah dipertanggung jawabkan.
Pada dasarnya negara hukum bertujuan terutama
untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat. Oleh karenanya menurut
Philipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindak
pemerintahan dilandasi oleh dua prinsip : Prinsip Hak Asasi Manusia dan Prinsip
Negara Hukum. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia mendapat
tempat utama dan dapat dikatakan sebagai tujuan dari pada negara hukum. Sebagai
konsekuensi dari negara hukum, wajib adanya jaminan bagi instansi negara
sebagai alat pemerintahan negara untuk dapat menjalankan pemerintahan dan warga
negara memiliki hak dan kewajiban mendapat jaminan perlindungan hukum.8 Gagasan
negara hukum tersebut masih bersifat samar – samar dan tenggelam dalam waktu
yang sangat panjang, kemudian muncul kembali secara lebih eksplisit pada abad
ke-19 yaitu dengan munculnya konsep rechstaat dari Freiderich Julius Stahl,
yang diilhami oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur – unsur negara
hukum (rechstaat) adalah sebagai berikut :
Selanjutnya Philipus M. Hadjon mengemukakan
bahwa negara hukum di Indonesia tidak dapat dengan begitu saja dipersamakan
dengan rechtsstaat maupun rule of law dengan alasan sebagai berikut baik konsep
rechtsstaat maupun rule of law dari latarbelakang sejarahnya lahir dari suatu
usaha atau perjuangan menentang kesewenangan penguasa, sedangkan Negara
Republik Indonesia sejak perencanaan berdirinya jelas-jelas menentang segala
bentuk kesewenangan atau absolutisme, baik konsep rechtsstaat maupun rule of
law menempatkan pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia sebagai
titik sentral, sedangkan Negara Republik Indonesia yang menjadi titik sentral
adalah keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas
kerukunan, untuk melindungi hak asasi manusia konsep rechtsstaat mengedepankan
prinsip wetmatigheid
Kita belum mempunyai tradisi administrasi yang
kuat mengakar seperti halnya di negara – negara Eropa Kontinental tersebut.
Tradisi demikian bisa dikembangkan melalui yurisprudensi yang kemudian akan
menimbulkan norma – norma. Secara umum prinsip dari hukum Tata Usaha Negara
kita dikaitkan dengan aparatur Pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang
konkretisasi normanya maupun pengertiannya masih sangat luas sekali dan perlu
dijabarkan melalui kasus yang konkret.
Ketika rancangan Undang – Undang tentang
Peradilan Tata Usaha Negara dan dinyatakan sebagai Undang – Undang Nomor 5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara di dalam Undang – Undang Nomor 5
Tahun 1986 tidak tercantum dalam ketentuan tentang Asas Umum Pemerintahan yang
baik sebagai alasan gugatan. Akan tetapi, ternyata tidak berapa lama setelah
Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986 dinyatakan mulai diterapkan secara efektif
di seluruh wilayah Indonesia sejak tanggal 14 Januari 1991, sudah ada
Pengadilan Tata Usaha Negara yang menjatuhkan putusan dengan menyatakan batal
atau tidak sah Keputusan Tata Usaha Negara, dengan alasan bertentangan dengan
asas umumpemerintahan yang baik, seperti misalnya putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Palembang tanggal 6 Juli 1991 No 06/ PTUN/ G/ PLG/ 1991.14 Sejak itu
Putusan di Pengadilan Tata Usaha Negara yang mempergunakan asas umum
pemerintahan yang baik sebagai dasar pengujian terhadap Keputusan Tata Usaha
Negara yang menimbulkan akibat terjadinya sengketa Tata Usaha Negara sudah
seringkali terajdi. Dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Palembang tanggal
6 Juli 1991 Nomor 06 / PTUN / G / PLG / 1991 antara lain disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan asas umum pemerintahan yang baik adalah asas hukum kebiasaan
yang secara umum dapat diterima menurut rasa keadilan kita yang tidak
dirumuskan secara tegas dalam peraturan perundang – undangan, tetapi yang
didapat dengan jalan analisa dari yurisprudensi maupun dari literatur hukum
yang harus diperhatikan pada setiap perbuatan hukum administrasi yang dilakukan
oleh penguasa. (Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara).Putusan ini mengenai
gugatan seorang pegawai Universitas Bengkulu terhadap Rektor yang telah
memutasikan dirinya dari jabatan tanpa dibuktikan kesalahannya dulu.Tindakan
Rektor dipersalahkan karena dalam keputusannya melanggar asas kecermatan
formal.
Konsepsi negara hukum mengindikasikan
ekuilibirium adalah melalui Peradilan Tata Usaha Negara, sebagai peradilan
khusus yang berwenang dan menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan warga
negara.Dalam kaitan keberadaan Peradilan Peradilan Tata Usaha Negara merupakan
salah satu pilar dari negara hukum.Di satu sisi.Ia mempunyai peranan yang
menonjol sebagai lembaga control (pengawas) terhadap sikap tindakan
administrasi negara supaya tetap berada dalam rel hukum. Pada sisi lain sebagai
wadah untuk melindungi kepentingan hak individu dan masyarakat dari individu
penyalahgunaan wewenang dan atau tindakan sewenang-wenang Administrasi Negara.
Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan
berdasarkan kewenangan terikat diuji dengan Peraturan Perundang-Undangan,
Keputusan Tata Usaha Negara Yang dikeluarkan berdasarkan kewenangan bebas di
uji dengan Asas-asas Umum Pemerintah Yang Baik. Ditulis dalam penjelasan Pasal
53 ayat (2) Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan :
bahwa yang dimaksud dengan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik adalah
meliputi Asas Kepastian hukum, Tertib Penyelenggaraan Negara, Keterbukaan,
Proporsionalitas, Profesionalitas, dan Akuntabilitas, sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi dan Nepotisme.
Menurut Indroharto urgensi keberadaan Asas-asas
Umum Pemerintahan Yang Baik yang tersirat dalam pasal 53 ayat 2 Undang-Undang
Tentang Peradilan Tata Usaha Negara disamping dapat digunakan untuk menggugat,
juga merupakan dasar-dasar (KrIteria atau ukuran) yang digunakan Hakim
Administrasi Negara dalam menguji atau menilai (toetsingsgroden) apakah
Keputusan Administrasi Negara (Beschiking) yang disengketa bersifat melawan
hukum atau tidak.
Disebutkan bahwa AAUPB merupakan konsep terbuka
dan lahir dari proses sejarah, oleh karena itu, terdapat rumusan yang bergama
mengenai asas-asas tersebut, khususnya Koentjoro Purbopranoto dan SF Marbun
menyatakan tentang beberapa AAUPB sebagai berikut :
1. Asas Kepastian Hukum
2. Asas Keseimbangan
3. Asas kesamaan dalam mengambil keputusan
4. Asas bertindak cermat
5. Asas motivasi untuk setiap keputusan
6. Asas tidak mencampuradukkan kewenangan
7. Asas permainan yang layak
8. Asas keadlian dan kewajaran
9. Asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan
yang wajar
10. Asas meniadakan akibat suatu putusan yang
batal
11. Asas perlindungan asas pandangan atau cara
hidup pribadi
12. Asas kebijaksanaan
13. Asas penyelenggaraan kepentingan umum.
B.
Rumusan
masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang akan diajukan dalam
penulisan Makalah ini adalah:
1.
Apa
pengertian dan fungsi Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik?
2.
Bagaiman
Kedudukan Asas- Asas Dalam Pengadilan Tata Usaha Negara?
3.
Apakah
Asas – Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dapat Dijadikan Sistem Hukum?
C.
Tujuan
Dan Kegunaan Makalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang dan pokok-pokok permasalahan seperti yang sudah
diuraikan diatas, maka tujuan dari makalah ini adalah untuk :
1.
Mengetahui
pengertian dan fungsi Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik
2.
Mengetahui
Kedudukan Asas- Asas Dalam Pengadilan Tata Usaha Negara
3.
Mengetahui
Asas – Asas Umum Pemerintahan Yang Baik dapat Dijadikan Sistem Hukum
Sedangkan
kegunaan makalah ini adalah :
1.
Kegunaan
teoritis
Dapat
digunakan sebagai sumber informasi bagi mahasiswa Hukum tentang pengunaan
Asas-asas Umum Pemerintahan.
Untuk menggali ilmu pengetahuan di bidang Hukum Adminitrasi Negara
khususnya mengenai Penggunaan Asas-asas dalam Pengadilan Tata Usaha Negara.
2.
Kegunaan
praktis
Sebagai
upaya pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum Administrasi Negara.
Dapat
dijadikan referensi Oleh Hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara dalam menerapkan
Asas-asas dalam menguji Keputusan Tata Usaha Negara.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
Pengertian
Asas-asas Hukum
Asas
dapat berarti dasar, landasan, fundamen, prinsip dan jiwa atau cita-cita. Asas
adalah dalil umum yang dinyatakan dalam istilah umum dengan tidak menyebutkan
secara khusus cara pelaksanaannya.Asas dapat juga disebutkan
pengertian-pengertian dan nilai-nilai yang menjadi titik tolak berpikir tentang
sesuatu.
Asas
hukum adalah prinsip yang dianggap dasar atau fundamental hukum yang terdiri
dari pengertian-pengertian atau nilai-nilai yang menjadi titik tolak berpikir
tentang hukum.yang memuat nilai-nilai, cita-cita sosial atau pandangan etis
yang ingin diwujudkan. Karena itu asas hukum merupakan jantung atau jembatan
suatu peraturan hukum yang menghubungkan antara peraturan-peraturan hukum dan
hukum positip dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakat.
Asas
Hukum dapat dibedakan antara asas hukum objektif dan asas hukum subjektif. Asas
hukum objektif adalah prinsip-prinsip yang menjadi dasar bagi pembentukan
peraturan-peraturan hukum, sedangkan asas hukum subjektif adalah
prinsip-prinsip yang mengatakan kedudukan subyek berhubungan dengan hukum.
Menurut
Bellefroid sebagaimana dikutif oleh Sudikno Mertokusomoadalah Asas Hukum Umum
Adalah norma yang dijabarkan dalam hukum positif dan ilmu hukum tidak dianggap
berasal dari aturan-aturan yang lebih umum, yang merupakan pengedepanan hukum
positif dalam suatu masyarakat. Pengertian yang berbeda dengan rumusan asas
dalam ilmu hukum. Menurut Eikema Hommes sebagaimana dikutif oleh Sudikno
Mertokusomo menyatakan asas hukum tidak dianggap sebagai norma-norma hukum
kongkrit, tetapi harus dipandang sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk bagi
hukum yang berlaku. Pembentukan hukum harus berorentasi pada asas-asas hukum
tersebut, sehingga menjadi dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum
positip.
Dengan
demikian asas hukum dapat merupakan norma hukum kongkrit yang bersifat
normatif, termasuk hukum positif yang mempunyai kekuatan mengikat, yang
dirumuskan oleh Menurut S.F. Marbun Asas hukum dapat dibagi menjadi asas hukum
umum dan asas hukum khusus. Asas hukum yang umum berhubungan dengan seluruh
bidang hukum, Sedangkan asas hukum khusus ialah asas hukum hanya berlaku dalam
bidang hukum tertentu (seperti, HTN, HAN, Hukum Acara Pidana, Acara Perdata dan
Hukum Acara Peradilan Adminitrasi. Adapun Asas-asas Hukum Umum sebagai berikut
:
1.
Nullum
Crimen Nulla Poena Sine lege (tidak ada kejahatan tanpa peraturan perundang-undangan
yang mengaturnya)
2.
Lex Superiori Deroget lege Inpriori (peraturan
yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah. Pasal 7 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2004)
3.
Lex
Posteriori deroget lege priori (Peraturan yang terbaru mengesampingkan
peraturan sebelumnya)
4.
Lex
Specialis deregote lege generali (peraturan yang lebih khusus mengesampingkan
peraturan yang bersifat lebih umum) (Pasal 1 KUHD)
5.
Res
Judicate pro veritate habeteur (putusan hakim selalu dianggap benar sebelum ada
putusan hakim lain yang mengkoreksinya). 6). Lex dura set tamen scripta
(Undang-undang bersifat memaksa sehingga tidak dapat digangu gugat)
6.
Die
Normatieven kraft des Fakischen (kekuatan yang dilakukkan berulang-ulang
mempunyai kekuatan Normative, Pasal 28 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004)
B.
Asas
– Asas Umum Pemerintahan Yang Baik
1.
Asas
– Asas Umum Peradilan Yang Baik
Satu-satunya jabatan yang menyebutkan atas nama tahun
adalah Hakim. Dalam Undang-Undang Tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 4
Ayat (1) Peradilan dilakukan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA
ESA”. Selain dari ketentuan Pasal 4 ayat (1) tersebut hakim dalam memeriksa,
memutus dan menyelesaikan sengketa harus berdasarkan Asas-Asas Umum Peradilan
Yang Baik. Dalam Beracara di Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia ada beberapa
Asas-Asas Umum Peradilan Yang Baik yang harus dipatuhi hakim :
a.
Menjunjung
tinggi hak seseorang untuk mendapatkan Putusan (right to a decision)
b.
Setiap
orang berhak mengajukan Perkara sepanjang mempunyai kepentingan (no interest,
no action).
c.
Larangan
untuk menolak mengadili kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.
d.
Putusan
harus dijatuhkan dalam waktu yang pantas dan tidak terlalu lama.
e.
Asas
Imparsialitas (tidak memihak).
f.
Asas
kesempatan untuk membela diri (Audi et Alteram Partem).
g.
Asas
Obyektifitas (no bias), tidak ada kepentingan pribadi atau pihak lain.
h.
Menjunjung
Tinggi Prinsip “Nemo judex in rex sua” yaitu Hakim tidak boleh mengadili
perkara dimana ia terlibat di dalam perkara a quo.
i.
Penalaran
hukum (legal Reasoning) yang jelas dalam isi putusan.
j.
Akuntabilitas
(dapat dipertanggungjawabkan).
k.
Transparansi
(keterbukaan).
l.
Kepastian
hukum dan konsistensi.
m. Menjunjung hak-hak manusia.
Dituliskan
dalam UU No 28 Tahun 1999 yang mengatur tenatng penyelenggaraan negara yang
bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme yaitu tentang asas – asas
umum penyelengaaraan negara terdiri dari Asas Kepastian Hukum, Asas Tertib
Penyelenggaraan Negara, Asas 20
Kepentingan
Umum, Asas Keterbukaan, Asas Proporsionalitas, Asas Profesionalitas dan Asas
Akuntabilitas
2.
Macam
– Macam Asas – Asas Peradilan Tata Usaha Negara
Menurut
Sjachran Basah ada 6 (enam) asas Hukum Acara Peradilan Adminitrasi yakni, Asas
Kesatuan Beracara, Musyawarah, Kekuasaan kehakiman yang merdeka, Sederhana dan
Biaya ringan dan Putusan Mengadung keadilan, sedangkan menurut Indroharto,
beberapa asas-asas penting dalam hukum acara peradilan administrasi antara
lain: Asas Inguistior dalam pemeriksaan, Kompensasi (ongelijkheids
compensatie), Kesatuan Pemeriksaan (Uniteids beginselen), Presumtio Justea atau
Vermoden van rechtmatigheid, Pembuktian bebas terikat (Berperktevrij bewijs
begins). Asas-asas yang dirumuskan oleh Sjachran Basah dan Indroharto tersebut
di atas, kecuali terhadap persamaannya juga terdapat perbedaannya, meskipun
perbedaan itu hanya dalam penyebut atau penggunaan istilah. Perbedaan yang
terdapat dalam kedua rumusan tersebut pada hakekatnya tidak bersifat prinsip
dan bahkan kedua rumusan itu saling melengkapi. Karena itu kedua rumusan
tersebut pada hakekatnya tidak bersifat prinsip dan bahkan kedua rumusan
tersebut dapat pula digunakan sebagai bagian dari asas Peradilan Tata Usaha
Negara. Setelah ditambah dan dilengkapi serta disempurnakan akhirnya dapat
dirumuskan Asas-asas Peradilan Tata Usaha Negara sebagai berikut :
a.
Asas
Negara Hukum Indonesia.
b.
Asas
Demokrasi.
c.
Asas
Kekeluargaan.
d.
Asas
Serasi, Seimbang dan Selaras.
e.
Asas
Persamaan dihadap Hukum.
f.
Asas
Peradilan Netral.
g.
Asas
Sederhana Biaya Cepat,Adil, Mudah dan Murah.
h.
Asas
Kesatuan Beracara.
i.
Asas
Keterbukaan Persidang.
j.
Asas
Musyawarah dan Perdamaian.
k.
Asas
Hakim Aktif.
l.
Asas
Pembuktian Bebas.
m.
Asas
Audi Et Alteram Partem.
n.
Asas
Het Vermoedan Van Rechtmatigheid atau Asas Presumtio Justea Causa.
o.
Asas
Pemeriksaan Segi Rechtmatigheid dan Larangan Pemeriksaan Segi Doelmatigheid.
p.
Asas
Pengujian Ex-Tun.
q.
Asas
Kompensasi Atau Asas Ongelijkheids Compentatie.
r.
Asas
Hak Uji Materiil.
s.
Asas
Ultra Petita.
t.
Asas
Putusan bersifat Orga Omnes
BAB III
PEMBAHASAN
C.
Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik .
1.
Pengertian
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik,
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang
Peradilan Administrasi Negara Untuk mengetahui Pengertian dari Asas-asas Umum
Pemerintahan Yang Baik adalah cukup sulit karena di antara para ahli Hukum
Adminitrasi Negara tidak banyak memberikan rumusan pengertian mengenai asas
tersebut, penulis kemukakan lebih dahulu asal-usul Asas-asas Umum Pemerintahan
Yang Baik dan keberadaan dalam Ilmu Hukum.
Ateng Syarifudin dalam makalah Pidato Pengukuhan guru
besarnya yang berjudul “Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik pegangan bagi
Pengabdian Kepala Daerah” memulai Pembahasan pengertian Asas-asas Umum
Pemerintahan Yang Baik Bagi Pengabdian Kepala Daerah” memulai pembahasan
pengertian Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik pada tingkat pusat maupun
daerah, selalu dinilai oleh masyarakat.
Yang dinilai bukan hanya hasilnya,melainkan juga
tentang caranya. Lebih lanjut Ateng Syarifudin menjelaskan, penilaian atas baik
buruknya penilaian yang bersifat etika. Kalau dari segi dayaguna dan hasil guna
termasuk penilai administrasi, sedangkan penilaian dari segi kewajaran dan
keadilan sering dibahas dalam ilmu hukum administrasi. Bidang yang
mempertemukan antara kedua sudut pandang terhadap penyelenggaraan pemerintahan
itu adalah Asas-asas Umum Penyelegaraan Pemerintah Yang Baik.
Terbukti Van Poelje memasukan pembahasan masalah Ini
(AAUPB) pada bagian etika pemerintahan 1953, Belifante membahas dalam Ilmu
Hukum Administrasi 1981, dan Kuntjcoro Purbopranoto membahasnya dalam bukunya
beberapa catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara,
1975. Wirda pernah memberikan pengertian tentang Asas-asas Umum Pemerintah Yang
Baik, sebagaiman dikemukkan salah satu paparannya di hadapan perhimpunan Tata
Usaha Negara di Belanda Tahun 1952 sebagai berikut :
“Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik itu merupakan
tendensi-tendensi (kecenderungan) etik, yang menjadi dasar hukum Tata Usaha
Negara, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis termasuk praktek
pemerintahan dan dapat diketahui pula bahwa asas-asas itu sebagian dapat
diturunkan dari hukum dan praktek, sedangkan untuk sebagian besar eviden (jelas
atau nyata) langsung mendesak.
F.H Van der Burg dan G.J.M Cartingny lebih sepesifik
memberikan definisi Mengenai Asas-asas Umum PemerintahYang Baik sebagai
asas-asas hukum yang tidak tertulis yang harus diperhatikan oleh Badan atau
Pejabat Administarsi Negara dalam melakukan tindakan hukum yang akan dinilai
kemudian oleh Hakim Administrasi.
Menurut
Indroharto, sebenarnya Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik, itu merupakan bagian
dari asas-asas hukum umum yang secara khusus berlaku dan penting artinya bagi
perbuatan-perbuatan hukum pemerintahan.
Menurut Jazim Hamidi dari ketiga definisi mengenai
Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik yang dikemukkan oleh para ahli hukum
diatas pada dasarnya melengkapi, karena dari kekurangan yang ada pada
masing-masing pihak dilengkapi oleh yang lain. Unsur yang membedakan adalah
“sudut pandang mereka” di satu sisi Wirda Van der burg , dan Cartingny memahahi
Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik dari sudut bentuknya yaitu tertulis dan
tidak tertulis. Pada sisi lain Indroharto mengklasifikasikan Asas-asas Umum
Pemerintahan Yang berdasarkan ruang lingkup pembagiannya yaitu umum atau
khusus, Kemudian unsur kesamaannya terletak pada fungsi dan kegunaan Asas-asas
Umum Pemerintah Yang Baik itu sendiri, yaitu sebagai dasar atau pedoman bagi Pejabat
Administrasi Negara dalam menjalankan tugasnya, sekaligus sebagai alat uji yang
digunakan Hakim Administrasi untuk menilai tindakan administrasi negara. Hanya
saja mereka melupakan bahwa Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik dapat
digunakan oleh penggugat sebagai dasar atau alasan mengajukan gugatannya.
Berangkat dari rumusan pengertian para pakar dan
tambahan pemahaman tentang Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik di atas, maka
dapat ditarik unsur-unsur yang mengembangkan pengertian tentang asas-asas Umum
Pemerintahan yang Baik secara komperehensif sebagai berikut :
a.
Asas-asas
Umum Pemerintahan yang Baik merupakan nilai etika yang hidup dan berkembang
dalam lingkungan hukum administrasi
b.
Asas-asas
Umum Pemerintahan yang Baik berfungsi sebagai pegangan bagi Pejabat
Administrasi Negara Dalam menjalankan fungsinya, merupakan alat uji bagi Hakim
Administrasi dalam menilai tindakan Administrasi Negara (yang berujud
Penetapan/beschikking), dan sebagai dasar pengajuan gugatan bagi pihak
penggugat
c.
Sebagian
besar dari Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik masih merupakan asas-asas yang
tidak tertulis, masih abstrak, dan dapat digali alam praktek kehidupan di
masyarakat.
d.
Sebagian
asas yang lain sudah menjadi kaidah hukum tertulis dan terpencar dalam berbagai
peraturan hukum positif. Meskipun
e.
sebagian
dari asas itu berubah menjadi kaidah hukum tertulis, namun sifatnya tetap
sebagai dasar hukum.
2.
Fungsi
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik,
Pada awal mulanya Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik
itu lahir dalam suasana orang mencari sarana pengawasan dari segi hukum
(rechtmatigheidscontrol) terhadap tindakan Administrasi Negara. Namun dalam
perkembangannya, keberadaan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik mempunyai
makna yang lebih penting dari sekedar sebagai sarana kontrol.
Menurut Jazim Hamidi, dari ketiga definisi mengenai
Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik lebih banyak dikemukakan tentang arti
pentingnya mengenai keberadaan Asas-asas Umum Pemerintah Yang Baik, menurut
Indroharto.
Disebabkan oleh
beberapa hal : Pertama, karena Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik dianggap
merupakan bagian dari hukum positif yang berlaku; kedua, karena Asas-asas Umum
Pemerintahan Yang Baik merupaka norma bagi perbuatan-perbuatan Adminitrasi
Negara, di samping norma-norma di dalam hukum tertulis dan tidak tertulis;
ketiga, karena Asas-asas umum Pemerintahan Yang Baik dapat dijadikan “alat uji”
oleh Hakim Administrasi untuk menilai syah atau tidaknya atau batal tidaknya
Keputusan Administrasi Negara.
Pemerintah atau Pejabat Adminitrasi Negara dalam
menjalankan kebijakannya dilekati dengan asas Nach Freis Ermesan, namum
kebebasan itu tidak boleh dijalankan secara berlebihan, seakan-akan ia boleh
bertindak tidak, bertindak sewenang-wenang, bertindak tanpa dasar, atau
bertindak dengan dasar yang kurang jelas. Dalam hal ini, ada suatu pegangan
yang perlu ditaati oleh Badan atau Pejabat Adminitrasi Negara yaitu, ketaatan
dan penghormatannya terhadap Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Sebaiknya,
Hakim Administrasi pada saat melakukan penilaian terhadap kebijakan pemerintah
dalan bentuk beschikking, hakim harus berpegang pada Asas-asas Umum
Pemerintahan Yang Baik sebagai salah satu dasar pengujiannya.
3.
Sumber
Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik,
Sebagaimana telah diketahui oleh umum bahawa Asas-asas
Umum Pemerintahan Yang Baik itu merupakan kajian ilmu lapangan hukum
adminitrasi negara. Oleh karena itu, untuk mengetahui di mana sumber hukum
Asas-asas Umum Pemerintah yang Baik, berarti inklusif di dalamnnya
mempertanyakan sumber-sumber hukum adminitrsai negara.
Menurut E. Utrecht sumber-sumber hukum formil dari
hukum Adminitrasi Negara adalah :
a.
Undang-undang
(Hukum Adminitrasi Negara hukum tertulis)
b.
Praktek
Adminitrasi Negara (merupakan hukum kebiasan)
c.
Yurisprudensi
d.
Doktrin
(anggapan para ahli hukum)
Lebih lanjut Utrecht menjelaskan, sumber hukum
adminitrsai negara yang pertama dan kedua (UU dan Konvensasi) dapat diterima
oleh semua sarjana sebagai sumber hukum yang mandiri, sedangkan sumber hukum
yang ketiga dan keempat (yurisprudensi) dan Doktrin) masih ditandai oleh
pembedaan pendapat di kalangan sarjana hukum.
Sebagian ada yang menerima sebagian sumber hukum yang
mandiri dan sebagian yang lainnya menolaknya. Terlepas dari perbedaan pendapat
yang ada, menurut penulis sumber hukum (sumber keberdaan) dari Asas-asas Umum
Pemerintahan Yang Baik dapat diketemukan pada hukum tertulis dan hukum tidak
tertulis.
Menurut Sjahran Basah, hukum yang tidak tertulis dalam
hukum adminitrasi negara itu lazim disebut dengan “Asas-asas Umum
Penyelanggaraan Pemerintahan Yang Baik”(algemene beginselen van behoorlijk
bestuur).
Bahan untuk asas ini diperoleh dari hal-hal yang
bersifat kesusilaan (zadelijk) yang merupakan bagian dari bahan idiil dan
setelah diolah akan menghasilkan sendi-sendi yang sifat variabel, karena
bergantung pada waktu, tempat serta keadaan.berarti secara ide, konsepsi
mengenai Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik dapat digali dan dikembangkan
dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Di samping itu, karena
Pancasila merupak sumber dari segala sumber, merupakan “Grundnorm”, maka semua
peraturan hukum yang ada harus disesuaikan dengan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila. Pada diri Pancasila itulah tercermin jiwa, kepribadian, dan
pandangan hidup Bangsa Indonesia. Barangkali pada aspek inilah, yang perlu
mendapat perhatian pemerintah bahwa sebenarnya nilai-nilai Asas-asas Umum
Pemerintahan yang Baik itu dapat digali dari Bumi Pancasila.
Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 terdapat
suatu ketentuan yang mendasar tentang Pokok-pokok Pikiran (Pokok Pikiran
keempat) yang terkandung dalam “ pembukaan” ialah negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusian yang adil dan beradab. Oleh
karena itu, Undang-Undang Dasar mengandung isi yang wajib pemerintahan dan
lain-lain penyelanggaraan negara untuk memelihara budi pekerti kemanusian yang
luhur serta memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Praktek Peradilan selama ini menunjukan, sejak sebelum
Peradilan Administrasi terbentuk, para hakim perdata sudah mulai menerapkan
sebagian asas dari Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik, terutama dalam
sengketa-sengketa perbuatan melawan hukum oleh pemerintah (Onrechtmatiqe
everheidsdaad) Pasal 1365 BW.
Kemudian setelah Peradilan Administari terbentuk dengan
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986, kewenangan hakim adminitrsai menerapkan
Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik semakin mendapatkan tempat walaupun Pasal
53 ayat (2) sendiri belum mengatur secara tegas. Melihat kenyataan ini,
Mahkamah Agung memberikan petunjuk teknis kepada para Hakim Administari dalam
hal mempertimbangkan adalah Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik sebagai
alasan pembatalan keputusan Administrasi Negara, yaitu dengan dikeluarkannyaa
Surat keputusan Ketua Mahkamah Agung Urusan lingkungan Peradilan Tata Usaha
Negara Nomor. 052/TD.TUN/III/1992 (Bagian V butir 1).
Kemudian setelah diadakan perubahan Undang-undang Nomor
5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, maka Asas-asas Umum
Pemerintahan Yang Baik sudah diatur secara jelas terdapat dalam Pasal 53 ayat
(2).
4.
Pendapat
Para ahli tentang Penerapan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
Menurut Roscoe Pound, ada beberapa langkah yang bisa
dilakukan hakim pada saat mengadili suatu perkara pengadilan, yaitu, menentukan
hukum, menafsirkan hukum. Dalam kontek pembangunan, bab ini yang akan disoroti
adalah khsusus tentang penerapan hukumnya, termasuk Penerapan Asas-asas Umum
Pemerintahan Yang Baik Istilah penerapan hukum” dalam praktek di Pengadilan
sering disebut dengan istilah “ Penemuan Hukum” dan Penciptaan Hukum” atau
“Pembentukan Hukum” pada hal masing-masing pengertian dari ketiga mempunyai
perbedaan-perbedaan.
Philipus M. Hadjon dalam satu kajiannya mengenai ilmu
hukum normatif mengatakan; filsafat hukum, asas hukum, teori hukum dan dokmatik
hukum pada akhirnya harus diarahkan kepada praktik hukum. Praktik hukum
menyangkut dua aspek utama, yaitu pembentukan hukum dan penerapan hukum.
Menurut Han Kalsen dalam Bukunya “General Theory Of Law
and State” sebagaimana diterjemahkan oleh Somardi menyebutkan: bahwa
pembentukan hukum selalu merupakan penerapan hukum. Konsep ini sama sekali
merupakan kebalikan yang mutlak, seperti yang diajukan oleh teori tradisional.
Doktrin tradisional terutama sekali memandang Keputusan Pengadilan dan Fungsi
Pengadilan, sebagai suatu penerapan hukum. Terbukti tatkala suatu sengketa
antara dua pihak atau tatkala menghukum seseorang tergugat dengan suatu sanksi
(hukuman), maka pengadilan menerapkan suatu norma umum dari hukum Undang-Undang
atau kebiasaan. Hal ini memang benar, tetapi secara bersamaan pengadilan
melahirkan suatu norma khusus yang menetapkan bahwa suatu sanksi tertentu harus
dilaksanakan terhadap seseorang individu tertentu.
Norma khusus ini berhubungan dengan norma-norma umum,
seperti Undang-Undang berhubungan dengan konstitusi. Jadi fungsi hakim di
pengadilan, seperti fungsi pembuat Undang-Undang, yaitu pembuat dan penerapan
hukum.
Dalam kebiasaan praktek hukum di pengadilan, sudikno
Mertokusumo menambahkan satu aspek lagi, yaitu aspek penemuan hukum. Penemuan
hukum oleh hakim bukan hanya semata-mata hanya penerapan peraturan-peraturan
hukum terhadap peristiwa konkret, tetapi sekaligus juga penciptaan dan
pembentukan hukumnya. penemuan hukum diartikan sebagai proses pembentukan hukum
oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberikan tugas untuk
D.
Kedudukan Asas- Asas Dalam Pengadilan Tata Usaha Negara.
Dalam
Pasal 53 Ayat (2) Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan
alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) adalah:
a.
Keputusan
Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku;
b.
Keputusan
Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan Asas-asas Umum
Pemerintahan yang Baik.
Dalam
penjelasan Pasal 53 ayat (2) yang dimaksud dengan Asas-asas Umum Pemerintahan
Yang Baik adalah meliputi asas: Kepastian hukum, Tertib Penyelenggaraan Negara,
Keterbukaan, Proporsionalitas, Profesionalitas, Akuntabilitas.
Sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Sebelum berlakunya
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 penggunaan Asas-asas Umum Pemerintahan yang
Baik, penerapannya didasarkan atas ketentuan Pasal 14 Jo. Pasal 27
Undang-Undang tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman dan Petunjuk Mahkamah
Agung (Juklak) tanggal 24 Maret 1992 Nomor : 052/Td.TUN/II/1992, hal ini
disebabkan Pasal 53 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tidak secara tegas
mencantumkan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik sebagai salah satu alasan
untuk menggugat Keputusan Tata Usaha Negara, dengan dimasukannya Asas-asas Umum
Pemerintahan yang Baik dalam ketentuan Undang-Undang, dengan demikian Asas-asas
Umum Pemerintahan yang Baik telah mempunyai landasan yang kuat secara yuridis
formal.
E.
Asas – Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Dijadikan
Sistem Hukum.
Ketika
mengawali pembahasan tentang Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, H.D van
Wijk/Willem Koninjnenbelt menulis sebagai berikut :
“Organ-organ
pemerintah yang menerima wewenang untuk melakukan tindakan tertentu menjalankan
tindakannya tidak hanya terikat pada peraturan-peraturan perundang-undangan;
hukum tertulis, disamping itu organ-organ pemerintah harus memperhatikan hukum
tidak tertulis yaitu Asas-Asas Umum Pemerintah Yang Baik.”
J.B.J.M
TEN Berge, sesudah menyebutkan bahwa Asas-asas Umum Pemerintah yang Baik ini
berkembang setelah perang dunia kedua mengatakan sebagai berikut : “Istilah
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik dapat menimbulkan salah pengertian. Kata
asas sebenarnya dapat memiliki beberapa arti. Kata ini mengandung arti
pertikal, dasar-dasar, atau aturan hukum fundamental. Pada kombinasi kalimat
„Asas-asas Pemerintahan yang Baik‟ berarti kata asas mengandung arti asas
hukum, tidak lain. Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik sebenarnya
dikembangkan oleh Peradilan Adminitrasi sebagai peraturan hukum yang mengikat
yang diterapkan oleh Peraturan Pemerintah.
Suatu
keputusan pemerintahan yang bertentangan dengan peraturan hukum. Meskipun asas
itu berupa pernyatan samar, kekuatan mengikatnya sama sekali tidak samar: asas
ini memiliki daya kerja yang mengikat umum.
Istilah
pemerintahan yang baik juga dapat menimbulkan salah pengertian, yang berkenaan
dengan hakim, bukanlah pemerintahan yang baik tetapi sesuai dengan hukum.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa istilah Asas-asas Umum Pemerintahan yang
Baik sebenarnya dimaksudkan sebagai peraturan hukum. Secara ringkas dapat
dikatakan bahwa istilah Asas-asas Pemerintahan yang Baik sebenarnya yang
dimaksud sebagai peraturan hukum tidak tertulis pada pemerintahan yang
berdasarkan hukum”.
Berdasarkan
pendapat H.D van Wijk/Willem Koninjnenbelt dan J.B.J.M TEN Berge tersebut
tampak bahwa kedudukan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam sistem hukum
adalah sebagai hukum tidak tertulis.
Menurut
Philipus Hadjon Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik harus dipandang sebagai
norma hukum yang tidak tertulis, yang senantiasa harus ditaati oleh pemerintah,
meskipun artinya tetap dari Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik bagi tiap
keadaan sendiri tidak selalu dapat dijabarkan dengan teliti. Dapat pula
dikatakan bahwa Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik adalah Asas-asas hukum
tidak tertulis, dari mana untuk keadaan; tertentu dapat ditarik aturan-aturan
hukum yang dapat diterapkan.
Sebenarnya
menyatakan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dengan norma hukum tidak
tertulis dapat menimbulkan salah paham sebab dalam konteks ilmu hukum telah
dikenal bahwa antara “asas” dengan “norma” itu terdapat perbedaan. Asas atau
prinsip merupakan dasar pemikiran yang umum dan abstrak, ide atau konsep, dan
tidak mempunyai sanksi, sedangkan norma adalah aturan yang konkret, penjabaran
dari ide, dan mempunyai sanksi.
Pada
kenyataan, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik ini meskipun merupakan asas
tidak semua merupakan pemikiran umum dan abstrak, dan dalam beberapa hal muncul
sebagai aturan hukum yang konkret atau tertuang secara tersurat dalam
Pasal-Pasal Undang-Undang serta mempunyai sanksi tertentu. Berkenaan dengan hal
ini,
SF.
Marbun mengatakan bahwa norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat umumnya
diartikan sebagai peraturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur bagaimana manusia seyokgianya berbuat. Oleh karena itu, pengertian
norma (kaedah hukum) dalam arti sempit mencakup asas-asas hukum dan peraturan
hukum konkret, sedangkan dalam arti luas pengertian norma ialah suatu sistem
hukum yang berhubungan satu sama lainnya. Lebih lanjut disebutkan bahwa asas
hukum merupakan sebagian dari kejiwaan manusia yang merupakan cita-cita hendak
diraihnya.
Dengan
demikian, apabila Asas-asas Umum Pemerintah yang Baik dimaknakan sebagai asas
hukum yang bahannya digali dan ditemukan dari unsur susila, didasakan pada
moral sebagai hukum riil, bertalian erat dengan etika, kesopanan, dan kepatutan
berdasarkan norma yang berlaku. Berdasarkan keterangan ini tampak,sebagaimana
juga disebutkan Jazim Hamidi,bahwa sebagian Asas-Asas Umum Pemerintahan yang
Baik masih merupakan asas hukum,dan sebagian lainnya telah menjadi norma hukum
atau kaidah hukum.
BAB IV
SIMPULAN
Asas-asas
Umum Pemerintahan yang Baik merupakan nilai etika yang hidup dan berkembang
dalam lingkungan hukum administrasi, Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik
berfungsi sebagai pegangan bagi Pejabat Administrasi Negara Dalam menjalankan
fungsinya, merupakan alat uji bagi Hakim Administrasi dalam menilai tindakan
Administrasi Negara (yang berujud Penetapan/beschikking), dan sebagai dasar
pengajuan gugatan bagi pihak penggugat.
Dalam penjelasan Pasal 53 ayat (2) yang dimaksud dengan Asas-asas
Umum Pemerintahan Yang Baik adalah meliputi asas: Kepastian hukum, Tertib
Penyelenggaraan Negara, Keterbukaan, Proporsionalitas, Profesionalitas,
Akuntabilitas.
Berdasarkan
pendapat H.D van Wijk/Willem Koninjnenbelt dan J.B.J.M TEN Berge tersebut
tampak bahwa kedudukan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik dalam sistem hukum
adalah sebagai hukum tidak tertulis.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU
Ateng Syarifudin, “Asas-asas
Pemerintah yang Layak Pegangan Bagi Pengabdian Kepala Daerah”, dalam Paulus
Efendi Latullong, Himpunan Makalah Asas-asas Umum pemerintah Yang Baik, Citra
Aditya Bhakti, Bandung, 1994.
Bambang Heriyanto,
Diklat Calon Hakim Terpadu PPC Angkatan 1 Oktober 2011
E. Utrecht,
Pengatar Hukum Adminitrsai Negara Indonesia , Cet, Ketujuh, Balai Buku Ichtiar,
Jakarta, 1964.
Jazim Hamidi,
Penerapan Asas-asas Umum Pemerintah yang Layak (AAUPL) di lingkung Peradilan
Administrasi Indonesia, Badung, Citra Aditya Bhakti, 1991.
Koesoemaatmadja,
Djenal Hoesen, Pokok – Pokok Hukum Tata Usaha Negara, 1979, Bandung : Alumni
Subekti, R. dan
Tjitrosoedibio, R, Kamus Hukum , Pradinya Paramita, Jakarta 1971.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Undang-Undang Nomor
9 Tahun 2004 Tengang Peradilan Tata Usaha Negara (Perubahan Pertama)
Undang-Undang Nomor
51 Tahun 2009 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Undang-Undang Nomor
28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi
dan Nepotesme.
[1]Philipus M Hadjon, dkk, Pengantar Hukum
Administrasi Negara, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2008), hlm. 27.
0 komentar:
Post a Comment