Blog ini berisi artikel-artikel, karya tulis ilmiah, dan berita mengenai Hukum dan Sosial

Sunday, May 27, 2018

ANALISIS UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2014

Penulis: MOh. Alwi Aziz


ANALISIS UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2014
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
Dengan lahir nya Undang-Undang no 23 Tahun 2014 yang semula merupakan RUU (Rancangan Undang-Undang) dari UU No 23 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang bertujuan untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang mana Undang-Undang ini disahkan pada tanggal 30 September 2014 dan diundangkan pada tanggal 2 Oktober 2014 oleh presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudoyono. Makan dnengan resmi UU No 32 Tahun 2004 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Dalam hal ini penyelenggaraan pemerintahan daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia digunakan atau diberlakukan prinsip otonomi daerah yang seluasluasya serta otonomi nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi seluasluasnya dimaksudkan bahwa daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Sedangkan prinsip otonomi yang nyata yaitu prinsip otonomi dimana untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
Menurut pengertian prinsip otonomi yang nyata tentunya, tentunya isi dan jenis otonomi untuk setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya karena masing-masing daerah mempunyai kekhasan kultur dan karakter daerah sendiri sendiri. Melalui prinsip-pinsip otonomi tersebut, diharapkan daerah dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keaneka-ragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Undang-Undang Pemerintahan Daerah), mengisyaratkan perlu dilakukannya penyesuaian kewenangan Pemerintah Daerah yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang tersebut telah melimpahkan kekuasaan baik secara politik maupun secara administratif kepada daerah untuk menyelenggaran kewenangan sesuai dengan prakarsa dan inisiatif masyarakat didaerah selain 6 (enam) kewenangan yang masih menjadi kewenangan pemerintah pusat antara lain politik luar negeri, moneter dan fiscal nasional, agama, pertahanan, keamanan, dan yudisial. Pelimpahan kewenangan itulah yang kita namakan dengan “otonomi daerah”. Pelimpahan itu secara otomatis juga memindahkan fokus politik ke daerah karena pusat kekuasaan tidak hanya dimonopoli oleh pemerintah pusat seperti di era sentralisasi namun telah terdistribusi ke daerah.
Setelah diatas diterangkan bagaimana  UU No 23 Tahun 2014 ini terbentuk, maka dalam penjelasan kali ini yang paling diutamakan adalah menitikberatkan kepada asas pembentukan Perundang-Undangan menurut UU No 12 Tahun 2011 berikut merupakan asas formil yang harus terdapat dalam suatu Undang-Undang yang telah atau akan terbentuk khususnya didalam UU No 23 Tahun 2014.
Sebelum terbentuknya Undang-Undang ada aspek penting yang harus diperhatikan oleh DPR atau Presiden yakni kesesuaian UU yang akan di bentuk dengan asas pembentukan perundang-undangan yang dalam hal ini diatur oleh UU No 12 tahun 2011, salah satunya  dalam asas pembentukan perundang-undangan itu, UU yang akan dibentuk harus memiliki kejelasan tujuannya,[1] melihat dari asas tersebut UU No 23 tahun 2014 ini telah memiliki kriteria tersebut yang mana UU ini cakupannya ditunjukan khusus untuk Pemerintahan Daerah, dalam pembuatannya juga UU No 23 Tahun 2014 ini pun sudah memenuhi salah satu asas formil pembentukan perundang-undangan yaitu asas organ/lembaga yang tepat adalah bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat yang berwenang sesuai dengan asas kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak memiliki kewenangan. UU No 23 tahun 2014 ini sudah jelas di buat oleh lembaga negara yang berwenang yaitu dalam hal ini Presiden dan DPR, selanjutnya lebih jelasnya saya akan menganalisis nya perpasal.
Dalam pembentukan Perundang-Undangan asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, harus diutamakan karena UU yang akan dibuat harus benar-benar memperhatikan muatan yang tepat dengan jenis peraturan Perundang-Undangan nya dan harus memperhitungkan efektifitas peraturan Perundang-undagan didalam masyarakat yaitu membentuk undang-undang yang memang benar-benaar dibutuhkan dan bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, contoh didalam UU No 23 Tahun 2014 bertujuan untuk mengelola Pemerintahan Daerah yang baik, meningkatkan kualitas pemerintah daerah, dengan tujuan tersebut akhirnya masyarakat lah yang akan sangat diuntungkan dari adanya UU No23 Tahun 2014 ini.
 Selantjutnya  yang harus diperhatikan setelah kesesuaian jenis, hirarki dan muatan adalah bagaimana dapat dilaksanakan nya UU tersebut, point ini ada dalam UU No 12 tahun 2011 pasal 5 butir (d), setelah UU No 23 ini terbentuk sesuai dengan asas tadi bagaimana aturan-aturan dan ketentuan ketentuan itu dilaksanakan dan dapat dirasakan oleh masyarakat, didalam UU No 23 Tahun 2014 dalam pelaksanaan nya pemerintahan  daerah dibagi kedalam beberapa urusan hal ini untuk memudahkan dan memaksimalkan tugas pemerintahan daerah hal tersebut terdapat didalam Bab.IV Pasal 9-Pasal 26 UU No 23 Tahun 2014 disana diatur urusan-urusan Pemerintahan Daerah untuk memudahkan pelaksanaanya. Intinya dalam asas dapat dilaksanakan UU sebenarnya bertujuan untuk kedayagunaan/kehasil gunaan dari suatu undang-undang harus terlaksan dan pada akhirnya masyarakat lah yang merasakan UU tersebut ada mengatur kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara jadi ada dua asas yang saling berdampingan dalam hal ini yang pertama asas dapat dilaksanakannya UU dan Asas kedayagunaan/ kehasil gunaan dari UU yang telah dilaksanakan tersebut.
            Didalam pasal 2, pasal 3, pasal 4 yang berbunyi Pasal 2 (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah provinsi dan Daerah provinsi itu dibagi atas Daerah kabupaten dan kota. (2) daerah kabupaten/kota dibagi atas Kecamatan dan Kecamatan dibagi atas kelurahan dan/atau Desa. Pasal 3 (1) Daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan Daerah dan masing-masing mempunyai Pemerintahan Daerah. (2) Daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dengan undang-undang. Pasal 4 (1) Daerah provinsi selain berstatus sebagai Daerah juga merupakan Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi gubernur dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah provinsi. (2) Daerah kabupaten/kota selain berstatus sebagai Daerah juga merupakan Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi bupati/wali kota dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah kabupaten/kota. Jika kita cermati dalam pasal diatas memiliki asas keterbukaan dan juga kejelasan rumusan dalam setiap pembentukan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai dan pasal diatas mempunyai tujuan yang jelas, dengan menjelaskan fungsi daerah otonom dalam pembagian tugasnya, asas tersebut merupakan asas yang paling utama dalam pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang baik hal ini sesuai dengan pasal 5 butir (f) dan (g) dalam UU No 12 Tahun 2011. Beberapa penjelasan diatas itu merupakan asas-asas formil yang terdapat didalam UU No 23 tahun 2014 selanjutnya kita akan menganalisa asas-asas materil yang ada dalam pelaksanaan UU No 23 Tahun 2014.
          Dalam pasal 10 pasal 11 dan pasal 12 menjelaskan urusan kewenangan pemerintahan absolut, konkuren, wajib daerah sesuai pasal 9 ayat 1-5 yang berbunyi: “Pasal 10 (1) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi: a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e. moneter dan fiskal nasional; dan f. agama. (2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat: a. melaksanakan sendiri; atau b. melimpahkan wewenang kepada Instansi Vertikal yang ada di Daerah atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat berdasarkan asas Dekonsentrasi. Pasal 11 (1) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana di maksud dalam Pasal 9 ayat (3) yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan. (2) Urusan Pemerintahan Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Urusan Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. (3) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Urusan Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan Pelayanan Dasar. Pasal 12 (1) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi: a. pendidikan; b. kesehatan; c. pekerjaan umum dan penataan ruang; d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman; e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan f. sosial. (2) Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi: a. tenaga kerja; b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; c. pangan; d. pertanahan; e. lingkungan hidup; f. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; g. pemberdayaan masyarakat dan Desa; h. pengendalian penduduk dan keluarga berencana; i. perhubungan; j. komunikasi dan informatika; k. koperasi, usaha kecil, dan menengah; l. penanaman modal; m. kepemudaan dan olah raga; n. statistik; o. persandian; p. kebudayaan; q. perpustakaan; dan r. kearsipan. (3) Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) meliputi: a. kelautan dan perikanan; b. pariwisata; c. pertanian; d. kehutanan; e. energi dan sumber daya mineral; f. perdagangan; g. perindustrian; dan h. transmigrasi. Didalam ketiga pasal diatas terdapat asas pengayoman yang mana dijelaskan dalam ketiga pasal tersebut bahwa urusan Pemerintahan Daerah memiliki 3 urusan pokok 1.urusan absolut 2. urusan konkruen 3.urusan wajib, ini menjelaskan kepada kita bahwa urusan Pemerintahan Daerah dalam pengayoman atau pengabdian kepada masyarakat memiliki 3 urusan pokok  yang dibagi, hal ini juga merupakan kejelasan tujuan dari tiap urusan Pemerintahan Daerah supaya dalam pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
          Didalam pasal 31 kita dapat menemukan beberapa asas-asas pembentukan diantaranya 1. Asas pengayoman 2. Kemanusiaan 3. Kebangsaan, pasa 31 berbunyi: “Pasal 31 (1) Dalam pelaksanaan Desentralisasi dilakukan penataan Daerah. (2) Penataan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk: a. mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; b. mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat; c. mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik; d. meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan; e. meningkatkan daya saing nasional dan daya saing Daerah; dan f. memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya Daerah. (3) Penataan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Pembentukan Daerah dan penyesuaian Daerah. (4) Pembentukan Daerah dan penyesuaian Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional”. Dapat kita analisis bersama bahwa dalam pasal 31 ini memang terdapat beberapa asas pembentukan perundang-undangan karena pada dasar nya UU No 32 Tahun 2014 ini berisi tata kelola pemerintahan daerah dan bertujuan untuk meningkat kan potensi yang dimiliki daerah, khusus pasal 31 terdapat 3 asas bahkan mungkin lebih, sakah satunya asas pengayoman UU itu harus berfungsi memberikan perlindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat ini bisa kita buktikan dengan melihat pasal 31 butir (b) dan (c) yang berbunyi “mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat; mempercepat peningkatan kualitas pelayanan public”. Selanjutnya asas kemanusian yang terdapat dalam pasal 31, UU yang dibentuk harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan ham serta harkat dan martabat warga negara, kita lihat butir (d) dari pasal 31 ini bahwa daerah harus “meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan” jika pengelolaan pemerintah itu baik maka Pemerintah Daerah akan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarkat dan hak-hak dari masyarakat otomatis akan terpenuhi.
          Undang-undang yang telah terbentuk dan dilaksanakan harus bersifat kekeluargaan artinya harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan,  kita bisa melihat kepada pasal 44 – Pasal 47 disana kita bisa menemukan ada asas kekeluargaan yang melekat bahwa dalam pengambilan keputusan pemerintahan daerah, ada pihak-pihak yang ikut campur memutuskan bersama keputusan itu. Bunyi pasal 44-47: “Pasal 44 (1) Penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b berupa: a. penggabungan dua Daerah kabupaten/kota atau lebih yang bersanding dalam satu Daerah provinsi menjadi Daerah kabupaten/kota baru; dan b. penggabungan dua Daerah provinsi atau lebih yang bersanding menjadi Daerah provinsi baru. (2) Penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan: a. kesepakatan Daerah yang bersangkutan; atau b. hasil evaluasi Pemerintah Pusat. Pasal 45 (1) Penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Daerah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan dasar kapasitas Daerah. (2) Ketentuan mengenai persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 berlaku secara mutatis mutandis terhadap persyaratan administratif dalam rangka penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan mengenai persyaratan dasar kapasitas Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 berlaku secara mutatis mutandis terhadap persyaratan kapasitas Daerah dalam rangka penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 46 (1) Penggabungan Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf a yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Daerah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a diusulkan oleh gubernur kepada Pemerintah Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, atau Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia setelah memenuhi persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2). (2) Penggabungan Daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Daerah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a diusulkan secara bersama oleh gubernur yang Daerahnya akan digabungkan kepada Pemerintah Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, atau Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia setelah memenuhi persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2). (3) Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Pemerintah Pusat melakukan penilaian terhadap pemenuhan persyaratan administratif. (4) Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. (5) Dalam hal usulan penggabungan Daerah dinyatakan memenuhi persyaratan administratif, Pemerintah Pusat dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia membentuk tim kajian independen. (6) Tim kajian independen bertugas melakukan kajian terhadap persyaratan kapasitas Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3). (7) Hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan oleh tim kajian independen kepada Pemerintah Pusat untuk selanjutnya dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. (8) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menjadi pertimbangan bagi Pemerintah Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, atau Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dalam pembentukan undang-undang mengenai penggabungan Daerah. (9) Dalam hal penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dinyatakan tidak layak, Pemerintah Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, atau Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia menyampaikan penolakan secara tertulis dengan disertai alasan penolakan kepada gubernur. Pasal 47 (1) Penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf b dilakukan dalam hal Daerah atau beberapa Daerah tidak mampu menyelenggarakan Otonomi Daerah. (2) Penilaian terhadap kemampuan menyelenggarakan Otonomi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Pusat. (3) Pemerintah Pusat mengajukan rancangan undang-undang mengenai penggabungan Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. (4) Dalam hal rancangan undang-undang mengenai penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, rancangan undang-undang dimaksud ditetapkan menjadi undang-undang.
          Asas kenusantaraan dan bhineka tunggal ika merupakan bagian yang harus ada dalam suatu Undang-Undang, dimana sistem hukum nasional yang berdasarkan pancasila. Memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat didaerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan pancasila, selain itu juga Undang-Undang harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku/golongan, kondisi khusus daerah dan budaya khususnya yang menyangkut masalah masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Didalam UU No 23 Tahun 2014 hal ini terdapat dalam pasal 58, pasal 150 dan pasal 151 atau bahkan yang lainnya. Pasal 58,150,151 berbunyi: ”Penyelenggara Pemerintahan Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah berpedoman pada asas penyelenggaraan pemerintahan negara yang terdiri atas: a. kepastian hukum; b. tertib penyelenggara negara; c. kepentingan umum; d. keterbukaan; e. proporsionalitas; f. profesionalitas; g. akuntabilitas; h. efisiensi; i. efektivitas; dan j. keadilan. Pasal 150 Fungsi pembentukan Perda Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1) huruf a dilaksanakan dengan cara: a. membahas bersama bupati/wali kota dan menyetujui atau tidak menyetujui rancangan Perda Kabupaten/Kota; b. mengajukan usul rancangan Perda Kabupaten/Kota; dan c. menyusun program pembentukan Perda Kabupaten/Kota bersama bupati/wali kota. Pasal 151 (1) Program pembentukan Perda Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 huruf c memuat daftar urutan dan prioritas rancangan Perda Kabupaten/Kota yang akan dibuat dalam 1 (satu) tahun anggaran. (2) Dalam menetapkan program pembentukan Perda Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD kabupaten/kota melakukan koordinasi dengan bupati/wali kota. Dalam pasal 150-151 diterangkan bahwa fungsi dari kabupaten/kota adalah membentuk Perda daerah  dimana dalam hal ini dalam pembuatan perda pasti erdapat asas bhineka tunggal ika karena dalam pelaksanaan perda tersebut tidak dapat terpungkiri bahwa didaerah daerah sasaran perda tersebut ada keragaman masyarakat, itu merupakan suatu hal yang pasti karena daerah merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang banyak didalam nya terdapat perbedaan, tidak hanya dalam pasal 150- 151, pasal 57 juga terdapat asas yang sama pentingnya yaitu asas kenusantaraan jika kita melihat bunyi pasal 57, didalam nya sangat memperhatikan kultur bahkan keefesiensian peraturan daerah yang akan dibuat, ini merupakan bagian dari sistim hukum nasional karena jika kita lihat pasal tersebut memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dengan pertimbangan yang sangat terincin ini dibuktikan dengan butir-butir dari pasal 57 tersebut.
          Undang-undang yang dibuat harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarkat melalui jaminan adanya kepastian hukum dalam Undang-Undang tersebut asas ini merupakan bagian yang penting dari terbentuknya suatu Undang-Undang karena aturan yang dibentuk harus memiliki kekuatan dan kepastian hukum yang mengikat bagi masyarakat. Jika kita melihat kedalam pasal-pasal dari UU 23 Tahun 2014 nampaknya asas ini sangat melekat dengan dengan pasal 7 UU no 23 Tahun 2014 ini, bunyi pasal 7 : Pasal 7 (1) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Daerah. (2) Presiden memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam memastikan terselenggaranya peraturan atau kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah demi lahirnya kekuatan hukum dan kepastikan hukum pemerintah pusat ikut serta membantu mengawasi jalan nya urusan pemerintahan daerah, ini sangat penting karena setiap kebijakan yang dibuat bukan oleh pemerintah pusat, pemerintah pusat terus mengawasi kegiatan tersebut, demi terlaksananya aturan atau kebijakan tersebut, sehingga yang akan di untungkan adalah masayarakat yang merasakan peraturan tersebut, jika peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah telah terasa baik oleh msyarakat maka ketertiban dan kesejahteraan didalam setruktural masyrakat akan timbul dan terjalin, ini merupakan konsep timbal balik dari pemerintah kepada masyarakat, jika hal seperti ini terjalin, ini akan membuat sebuah konsep rantai makanan yang siklusnya terus berputar, dengan demikian tidak akan ada kesenjangan antara masyarkat dengan pemerintah, baik itu Pemerintahan Daerah maupun Pemerintah Pusat.
          Selanjutnya jika kita melihat kedalam pasal 25 UU No 23 Tahun 2014 nampak semua asas dalam pembentukan perundang-undangan ini ada didalamnya pasal 25 ini membahas mengenai kewenangan urusan pemerintahan umum, bunyi pasal 25: “Pasal 25 (1) Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) meliputi: a. pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka memantapkan pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa; c. pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas kemanan lokal, regional, dan nasional; d. penanganan konflik sosial sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. e. koordinasi pelaksanaan tugas antarinstansi pemerintahan yang ada di wilayah Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan memperhatikan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, potensi serta keanekaragaman Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; f. pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila; dan g. pelaksanaan semua Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan kewenangan Daerah dan tidak dilaksanakan oleh Instansi Vertikal. (2) Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh gubernur dan bupati/wali kota di wilayah kerja masing-masing. (3) Untuk melaksanakan urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), gubernur dan bupati/wali kota dibantu oleh Instansi Vertikal. (4) Dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum, gubernur bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri dan bupati/wali kota bertanggung jawab kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. 5) Gubernur dan bupati/wali kota dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum dibiayai dari APBN. (6) Bupati/wali kota dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada tingkat Kecamatan melimpahkan pelaksanaannya kepada camat. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (6) diatur dalam peraturan pemerintah. Dalam pasal 5 butir 1 point a kita dapat melihat bahwa yang pertama harus diutamakan adalah pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka memantapkan pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika serta pemertahanan dan pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; point ini merujuk pada beberapa asas yakni asas kenusantaraan, kebangsaan, dan bhineka tunggal ika, dimana didalam setiap UU yang dibentuk harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia, intinya harus tetap menjaga prinsip NKRI, selanjutnya dalam point b nya terdapat ungkapan “pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa;” sudah jelas bahwa urusan yang paling umum dan wajib dilaksanakan oleh Pemerintahan daerah adalah membina persatuan dan kesatuan masyarakat, jangan sampai ada gesekan antara suku, ras tau bahkan agama, dilengkapi oleh poin c “pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas kemanan lokal, regional, dan nasional;”. Disini kita bisa tau peran dan fungsi Pemerintahan Daerah sebagai unsur pemerintahan yang paling dekat dengan masyarkat, karena dengan letak geografis Indonesia ini yang memilik banyak pulau dan memilik banyak perbedaan disetiap daerahnya, pemerintahan daerah lah yang sangat berperan penting dalam menjaga kerukunan dan tata kelola masyarkat disetiap daerah nya, maka dari itu UU No 23 Tahun 2014 ini harus terus diperbarui jika terdapat kesenjangan atau masalah yang baru dipemerintahan daerah karena begitu sentral nya peran dan fungsi dari Pemerintahan daerah. Dengan adanya asas pembentukan Undang-Undang ini merupakan tolak ukur dari setiap UU baru yang akan dibentuk supaya tidak menyimpang dari kaidah-kaidah ideology bangsa yang selama ini telah dijaga oleh orang orang hebat yang memiliki jabatan dan mempergunakan jabatan itu dengan amanah, jangan sampai tatanan yang selama ini tertata dengan baik dirusak oleh pemimpin yang membuat aturan hanya sesuai dengan kepentingan nya atau bahkan kelompoknya.












Referensi: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN



[1] undang-undang republik indonesia nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan

Share:

0 komentar:

Post a Comment