Penulis: MOh. Alwi Aziz |
ANALISIS
UNDANG-UNDANG NO 23 TAHUN 2014
TENTANG PEMERINTAHAN
DAERAH
Dengan lahir nya Undang-Undang no 23 Tahun 2014 yang semula merupakan
RUU (Rancangan Undang-Undang) dari UU No 23 Tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah yang bertujuan untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah
dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan
suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang mana
Undang-Undang ini disahkan pada tanggal 30
September 2014 dan diundangkan pada tanggal 2 Oktober 2014 oleh presiden
Republik Indonesia Susilo Bambang Yudoyono. Makan dnengan resmi UU No 32 Tahun
2004 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Dalam hal ini penyelenggaraan pemerintahan daerah di Negara Kesatuan
Republik Indonesia digunakan atau diberlakukan prinsip otonomi daerah yang
seluasluasya serta otonomi nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi
seluasluasnya dimaksudkan bahwa daerah diberikan kewenangan mengurus dan
mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat.
Sedangkan prinsip otonomi yang nyata yaitu prinsip otonomi dimana untuk
menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan
kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan
berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah.
Menurut pengertian prinsip otonomi yang nyata tentunya, tentunya isi dan
jenis otonomi untuk setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya
karena masing-masing daerah mempunyai kekhasan kultur dan karakter daerah
sendiri sendiri. Melalui prinsip-pinsip otonomi tersebut, diharapkan daerah
dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah mampu meningkatkan daya saing
dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan serta potensi dan keaneka-ragaman daerah dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Menjadi Undang-Undang (Undang-Undang Pemerintahan Daerah), mengisyaratkan perlu
dilakukannya penyesuaian kewenangan Pemerintah Daerah yang sebelumnya diatur
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang tersebut telah melimpahkan kekuasaan baik secara politik
maupun secara administratif kepada daerah untuk menyelenggaran kewenangan
sesuai dengan prakarsa dan inisiatif masyarakat didaerah selain 6 (enam) kewenangan
yang masih menjadi kewenangan pemerintah pusat antara lain politik luar negeri,
moneter dan fiscal nasional, agama, pertahanan, keamanan, dan yudisial.
Pelimpahan kewenangan itulah yang kita namakan dengan “otonomi daerah”.
Pelimpahan itu secara otomatis juga memindahkan fokus politik ke daerah karena
pusat kekuasaan tidak hanya dimonopoli oleh pemerintah pusat seperti di era
sentralisasi namun telah terdistribusi ke daerah.
Setelah diatas diterangkan bagaimana
UU No 23 Tahun 2014 ini terbentuk, maka dalam penjelasan kali ini yang
paling diutamakan adalah menitikberatkan kepada asas pembentukan
Perundang-Undangan menurut UU No 12 Tahun 2011 berikut merupakan asas formil
yang harus terdapat dalam suatu Undang-Undang yang telah atau akan terbentuk khususnya
didalam UU No 23 Tahun 2014.
Sebelum terbentuknya Undang-Undang ada aspek penting yang harus
diperhatikan oleh DPR atau Presiden yakni kesesuaian UU yang akan di bentuk
dengan asas pembentukan perundang-undangan yang dalam hal ini diatur oleh UU No
12 tahun 2011, salah satunya dalam asas
pembentukan perundang-undangan itu, UU yang akan dibentuk harus memiliki
kejelasan tujuannya,[1]
melihat dari asas tersebut UU No 23 tahun 2014 ini telah memiliki kriteria
tersebut yang mana UU ini cakupannya ditunjukan khusus untuk Pemerintahan
Daerah, dalam pembuatannya juga UU No 23 Tahun 2014 ini pun sudah memenuhi
salah satu asas formil pembentukan perundang-undangan yaitu asas organ/lembaga
yang tepat adalah bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat
oleh lembaga/pejabat yang berwenang sesuai dengan asas kelembagaan atau organ
pembentuk yang tepat, peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan
atau batal demi hukum, bila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak memiliki
kewenangan. UU No 23 tahun 2014 ini sudah jelas di buat oleh lembaga negara
yang berwenang yaitu dalam hal ini Presiden dan DPR, selanjutnya lebih jelasnya
saya akan menganalisis nya perpasal.
Dalam pembentukan Perundang-Undangan asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan
materi muatan, harus diutamakan
karena UU yang akan dibuat harus benar-benar memperhatikan muatan yang tepat
dengan jenis peraturan Perundang-Undangan nya dan harus memperhitungkan
efektifitas peraturan Perundang-undagan didalam masyarakat yaitu membentuk
undang-undang yang memang benar-benaar dibutuhkan dan bermanfaat dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara, contoh didalam UU No 23 Tahun 2014
bertujuan untuk mengelola Pemerintahan Daerah yang baik, meningkatkan kualitas pemerintah
daerah, dengan tujuan tersebut akhirnya masyarakat lah yang akan sangat
diuntungkan dari adanya UU No23 Tahun 2014 ini.
Selantjutnya yang harus diperhatikan setelah kesesuaian
jenis, hirarki dan muatan adalah bagaimana dapat dilaksanakan nya UU tersebut,
point ini ada dalam UU No 12 tahun 2011 pasal 5 butir (d), setelah UU No 23 ini
terbentuk sesuai dengan asas tadi bagaimana aturan-aturan dan ketentuan
ketentuan itu dilaksanakan dan dapat dirasakan oleh masyarakat, didalam UU No
23 Tahun 2014 dalam pelaksanaan nya pemerintahan daerah dibagi kedalam beberapa urusan hal ini
untuk memudahkan dan memaksimalkan tugas pemerintahan daerah hal tersebut
terdapat didalam Bab.IV Pasal 9-Pasal 26 UU No 23 Tahun 2014 disana diatur
urusan-urusan Pemerintahan Daerah untuk memudahkan pelaksanaanya. Intinya dalam
asas dapat dilaksanakan UU sebenarnya bertujuan untuk kedayagunaan/kehasil
gunaan dari suatu undang-undang harus terlaksan dan pada akhirnya masyarakat
lah yang merasakan UU tersebut ada mengatur kehidupan masyarakat berbangsa dan
bernegara jadi ada dua asas yang saling berdampingan dalam hal ini yang pertama
asas dapat dilaksanakannya UU dan Asas kedayagunaan/ kehasil gunaan dari UU
yang telah dilaksanakan tersebut.
Didalam pasal 2, pasal 3, pasal 4
yang berbunyi Pasal 2 (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah
provinsi dan Daerah provinsi itu dibagi atas Daerah kabupaten dan kota. (2)
daerah kabupaten/kota dibagi atas Kecamatan dan Kecamatan dibagi atas kelurahan
dan/atau Desa. Pasal 3 (1) Daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan Daerah dan masing-masing mempunyai
Pemerintahan Daerah. (2) Daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibentuk dengan undang-undang. Pasal 4 (1) Daerah provinsi
selain berstatus sebagai Daerah juga merupakan Wilayah Administratif yang
menjadi wilayah kerja bagi gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan wilayah
kerja bagi gubernur dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah
Daerah provinsi. (2) Daerah kabupaten/kota selain berstatus sebagai Daerah juga
merupakan Wilayah Administratif yang menjadi wilayah kerja bagi bupati/wali
kota dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah
kabupaten/kota. Jika kita cermati dalam pasal diatas memiliki asas keterbukaan
dan juga kejelasan rumusan dalam setiap pembentukan perundang-undangan harus
mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai dan pasal diatas mempunyai
tujuan yang jelas, dengan menjelaskan fungsi daerah otonom dalam pembagian tugasnya,
asas tersebut merupakan asas yang paling utama dalam pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan yang baik hal ini sesuai dengan pasal 5 butir (f) dan (g)
dalam UU No 12 Tahun 2011. Beberapa penjelasan diatas itu merupakan asas-asas
formil yang terdapat didalam UU No 23 tahun 2014 selanjutnya kita akan
menganalisa asas-asas materil yang ada dalam pelaksanaan UU No 23 Tahun 2014.
Dalam pasal 10
pasal 11 dan pasal 12 menjelaskan urusan kewenangan pemerintahan absolut,
konkuren, wajib daerah sesuai pasal 9 ayat 1-5 yang berbunyi: “Pasal 10 (1)
Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)
meliputi: a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e.
moneter dan fiskal nasional; dan f. agama. (2) Dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat: a.
melaksanakan sendiri; atau b. melimpahkan wewenang kepada Instansi Vertikal
yang ada di Daerah atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat berdasarkan
asas Dekonsentrasi. Pasal 11 (1) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana di
maksud dalam Pasal 9 ayat (3) yang menjadi kewenangan Daerah terdiri atas
Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan. (2) Urusan
Pemerintahan Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Urusan
Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang
tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. (3) Urusan Pemerintahan Wajib yang
berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Urusan
Pemerintahan Wajib yang sebagian substansinya merupakan Pelayanan Dasar. Pasal
12 (1) Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi: a. pendidikan; b.
kesehatan; c. pekerjaan umum dan penataan ruang; d. perumahan rakyat dan
kawasan permukiman; e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan
masyarakat; dan f. sosial. (2) Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan
dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:
a. tenaga kerja; b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; c. pangan; d.
pertanahan; e. lingkungan hidup; f. administrasi kependudukan dan pencatatan
sipil; g. pemberdayaan masyarakat dan Desa; h. pengendalian penduduk dan
keluarga berencana; i. perhubungan; j. komunikasi dan informatika; k. koperasi,
usaha kecil, dan menengah; l. penanaman modal; m. kepemudaan dan olah raga; n.
statistik; o. persandian; p. kebudayaan; q. perpustakaan; dan r. kearsipan. (3)
Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
meliputi: a. kelautan dan perikanan; b. pariwisata; c. pertanian; d. kehutanan;
e. energi dan sumber daya mineral; f. perdagangan; g. perindustrian; dan h.
transmigrasi. Didalam ketiga pasal diatas terdapat asas pengayoman yang mana
dijelaskan dalam ketiga pasal tersebut bahwa urusan Pemerintahan Daerah memiliki
3 urusan pokok 1.urusan absolut 2. urusan konkruen 3.urusan wajib, ini
menjelaskan kepada kita bahwa urusan Pemerintahan Daerah dalam pengayoman atau
pengabdian kepada masyarakat memiliki 3 urusan pokok yang dibagi, hal ini juga merupakan kejelasan
tujuan dari tiap urusan Pemerintahan Daerah supaya dalam pelaksanaan pelayanan
kepada masyarakat tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
Didalam pasal 31
kita dapat menemukan beberapa asas-asas pembentukan diantaranya 1. Asas
pengayoman 2. Kemanusiaan 3. Kebangsaan, pasa 31 berbunyi: “Pasal 31 (1) Dalam
pelaksanaan Desentralisasi dilakukan penataan Daerah. (2) Penataan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk: a. mewujudkan efektivitas
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; b. mempercepat peningkatan kesejahteraan
masyarakat; c. mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik; d.
meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan; e. meningkatkan daya saing
nasional dan daya saing Daerah; dan f. memelihara keunikan adat istiadat,
tradisi, dan budaya Daerah. (3) Penataan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri atas Pembentukan Daerah dan penyesuaian Daerah. (4) Pembentukan
Daerah dan penyesuaian Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dilakukan berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional”. Dapat kita
analisis bersama bahwa dalam pasal 31 ini memang terdapat beberapa asas
pembentukan perundang-undangan karena pada dasar nya UU No 32 Tahun 2014 ini
berisi tata kelola pemerintahan daerah dan bertujuan untuk meningkat kan
potensi yang dimiliki daerah, khusus pasal 31 terdapat 3 asas bahkan mungkin
lebih, sakah satunya asas pengayoman UU itu harus berfungsi memberikan perlindungan
untuk menciptakan ketentraman masyarakat ini bisa kita buktikan dengan melihat
pasal 31 butir (b) dan (c) yang berbunyi “mempercepat peningkatan kesejahteraan
masyarakat; mempercepat peningkatan kualitas pelayanan public”. Selanjutnya
asas kemanusian yang terdapat dalam pasal 31, UU yang dibentuk harus
mencerminkan perlindungan dan penghormatan ham serta harkat dan martabat warga
negara, kita lihat butir (d) dari pasal 31 ini bahwa daerah harus “meningkatkan
kualitas tata kelola pemerintahan” jika pengelolaan pemerintah itu baik maka
Pemerintah Daerah akan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarkat dan
hak-hak dari masyarakat otomatis akan terpenuhi.
Undang-undang yang
telah terbentuk dan dilaksanakan harus bersifat kekeluargaan artinya harus mencerminkan
musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan, kita bisa melihat kepada pasal 44 – Pasal 47
disana kita bisa menemukan ada asas kekeluargaan yang melekat bahwa dalam
pengambilan keputusan pemerintahan daerah, ada pihak-pihak yang ikut campur
memutuskan bersama keputusan itu. Bunyi pasal 44-47: “Pasal 44 (1) Penggabungan
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b berupa: a.
penggabungan dua Daerah kabupaten/kota atau lebih yang bersanding dalam satu
Daerah provinsi menjadi Daerah kabupaten/kota baru; dan b. penggabungan dua
Daerah provinsi atau lebih yang bersanding menjadi Daerah provinsi baru. (2)
Penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:
a. kesepakatan Daerah yang bersangkutan; atau b. hasil evaluasi Pemerintah
Pusat. Pasal 45 (1) Penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
ayat (1) yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Daerah yang bersangkutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a harus memenuhi persyaratan
administratif dan persyaratan dasar kapasitas Daerah. (2) Ketentuan mengenai
persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 berlaku secara
mutatis mutandis terhadap persyaratan administratif dalam rangka penggabungan
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Ketentuan mengenai persyaratan
dasar kapasitas Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 berlaku secara
mutatis mutandis terhadap persyaratan kapasitas Daerah dalam rangka
penggabungan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 46 (1)
Penggabungan Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1)
huruf a yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Daerah yang bersangkutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a diusulkan oleh gubernur
kepada Pemerintah Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, atau Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia setelah memenuhi persyaratan administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2). (2) Penggabungan Daerah provinsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan Daerah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat
(2) huruf a diusulkan secara bersama oleh gubernur yang Daerahnya akan
digabungkan kepada Pemerintah Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, atau Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia setelah memenuhi
persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2). (3)
Berdasarkan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Pemerintah
Pusat melakukan penilaian terhadap pemenuhan persyaratan administratif. (4)
Hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia. (5) Dalam hal usulan penggabungan Daerah dinyatakan memenuhi persyaratan
administratif, Pemerintah Pusat dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia membentuk tim
kajian independen. (6) Tim kajian independen bertugas melakukan kajian terhadap
persyaratan kapasitas Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3). (7)
Hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disampaikan oleh tim kajian
independen kepada Pemerintah Pusat untuk selanjutnya dikonsultasikan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia. (8) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menjadi
pertimbangan bagi Pemerintah Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
atau Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dalam pembentukan undang-undang
mengenai penggabungan Daerah. (9) Dalam hal penggabungan Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (8) dinyatakan tidak layak, Pemerintah Pusat, Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, atau Dewan Perwakilan Daerah Republik
Indonesia menyampaikan penolakan secara tertulis dengan disertai alasan
penolakan kepada gubernur. Pasal 47 (1) Penggabungan Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf b dilakukan dalam hal Daerah atau
beberapa Daerah tidak mampu menyelenggarakan Otonomi Daerah. (2) Penilaian
terhadap kemampuan menyelenggarakan Otonomi Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Pusat. (3) Pemerintah Pusat mengajukan
rancangan undang-undang mengenai penggabungan Daerah kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. (4)
Dalam hal rancangan undang-undang mengenai penggabungan Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disetujui, rancangan undang-undang dimaksud ditetapkan
menjadi undang-undang.
Asas kenusantaraan
dan bhineka tunggal ika merupakan bagian yang harus ada dalam suatu
Undang-Undang, dimana sistem hukum nasional yang berdasarkan pancasila.
Memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan
perundang-undangan yang dibuat didaerah merupakan bagian dari sistem hukum
nasional yang berdasarkan pancasila, selain itu juga Undang-Undang harus
memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku/golongan, kondisi khusus daerah
dan budaya khususnya yang menyangkut masalah masalah sensitif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Didalam UU No 23 Tahun 2014 hal ini
terdapat dalam pasal 58, pasal 150 dan pasal 151 atau bahkan yang lainnya.
Pasal 58,150,151 berbunyi: ”Penyelenggara Pemerintahan Daerah, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 57, dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah berpedoman
pada asas penyelenggaraan pemerintahan negara yang terdiri atas: a. kepastian
hukum; b. tertib penyelenggara negara; c. kepentingan umum; d. keterbukaan; e.
proporsionalitas; f. profesionalitas; g. akuntabilitas; h. efisiensi; i.
efektivitas; dan j. keadilan. Pasal 150 Fungsi pembentukan Perda Kabupaten/Kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1) huruf a dilaksanakan dengan cara:
a. membahas bersama bupati/wali kota dan menyetujui atau tidak menyetujui
rancangan Perda Kabupaten/Kota; b. mengajukan usul rancangan Perda
Kabupaten/Kota; dan c. menyusun program pembentukan Perda Kabupaten/Kota
bersama bupati/wali kota. Pasal 151 (1) Program pembentukan Perda
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 huruf c memuat daftar
urutan dan prioritas rancangan Perda Kabupaten/Kota yang akan dibuat dalam 1
(satu) tahun anggaran. (2) Dalam menetapkan program pembentukan Perda
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPRD kabupaten/kota
melakukan koordinasi dengan bupati/wali kota. Dalam pasal 150-151 diterangkan
bahwa fungsi dari kabupaten/kota adalah membentuk Perda daerah dimana dalam hal ini dalam pembuatan perda
pasti erdapat asas bhineka tunggal ika karena dalam pelaksanaan perda tersebut
tidak dapat terpungkiri bahwa didaerah daerah sasaran perda tersebut ada
keragaman masyarakat, itu merupakan suatu hal yang pasti karena daerah
merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang banyak didalam
nya terdapat perbedaan, tidak hanya dalam pasal 150- 151, pasal 57 juga
terdapat asas yang sama pentingnya yaitu asas kenusantaraan jika kita melihat
bunyi pasal 57, didalam nya sangat memperhatikan kultur bahkan keefesiensian
peraturan daerah yang akan dibuat, ini merupakan bagian dari sistim hukum
nasional karena jika kita lihat pasal tersebut memperhatikan kepentingan
seluruh wilayah Indonesia dengan pertimbangan yang sangat terincin ini
dibuktikan dengan butir-butir dari pasal 57 tersebut.
Undang-undang yang
dibuat harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarkat melalui jaminan
adanya kepastian hukum dalam Undang-Undang tersebut asas ini merupakan bagian
yang penting dari terbentuknya suatu Undang-Undang karena aturan yang dibentuk
harus memiliki kekuatan dan kepastian hukum yang mengikat bagi masyarakat. Jika
kita melihat kedalam pasal-pasal dari UU 23 Tahun 2014 nampaknya asas ini
sangat melekat dengan dengan pasal 7 UU no 23 Tahun 2014 ini, bunyi pasal 7 : Pasal
7 (1) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Daerah. (2) Presiden memegang tanggung
jawab akhir atas penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam memastikan terselenggaranya peraturan atau
kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintahan daerah demi lahirnya kekuatan
hukum dan kepastikan hukum pemerintah pusat ikut serta membantu mengawasi jalan
nya urusan pemerintahan daerah, ini sangat penting karena setiap kebijakan yang
dibuat bukan oleh pemerintah pusat, pemerintah pusat terus mengawasi kegiatan
tersebut, demi terlaksananya aturan atau kebijakan tersebut, sehingga yang akan
di untungkan adalah masayarakat yang merasakan peraturan tersebut, jika
peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah telah terasa baik oleh msyarakat
maka ketertiban dan kesejahteraan didalam setruktural masyrakat akan timbul dan
terjalin, ini merupakan konsep timbal balik dari pemerintah kepada masyarakat,
jika hal seperti ini terjalin, ini akan membuat sebuah konsep rantai makanan
yang siklusnya terus berputar, dengan demikian tidak akan ada kesenjangan
antara masyarkat dengan pemerintah, baik itu Pemerintahan Daerah maupun
Pemerintah Pusat.
Selanjutnya jika
kita melihat kedalam pasal 25 UU No 23 Tahun 2014 nampak semua asas dalam
pembentukan perundang-undangan ini ada didalamnya pasal 25 ini membahas
mengenai kewenangan urusan pemerintahan umum, bunyi pasal 25: “Pasal 25 (1)
Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) meliputi:
a. pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka memantapkan
pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika serta pemertahanan dan
pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. pembinaan
persatuan dan kesatuan bangsa; c. pembinaan kerukunan antarsuku dan intrasuku,
umat beragama, ras, dan golongan lainnya guna mewujudkan stabilitas kemanan
lokal, regional, dan nasional; d. penanganan konflik sosial sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. e. koordinasi pelaksanaan tugas antarinstansi
pemerintahan yang ada di wilayah Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota
untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dengan memperhatikan prinsip
demokrasi, hak asasi manusia, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan, potensi serta keanekaragaman Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; f. pengembangan kehidupan demokrasi berdasarkan
Pancasila; dan g. pelaksanaan semua Urusan Pemerintahan yang bukan merupakan
kewenangan Daerah dan tidak dilaksanakan oleh Instansi Vertikal. (2) Urusan
pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh gubernur
dan bupati/wali kota di wilayah kerja masing-masing. (3) Untuk melaksanakan
urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), gubernur dan
bupati/wali kota dibantu oleh Instansi Vertikal. (4) Dalam melaksanakan urusan
pemerintahan umum, gubernur bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri
dan bupati/wali kota bertanggung jawab kepada Menteri melalui gubernur sebagai
wakil Pemerintah Pusat. 5) Gubernur dan bupati/wali kota dalam melaksanakan
urusan pemerintahan umum dibiayai dari APBN. (6) Bupati/wali kota dalam
melaksanakan urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada
tingkat Kecamatan melimpahkan pelaksanaannya kepada camat. (7) Ketentuan lebih
lanjut mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) sampai dengan ayat (6) diatur dalam peraturan pemerintah. Dalam pasal
5 butir 1 point a kita dapat melihat bahwa yang pertama harus diutamakan adalah
pembinaan wawasan kebangsaan dan ketahanan nasional dalam rangka memantapkan
pengamalan Pancasila, pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, pelestarian Bhinneka Tunggal Ika serta pemertahanan dan
pemeliharaan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; point ini merujuk
pada beberapa asas yakni asas kenusantaraan, kebangsaan, dan bhineka tunggal
ika, dimana didalam setiap UU yang dibentuk harus mencerminkan sifat dan watak
bangsa Indonesia, intinya harus tetap menjaga prinsip NKRI, selanjutnya dalam
point b nya terdapat ungkapan “pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa;” sudah
jelas bahwa urusan yang paling umum dan wajib dilaksanakan oleh Pemerintahan
daerah adalah membina persatuan dan kesatuan masyarakat, jangan sampai ada
gesekan antara suku, ras tau bahkan agama, dilengkapi oleh poin c “pembinaan
kerukunan antarsuku dan intrasuku, umat beragama, ras, dan golongan lainnya
guna mewujudkan stabilitas kemanan lokal, regional, dan nasional;”. Disini kita
bisa tau peran dan fungsi Pemerintahan Daerah sebagai unsur pemerintahan yang
paling dekat dengan masyarkat, karena dengan letak geografis Indonesia ini yang
memilik banyak pulau dan memilik banyak perbedaan disetiap daerahnya,
pemerintahan daerah lah yang sangat berperan penting dalam menjaga kerukunan
dan tata kelola masyarkat disetiap daerah nya, maka dari itu UU No 23 Tahun
2014 ini harus terus diperbarui jika terdapat kesenjangan atau masalah yang
baru dipemerintahan daerah karena begitu sentral nya peran dan fungsi dari
Pemerintahan daerah. Dengan adanya asas pembentukan Undang-Undang ini merupakan
tolak ukur dari setiap UU baru yang akan dibentuk supaya tidak menyimpang dari
kaidah-kaidah ideology bangsa yang selama ini telah dijaga oleh orang orang
hebat yang memiliki jabatan dan mempergunakan jabatan itu dengan amanah, jangan
sampai tatanan yang selama ini tertata dengan baik dirusak oleh pemimpin yang
membuat aturan hanya sesuai dengan kepentingan nya atau bahkan kelompoknya.
Referensi: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014
TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
[1] undang-undang republik
indonesia nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan
0 komentar:
Post a Comment