BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Negara Republik Indonesia adalah
Negara yang berdasarkan hukum yang demokratis, berdasarkan pancasila dan UUD
1945, bukan berdasarkan atas kekuasaan semata-mata. Maka dari
itu, Indonesiamembutuhkan yang namanya sebuah hukum yang hidup atau yang berjalan,
dengan hukum itu diharapkan akan terbentuk suasana yang tentram dan teratur
bagi kehidupan masyarakan Indonesia.
Tak lepas dari
itu, hukum tersebut juga butuh ditegakkan, demi membela dan melindungi hak-hak
setiap warga Negara.
Hukum Acara Pidana adalah keseluruhan aturan
hukum yang mengatur bagaimana Negara dengan menggunakan alat-alatnya dapat
mewujudkan wewenangnya untuk memidana atau membebaskan pidana.
Penyelidik
adalah pejabat kepolisisan negara Republik Indonesia yang karena diberi
wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan berdasarkan Pasal
1 angka 4 KUHAP[1].
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari
dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini, berdasarkan Pasal 1 angka 5 KUHAP.
Penyelidikan merupakan bagian
yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang
dipergunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan
salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului
tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan,
penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan
berkas kepada penuntut umum.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.
Untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur
2.
Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan penyelidik,
penyelidikan serta prosedur pelaksanaan nya
C. Kegunaan
1)
Secara Teoritis
Kegunaan dari penulisan ini adalah untuk
pengembangan daya nalar dan daya pikir yang sesuai dengan ilmu pengetahuan yang
dimiliki khususnya pengetahuan hukum acara pidana guna mendapatkan data secara
obyektif melalui metode ilmiah dalam memecahkan setiap masalah yang ada
khususnya masalah yang berkaitan dengan aspek hukum acara pidana tentang proses
penyelidikan dalam mendapatkan barang bukti tindak pidana. Menambah ilmu pengetahuan dalam bidang hukum acara pidana,
khususnya yang berkaitan dengan proses penyelidikan.
2)
Secara Praktis
Dapat
dijadikan sebuah pedoman,bahan rujukan, serta masukkan bagi Penegak Hukum,
Mahasiswa, Masyarakat, Praktisi Hukum, Pemerintah dan khususnya bagi kepolisian
dalam melakukan kegiatan yang berkaitan penyelidikan. Dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak yang
berwenang.
BAB II
PERMASALAHAN
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.
Apa yang di maksud dengan penyelidik
dan penyelidikan ?
2.
Bagaimana tugas dari penyelidik ?
3.
Bagaimana tahapan dalam proses penyelidikkan ?
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penyelidik dan Penyelidikan
Menurut pasal 1 butir 4 KUHAP, penyelidik adalah pejabat
polisi Negara Republik Indonesia yang
diberi wewenang oleh undang-undang ini, sesuai yang dirumuskan pada pasal 4
yang melaksanakan tugas sebagai penyelidik adalah “setiap pejabat polisi
Negara” Republik Indonesia. Tegasnya, penyelidik adalah
setiap pejabat Polri. Jaksa atau pejabat yang lain tidak berwenang untuk
melakukan penyelidikan. Penyelidikan merupakan monopoli tunggal bagi Polri.[2]
Istilah
penyelidikan telah dikenal dalam undang-undang no 11/PNPS/1963 tentang
pemberantasan kegiatan subversi, namun tidak dijelaskan artinya. Definisi
mengenai penyelidikan dijelaskan oleh undang-undang no. 8 tahun 1981 tentang
undang-undang hukum acara pidana, pasal 5 KUHAP : Yang dimaksud dengan
penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan
suatu peristiwa yang di duga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau
tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.[3]
Penyelidikan dilakukan sebelum penyidikan, penyelidikan
berfungsi untuk mengetahui dan menentukan peristiwa apa yang sesungguhnya telah
terjadi dan bertugas membuat berita acara serta laporannya yang nantinya
merupakan dasar permulaan penyidikan.
Maka dari penjelasan di atas penyelidikan merupakan cara atau
tindakan pertama yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sebelum adanya sidik
atau penyelidikan. Tujuannya adalah untuk meneliti sejauh mana kebenaran sebuah
informasi berupa laporan atau aduan ataupun kejadian langsung yang tertangkap
basah langsung oleh aparat agar dapat memperkuat secara hukum penindakan
selanjutnya. Karena aparat tidak dapat menangkap, menahan, menggeledah,
menyita, memeriksa surat, memanggil dan menyerahkan berkas kepada penuntut umum
jikalau bukti permulaan atau bukti yang cukup saja belum dilakukan diawal. Hal
ini dapat menjadi kesalahan dalam menangkap pelaku jika aparat tidak menguji
dahulu informasi yang ada sehingga tidak merendahkan harkat dan martabat
manusia.
Tuntutan hukum dan tanggung jawab moral yang
demikian sekaligus menjadi peringatan bagi aparat penyidik untuk bertindak
hati-hati, sebab kurangnya ketidak hati-hatian dalam penyelidikan bisa membawa
akibat yang fatal pada tingkatan penyidikan, penangkapan, dan penahanan yang
mereka lakukan ke muka sidang praperadilan. Sedangkan
sebagaimana yang terdapat dalam KUHAP, terdakwa / tersangka berhak menuntut
ganti-rugi rehabilitasi atas tindakan penangkapan, penahanan, penggeledahan,
dan penyitaan yang berlawanan dengan hukum. Kalau begitu sangatlah beralasan
untuktidak melanjutkan suatu penyelidikan kepada tingkat penyidikan, jika fakta
dan bukti belum memadai di tangan penyidik.
Apabila terjadi hal tersebut di atas, alangkah
baiknya kegiatan tersebut dihentikan atau masih dapat dibatasi pada usaha-usaha
mencari dan menemukan kelengkapan fakta, keterangan dan barang bukti agar memadai
untuk melanjutkan penyidikan
B.
Fungsi dan Wewenang
Fungsi dan wewenang penyelidik
meliputi ketentuan yang diperinci pada Pasal 5 KUHAP. Dalam buku Yahya Harahap,
S.H, beliau membagi dan menjelaskan fungsi dan wewenang aparat penyelidik dari
dua sudut pandang yang berbeda sesuai dengan bunyi pasal tersebut, yaitu
berdasarkan hukum dan perintah penyidik.
Pertama, fungsi dan wewenang berdasarkan hukum sebagaimana
pada pasal 5 KUHAP. Berdasarkan ketentuan ini yang lahir dari sumber
undang-undang, fungsi dan wewenang aparat penyelidik terbagi menjadi 4 bagian,
yaitu:
1. Menerima Laporan dan Pengaduan
Berangkat dari adanaya laporan atau
pengaduan atas tindak pidana kepada pihak yang berwenang melakukan
penyelidikan, perlu dijelaskan lebih lanjut berkaitan dengan hal tersebut.
Dalam Pasal 1 angka 24-25 KUHAP dikemukakan tentang pengertian laporan dan
pengaduan. Sepintas lalu tidak nampak perbedaan antara laporan dan pengaduan
tersebut, apakah ada persamaan dan perbedaan antara kedua pengertian tersebut?
Jawabannya adalah jelas adanya persamaan dan perbedaan antara keduanya. Titik
persamaanya ialah bahwa baik laporan maupun pengaduan keduanya sama-sam berisi
pemberitahuan dari seseorang kepada pejabat yang berwenang tentang suatu
peristiwa yang diduga suatu tindak pidana yang telah atau sedang dan akan
terjadi.
Sedangkan perbedaan antara
laporan dan pengaduan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
Kategori
|
Laporan
|
Pengaduan
|
Tindak
pidana
|
Diajukan
dalam tindak pidana biasa.
|
Diajukan
dalam hal tindak pidana aduan (klacht delict).
|
Syarat
penuntutan
|
Tidak
menjadi syarat penuntutan.
|
Menjadi
syara penuntutan, artinya tanpa pengaduan tidak dapat dilakukan penuntutan.
|
Orang
yang berhak melakukan pemberitahuan
|
Pemberitahuan
yang dapat diajukan oleh setiap orang.
|
Pemberitahuan
yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu, sebagaimana yang telah diatur
dalam Pasal 72 KUHAP.
|
Batasan
waktu pemberitahuan
|
Pemberitahuan
yang bersifat tidak terikat pada waktu tertentu.
|
Pemberitahuan
yang bersifat dibatasi oleh tenggang waktu tertentu, sebagaimana terdapat
dalam Pasal 74 KUHAP.
|
Proses
pemberitahuan setelah diajukan
|
Pemberitahuan
yang telah diajukan tidak dapat dicabut kembali.
|
Pemberitahuan
yang dapat diatarik kembali, dalam tempo 3 (tiga) bulan sejak diajukannya
pemberitahuan
tersebut.
|
Penegasan
penjatuhan hukuman atas pelaku
|
Tidak
perlu adanya penegasan terkait diambilnya tindakan hukum atas pelaku.
|
Perlu
ditegaskan dengan adanya sebuah permintaan, agar terhadap pelaku tindak
pidana itu diambil tindakan hukum.
|
Proses selanjutnya, apabila pejabat yang
berwenang (melakukan penyelidikan) menerima pemberitahuan (baik berupa pengaduan
ataupun laporan), maka ia wajib segera melakukan langkah-langkah guna
mengetahui sejauh mana kebenaran atas pemberitahuan tersebut.[4]
2. Mencari
Keterangan dan Barang Bukti
Setelah diketahui, bahwa peristiwa yang diberitahukan kepadanya itu memang
benar-benar telah terjadi, maka penyelidik harus mengumpulkan segala data dan
fakta ayng berhubungan dengan tindak pidana tersebut. Berdasarkan data dan fakta yang diperolehnya penyelidik dapat
menetukan apakah peristiwa itu benar merupakan tindak pidana dan apakah
terhadap tindak pidana tersebut dapat dilakukan penyidikan. Hasil yang
diperoleh dengan dilaksanakannya penyelidikan tersebut menjadi bahan yang
diperlukan penyidik atau penyidik pembantu dalam melaksanakan penyidikan.
3. Menyuruh Berhenti Orang yang
Dicurigai
Kewajiban dan wewenang ketiga yang
diberikan pasal 5 kepada penyelidik, menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan
menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri. Dari apa yang kita pahami,
bahwa untuk melakukan hal ini aparat tidak perlu untuk meminta surat perintah
khusus atau dengan surat apapun. Karena sebagaimana dalam pasal 4 mengaskan
bahwa polisi Negara RI adalah penyelidik, maka sudah menjadi wajar dan haknya untuk
polisi bila ada sesuatu yang dicurigai melakukan tindakan tersebut.
Akan tetapi jika polisi mengalami kesulitan
dalam melakukan tindakan tersebut diatas, maka satu-satunya jalan yang dapat
dibenarkan hukum, pejabat penyelidik harus cepat-cepat mendatangi pejabat
penyidik atau lebih efesiennya penyelidik mempersiapkan kian “surat perintah”
penangkapan atau surat perintah “membawa dan menghadapkan” orang yang dicurigai
ke muka penyidik.
4. Tindakan Lain Menurut Hukum
Memang terlihat sulit memahami apa
yang dimaksud tindakan lain menurut hukum ini. Akan tetapi menurut Yahya
Harahap, beliau memberikan contoh agar mempermudah pemahamannya sebagai
berikut: Seorang yang dicurigai tidak mau berhenti dan tidak mau menyerahkan
identitas yang diminta atau ditanyakan penyelidik. Dari point yang sebelumnya
telah kita ketahui penyelidik tidak dapat memaksanya dengan upaya paksa, dan
sebagai jalan keluar, penyelidik harus pergi meminta surat perintah kepada
penyidik untuk dihadapkan padanya. Sekarang, apakah penyelidik dapat memaksa
orang tadi untuk berhenti dengan surat perintah penyidik? Dan apakah dapat
ditindakan dengan perlakuan lain semacam perampasan surat kartu penduduk dan
lainnya? Sepanjang hal ini memang dapat dilakukan dengan alasan perampasan KTP
sebagai tindakan penggeledahan pakaian sebagaimana yang diatur pada pasal 37
ayat 1. Namun hal ini baru dapat dilakukan jika terjadi penangkapan terhadap
tersangka. Jika tidak, penggeledahan pakaian tidak dibenarkan. Secara teoritis
sangat sulit mengkontruksi acuan tindakan yang konkrit terhadap bunyi pasal 5
ayat 1 huruf a angka 4 KUHAP yang memerintahkan hal ini. Mungkin praktek
hukumlah yang memberi jalan pemecahan atau ketentuan ini dalam praktek lebih
berat arahnya menjurus kepada tindakan keluasaan bagi pejabat penyelidikan.
Kedua, Kewenangan berdasarkan
perintah penyidik. Tindakan yang dilakukan penyelidik dalam hal ini, tepatnya
merupakan tindakan melaksanakan perintah penyidik, yaitu berupa:
1.
Penangkapan, larangan meninggalkan
tempat, penggeledahan dan penyitaan.
2.
Pemeriksaan dan penyitaan surat
3.
Mengambil sidik jari dan memotret
seseorang
4.
Membawa dan menghadapkan seseorang
pada penyidik.
Ketiga, Penyelidik wajib menyampaikan hasil pelaksanaan
tindakan sepanjang yang menyangkut tindakan yang disebut pada pasal 5 ayat (1)
huruf a dan b pengertian laporan hasil pelaksanaan tindakan penyelidikan, harus
merupakan “laporan tertulis”. Jadi
disamping adanya laporan lisan, harus diikuti laporan tertulis demi untuk
adanya pertanggungjawaban dan pembinaan pengawasan terhadap penyelidik,
sehingga apa saja pun yang dilakukan penyelidik tertera dalam laporan tersebut.
C.
Tahapan Dalam Proses Penyelidikan
a. Kapan penyelidikan dimulai
Menurut KUHAP,
penyelidikan diintradusir dengan motivasi pelindungan HAM dan
pembatasan ketat terhadap penggunaan upaya paksa,m dimana upaya paksa baru
digunakan sebagai tindakan yang terpaksa
Hal yang perlu diperhatikan untuk
memulai melakukan penyelidikan akan didasarkan pada hasil penilaian
terhadap informasi atau data–data yang diperoleh melalui :
1. Sumber-sumber tertentu yang
dapat dipercaya, diantaranya :
a. Dari orang
b. Tulisan dalam mass media,
c. Instansi atau perusahaan.
2. Adanya laporan langsung
kepada penyidik dari orang yang mengetahui hukum terjadi suatu tindak pidana.
Laporan langsung yang diterima dari orang yang mengetahui
terjadinya tindak pidana dapat berupa :
a. Laporan secara tertulis
b. Laporan lisan (penyelidik
menerima laporan yang kemudian dituangkan dalam Berita Penerimaan Laporan).
Persamaan laporan dan pengaduan di mana kedua-duanya
adalah pemberitahuan kepada yang berwajib, yaitu kepolisian Negara tentang
adanya kejahatan atau pelanggaran yang sedang terjadi atau yang telah selesai.
Perbedaan keduanya adalah kalau laporan pemberitahuan tersebut merupakan hak
dan kewajiban yang harus disampaikan oleh setiap orang kepada yang berwajib
yaitu kepolisian Negara serta dalam hal yang dilaporkannya tersebut merupakan
tindak pidana umum, contohnya : pencurian, pembunuhan dan lain-lain.
Sedangkan pengaduan, pemberitahuan tersebut
merupakan hak dan kewajiban seseorang tertentu yang disampaikan kepada yang
berwajib dengan permintaan agar yang berwajib mengambil atau melakukan tindakan
serta dalam hal yang diadukan merupakan tindak pidana aduan. Contoh : Kejahatan kesusilaan, Kekerasan dalam rumah tangga.
3. Hasil berita acara
yang dibuat oleh penyidik
b. Tujuan Penyelidikan
Adapun tujuan dari pada penyelidikan
adalah untuk mendapatkan atau mengumpulkan keterangan, bukti atau data-data
yang digunakan untuk :
1) Menentukan apakah
suatu peristiwa yang terjadi merupakan suatu tindak pidana atau bukan.
2) Siapa yang dapat
dipertanggung jawabkan (secara piana) terhadap tindak pidana tersebut.
3) Merupakan persiapan untuk melakukan penindakan
c. Sasaran Penyelidikan
Sasaran penyelidikan diantaranya
adalah sebagai berikut :
1) Orang yang diduga
telah melakukan tindak pidana.
2) Benda/barang/surat
yang dipergunakan untuk melkakukan kejahatan yang dapat dipergunakan untuk
mengadakan penyidikan maupun untuk barang bukti dalam siding pengadilan.
3) Tempat/bangunan/alat
angkut dimana suatu kejahatan telah dilakukan.
d. Cara Penyelidikan
Untuk melakukan penyelidikan dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
1) Dengan melakukan
penyelidikan secara terbuka.
Penyelidikan ini dilakukan apabila
keterangan-keterangan/data-data/bukti- bukti yang diperlukan mudah untuk
didapatkan dan dengan cara tersebut dianggap tidak akan mengganggu dan
menghambat proses penyelidikan selanjutnya.
Pihak penyelidikpun harus memperlihatkan tanda pengenal diri mereka
sesuai yang tercantum dalam pasal 104 KUHAP dalam melakukan penyelidikannya.
2) Dengan melakukan
penyelidikan secara tertutup.
Penyelidikan ini biasanya digunakan dalam dunia intelijen dan
penyelidik harus dapat menghindarkan diri dari tindakan-tindakan yang
bertentangan dengan ketentuan undang-undang.
e. Penyelidikan
Agar tujuan dari penyelidikan dapat tercapai
sesuai rencana maka sebelum melakukan kegiatan penyelidik terlebih dahulu
disusun rencana penyelidikan agar lebih terarah dan terkendali dengan baik.
Rencana penyelidikan tersebut memuat tentang :
1) Sumber informasi yang
perlu dihubungi (orang, instansi, badan, tempat, dan lain-lain).
2) Informasi atau alat bukti apa
yang dibutuhkan dari sumber tersebut (yang bermanfaat untuk pembuktian tindak
pidana).
3) Petugas pelaksana
4) Batas waktu kegiatan
f. Laporan hasil
Penyelidikan
Setelah penyelidikan selesai dilakukan, penyelidik mengolah
data-data yang telah terkumpul dan kemudian disusun suatu laporan hasil
penyelidikan yang memuat :
1) Sumber data atau keterangan
2) Data atau keterangan apa
yang diperoleh dari setiap sumber tersebut
3) Barang bukti
4) Analisa
5) Kesimpulan tentang benar
tidaknya terjadi tindak pidana dan siapa pelakunya
6) Saran tentang
tindakan-tindakan apa yang perlu dilakukan dalam tahap penyelidikan
selanjutnya.
BAB IV
KESIMPULAN
Penyelidik adalah pejabat PORLI yang diberi wewenang oleh undang-undang
untuk melakukan penyelidikan, dengan demikian penyelidik menurut Kitab Undang
Undang Hukum Acara Pidana hanyalah Kepolisian Negara Republik Indonesia
(PORLI). Sedangkan penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik
untuk mencari dan menemukan suatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya
dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
Tugas penyelidik adalah:
1.
Penyelidik melakukan tindakan penyelidikan yang
diperlukan, bila mengetahui, menerima laporan, atau mengadukan tentang
terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan suatu tindak pidana.
2.
Menunjukkan tanda pengenalnya dalam tugas
penyelidikannya.
3.
Dalam tugas penyelidikan, penyelidik dikoordinasi,
diawasi dan diberi petunjuk oleh penyidik.
4.
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab.
5.
Atas perintah penyidik mengambil sidik jari dan
memotret seseorang.[5]
Untuk melakukan
penyelidikan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.
Dengan melakukan penyelidikan secara terbuka.
Penyelidikan ini dilakukan apabila
keterangan-keterangan/data-data/bukti-bukti yang diperlukan mudah untuk
didapatkan dan dengan cara tersebut dianggap tidak akan menunggu dan menghambat
proses penyelidikan selanjutnya. Pihak penyelidikan harus memperlihatkan tanda
pengenal diri mereka sesuai yang tercantum dalam pasal 104 KUHAP dalam
melakukan penyelidikannya.
2.
Dengan melakukan penyelidikan secara tertutup.
Penyelidikan ini biasanya digunakan dalam intelijen
dan penyelidik harus dapat menghindarkan diri dari tindakan-tindakan yang
bertentangan dengan ketentuan undang-undang.
DAFTAR PUSTAKA
Harun M.
Husain, 1991, Penyidikan Dan Penuntutan Dalam Proses Pidana, Jakarta,
PT Rineka Cipta
Yahya Harahap, 1988, Pembahasan
permasalahan dan penerapan KUHAP, Jakarta, Pustaka Kartini
Anshorie
Hasibuan, 1990, Hukum Acara Pidana, Bandung, Angkasa
H. Hamrat
Hamid, S.H, dan Harun M. Husein, S.H, 1992, Pembahasan
Permasalahan KUHAP Bidang Penyidikan, Jakarta, Sinar Grafika
Irsan Nasution
, Hukum Acara Pidana.
[1] Harun M.
Husain, Penyidikan Dan Penuntutan Dalam Proses Pidana,Jakarta,PT Rineka Cipta
1991,hlm.55
[2] Yahya Harahap,
Pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP, Jakarta:Pustaka Kartini,
1988,hlm.101
[3] Anshorie
Hasibuan,Hukum Acara Pidana, Bandung: Angkasa, 1990, hlm.76
[4] H. Hamrat
Hamid, S.H, dan Harun M. Husein, S.H, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang
Penyidikan (Jakarta: Sinar Grafika) 1992, hal. 18
[5] M. Irsan
Nasution , Hukum Acara Pidana.
0 komentar:
Post a Comment