BAB I
PENDAHULUAN
Penulis: Nafa Farihah
A. Latar Belakang
Hukum adalah merupakan keseluruhan
peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat
dipaksakan dengan suatu sanksi.Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara
normal dan damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum maka hukum
harus ditegakkan.[1]
Tindak pidana sebagai fenomena sosial
yang terjadi di muka bumi mungkin tidak akan pernah berakhir sejalan dengan
perkembangan dan dinamika sosial yang terjadi dalam masyarakat. Masalah tindak
pidanan ini nampaknya akan terus berkembang dan tidak akan pernah surut baik
dilihat dari segi kualitas maupun kuantitasnya, perkembangan ini menimbulkan
keresahan bagi masyarakat dan pemerintah.[2]
Salah satu bentuk kejahatan yang
masih sangat marak terjadi di masyarakat yaitu penipuan.Bagi para oknum, tindak
pidana tersebut tidaklah begitu sulit untuk dilakukan. Penipuan bisa terlaksana
cukup dengan bermodalkan kemampuan berkomunikasi yang baik sehingga seseorang
dapat meyakinkan orang lain, baik melalui serangkaian kata bohong ataupun
fiktif. Sekarang ini banyak sekali terjadi tindak pidana penipuan, bahkan telah
berevolusi secara apik dengan berbagai macam bentuk.Perkembangan ini
menunjukkan semakin tingginya tingkat intelektualitas dari pelaku kejahatan penipuan yang semakin kompleks.
Harta kekayaan merupakan salah satu
hal yang perlu dilindungi dalam hukum.Segala tindak kejahatan atau percobaan
kejahatan terhadap harta kekayaan perlu diadili dalam persidangan demi
terciptanya kepastian hukum dalam masyarakat.
Tindak pidana penipuan merupakan
salah satu kejahatan yang mempunyai objek terhadap harta benda. Didalam KUHP
tindak pidana ini diatur dalam bab XXV dan terbentang antara pasal 378 s/d 395,
sehinnga didalam KUHP peraturan mengenai tindak pidana ini merupakan tindak
pidana yang paling panjangpenbahasannya diantar kejahatan terhadap harta benda
lainnya.
Bentuk-bentuk penipuan dengan modus
baru tersebut, belum diatur didalam KUHP, sehingga dalam penyelesaiannya
dianalogikan dengan bentuk-bentuk penipuan yang sudah eksis dalam KUHP.Misalnya
penipuan mengenai kupon berhadiah dimasukan dalam pasal 383 KUHP tentang
perbuatan curang terhadap pembeli atau UU perlindungan konsumen.
Karena penipuan tersebut dapat
membahayakan ketertiban dan kepentingan umum dan lagi pula perbuatan tersebut
bertentangan dengan hukum dan norma yang berlaku dalam masyarakat walaupun
secara formal tidak memenuhi rumusan undang-undang, maka agar perkara penipuan
ini dapat dijangkau oleh hukum, dapat dimungkinkan atau boleh dipergunakan
penafsiran ektensif, dengan mengkategorikan penipuan tersebut sebagai penipuan
barang.
B. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan khusus
penulisan makalah ini adalah :
1. Tujuan
Objektif
Untuk
mengetahui bagaimana tindak penipuan
dalam hukum pidana menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
2. Tujuan
Subjektif
Untuk
memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan penulis di bidang hukum pidana
pada umumnya, khususnya dalam tindak
pidana penipuan
dalam hukum pidana.
C. Kegunaan Penulisan
Penulisan ini dilakukan dengan
harapan bisa bermanfaat, antara lain :
1.
Kegunaan Teoritis
Manfaat penulisan ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan sebagai masukan dan acuan maupun referensi dalam
pengembangan Ilmu Hukum, khususnya berkaitan dengan Tindak Pidana Penipuan
dalam hukum pidana.
2.
Kegunaan Praktis
Guna menambah
wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang penegakan hukum terhadap tindak
pidana penipuan
D. Kerangka Pemikiran
Negara Indonesia
adalah Negara hukum (recht staats), maka setiap tindak pidana yang terjadi
selayaknya diproses melalui jalur hukum, jadi hukum dipandang sebagai satu-satunya
sarana bagi penyelesaian terhadap suatu tindak pidana.
Menurut Moeljatno,
tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,
yang mana larangan tersebut disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana
tertentu. Dalam hal ada hubungannya dengan asas legalitas, yang mana tiada
suatu perbuatan dapat dipidana melainkan telah diatur dalam undang-undang, maka
bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut dan larangan tersebut sudah
diatur dalam undang-undang, maka bagi para pelaku dapat dikenai sanksi atau
hukuman, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan
kejadian itu.[3]
Istilah “tindak
pidana” merupakan istilah hukum dalam khazanah hukum kita.Istilah tersebut
merupakan salah satu istilah terjemahan dari istilah “strafbaar feit”.
Menurut Simons Tindak pidana adalah tindakan melanggar
hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang
yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang
telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.[4]
Oleh R. Tresna tindak pidana (strafbaar feit ) diartikan sebagai :
“ Suatu perbuatan atau rangkaian
perbuatanmanusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan
perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan tindakan
hukumnya”.[5]
Adapun Moeljatno, yang menerjemahkan
“strafbaar feit” dengan istilah
“perbuatan pidana” memberikan arti ialah sebagai berikut :
“Perbuatan pidana ialah perbuatan
yang dilarang dan diancam pidana barangsiapa melanggar larangan itu”.
“Perbuatan itu benar-benar dirasakan
oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh dan tak patut dilakukan. Karena
bertentangan dengan dan atau menghambat akan tercapainya tata cara dalam
pergaulan masyarakat yang di cita-citakan masyarakat”.[6]
Dari pengertian yang dirumuskan oleh
para ahli diatas, bahwa tindak pidana adalah tindakan atau perbuatan yang harus
memenuhi persyaratan-persyaratan atau harus memenuhi atau mengandung
unsur-unsur yang telah di tetapkan dan di gambarkan secara rinci oleh
ketentuan-ketentuan hingga apabila tindakan atau perbuatan itu tidak memenuhi
salah satu unsur atau gambaran yang di
tetapkan oleh ketentuan hukum, maka perbuatan atau tindakan itu bukan tindakan
pidana.
Berdasarkan
pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam
Bab XXV Buku II KUHP , yang dimaksud
dengan penipuan ialah barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau orang lain secara melawan hukum
dengan memakai nama palsu atau martabat (hoedanigheid) palsu; dengan tipu
muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang,
diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun
Di dalam ketentuan KUHP dipergunakan
kata “penipuan” atau “bedrog”, karena sesungguhnya di dalam bab tersebut diatur
sejumlah perbuatan-perbuatan yang ditujukan terhadap harta benda, dimana oleh
pelakunya telah dipergunakan perbuatan-perbuatan yang bersifat menipu atau
digunakan tipu muslihat.
Hakekat dari kejahatan penipuan itu
adalah maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hak, dengan mempergunakan upaya-upaya penipuan seperti yang disebutkan secara
limitative di dalam Pasal 378 KUHP.
Menurut Moh. Anwar, tindak pidana
penipuan dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam Pasal 378 KUHP terdiri
dari unsur-unsur sebagai berikut :
1.
Unsur subyektif : dengan maksud
a.
Menguntungkan diri sendiri atau orang
lain.
b.
Dengan melawan hukum.
2.
Unsur obyektif : membujuk atau menggerakan
orang lain dengan alat pembujuk atau penggerak.
a.
Memakai nama palsu.
b.
Memakai keadaan palsu.
c.
Rangkaian kata-kata bohong.
d.
Tipu muslihat agar :
1)
menyerahkan sesuatu barang.
2)
membuat hutang.
3)
menghapus piutang.[7]
Unsur subyektif dengan
maksud adalah kesengajaan. Ada tiga corak kesengajaan yaitu:
1.
Kesengajaan sebagai maksud untuk mencapai
suatu tujuan.
2.
Kesengajaan dengan sadar kepastian.
3.
Kesengajaan sebagai sadar kemungkinan.
Dengan maksud “diartikan tujuan
terdekat bila pelaku masih membutuhkan tindakan lain untuk mencapai maksud itu
harus ditujukan kepada menguntungkan dengan melawan hukum, hingga pelaku harus
mengetahui bahwa keuntungan yang menjadi tujuannya itu harus bersifat melawan
hukum.” Unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan jalan melawan
hukum. Syarat dari melawan hukum harus selalu dihubungkan dengan alat-alat
penggerak atau pembujuk yang dipergunakan. Sebagaimana diketahui arti melawan
hukum menurut Sudarto ada tiga pendapat yaitu:
a.
Bertentangan dengan hukum (Simons)
b. Bertentangan
dengan hak (subyektif recht) orang lain (Noyon)
c.
Tanpa kewenangan atau tanpa hak, hal ini
tidak perlu bertentangan dengan hukum (Hoge Road).
Berdasarkan penjelasan diatas, makalah ini akan menjelaskan
mengenai bagaimana terciptanya suatu penelitian yang merujuk pada pertanyaan
dalam rumusan masalah. Beberapa ketentuan yang mengatur Penipuan dalam aturan
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Di kerangka pemikiran ini penulis
juga memberikan gambaran tentang apa yang dimaksud dengan tindak pidana penipuan dalam Hukum
Pidana , Unsur penipuan, Bentuk-bentuk penipuan dan dasar hukum penipuan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
BAB II
RUMUSAN MASALAH
1. Apa
yang dimaksud dengan Tindak Pidana Penipuan ?
2. Apa
saja yang menjadi unsur penipuan ?
3. Bentuk-bentuk
penipuan dan akibat hukumnya?
BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi Tindak
Pidana Penipuan
Istilah “tindak pidana” merupakan
istilah hukum dalam khazanah hukum kita. Istilah tersebut merupakan salah satu
istilah terjemahan dari istilah “strafbaar
feit”.
Strafbaar
feit
merupakan istilah asli bahasa Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dengan berbagai arti diantaranya yaitu, tindak pidana, delik,
perbuatan pidana, peristiwa pidana maupun perbuatan yang dapat dipidana. Kata Strafbaar feit terdiri dari 3 kata,
yakni straf, baar dan feit.Berbagai istilah yang digunakan
sebagai terjemahan dari strafbaar feit
itu, ternyata straf diterjemahkan
sebagai pidana dan hukum.Perkataan baarditerjemahkan
dengan dapat dan boleh, sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan
perbuatan.[8]
Penipuan berasal dari kata tipu yang
berarti perbuatan atau perkataan tidak jujur (bohong, palsu, dan sebagainya)
dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau mencari untung; kecoh.
Penipuan adalah proses, cara. Perbuatan menipu; perkara menipu (mengecoh).[9]
Dalam Bab XXV Buku II KUHP berjudul “Bedrog” yang berarti “penipuan” dalam
arti luas, sedangkan pasal pertama dalam BAB itu, yaitu pasal 378, mengenai
tindak pidana “oplichting” yang berarti “penipuan” juga, tetapi dalam
arti sempit, sedangkan pasal-pasal lain dari bab tersebut memuat tindak pidan
lain yang bersifat penipuan juga dalam arti luas.[10]
Penipuan menurut
pasaal 378 KUHP oleh Moeljanto sebagai berikut :[11]
“Barang
siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau orang
lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat
(hoedanigheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya
memberi utang maupun
menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling
lama empat tahun”.
Hakekat
dari kejahatan penipuan itu adalah maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hak, dengan mempergunakan upaya-upaya penipuan
seperti yang disebutkan secara limitative di dalam Pasal 378 KUHP.
Menurut
M. Sudrajat Bassar, penipuan adalah suatu bentuk berkicu, “sifat umum dari
perbuatan berkicau itu adalah bahwa orang dibuat keliru, dan oleh karena itu ia
rela menyerahkan barangnya atau uangnya”[12]
Penipuan
adalah salah satu bentuk kejahatan yang dikelompokkan ke dalam kejahatan
terhadap harta benda orang. Ketentuan mengenai kejahatan ini secara umum diatur
dalam Pasal 378 sampai dengan Pasal 395 buku II Bab XXV KUHP. Pasal 378
mengatur tindak pidana penipuan dalam arti sempit (oplicthting) dan pasal-pasal
lainnya mengatur tindak pidana penipuan dalam arti luas (bedrog) yang mempunyai
nama-nama sendiri secara khusus.Dalam hal ini penipuan dengan modus usaha
pengadaan gula termasuk tindak pidana penipuan biasa atau penipuan dalam bentuk
pokok, sehingga dpaat dituntut berdasarkan Pasal 378 KUHP.
pada Pasal 378
KUHP, Soesilo merumuskan sebagai berikut :
1.
Kejahatan ini dinamakan kejahatan
penipuan. Penipu itu pekerjaannya :
a.
Membujuk orang supaya memberikan barang,
membuat utang atau menghapuskan piutang.
b.
Maksud pembujukan itu ialah hendak
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak.
c.
Membujuknya itu dengan memakai :
1)
Nama palsu atau keadaan palsu
2)
Akal cerdik (tipu muslihat) atau
3)
Karangan perkataan bohong
2.
Membujuk yaitu melakukan pengaruh dengan
kelicikan terhadap orang, sehingga orang itu menurutnya berbuat sesuatu yang
apabila mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, ia tidak akan berbuat
demikian itu.
3.
Tentang barang tidak disebutkan
pembatasan, bahwa barang itu harus kepunyaan orang lain, jadi membujuk orang
untuk menyerahkan barang sendiri, juga dapat masuk penipuan, asal elemen-elemen
lain dipenuhinya. 4. Seperti halnya juga dengan pencurian, maka penipuanpun
jika dilakukan dalam kalangan kekeluargaan berlaku peraturan yang tersebut
dalam Pasal 367 jo 394.[13]
Perbuatan penipuan dalam pengertian
bahwa seseorang telah berkata bohong atau dengan tipu muslihat untuk
mendapatkan suatu keuntungan dan telah merugikan orang lain secara melawan
hukum maka ia telah melakukan suatu tindak pidana yang telah diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 378 tentang Tindak Pidana Penipuan.
Menurut Brigjen. Drs. H. A. K.
Moch.Anwar, S.H. dalam bukunya Hukum Pidana Bagian Khusus bahwa tindak pidana
penipuan atau penipuan adalah “membujuk orang lain dengan tipu muslihat,
rangkaian kata-kata bohong, nama palsu, keadaan palsu agar memberikan sesuatu”
serta unsus-unsur dari tindak pidana penipuan yang dibagi menjadi dua yaitu
unsur objektif dan subjektif.[14]
B. Unsur-unsurTindak Pidana Penipuan
Tindak
pidana penipuan dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam pasal 378 KUHP yang menyatakan :
“Barang
siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau orang
lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat
(hoedanigheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya
memberi utang maupun
menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling
lama empat tahun”.
Rumusan
penipuan tersebut terdiri dari unsur-unsur objektif yag meliputi
perbuatan (menggerakan), yang digerakkan (orang), perbuatan itu di tunjukan
pada orang lain (menyerahkan benda, memberi hutang, dan menghapuskan piutang),
dan cara melakukan perbuatan menggerakkan dengan memakai nama palsu, memakai
tipu muslihat, memakai martabat palsu, dan memakai rangkaian kebohongn.
Selanjutnya adalah unsur-unsur subyektif yang meliputi maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan maksud melawan hukum.
Dari
pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penipuan tidak menggunakan
paksaan akan tetapi dengan tipu muslihat seorang untuk mempengaruhi orang lain
sehingga orang tersebut bertindak tanpa kesadaran penuh.
Unsur-unsur penipuan
pokok tersbut dapat di rumuskan :
1.
Unsur
objektif penipuan
a.
Perbuatan
menggerakkan (bewegen)
Kata bewegen
selain di terjemahkan dengan menggerakkan, ada juga sebagian ahli dengan
menggunakan istilah membujuk atau menggerakkan hati. KUHP sendiri tidak memberikan
keterangan apapun tentang istilah bewegen itu. Menggerakkan dapat di
definisikan sebagai perbuatan mempengaruhi atau menanamkan pengaruh pada orang
lain, objek yang di pengaruhi adalah kehendak orang lain. Perbuatan
menggerakkan adalah berupa perbuatan yang abstrak, dan akan terlihat bentuknya
secara konkret bila dihubungkan dengan cara melakukannya. Cara melakukannya
inilah sesungguhnya yang lebih berbentuk, yang bisa dilakukan dengan
perbuatan-perbuatan yang benar dan dengan perbuatan yang tidak benar.
Sedangkan di dalam penipuan, menggerakkan adalah dengan
cara-cara yang di dalamnya mengadung ketidak benaran, palsu, dan bersifat
membohongi atau menipu. Kemudian timbul penyataan mengapa menggerakkan pada
penipuan ini harus dengan cara-cara yang palsu dan bersifat membohongi atau
tidak benar ? karena kalau menggerakkan dilakukan degan cara yang sesungguhnya,
cara yang benar dan tidak palsu, maka tidak mungkin kehendak orang lain
(korban) akan menjadi terpengaruh, yang pada akhirnya ia menyerahkan benda,memberi
hutang, maupun menghapuskan piutang.
b.
Yang
digerakkan adalah orang
Pada umunya, orang yang menyerahkan benda, orang yang
memberi hutang dan orang yang menghapuskan piutang sebagai korban penipuan
adalah orang yang di gerakkan itu sendiri. Tetapi hal itu bukan merupakan keharusan, karena dalam rumusan pasal 378 KUHP tidak
sedikitpun menunjukkan bahwa orang yang menyerahkan benda, memberi hutang,
maupun menghapuskan piutang bisa juga oleh selain yang di gerakkan, asalkan orang lain (pihak ketiga) menyerahkan
benda itu dapat dilakukan dengan perantaraan orang lain selain orang yang di
gerakkan. Asalkan
maksudnya adalah untuk memperoleh penyerahan dan ada hubungan sebab-akibat
antara upaya yang di pergunakan dengan penyerahan tersebut.
c.
Tujuan
perbuatan :
1)
Menyerahkan
benda
Pengertian benda
dalam penipuan mempunyai arti yang sama dengan benda dalam pencurian dan
penggelapan, yakni sebagai benda yang berwujud dan bergerak. Pada pencurian,
pemerasan, pengancaman, dan kejahatan terhadap harta benda lainnya, di mana
secara tegas disebutnya unsur milik orang lain bagi benda objek kejahatan,
berbeda dengan penipuan di mana tidak menyebutkan secara tegas adanya unsur
yang demikian. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa pada penipuan benda yang
diserahkan dapat terjadi terhadap benda miliknya sendiri asalkan di dalam hal
ini terkandung maksud pelaku untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Untuk menyerahkan suatu benda. Untuk adanya “penyerahan”
adalah perlu bahwa benda tersebut telah terlepas dari kekuasaan seseorang akan
tetapi bersamaan dengan hal itu tidaklah perlu jatuh di dalam kekuasaan orang
lain.[15]
2)
Memberi hutang dan menghapuskan piutang
Hutang disini berarti “perjanjian” misalnya untuk
menyetorkan uang jaminan. Hutang itu tidaklah perlu dibuat untuk kepentingan si
pelaku atau orang yang membantu melakukan kejahatan dan keuntungan yang
diharapkan itu tidaklah perlu pula merupakan akibat langung dari perjanjian
hutang yang diadakan.[16]
d.
Upaya-upaya
penipuan :
1)
Memakai
nama atau kedudukan palsu (valsche naam)
Pemakaian nama palsu
terjadi apabila seseorang menyebutkan sebagai nama yang bukan namanya, dan
dengan demikian menerima barang yang harus diserahkan kepada orang yang namanya
di sebut-sebutkan tadi.
Ada dua pengertian nama palsu. Pertama, diartikan
sebagai suatu nama bukan namanya sendiri melainkan nama orang lain. Misalnya
Abdurachim menggunakan nama temannya yang bernama Abdullah. Kedua, suatu nama
yang tidak diketahui secara pasti pemiliknya atau tidak ada pemiliknya.
Misalnya orang yang bernama Gino menggunakan nama Kempul. Nama Kempul tidak ada
pemiliknya atau tidak diketahui secara pasti ada tidaknya orang yang
menggunakannya. Banyak orang menggunakan suatu nama dari gabungan beberapa
nama, misalnya Abdul Mukti Ahmad.
Misalnya seorang penjaga malam bernama Markaban
mengenalkan diri sebagai seorang dosen bernama Markaban, Markaban yang terakhir
benar-benar ada dan diketahuinya sebagai seorang dosen. Di sini tidak
menggunakan nama palsu, akan tetapi menggunakan martabat/kedudukan palsu
2)
Menggunakan martabat/kedudukan palsu (valsche hoedanigheid).
Ada beberapa
istilah yang sering digunakan sebagai terjemahan dari perkataan valsche hoedanigheid itu, ialah: keadaan
palsu, martabat palsu, sifat palsu, dan kedudukan palsu. Adapun yang dimaksud
dengan kedudukan palsu itu adalah suatu kedudukan yang disebut/digunakan
seseorang, kedudukan mana menciptakan/mempunyai hak-hak tertentu, padahal
sesungguhnya ia tidak mempunyai hak tertentu itu. Jadi kedudukan palsu ini jauh
lebih luas pengertiannya daripada sekedar mengaku mempunyai suatu jabatan
tertentu, seperti dosen, jaksa, kepala, notaris, dan lain sebagainya. Sudah
cukup ada kedudukan palsu misalnya seseorang mengaku seorang pewaris, yang
dengan demikian menerima bagian tertentu dari boedel waris, atau sebagai
seorang wali, ayah atau ibu, kuasa, dan lain sebagainya. Hoge Raad dalam suatu
arrestnyamenyatakan bahwa "perbuatan menggunakan kedudukan palsu adalah
bersikap secara menipu terhadap orang ketiga, misalnya sebagai seorang kuasa,
seorang agen, seorang wali, seorang kurator ataupun yang dimaksud untuk
memperoleh kepercayaan sebagai seorang pedagang atau seorang pejabat"[17]
3) Menggunakan
tipu muslihat (listige kunstgreoen)
dan rangkaian kebohongan (zamenweefsel
van verdichtsels) :
Kedua cara menggerakkan orang lain ini sama-sama
bersifat menipu atau isinya tidak benar atau palsu, namun dapat menimbulkan
kepercayaan/kesan bagi orang lain bahwa semua itu seolah-olah benar adanya.
Namun ada perbedaan, yaitu: pada tipu muslihat berupa perbuatan, sedangkan pada
rangkaian kebohongan berupa ucapan/perkataan. Tipu muslihat diartikan sebagai
suatu perbuatan yang sedemikian rupa dan yang menimbulkan kesan atau kepercayaan
tentang kebenaran perbuatan itu, yang sesungguhnya tidak benar. Karenanya orang
bisa menjadi percaya dan tertarik atau tergerak hatinya. Tergerak hati orang
lain itulah yang sebenarnya dituju oleh si penipu, karena dengan tergerak
hatinya/terpengaruh kehendaknya itu adalah berupa sarana agar orang lain
(korban) berbuat menyerahkan benda yang dimaksud.
2. Unsur-unsur
subjektif penipuan
a. Maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Maksud si pelaku dalam
melakukan perbuatan menggerakkan harus ditujukan pada menguntungkan diri
sendiri atau orang lain, adalah berupa unsur kesalahan dalam penipuan.
Kesengajaan sebagai maksud ini selain harus ditujukan pada menguntungkan diri,
juga ditujukan pada unsur lain di belakangnya, seperti unsur melawan hukum,
menggerakkan, menggunakan nama palsu dan lain sebagainya. Kesengajaan dalam
maksud ini harus sudah ada dalam diri si petindak, sebelum atau
setidak-tidaknya pada saat memulai perbuatan menggerakkan. Menguntungkan
artinya menambah kekayaan dari yang sudah ada. Menambah kekayaan ini baik bagi
diri sendiri mau pun bagi orang lain.
b. Dengan
melawan hukum.
Unsur maksud
sebagaimana yang diterangkan di atas, juga ditujukan pada unsur melawan hukum.
Maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melakukan perbuatan
menggerakkan haruslah berupa maksud yang melawan hukum.
Unsur maksud dalam
rumusan penipuan ditempatkan sebelum unsur melawan hukum, yang artinya unsur
maksud itu juga harus ditujukan pada unsur melawan hukum.Oleh karena itu,
melawan hukum di sini adalah berupa unsur subjektif. Dalam hal ini sebelum
melakukan atau setidaktidaknya ketika memulai perbuatan menggerakkan, petindak
telah memiliki kesadaran dalam dirinya bahwa menguntungkan diri sendiri atau
orang lain dengan melakukan perbuatan itu adalah melawan hukum. Melawan hukum
di sini tidak semata-mata diartikan sekedar dilarang oleh undang-undang atau
melawan hukum formil, melainkan harus diartikan yang lebih luas yakni sebagai
bertentangan dengan apa yang dikehendaki masyarakat, suatu celaan masyarakat.
Karena unsur melawan hukum ini dicantumkan dalam rumusan tindak pidana, maka
menjadi wajib dibuktikan dalam persidangan. Perlu dibuktikan ialah si petindak
mengerti maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan menggerakkan
orang lain dengan cara tertentu dan seterusnya dalam rumusan penipuan sebagai
dicela masyarakat.
Untuk Unsur-unsur
penipuan dalam bentuk yang lain selain Penipuan pokok yang ada dalam pasal 378
KUHP tidak dijelaskan secara rinci. Namun dalam setiap pasal terkandung dua
unsur , yaitu unsur objektif dan unsur subjektif.
C. Bentuk-bentuk Penipuan dan Akibat
Hukumnya
Adapun secara lebih detail,
bentuk-bentuk penipuan tersebut adalah seperti yang di jelaskan dalam
pembahasan berikut.
1.
Penipuan dalam bentuk pokok
Ketentuan dalam pasal 378 ini adalah
merumuskan tentang pengertian penipuan (oplichting)
itu sendiri. Rumusan ini adalah bentuk pokonya, dan ada penipuan dalam arti
sempit dalam bentuk khusus yang meringankan. Karena adanya unsur khusus yang
bersifat meringankan sehingga diancam pidana sebagai penipuan ringan (pasal
379). Sedangkan penipuan dalam arti sempit tidak ada dalam bentuk diperberat.
Isi pasal 378 KUHP adalah sebagai berikut :
“ Barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau orang lain secara melawan hukum
dengan memakai nama palsu atau martabat (hoedanigheid) palsu; dengan tipu
muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya member utang maupun
menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling
lama empat tahun”.
Rumusan penipuan tersebut terdiri
dari unsur-unsur objektif yang meliputi perbuatan (menggerakan), yang
digerakkan (orang), perbuatan itu di tunjukan pada orang lain (menyerahkan
benda, memberi hutang, dan menghapuskan piutang), dan cara melakukan perbuatan
menggerakan dengan memakai nama palsu, memakai tipu muslihat, memakai martabat
palsu, dan memakai rangkaian kebohongan. Selanjutnya adalah unsur-unsur
subjektif yang meliputi maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
dan maksud melawan hukum.
Dari pernyataan diatas dapat
disimpulkan bahwa dalam penipuan tidak menggunakan paksaan akan tetapi dengan
tipu muslihat seseorang untuk mempengaruhi orang lain. Sehingga orang tersebut
bertindak tanpa kesadaran penuh.
2.
Penipuan Ringan
Penipuan ringan telah dirumusakan
damal pasal 379 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana ) yang isinya :
“Perbuatan-perbuatan yang dirumuskan
dalam pasal 378 jika barang yang diserahkan itu bukan ternak dan harga daripada
barang, utang atau piutang itu tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah,
dikenai, sebagai penipuan ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau
denda paling banyak Sembilan ratus rupiah” (Lihat Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang No.16 Tahun 1960 dan Peraturan Pemeerintah Pengganti
Undang-undang No.18 Tahun 1960).
Dalam kehidupan masyarakat kita
binatang ternak danggap mempunyai nilai yang lebih tinggi atau khusus, sehingga
mempunyai nilai lebih dari binatang yang lainnya. Tapi, apabila binatang ternak
itu harganya kurang dari dua ratus lima puluh rupiah maka itu tidak termasuk
kedalam penipuan ringan. Adapun yang dimaksud dengan binatang ternak menurut
KUHP ialah ada dalam pasal 101 yang isinya :
“Yang disebut ternak
yaitu semua binatang yang berkuku satu, binatang memamah biak, dan babi”.
Contoh untuk binatang berkuku satu diantaranya : kuda,
keledai dan sebagainya.
Contoh binatang memamah biak diantaranya : Sapi,
Kerbau, Kambing, Biri-biri dan sebagainya.
Sementara, hewan yang tidak termasuk kedalam golongan
diatas bukan termasuk binatang ternak.
3.
Penipuan dalam Jual Beli
Ada penipuan
dari pihak pembeli (Pasal 379a), ada dari pihak penjual (pasal 383 dan 386).
a. Penipuan
dari pihak pembeli.
Sering terjadi
seseorang membeli barang-barang ditoko atau warung dengan tidak membayar
harganya seketika itu (kontan), tetapi dengan ditangguhkan
pembayarannya.Biasanya pembeli sanggup membayar habis bulan.Untuk perbuatan si
pembeli ini ada istilah “ngebon” yang berarti mempunyai “bon” (catatan) utang
kepada toko atau warung.
Dalam pasal
379a KUHP dengan ancaman hukuman ialah
apabila seorang pembeli seperti ini. Isi pasal tersebut ialah :
“Barang siapa menjadikan sebagai mata
pencaharian ( beroep) atau kebiasaannya untuk membeli barang-barang, dengan
maksud supaya tanpa pembayaran seluruhnya, memastikan penguasaannya terhadap
barang-barang itu untuk diri sendiri maupun orang lain, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun”
Dengan maksimum
hukuman empat tahun, jadi sama dengan penipuan dalam arti sempit (oplichting) dari pasal 378. Pasal 379a
ini dicantumkan dalam KUHP pada tahun 1930, dan merupakan suatu contoh bahwa
pembentuk KUHP menemukan gejala-gejala tak baik dalam sikap pembeli yang
mulanya tidak dikenakan hukuman.
Jadi, yang kini
diberantas ialah perbuatan seorang pembeli barang yang sudah sejak semula
berniat untuk tidak membayar sebagian dari harga pembelian.Dengan demikian,
perbuatan seperti ini terang bersifat menipu.
b. Penipuan
dari pihak penjual.
Penipuan yang berasal dari penjual
ini terinci dalam dua pasal yaitu :
1) Pasal
383 KUHP yang isinya :
“
Diancam dengan pidana paling penjara paling lama satu tahun empat bulan,
seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli:
Ke-1.
Karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli;
Ke-2.Mengenai
jenis keadaan atau banyaknya barang yang diserahkan, dengan menggunakan tipu
muslihat”.
Perbuatan ke-1
dapat dilakukan dalam suatu toko.Sedangkan perbuatan ke-2 oleh penjual bahan
makanan dan barang-barang keperluan rumah tangga seperti beras, gula, minyak
dan sebagainya.Tipu muslihat yang ke-2 ini biasanya terletak pada kelihaian si
penjual dan kurang waspadanya si pembeli.
2)
Pasal 386 KUHP yang isinya :
“(1)
Barang siapa menjual, menawarkan, atau menyerahkan barang makanan, minuman atau
obat-obatan yang diketahui bahwa itu di palsukan, dan menyembunyikan hal itu,
diancam sengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2)
Bahan makanan, minuman, atau obat-obatan itu di palsukan, jika nilainya atau
faedahnya menjadi kurang karena sudah dicampur dengan suatu bahan lain”.
Pasal ini mengenai
penipuan yang dianggap lebih berat sifatnya, dan yang ditegaskan disini dalam
ayat 2 bahwa barang makanan atau minuman atau obat-obatan dipalsukan jika nilai
atau gunanya menjadi kurang karena sudah dicampur dengan bahan lain.
Adapun perbedaan antara pasal 383
KUHP dan 386 KUHP adalah :
a.
Kejahatan dalam pasal 386 KUHP adalah
khusus mengenai barang berupa bahan makanan dan minuman atau obat-obatan
sedangkan dalam pasal 383 mengenai semua barang.
b. Pasal
386 KUHP mengatakan tentang “ menjual, menawarkan atau menyerahkan” barang
(belum sampai menyerahkan barang itu sudah dapat dihukum), sedangkan dalam
pasal 383 KUHP mengatakan menyerahkan ,(
supaya dapat dihukum barang itu harus sudah diserahkan).
Selain itu, juga melanggar pasal 8 Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang salah satu poinnya berbunyi: “Pelaku
usaha dilarang memperdagangkan barang yang, rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang
dimaksud. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang
rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa rnemberikan informasi
secara lengkap dan benar.”
Juga melanggar pasal 11 Undang-Undang yang sama, yang
berbunyi: “Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral
atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan: menyatakan barang
dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;
menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat
tersembunyi; tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan
dengan maksud untuk menjual barang lain; tidak menyediakan barang dalam jumlah
tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain;
tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan
maksud menjual jasa yang lain; menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa
sebelum melakukan obral.
4. Penipuan
dalam penulis buku dan lain-lain (Karya Ilmiah).
Dimuat dalam pasal 380 KUHP yang isinya :
“(1) Diancam dengan pidana paling
lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak lima ribu rupiah:
Ke-1. Barangsiapa menaruh suatu nama
atau tanda secara palsu diatas atau di dalam suatu buah hasil kesasteraan,
keilmuan. Kesenian, atau kerajinan, atau memalsu nama atau tanda yang asli,
dengan maksud supaya karenanya orang mengira bahwa itu benar-benar buah hasil
orang yang nama atau tandanya olehnya ditaruhdi atas atau dalamnya tadi.
Ke-2. Barangsiapa dengan sengaja
menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual atau
memasukan ke Indonesia, buah hasil ke sasteraan, keilmuan, kesenian atau
kerajinan, yang di dalam atau diatasnya telah ditaruh nama atau tanda yang
palsu, atau yang nama dan tandanya yang asli telah dipalsu, seakan-akan itu
benar-benar buah hasil orang yang nama atau tandanya telah ditaruh secara palsu
tadi.
(2) Jika buah hasil itu kepunyaan
terpidana boleh dirampas”.
Dengan perbuatan ke-1 yang di bohongi
adalah setiap orang yang melihat hasil pekerjaan tersebut tanpa disebutkan
akibat dari kebohongan ini, baik bagi pelaku maupun bagi si melihat.Jadi,
tindak pidana ini juga sudah dibuat apabila, misalnya, si pemalsu hanya merasa
bangga mempunyai hasil pekerjaan dari orang yang namanya digantikan itu, tanpa
merugikan siapapun.
Dengan perbuatan ke-2 adalah terang
tertipu adalah seorang yang membeli atau yang ditawari dari hasil pekerjaan
tersebut.
Selain itu,
juga melanggar ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, yang
berbunyi: “Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam
bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: buku, Program
Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua
hasil karya tulis lain; ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis
dengan itu; alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan; lagu atau musik dengan atau tanpa teks; drama atau drama musikal,
tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; seni rupa dalam segala bentuk
seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung,
kolase, dan seni terapan; arsitektur; peta; seni batik; fotografi;
sinematografi; terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya
lain dari hasil pengalihwujudan”.
5.
Penipuan dalam hal asuransi.
Tentang hal ini ada dua macam tindak pidana yaitu :
Pasal 381 KUHP yang isinya :
“Barangsiapa dengan jalan tipu
muslihat menyesatkan penanggung asuransi mengenai keadaan-keadaan yang
berhubungan dengan pertanggungan, sehingga menyetujui perjanjian yang tentu
tidak akan disejuinya atau setidak-tidaknya dengan syarat-syarat yang demikian,
jika diketahui keadaan-keadaan sebenarnya, di ancam dengan pidana penjara
paling lama satu tahun empat bulan”.
Dan pasal 382 KUHP yang isinya :
“Barang
siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, atas kerugian menanggung asuransi atau pemegang surat bodemerij
yang sah, menimbulkan kebakaran atau ledakan pada suatu benda yang
dipertanggungkan terhadap bahaya kebakaran; atau mengaramkan, mendamparkan,
menghancurkan, merusakkan, atau membikin tidak dapat dipakai, kapal yang
diprtanggungkan, atau yang muatannya, maupun upah yang diterima unsur
pengangkutan muatannya yang dipertanggungkan, atau yang atasnya telah diterima
uang bodemerij diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.
Pasal 382 juga menyebutkan mengaramkan kapal yang
dimasukkan dalam asuransi bodemerij, yang di Indonesia sebenarnya tidak
ada.
Perbedaan antara perbuatan dalam
pasal 382 KUHP dan 383 KUHP iaalah, bahwa dengan pasl 382 KUHP si asurador
ditipu pada waktu ia membikin persetujuan asuransi, sedangkan dalam pasal 383
KUHP si asurador ditipu dalam melaksanakan persetujuan asuransi kebakaran.
6. Penipuan persaingan curang
“Barang siapa untuk mendapatkan
melangsungkan atau memperluas debit perdagangan atau perusahaan kepunyaan
sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak
umum atau seorang tertentu, diancam, jika karenanya dapat timbul kerugian bagi
konkiran-konkirennya atau konkiran-konkiren orang lain itu, karena persaingan
curang, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda
paling banyak Sembilan ratus rupiah”.
Tindak pidana ini oleh pasal tersebut dinamakan (gequalificeerd)”persaingan curang” (oneerlijke mededinging).
Pasal ini semula tidak ada dalam KUHP
dan baru ditambahkan dengan Staatblad 1920-556, sesuai dengan tambahan di
Negeri Belanda pada tahun 1915. Maksud tambahan ini adalah untuk memberantas persaingan
curang antara para pedagang dalam mencari keuntungan.Tetapi hasil pembicaraan
di Parlemen belanda ialah, bahwa dalam pasal tersebut tindak pidana ini hanya
dinamakan persaingan curang, namun dirumuskan sebagai perbuatan yang bersifat
menipu untuk memperdayakan khalayak ramai atau seseorang tertentu.
7.
Stellionaat
Tindak pidana Stellionaat atau dapat
disebut penipuan dalam hal yang berhubungan dengan hak atas tanah dirumuskan
dalam pasal 385 KUHP yang menyatakan :
“Diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun :
Ke-1 :
Barang siapa dengn maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, menjual, menukar, atau membebani dengan credietverband suatu
hak tanah Indonesia, suatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan d iatas
tanah dengan hak tanah atas Indonesia padahal diketahui bahwa yang mempunyai
hak di atasnya adalah orang lain.
Ke-2: Barang
siapa dengan maksud yang sama menjual, menukar, atau membebani dengan kredit
verband suatu hak tanah Indonesia yang telah dibebani kredit verband, atau
suatu gudang bangunan, penanaman atau pembenihan di atas tanah yang juga telah
dibebani demikian, tanpa memberitahukan tentang adanya beban itu kepada pihak
lain.
Ke-3:
Barang siapa dengan maksud yang sama menggadaikan kredit verband mengenai suatu
hak tanah Indonesia dengan menyembunyikan kepada pihak lain bahwa tanah yang
behubungan dengan hak tadi sudah digadaikan
Ke-4:
Barang siapa dengan maksud yang sama menggadaikan atau menyewakan tanah dengan
hak Indonesia padahal diketahui bahwa orang lain mempunyai atau turut mempunyai
hak atas tanah itu.
Ke-5:
Barang siapa dengan maksud yang sama menjual atau menukarkan tanah dengan hak
Indonesia yang telah digadaikan padahal tidak diberitahukan pada pihak lain
bahwa tanah itu telah digadaikan.
Ke-6:
Barang siapa degan maksud yang sama menjual atau menukarkan tanah dengan hak
Indonesia untuk suatu masa, padahal diketahui bahwa tanah itu telah disewakan
kepada orang lain untuk masa itu juga”.
8.
Penipuan dalam Pemborongan.
Jenis pidana
ini biasanya dilakukan oleh seorang pemborong bangunan.Biasanya, pelaku
menggunakan modus mengurangi berbagai campuran bahan bangunan dari yang
semestinya, menggunakan bahan-bahan bekas atau yang berkualitas rendah yang
tidak sesuai dengan perjanjian.Adapun motif dari penipuan ini adalah untuk
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Tindak pidana jenis ini diatur dalam
pasal 387 KUHP, yang menyatakan:
(1)
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, seorang pemborong atau
ahli bangunan atau penjual bahan-bahan bangunan, yang pada waktu membuat
bangunan atau pada pada waktu menyerahkan bahan-bahan bangunan, melakukan suatu
perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau
keselamatan Negara dalam keadaaan perang.
(2)
Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa yang tugasnya mengawasi
penyerahan barang-barang itu, sengaja membiarkan perbuatan curang.
Kalau perbuatan yang menipu ini
dilakukan dalam penyerahan alat-alat keperluan angkatan bersenjata dan dapat
mendatangkan bahaya bagi keselamatan Negara pada waktu ada perang, maka diatur
dalam pasal 388 KUHP yang isinya :
“(1) Barangsiapa pada waktu
menyerahkan perlengkapan untuk keperluan angkatan laut atau angkatan darat,
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan Negara dalam
keadaan perang, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama
barangsiapa tugasnya mengawasi penyerahan barang-barang itu, sengaja membiarkan
perbuatan curang”.
9.
Penipuan
Batas Pekarangan
Adapun
yang dimaksud dengan batas halaman/pekarangan adalah segala sesuatu yang
dipakai sebagai batas pekarangan. Batas itu diantaranya bisa berupa tembok,
kawat berduri, tnggul, dan sebagainya yang berfungsi membatsi anta pekarangan
milik orang lain.
Bentuk penipua ini
diatur dalam pasal 389 KUHP yang menyatakan :
“Barangsiapa
dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, menghancurkan, emindahkan, membuang atau membikin tak dapat dipakai
sesuatu yang digunakan untuk mnentukan batas pekarangan, diancam dengan pidana
penjara paling lama dua tahun delapan bulan “.
10. Penipuan
dengan menyiarkan kabar bohong
mengakibatkan harga barang-barang dagangan naik atau turun.
Tidak pidana ini
termuat dalam pasal 390 KUHP yang mengatakan :
“Barangsiapa
dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum, dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan harga barang-barang
dagangan, dana-dana, atau surat-surat berharga menjadi turun atau naik, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan”.
Unsur
penting ialah, bahwa penyiaran kabar bohong benar-benar mengakibatkan harga
barang dagangan naik atau turun. Mungkin sekali ada sebab lain yang
mengakibatkan naik atau turu harga itu. Maka dalam praktek belum tentu mudah
untuk membuktikan keslahan seorang terdakwa dalam hal ini.
11. Penipuan tentang membohongi khalayak tentang surat-surat
Obligasi
Tindak
pidana dilakukan dengan modus tidak memberikan gambaran yang senyatanya yang
sengaja dilakukan untuk menarik orang lain agar tertarik untuk ikut serta dalam
usaha tersebut. Seorang yang mencoba membujuk kahalayak ramai agar turut
serta membeli surat-surat obligasi, baik dari negara maupun dari
perkumpulan-perkumpulan swasta, dengan cara menyembunyikan atau merusakkan
hal-hal yang benar atau membayangkan hal-hl yang palsu.
Tindak pidana ini diatur dalam pasal
391 KUHP yang menyatakan :
“Barang
siapa menerima kewajiban untuk, atau memberi pertolongan padapenempatan surat
atau hutangsesuatu Negara atau bagiannya, atau suatu lembaga umum, sero atau
surat hutang sesuatu perkumpulan, yayasan atau perseroan, mencoba menggerakan
khalayak umumuntuk pendaftarannya atau penyertaannya, dengan sengaja
menyembunyikan atau mengurangkam keadaan yang sebenarnya, atau dengan
membayang-bayangkan keadaan yang palsu diancam dengan pidana penjara paling lama
4 tahun.”.
Hukuman
yang agak berat ini diancamkan karena, dengan perbuatan ini, mungkin banyak
orang akan menjadi korban.
12.
Penipuan dengan Penyusunan Neraca Palsu
Bentuk pidana ini diatur dalam pasal
392 KUHP, yang menyatakan:
“Seorang pengusaha, seorang pengurus atau komisaris
perseroan terbatas, maskapai andil Indonesia atau koperasi, yang sengaja
mengumumkan keadaan atau neraca yang tidak benar, diancam dengan pidana penjara
paling lama satu tahun empat bulan”.
13. Penipuan tentang mengimpor barang.
Tindak pidana ini oleh pasal 393 KUHP dirumuskan sebagai :
“(1) Barangsiapa memasukkan ke Indonesia tanpa tujuan terang
untuk dikeluarkan lagi dari Indonesia, menjual, menawarkan, menyerahkan,
membagikan, atau mempunyai persediaan untuk dijual atau dibagi-bagikan,
barang-barang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa pada barangnya
itu sendiri atau pada bungkusnya, dipakaikan secara palsu nama, firma atau
merek yang menjadi hak orang lain atau untuk menyatakan asalnya barang, nama
sebuah tempat tertentu dengan ditambahkan nama firma yang khayal, ataupun,
bahwa pada barangnya sendiri atau pada bungkusnya ditirukan nama, firma atau
merek yang demikian sekalipun dengan sedikit perubahan, diancam dengan pidana
penajara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak enam ratus
rupiah.
(2) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat lima
tahun sejak adanya permidanaan yang menjadi tetap, karena kejahatan semacam itu
juga, dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama Sembilan bulan “.
BAB IV
KESIMPULAN
A.
Dalam Bab XXV Buku II KUHP berjudul “Bedrog” yang berarti “penipuan” dalam
arti luas, sedangkan pasal pertama dalam BAB itu, yaitu pasal 378, mengenai
tindak pidana “oplichting” yang berarti “penipuan” juga, tetapi dalam
arti sempit, sedangkan pasal-pasal lain dari bab tersebut memuat tindak pidan
lain yang bersifat penipuan juga dalam arti luas.
Penipuan
menurut pasaal 378 KUHP oleh Moeljanto sebagai berikut :
“Barang
siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau orang
lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat
(hoedanigheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya
memberi utang maupun menghapuskan
piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat
tahun”.
B.
Tindak
pidana penipuan dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam pasal 378 KUHP Rumusan penipuan tersebut terdiri dari unsur-unsur objektif dan
unsur-unsur subyektif. Dapat disimpulkan bahwa dalam penipuan tidak menggunakan
paksaan akan tetapi dengan tipu muslihat seorang untuk mempengaruhi orang lain
sehingga orang tersebut bertindak tanpa kesadaran penuh.
Unsur-unsur
pokok tersebut dapat dirumuskan :
1.
Unsur
objektif penipuan
b.
Perbuatan
menggerakkan (bewegen)
c.
Yang
digerakkan adalah orang
d.
Tujuan
perbuatan :
1)
Menyerahkan
benda
2)
Memberi hutang dan menghapuskan piutang
e.
Upaya-upaya
penipuan :
1)
Memakai
nama atau kedudukan palsu (valsche naam)
2)
Menggunakan martabat/kedudukan palsu (valsche hoedanigheid).
3) Menggunakan
tipu muslihat (listige kunstgreoen)
dan rangkaian.
2. Unsur-unsur
subjektif penipuan
a. Maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
b. Dengan
melawan hukum.
C.
Bentuk-bentuk dan Akibat hukum tindak
pidana Penipuan.
1. Penipuan
dalam bentuk pokok (Dimuat dalam pasal 378 KUHP).
2. Penipuan
Ringan (Dimuat dalam pasal 379 KUHP).
3. Penipuan
dalam Jual Beli
a. Penipuan
dari pihak pembeli (Dimuat dalam pasal 379a KUHP).
b. Penipuan
dari pihak penjual.(Dimuat dalam pasal 383 dan 386 KUHP).
4. Penipuan
dalam penulis buku dan lain-lain (Karya Ilmiah) (Dimuat dalam pasal 380 KUHP).
5. Penipuan
dalam hal asuransi.(Dimuat dalam pasal 381 dan 382 KUHP).
6. Penipuan persaingan curang (Dimuat
dalam pasal 382bis KUHP).
7. Stellionaat
(Dimuat dalam pasl 385 KUHP).
8. Penipuan
dalam Pemborongan (Dimuat dalam pasal 387 KUHP).
9. Penipuan Batas Pekarangan (Dimuat dalam
pasal 389 KUHP).
10.
Penipuan dengan menyiarkan kabar bohong mengakibatkan harga
barang-barang dagangan naik atau turun (Dimuat dalam pasal 390
KUHP).
11.
Penipuan
tentang membohongi khalayak tentang surat-surat Obligasi
(Dimuat dalam pasal 391 KUHP).
12.
Penipuan dengan Penyusunan Neraca Palsu (Dimuat
dalam pasal 392 KUHP).
13.
Penipuan tentang mengimpor barang (Dimuat dalam
pasal 393 KUHP).
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Anwar, Moch, 1979. Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP II), Bandung: Percetakan Offset
Alumni.
Anwar, Moch, 1989.
Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP
Buku II) jilid I, Bandung: Citra Aditya Bhakti.
Chazawi, Adami, 2002. Pengantar Hukum Pidana Bagian 1, Jakarta: Grafindo.
Gosita, Arif,
1983. Masalah Korban Kejahatan ,
Jakarta: Akademika Pressindo.
Mertokusumo, Sudikno, 1986. Mengenal Hukum Suatu Pengantar , Yogyakarta : Liberty.
Moeljatno, 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Jakarta : Bina
Aksara.
Moeljatno, 1993. Asas-Asas
Hukum Pidana , Jakarta: Bina Aksara.
Moeljanto, 2007. KUHP( Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ),
Jakarta: Bumi Aksara.
Prodjodikoro, Wirjono, 1986. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia Bandung: Eresco.
PAF Lamintang, 1984. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung : Sinar Baru.
PAF Lamintang, 1984.
Delik-delik khusus , Bandung :
Sinar Baru.
PAF Lamintang,
1990. Hukum Pidana Indonesia,
Bandung: Sinar Baru.
R. Tresna, 1959. Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta :
Tiara.
Sudrajat, Bassar, 1986. Tindak-Tindak
Pidana Tertentu Dalam KUHP, Bandung : Remaja Karya.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, 1990. Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka.
Sumber
Elektronik :
Diakses
online dari :
http://parkyonggkhun.blogspot.co.id/2011/08/tindak-pidana-penipuan.html?m=1
pada
pukul 17.53 WIB pada tanggal 17122017
Sumber
Hukum :
Pasal
378 s/d Pasal 395 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 8 dan 11 Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun
2002 Tentang Hak Cipta.
[1]Sudikno
Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu
Pengantar (Yogyakarta : Liberty, 1986), hlm. 37.
[2]Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan (Jakarta:
Akademika Pressindo, 1983), hlm. 3.
[3]Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana (Jakarta: Bina
Aksara, 1993), hlm. 54.
[4]PAF Lamintang, Delik-delik khusus (Bandung : Sinar Baru
, 1984), hlm. 185.
[5] R. Tresna,
Asas-Asas Hukum Pidana (Jakarta : Tiara, 1959), hlm 27.
[6] Moeljatno,
Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana (Jakarta : Bina
Aksara,1983), hlm. 20
[7]Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II)
jilid I (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1989), hlm. 40-41.
[8]Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bagian 1
(Jakarta: Grafindo, 2002), hlm. 69.
[9]Tim Penyusun Kamus
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1990), hlm. 952.
[10] Wirjono
Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana
Tertentu di Indonesia (Bandung: Eresco, 1986), hlm. 36.
[11]Moeljanto, KUHP( Kitab
Undag-Undang Hukum Pidana ) (Jakarta:
Bumi Aksara, 2007), hlm. 133.
[12]Basar Sudrajat,
Tindak-Tindak
Pidana Tertentu Dalam KUHP (Bandung: Remja karya, 1986). Hlm. 81.
[13]Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia (Bandung
: Sinar Baru, 1984), hlm. 262.
[14]Moch. Anwar, Hukum
Pidana Bagian Khusus (KUHP II),
(Bandung: Percetakan Offset Alumni, 1979), hlm. 16.
[15]PAF Lamintang,
Hukum Pidana
Indonesia (Bandung:
Sinar Baru, 1990), hlm. 232.
[16]Ibid hlm.
233.
[17]http://parkyonggkhun.blogspot.co.id/2011/08/tindak-pidana-penipuan.html?m=1 diakses pada 18 desember 2017 pukul 17.53 WIB
0 komentar:
Post a Comment