Blog ini berisi artikel-artikel, karya tulis ilmiah, dan berita mengenai Hukum dan Sosial

Tuesday, June 19, 2018

HUKUM DALAM MASYRAKAT PEDESAAN DAN PERKOTAAN

HUKUM DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DAN PERKOTAAN SERTA PENGARUHNYA
Penulis:Nining Anjarwati

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Sejak lahir di dunia, manusia telah bergaul dengan manusia-manusia lain didalam suatu wadah yang bernama masyarakat. Manusia selalu hidup bersama dan diantara manusia lainnya. Dalam bentuk konkretnya manusia bergaul, berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia lainnya.[1] Mula-mula, dia berhubungan dengan orang tuanya dan semakin meningkat umurnya, semakin luas pula daya cakup pergaulannya dengan manusia lain didalam masyarakat tersebut. Sementara semakin meningkat usianya manusia mulai mengetahui, bahwa dalam hubungannya dengan warga lain dari masyarakat dia bebas, namun tidak boleh berbuat semaunya. Hal ini lama-kelamaan menimbulkan kesadaran dalam diri manusia, bahwa kehiudupan didalam masyarakat sebelumnya berpedoman pada suatu aturan yang oleh sebagian besar masyarakat dipatuhi dan ditaati karena merupakan pegangan baginya. Hubungan-hubungan antarmanusia serta antara manusia dengan masyarakat atau kelompoknya, diatur oleh serangkaian nilai-nilai dan kaidah-kaidah dan perilakunya lama-kelamaan melembaga menjadi pola-pola.
Kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat bermacam-macam ragamnya,dan diantara sekian macam kaidah yang merupakan salah satu kaidah terpenting adalah kaidah-kaidah hukum disamping kaidah-kaidah dan pola-pola hukum dapat dijumpai pada setiap masyarakat, baik yang tradisional maupun yang modern, walaupun kadang-kadang warga masyarakat yang diatur tidak atau kurang menyadari. Namun sebetulnya kaidah-kaidah hukum dan pola-ola hukum tersebut mengatur hamper seluruh segi kehidupan warga masyarakat.
Kaidah-kaidah hukum tersebut ada yang berwujud sebagai peraturan-peraturan tertulis, keputusan-keputusan pengadilan maupun keputusan-keputusan lembaga kemasyarakatan lainnya.
Hukum secara sosiologis adalah penting dan merupakan suatu lembaga kemasyarakatan (Social Institution) yang merupakan himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola-pola perikelakuan yang berkisar pada kebutuhan-kebutuhan pokok manusia.Hukum didalam masyarakat ada yang terhimpun dalam suatu system yang disusun dengan sengaja, yang sesuai dengan pembidangannya.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian masyarakat pedesaan dan perkotaan ?
2.      Bagaimana hukum dalam masyarakat pedesaan dan perkotaan ?
3.      Bagaimana pengaruh hukum terhadap masyarakat pedesaan dan perkotaan ?
C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian masyarakat pedesaan dan perkotaan.
2.      Untuk mengetahui hukum dalam masyarakat pedesaan dan perkotaan.
3.      Untuk mengetahui pengaruh hukum terhadap masyarakat pedesaan dan perkotaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian masyarakat pedesaan dan perkotaan
1.      Masyarakat pedesaan
Desa menurut definisi universal, adalah sebuah aglomerasi pemukiman di area pedesaan (rural). Di Indonesia, Desa adalah pembagian wilayah administrasif di Indonesia dibawah Kecamatan, yang dipimpin oleh Kepala Desa.[2]
Menurut Peraturan Pemerintah No.57 Tahun 2005 Tentang Desa, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara kesatuan Republik Indonesia.[3]
Masyarakat pedesaan sulit mengadakan komunikasi antara satu dengan lainnya. Hanya saja hambatan semacam ini diimbangi dengan hubungan diantara sesame mereka yang sangat erat dan akrab.
Masyarakat pedesaan dapat diidentifikasikan dengan ciri-ciri sebagai berikut (Siswanto,1998):
a.       Homoginitas social
Bahwa masyarakat desa pada umumnya terdiri dari satu atau beberapa kekerabatan saja, sehingga pola hidup, tingkah laku maupun kebudayaan sama/homogeny. Oleh karena itu, hidup di desa biasanya tenteram aman dan tenang. Hal ini disebabkan oleh pola pikit, sikap dan pandangan yang sama dari setiap warganya dalam menghadapi suatu masalah. Kebersamaan, kesederhanaan, keserasian dan kemanunggalan selalu menjiwai setiap warga masyarakat desa tersebut.
b.      Hubungan primer
Dalam masyarakat desa, hubungan kekeluargaan dilakukan secara akrab dan semua kegiatan dilakukan secara musyawarah.Mulai masalah-masalah umum/masalah bersama sampai masalah pribadi.Anggota masyarakat yang satu dengan yang lain saling mengenal secara intim. Pada masyarakat desa masalah secara materi mungkin sangat kurang atau tidak mengijinkan.
c.       Kontrol social yang ketat
Di atas dikemukakan bahwa hubungan pada masyarakat pedesaan sangat intim dan diutamakan, sehingga setiap anggota masyarakatnya saling mengetahui masalah yang dihadaoi anggota lainnya. Bahkan ikut mengurus terlalu jauh masalah dan kepentingan dari anggota masyarakat lain. Kekurangan dari salah satu anggota masyarakat, adalah merupakan kewajiban anggota yang lain untuk menyoroti dan membenahi.
d.      Gotong royong
Nilai-nilai gotong royong pada masyarakat pedesaan tumbuh dengan subur dan membudaya. Semua masalah kehidupan dilaksanakan secara gotong royong baik dalam arti gotong royong murni maupun gotong royong timbal balik. Gotong royong murni sukarela, misalnya : melayat, mendirikan, rumah dan sebagainya. Sedangkan gotong royong timbal baik misalnya, mengerjakan sawah, menyumbang dalam hajat tertentu dan sebagainya.
e.       Ikatan social
Setiap anggota masyarakat diikat dengan nilai-nilai adat dan kebudayaan secara ketat. Bagi anggota yang tidak memenuhi norma-norma dan kaidah yang sudah disepakati, akan dihukum dan dikeluarkan dari ikatan social dengan  mengucilkan/memencilkan.
f.       Magis Religius
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa bagi masyarakat desa sangat mendalam. Bahkan setiap kehidupan sehari-hari dijiwai bahkan kepada-Nya.
g.      Pola kehidupan
Masyarakat desa bermata pencaharian di bidang  agraris, baik pertanian, perkebunanm perikanan dan peternakan. Pada umumnya setiap anggota hanya mampu melaksanakan salah satu bidang kehidupan saja..
Dalam masyarakat pedesaan atau masyarakat sederhana kehidupan kelompok sangat kuat.  Hal itu terutama disebabkan oleh karena adanya orientasi yang sangat kuat,bahwa kehidupan manusia tergantung pada sesamanya kehidupan berkelompok tersebut ditunjang oleh ikatan kekerabatan dan ikatan tempat kediaman yang sama sehingga sangat terasa pengaruh daripada keluarga-keluarga luas maupun kelompok-kelompok besar yang terikat pada persamaan wilayah.

2.      Masyarakat pedesaan
Dari segi demografis kota dikenal sebagai tempat/pemukiman yang padat penduduk, dengan perbedaan yang sangat beragam antar individu/penduduk dalam berbagai aspek, dari aspek social ekonomi.[4]
Kota, menurut definisi universal adalah sebuah area urban yang berbeda dari desa ataupun kampong berdasarkan ukurannya, kepadatan penduduk, kepentingan, atau status hukum.[5]
Masyarakat perkotaan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Masyarakat yang heterogen
Masyarakat kota adalah masyarakat yang heterogen,karena dari berbagai macam individu yang berlatar belakang, pendidikan, social, agama yang berbeda.
b.      Individualistis
Bahkan kehidupan masyarakat kota, hidup sendiri-sendiri, terlepas keterkaitan dengan orang lain. Dalam kehidupan semacam ini individu mementingkan dirinya sendiri dan tidak saling mengenal di antara mereka.
c.       Kontrol social yang tidak ketat
Pada masyarakat kota, tindakan atau perbuatan seseorang tidak dipedulikan oleh orang lain, asalkan tidak mengganggu kepentingan orang lain. Mereka tidak tahu terhadap perbuatan orang lain walaupun [erbuatan itu melanggar aturan yang ada.
d.      Perubahan social yang cepat
Tersedianya prasarana dan sarana yang lengkap di kota, persaingan yang ketat antara penduduk kota menyebabkan masyarakat kota cepat berubah. Disamping itu biasanya kota terbuka dan mudah menerima pengaruh dari luar.

B.     Hukum dalam masyarakat pedesaan dan perkotaan
1.      Hukum dalam masyarakat pedesaan
Masyarakat sederhana pada umumnya menganggap kehidupan sebagai sesuatu yang penuh dengan penderitaan dan kesengsaraan.Untuk menghadapi serta mengatasi keadaan tersebut, maka manusia harus bekerja keras agar semua halangan dapat teratasi. Kejadian-kejadian alam yang merupakan bencana dianggapnya sebagai nasib yang serba buruk mereka percaya bahwa dengan sebanyak mungkin meyerasikan dirinya dengan alam, maka segala sesuatu harus dihadapi secara gotong royong, dan oleh karena itulah perlu dijaga hubungan baik dengan sesame manusia.
Hal-hal yang diuraikan secara singkat diatas,merupakan sebagian dari nilai-nilai yang dianut oleh warga masyarakat yang sederhana. Apabila nilai-nilai tersebut dikonkritisasikan menjadi kaidah-kaidah, misalnya kaidah hukum, maka terwujudlah hukum adat. Nilai-nilai tersebut, pada hakikatnya merupakan dasar bagi hukum adat yang berlaku pada masyarakat sederhana yang bersangkutan.
Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma, yang pada hakikatnya bertujuan menghasilkan kehidupan bersama yang tertib dan tenteram.[6] Kehidupan social yang dibangun di atas berbagai kepentingan dan kebutuhan melahirkan kaidah yang mengatur simpang siur kepentingan dan kebutuhan antarmanusia. Kaidah yang disepakati diterapkann untuk memperoleh ketertiban dan keamanan manusia dalam melakukan hubungan dengan sesamanya.Semakin terbiasa dengan kaidah yang berlaku, terbentuklah adat. Manaka adat dijadikan patokan dalam mengukur baik dan buruknya kehidupan social, hal itu berarti adalat telah menjadi hukum.[7]
Didalam kehidupan masyarakat yang sederhana tersebut, maka ada suatu kecenderungan yang sangat kuat bahwa segala ketentuan hukum adat haruslah dijalankan secara sukarela. Artinya, didalam penegakan hukum adat tersebut tidak ada unsur paksaan, oleh karena segala tindakan yang diambil terhadap penyimpangan hanyalah merupakan suatu usaha untuk mengembalikan keadaan pada situasi semula yang dianggap sebagai garis yang ideal dan harus dipegang denga teguhnya. Dengan demikian, maka titik berat penegakan hukum pada masyarakat sederhana, adalah ketentraman yang merupakan salah satu tujuan hukum (disamping ketertiban).
Didalam masyarakat sederhana tersebut ada kecenderungan yang kuat, bahwa system pengendalian social dilaksanakan dengan kuat oleh segenap warga masyarakat yang bersangkutan. Warga masyarakat yang telah dewasa rata-rata mengetahui dengan memahami kaidah-kaidah hukum yang berlaku, serta akibatnya apabila terjadi suatu penyimpanan didalam bentuk penyelewengan. Pengetahuan serta pemahaman kaidah-kaidah tersebut merupakan salah satu bagian pokok dari proses sosialisasi yang kemudian melembaga dan membudaya dalam diri warga-warga masyarakat tersebut. Sistem pengendalian social yang ada bahkan juga merupakan suatu lembaga tradisional. Oleh karena itu, maka ada kalanya pengendalian social dilakukan dengan cara memperoleh keyakinan warga masyarakat akan kebaikan kaidah hukum (atau kaidah-kaidah lainnya,seperti kaidah kepercayaan, kesusilaan dan kesopanan).
Pengendalian social didalam masyarakat sederhana juga dilakukan dengan cara memberikan penghargaan kepada warga masyarakat yang taat pada kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Ketaatan pada kaidah hukum dianggap sebagai suatu keadaan yang wajar bagi seriap warga masyarakat/kadang-kadang dikembangkan suatu rasa malu pada diri warga masyarakat, apabila mereka melakukan penyimpangan atau penyelewengan, yang kemungkinan besar berakibatkan timbulnya rasa takut.
Keadaan-keadaan tersebut diatas merupakan beberapa hal yang harus dihadapi didalam proses pembangunan (hukum khususnya) yang sedang dilakukan dewasa ini. Didalam hal ini akan terlihat dengan nyata betapa besar peranan hukum adat didalam proses pembangunan tersebut,artinya tanpa melalui hukum adat, maka proses pembangunan akan mengalami hambatan-hambatan yang lebih besar lagi.
Sebagai contoh pembangunan hukum tersebut,akan dijelaskan perihal desa yang pada dasarnya diatur dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1979 :


a.    Peraturan perundang-undangan yang mengatur desa.
b.    Peraturan perundang-undangan yang mengatur desa sejak tahun 1979, adalah antara lain,sebagai berikut :
1)    Undang-Undang nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan Desa.
2)    Keputusan Presiden nomor 28 tahun 1980 tentang Penyempurnaan dan Peningkatan Fungsi Lembaga Sosial Desa (LSD) menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).
3)    Intruksi Presiden nomor 3 tahun 1980 tentang Bantuan Pembangunan Desa tahun 1980/1981.
4)    Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 23 tahun 1980 tentang Temu Karya Lembaga Sosial Desa.
5)    Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 43 tahun 1980 tentang Penyelenggaraan Penataran dalam rangka penjelasan Petunjuk Teknis Prasarana Desa.
6)    Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 225 tahun 1980 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).
7)    Intruksi Menteri Dalam Negeri nomor 9 tahun 1980 tentang Pelaksanaan Undang-Undang nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
8)    Intruksi Menteri Dalam Negeri nomor 25 tahun 1980 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden nomor 28 tahun 1980 tentang Penyempurnaan dan Peningkatan Fungsi Lembaga Sosial Desa (LSD) menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).
9)    Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 tahun 1981 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja  Pemerintahan Desa dan Perangkat Desa.
10)  Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 2 tahun 1981   tentang Pembentukan Lembaga Masyarakat Desa.
11)  Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 3 tahun 1981 tentang Keputusan Desa.
12)  Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 4 tahun 1981 tentang Pembentukan, Pemecahan, Penyatuan Desa.
13)  Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 5 tahun 1981 tentang Pembentukan Dusun dalam Desa dan Lingkungan dalam Kelurahan.
14)  Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 6 tahun 1981 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, Pemberhentian Sementara dan Pemberhentian Kepala Desa.
15)  Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 7 tahun 1981 tentang Tata Cara Pengambilan Sumpah/Janji dan Pelantikan Kepala Desa.
16)  Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 8 tahun 1981 tentang Persyaratan, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Sekretaris Desa, Kepala Urusan dan Kepala Desa.
17)  Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 30 tahun 1981 tentang Pembentukan Team Pembina Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa  dan Team Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga.
18)  Intruksi Menteri Dalam Negeri nomor 4 tahun 1981 tentang Mekanisme Pengendalian Pelaksanaan Program Masuk Desa.
19)  Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 35 tahun 1981 tentang Rapat Kerja Pembangunan Desa Seluruh Indonesia tahun 1981.
2.      Hukum dalam masyarakat perkotaan
Didalam suatu masyarakat yang modern atau pramodern diperlukan ketegasan mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari masing-masing warga masyarakat. Dalam hal ini, maka fungsi hukum tidaklah semata-mata sebagai sarana untuk mengadakan pengendalian social dan pelancar interaksi social, akan tetapi sebagai sarana untuk mengadakan perubahan social. Secara tradisional, maka hukum cenderung berfungsi sebagai sarana pengendalian social dan  pelancar interaksi social.[8]
      Hukum yang berlaku pada masyarakat perkotaan adalah hukum tertulis yang sangat kompleks.Hukum tertulis dapat dibedakan pula atas dua jenis yaitu :
1.      Hukum tertulis yang dikodifikasikan:hukum yang disusun secara lengkap, sistematis, teratur dan dibukukan, sehingga tidak memerlukan lagi peraturan pelaksanaan. Hukum  tertulis di Indonesia yang dikodifikasikan antara lain KUHPidana, KUHPerdata, dan KUHDagang;
2.      Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan:hukum yang meskipun tertulis tetapi tidak disusun secara sistematis, lengkap, dan masih terpisah-pisah, sehingga seringkali masih memerlukan peraturan pelaksanaan dalam penerapannya.Misalnya Undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan sebagainya.[9]
Agar hukum tertulis efektif, maka harus diadakan program-program pelembagaan hukum tertulis tersebut,dengan memperhatikan peranan hukum adat. Proses pelembagaan tersebut akan berhasil, apabila dipertimbangkan faktor-faktor, sebagai berikut (Selo Sumardjan 1965)
1.      Efektivitas penanaman unsur-unsur baru,
2.      Reaksi masyarakat,
3.      Jangka Waktu penanaman unsur-unsur baru dalam masyarakat.
C.     Pengaruh hukum terhadap masyarakat pedesaan dan perkotaan
1.      Pengaruh hukum terhadap masyarakat pedesaan
Hukum adat mempunyai corak magis-religis, yang berhubungan dengan pandangan hidup alam Indonesia.
Dalam masyarakat desa,kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sangat mendalam,Seperti di daerah Jawa,mereka mengadakan selamatan-selamatan untuk meminta rezeki,minta perlindungan,minta diampuni,dsb, dan apabila mereka mendapat rezeki yang lebih mereka juga mengadakan selamatan.Lalu,pada masyarakat desa juga sering melakukan sholat berjamaah ke masjid pada saat waktu sholat seperti shubuh dan maghrib.
Secara asumtif dapatlah dikatakan,bahwa warga masyarakat sederhana mempunyai kecenderungan untuk berorientasi pada status atau kedudukan. Dengan demikian,maka kecenderungan tersebut dapat dikaitkan (dan memang mempunyai kaitan langsung) dengan lambing-lambang kedudukan atau symbol-simbol kedudukan. Orientasi semacam itu merupakan suatu hambatan tehadap pembangunan hukum, oleh karena lebih banyak didasarkan pada hubungan kekerabatan,daripada fungsi masing-masing.
Di desa di Jawa, marga di Sumatera Selatan, nagari di Minangkabau, kuria di Tapanuli, Wanua di Sulawesi Selatan, adalah kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri yaitu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya. Bentuk kekeluargaanya (patrilineal, matrilineal, atau bilateral) mempengaruhi system pemerintahannya terutama berlandaskan atas pertanian, peternakan, perikanan, dan pemungutan hasil hutan dan hasil air, ditambah sedikit dengan perburuan binatang liar, pertambangan dan kerajinan tangan. Semua anggotanya sama dalam hak dan kewajibannya.Penghidupan mereka berciri; komunal, dimana gotong royong, tolong menolong, serasa dan selalu mempunyai peranan yang besar.”
2.      Pengaruh hukum terhadap masyarakat perkotaan
Dalam masyarakat yang beragam (yang berbeda secara horizontal karena kebudayaan aatau agama, atau secara vertical oleh kasta dan kelas),hukum terutama mencerminakan aspirasi-aspirasai yang tidak berasal dari “masyarakat”, tetapi dari kelompok-kelompok dan lapisan-lapisan yang menciptakan, merumuskan, dan menetrapkan hukum itu.[10]
Dalam masyarakat modern atau perkotaan tampat suatu kecenderungan, semakin berperannya keluarga inti atau keluarga batin. Peranan keluarga luas semakin berkurang, seiring dengan semakin berpudarnya ikatan-ikatan tradisional. Didalam keluarga inti atau keluarga batih juga timbul pembagian kerja yang semakin ketat, dimana peranan ayah dan ibu menagalami perubahan-perubahan, terutama dalam kaitannya dengan peranan masing-masing dalam proses sosialisasi anak-anak.
Dalam berpolitik dan beradministrasi, dimana kekuasaan dan wewenang seseorang secara tegas dipisahkan dari unsur-unsur pribadinya, walaupun harus diakui bahwa unsur-unsur pribadi mempunyai pengaruh terhadap proses pelaksanaan kekuasaan dan wewenang tersebut.










BAB III
KESIMPULAN
          Masyarakat pedesaan adalah menurut Peraturan Pemerintah nomor 57 tahun 2003 tentang Desa,desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,berdasarkan asal usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Hukum yang berlaku di masyarakat pedesaan atau masyarakat sederhana yaitu hukum adat yang ada di daerah mereka masing-masing
Masyarakat kota, menurut definisi universal adalah sebuah area urban yang berbeda dari desa ataupun kampong berdasarkan ukurannya, kepadatan penduduk, kepentingan, atau status hukum.Hukum yang berlaku di masyarakat kota atau masyarakat modern yaitu hukum tertulis yang saat ini berlaku, seperti KUHPerdata, KUHPidana, KUHDagang, Undang-undang,  peraturan pemerintah, keputusan presiden, dan sebagainya.
Secara asumtif dapatlah dikatakan,bahwa warga masyarakat sederhana mempunyai kecenderungan untuk berorientasi pada status atau kedudukan. Dengan demikian,maka kecenderungan tersebut dapat dikaitkan (dan memang mempunyai kaitan langsung) dengan lambing-lambang kedudukan atau symbol-simbol kedudukan.Dalam masyarakat modern atau perkotaan tampat suatu kecenderungan, semakin berperannya keluarga inti atau keluarga batin. Peranan keluarga luas semakin berkurang, seiring dengan semakin berpudarnya ikatan-ikatan tradisional.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Beni Saebani,Sosiologi Hukum.Bandung:Pustaka Setia,2006.
Mas Marwam,Pengantar Ilmu Hukum,Bogor:Penerbit Ghalia Indonesia,2015.
Shalahudin Mahfud dan Abd Kadir,Ilmu Sosial Dasar,Surabaya:PT Bina Ilmu,1991.
Soekanto Soerjono,Pokok-Pokok Sosiologi Hukum,Jakarta:Rajawali Pers,2003.
Soekanto Soerjono,Hukum Adat Indonesia,Jakarta:Rajawali Pers,2016.
Wahyu Ramdani,Ilmu Sosial Dasar,Bandung:Pustaka Setia,2007.
Weiner Myron,Modernisasi Dinamika Pertumbuhan,Yogyakarta:Gadjah Mada University  Press,1994.












PEMBAHASAN PRESENTASI
TEORI HUKUM DAN KESEPAKATAN HUKUM SOSIAL
Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma, yang pada hakikatnya bertujuan menghasilkan kehidupan bersama yang tertib dan tenteram. Kehidupan social yang dibangun di atas berbagai kepentingan dan kebutuhan melahirkan kaidah yang mengatur simpang siur kepentingan dan kebutuhan antarmanusia. Kaidah yang disepakati diterapkann untuk memperoleh ketertiban dan keamanan manusia dalam melakukan hubungan dengan sesamanya.Dari keingininan kehidupan bersama yang tertib dan aman ini melahirkan norma social yang telah disepakati oleh masyarakat,norma social yang disepakati ini merupakan hukum yang lebih tinggi,seiring perkembangnya zaman norma social ini berkembang menjadi peraturan-peraturan atau Undang-Undang Dasar atau yang kita kenal sekarang yaitu hukum tertulis dan tidak tertulis yang saat ini berlaku. 



[1] Mahfud Shalahudin dan Abd Kadir,Ilmu Sosial Dasar,Surabaya:PT Bina Ilmu,1991,hlm22.
[2] Ramdani Wahyu,Ilmu Sosial Dasar,Bandung:Pustaka Setia,2007,hlm.207
[3] Ibid,
[4] Mahfuds Shalahuddin dan Abd.Kadir,Ilmu Sosial Dasar,Surabaya:Pt.Bina Ilmu,1991.hlm.74.
[5] Ramdani Wahyu,Ilmu Sosial Dasar,Bandung:Pustaka Setia,2007.hlm.212
[6] Soejono Sokanto,Pokok-Pokok Sosiologi Hukum,Jakarta:Rajawali Pers,2003.hlm 67.
[7] Beni Ahmad Saebani,Sosiologi Hukum.Bandung:Pustaka Setia,2006.hlm 146-147.
[8] Soejono Soekanto,Hukum Adat Indonesia,Jakarta:Rajawali Pers,2016.hlm.358.
[9] Marwan Mas,Pengantar Ilmu Hukum,Bogor:Penerbit Ghalia Indonesia,2015.hlm.76.
[10]Myron Weiner,Modernisasi Dinamika Pertumbuhan,Yogyakarta:Gadjah Mada University  Press,1994. Hlm.124

Share:

0 komentar:

Post a Comment