Blog ini berisi artikel-artikel, karya tulis ilmiah, dan berita mengenai Hukum dan Sosial

Wednesday, May 23, 2018

TINDAK PIDANA PENPUAN



BAB I
PENDAHULUAN
Penulis: Nafa Farihah
A.    Latar Belakang
Hukum adalah merupakan keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan dengan suatu sanksi.Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal dan damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum maka hukum harus ditegakkan.[1]
Tindak pidana sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi mungkin tidak akan pernah berakhir sejalan dengan perkembangan dan dinamika sosial yang terjadi dalam masyarakat. Masalah tindak pidanan ini nampaknya akan terus berkembang dan tidak akan pernah surut baik dilihat dari segi kualitas maupun kuantitasnya, perkembangan ini menimbulkan keresahan bagi masyarakat dan pemerintah.[2]
Salah satu bentuk kejahatan yang masih sangat marak terjadi di masyarakat yaitu penipuan.Bagi para oknum, tindak pidana tersebut tidaklah begitu sulit untuk dilakukan. Penipuan bisa terlaksana cukup dengan bermodalkan kemampuan berkomunikasi yang baik sehingga seseorang dapat meyakinkan orang lain, baik melalui serangkaian kata bohong ataupun fiktif. Sekarang ini banyak sekali terjadi tindak pidana penipuan, bahkan telah berevolusi secara apik dengan berbagai macam bentuk.Perkembangan ini menunjukkan semakin tingginya tingkat intelektualitas dari pelaku kejahatan penipuan yang semakin kompleks.
Harta kekayaan merupakan salah satu hal yang perlu dilindungi dalam hukum.Segala tindak kejahatan atau percobaan kejahatan terhadap harta kekayaan perlu diadili dalam persidangan demi terciptanya kepastian hukum dalam masyarakat.
Tindak pidana penipuan merupakan salah satu kejahatan yang mempunyai objek terhadap harta benda. Didalam KUHP tindak pidana ini diatur dalam bab XXV dan terbentang antara pasal 378 s/d 395, sehinnga didalam KUHP peraturan mengenai tindak pidana ini merupakan tindak pidana yang paling panjangpenbahasannya diantar kejahatan terhadap harta benda lainnya.
Bentuk-bentuk penipuan dengan modus baru tersebut, belum diatur didalam KUHP, sehingga dalam penyelesaiannya dianalogikan dengan bentuk-bentuk penipuan yang sudah eksis dalam KUHP.Misalnya penipuan mengenai kupon berhadiah dimasukan dalam pasal 383 KUHP tentang perbuatan curang terhadap pembeli atau UU perlindungan konsumen.
Karena penipuan tersebut dapat membahayakan ketertiban dan kepentingan umum dan lagi pula perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum dan norma yang berlaku dalam masyarakat walaupun secara formal tidak memenuhi rumusan undang-undang, maka agar perkara penipuan ini dapat dijangkau oleh hukum, dapat dimungkinkan atau boleh dipergunakan penafsiran ektensif, dengan mengkategorikan penipuan tersebut sebagai penipuan barang.

B.     Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :
1.      Tujuan Objektif
Untuk mengetahui bagaimana tindak penipuan dalam hukum pidana menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
2.      Tujuan Subjektif
Untuk memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan penulis di bidang hukum pidana pada umumnya, khususnya dalam tindak pidana penipuan dalam hukum pidana.

C.    Kegunaan Penulisan

Penulisan ini dilakukan dengan harapan bisa bermanfaat, antara lain :
1.      Kegunaan Teoritis
Manfaat penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan sebagai masukan dan acuan maupun referensi dalam pengembangan Ilmu Hukum, khususnya berkaitan dengan Tindak Pidana Penipuan dalam hukum pidana.
2.      Kegunaan Praktis
Guna menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang penegakan hukum terhadap tindak pidana penipuan

D.    Kerangka Pemikiran
Negara Indonesia adalah Negara hukum (recht staats), maka setiap tindak pidana yang terjadi selayaknya diproses melalui jalur hukum, jadi hukum dipandang sebagai satu-satunya sarana bagi penyelesaian terhadap suatu tindak pidana.
Menurut Moeljatno, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, yang mana larangan tersebut disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu. Dalam hal ada hubungannya dengan asas legalitas, yang mana tiada suatu perbuatan dapat dipidana melainkan telah diatur dalam undang-undang, maka bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut dan larangan tersebut sudah diatur dalam undang-undang, maka bagi para pelaku dapat dikenai sanksi atau hukuman, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.[3]
Istilah “tindak pidana” merupakan istilah hukum dalam khazanah hukum kita.Istilah tersebut merupakan salah satu istilah terjemahan dari istilah “strafbaar feit”.
Menurut  Simons Tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.[4]
Oleh R. Tresna tindak pidana (strafbaar feit ) diartikan sebagai :
“ Suatu perbuatan atau rangkaian perbuatanmanusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan tindakan hukumnya”.[5]
Adapun Moeljatno, yang menerjemahkan “strafbaar feit” dengan istilah “perbuatan pidana” memberikan arti ialah sebagai berikut :
“Perbuatan pidana ialah perbuatan yang dilarang dan diancam pidana barangsiapa melanggar larangan itu”.
“Perbuatan itu benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh dan tak patut dilakukan. Karena bertentangan dengan dan atau menghambat akan tercapainya tata cara dalam pergaulan masyarakat yang di cita-citakan masyarakat”.[6]
Dari pengertian yang dirumuskan oleh para ahli diatas, bahwa tindak pidana adalah tindakan atau perbuatan yang harus memenuhi persyaratan-persyaratan atau harus memenuhi atau mengandung unsur-unsur yang telah di tetapkan dan di gambarkan secara rinci oleh ketentuan-ketentuan hingga apabila tindakan atau perbuatan itu tidak memenuhi salah satu unsur atau gambaran  yang di tetapkan oleh ketentuan hukum, maka perbuatan atau tindakan itu bukan tindakan pidana.
Berdasarkan pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Bab XXV Buku II KUHP , yang dimaksud dengan penipuan ialah barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat (hoedanigheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun
Di dalam ketentuan KUHP dipergunakan kata “penipuan” atau “bedrog”, karena sesungguhnya di dalam bab tersebut diatur sejumlah perbuatan-perbuatan yang ditujukan terhadap harta benda, dimana oleh pelakunya telah dipergunakan perbuatan-perbuatan yang bersifat menipu atau digunakan tipu muslihat.
Hakekat dari kejahatan penipuan itu adalah maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hak, dengan mempergunakan upaya-upaya penipuan seperti yang disebutkan secara limitative di dalam Pasal 378 KUHP.  
Menurut Moh. Anwar, tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam Pasal 378 KUHP terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :
1.      Unsur subyektif : dengan maksud
a.       Menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
b.      Dengan melawan hukum.
2.      Unsur obyektif : membujuk atau menggerakan orang lain dengan alat pembujuk atau penggerak.
a.       Memakai nama palsu.
b.      Memakai keadaan palsu.
c.       Rangkaian kata-kata bohong.
d.      Tipu muslihat agar :
1)      menyerahkan sesuatu barang.
2)      membuat hutang.
3)      menghapus piutang.[7]

Unsur subyektif dengan maksud adalah kesengajaan. Ada tiga corak kesengajaan yaitu:
1.      Kesengajaan sebagai maksud untuk mencapai suatu tujuan.
2.      Kesengajaan dengan sadar kepastian.
3.      Kesengajaan sebagai sadar kemungkinan.
Dengan maksud “diartikan tujuan terdekat bila pelaku masih membutuhkan tindakan lain untuk mencapai maksud itu harus ditujukan kepada menguntungkan dengan melawan hukum, hingga pelaku harus mengetahui bahwa keuntungan yang menjadi tujuannya itu harus bersifat melawan hukum.” Unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan jalan melawan hukum. Syarat dari melawan hukum harus selalu dihubungkan dengan alat-alat penggerak atau pembujuk yang dipergunakan. Sebagaimana diketahui arti melawan hukum menurut Sudarto ada tiga pendapat yaitu:
a.       Bertentangan dengan hukum (Simons)
b.      Bertentangan dengan hak (subyektif recht) orang lain (Noyon)
c.       Tanpa kewenangan atau tanpa hak, hal ini tidak perlu bertentangan dengan hukum (Hoge Road).

Berdasarkan penjelasan diatas, makalah ini akan menjelaskan mengenai bagaimana terciptanya suatu penelitian yang merujuk pada pertanyaan dalam rumusan masalah. Beberapa ketentuan yang mengatur Penipuan dalam aturan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Di kerangka pemikiran ini penulis juga memberikan gambaran tentang apa yang dimaksud dengan tindak pidana penipuan dalam Hukum Pidana , Unsur penipuan, Bentuk-bentuk penipuan dan dasar hukum penipuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).











BAB II
RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang dimaksud dengan  Tindak Pidana Penipuan ?
2.      Apa saja yang menjadi unsur  penipuan ?
3.      Bentuk-bentuk penipuan dan akibat hukumnya?























BAB III
PEMBAHASAN
A.    Definisi Tindak Pidana Penipuan
Istilah “tindak pidana” merupakan istilah hukum dalam khazanah hukum kita. Istilah tersebut merupakan salah satu istilah terjemahan dari istilah “strafbaar feit”.
Strafbaar feit merupakan istilah asli bahasa Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan berbagai arti diantaranya yaitu, tindak pidana, delik, perbuatan pidana, peristiwa pidana maupun perbuatan yang dapat dipidana. Kata Strafbaar feit terdiri dari 3 kata, yakni straf, baar dan feit.Berbagai istilah yang digunakan sebagai terjemahan dari strafbaar feit itu, ternyata straf diterjemahkan sebagai pidana dan hukum.Perkataan baarditerjemahkan dengan dapat dan boleh, sedangkan untuk kata feit diterjemahkan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.[8]
Penipuan berasal dari kata tipu yang berarti perbuatan atau perkataan tidak jujur (bohong, palsu, dan sebagainya) dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau mencari untung; kecoh. Penipuan adalah proses, cara. Perbuatan menipu; perkara menipu (mengecoh).[9]
Dalam Bab XXV Buku II KUHP berjudul “Bedrog” yang berarti “penipuan” dalam arti luas, sedangkan pasal pertama dalam BAB itu, yaitu pasal 378, mengenai tindak pidana “oplichtingyang berarti “penipuan” juga, tetapi dalam arti sempit, sedangkan pasal-pasal lain dari bab tersebut memuat tindak pidan lain yang bersifat penipuan juga dalam arti luas.[10]
Penipuan menurut pasaal 378 KUHP oleh Moeljanto sebagai berikut :[11]
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat (hoedanigheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Hakekat dari kejahatan penipuan itu adalah maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hak, dengan mempergunakan upaya-upaya penipuan seperti yang disebutkan secara limitative di dalam Pasal 378 KUHP.
Menurut M. Sudrajat Bassar, penipuan adalah suatu bentuk berkicu, “sifat umum dari perbuatan berkicau itu adalah bahwa orang dibuat keliru, dan oleh karena itu ia rela menyerahkan barangnya atau uangnya”[12]
Penipuan adalah salah satu bentuk kejahatan yang dikelompokkan ke dalam kejahatan terhadap harta benda orang. Ketentuan mengenai kejahatan ini secara umum diatur dalam Pasal 378 sampai dengan Pasal 395 buku II Bab XXV KUHP. Pasal 378 mengatur tindak pidana penipuan dalam arti sempit (oplicthting) dan pasal-pasal lainnya mengatur tindak pidana penipuan dalam arti luas (bedrog) yang mempunyai nama-nama sendiri secara khusus.Dalam hal ini penipuan dengan modus usaha pengadaan gula termasuk tindak pidana penipuan biasa atau penipuan dalam bentuk pokok, sehingga dpaat dituntut berdasarkan Pasal 378 KUHP.

pada Pasal 378 KUHP, Soesilo merumuskan sebagai berikut :
1.      Kejahatan ini dinamakan kejahatan penipuan. Penipu itu pekerjaannya :
a.       Membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang.
b.      Maksud pembujukan itu ialah hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak.
c.       Membujuknya itu dengan memakai :
1)      Nama palsu atau keadaan palsu
2)      Akal cerdik (tipu muslihat) atau
3)      Karangan perkataan bohong
2.      Membujuk yaitu melakukan pengaruh dengan kelicikan terhadap orang, sehingga orang itu menurutnya berbuat sesuatu yang apabila mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, ia tidak akan berbuat demikian itu.
3.      Tentang barang tidak disebutkan pembatasan, bahwa barang itu harus kepunyaan orang lain, jadi membujuk orang untuk menyerahkan barang sendiri, juga dapat masuk penipuan, asal elemen-elemen lain dipenuhinya. 4. Seperti halnya juga dengan pencurian, maka penipuanpun jika dilakukan dalam kalangan kekeluargaan berlaku peraturan yang tersebut dalam Pasal 367 jo 394.[13]

Perbuatan penipuan dalam pengertian bahwa seseorang telah berkata bohong atau dengan tipu muslihat untuk mendapatkan suatu keuntungan dan telah merugikan orang lain secara melawan hukum maka ia telah melakukan suatu tindak pidana yang telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 378 tentang Tindak Pidana Penipuan.
Menurut Brigjen. Drs. H. A. K. Moch.Anwar, S.H. dalam bukunya Hukum Pidana Bagian Khusus bahwa tindak pidana penipuan atau penipuan adalah “membujuk orang lain dengan tipu muslihat, rangkaian kata-kata bohong, nama palsu, keadaan palsu agar memberikan sesuatu” serta unsus-unsur dari tindak pidana penipuan yang dibagi menjadi dua yaitu unsur objektif dan subjektif.[14]

B.     Unsur-unsurTindak Pidana Penipuan
Tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam pasal 378 KUHP yang menyatakan :
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat (hoedanigheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Rumusan penipuan tersebut terdiri dari unsur-unsur objektif yag meliputi perbuatan (menggerakan), yang digerakkan (orang), perbuatan itu di tunjukan pada orang lain (menyerahkan benda, memberi hutang, dan menghapuskan piutang), dan cara melakukan perbuatan menggerakkan dengan memakai nama palsu, memakai tipu muslihat, memakai martabat palsu, dan memakai rangkaian kebohongn. Selanjutnya adalah unsur-unsur subyektif yang meliputi maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan maksud melawan hukum.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penipuan tidak menggunakan paksaan akan tetapi dengan tipu muslihat seorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut bertindak tanpa kesadaran penuh.
Unsur-unsur penipuan pokok tersbut dapat di rumuskan :
1.      Unsur objektif penipuan
a.       Perbuatan menggerakkan (bewegen)
Kata bewegen selain di terjemahkan dengan menggerakkan, ada juga sebagian ahli dengan menggunakan istilah membujuk atau menggerakkan hati. KUHP sendiri tidak memberikan keterangan apapun tentang istilah bewegen itu. Menggerakkan dapat di definisikan sebagai perbuatan mempengaruhi atau menanamkan pengaruh pada orang lain, objek yang di pengaruhi adalah kehendak orang lain. Perbuatan menggerakkan adalah berupa perbuatan yang abstrak, dan akan terlihat bentuknya secara konkret bila dihubungkan dengan cara melakukannya. Cara melakukannya inilah sesungguhnya yang lebih berbentuk, yang bisa dilakukan dengan perbuatan-perbuatan yang benar dan dengan perbuatan yang tidak benar.
Sedangkan di dalam penipuan, menggerakkan adalah dengan cara-cara yang di dalamnya mengadung ketidak benaran, palsu, dan bersifat membohongi atau menipu. Kemudian timbul penyataan mengapa menggerakkan pada penipuan ini harus dengan cara-cara yang palsu dan bersifat membohongi atau tidak benar ? karena kalau menggerakkan dilakukan degan cara yang sesungguhnya, cara yang benar dan tidak palsu, maka tidak mungkin kehendak orang lain (korban) akan menjadi terpengaruh, yang pada akhirnya ia menyerahkan benda,memberi hutang, maupun menghapuskan piutang.
b.      Yang digerakkan adalah orang
Pada umunya, orang yang menyerahkan benda, orang yang memberi hutang dan orang yang menghapuskan piutang sebagai korban penipuan adalah orang yang di gerakkan itu sendiri. Tetapi hal itu bukan merupakan keharusan, karena dalam rumusan pasal 378 KUHP tidak sedikitpun menunjukkan bahwa orang yang menyerahkan benda, memberi hutang, maupun menghapuskan piutang bisa juga oleh selain yang di gerakkan, asalkan orang lain (pihak ketiga) menyerahkan benda itu dapat dilakukan dengan perantaraan orang lain selain orang yang di gerakkan. Asalkan maksudnya adalah untuk memperoleh penyerahan dan ada hubungan sebab-akibat antara upaya yang di pergunakan dengan penyerahan tersebut.
c.       Tujuan perbuatan :
1)      Menyerahkan benda
Pengertian benda dalam penipuan mempunyai arti yang sama dengan benda dalam pencurian dan penggelapan, yakni sebagai benda yang berwujud dan bergerak. Pada pencurian, pemerasan, pengancaman, dan kejahatan terhadap harta benda lainnya, di mana secara tegas disebutnya unsur milik orang lain bagi benda objek kejahatan, berbeda dengan penipuan di mana tidak menyebutkan secara tegas adanya unsur yang demikian. Oleh karena itu, dapat diartikan bahwa pada penipuan benda yang diserahkan dapat terjadi terhadap benda miliknya sendiri asalkan di dalam hal ini terkandung maksud pelaku untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Untuk menyerahkan suatu benda. Untuk adanya “penyerahan” adalah perlu bahwa benda tersebut telah terlepas dari kekuasaan seseorang akan tetapi bersamaan dengan hal itu tidaklah perlu jatuh di dalam kekuasaan orang lain.[15]
2)      Memberi hutang dan menghapuskan piutang
Hutang disini berarti “perjanjian” misalnya untuk menyetorkan uang jaminan. Hutang itu tidaklah perlu dibuat untuk kepentingan si pelaku atau orang yang membantu melakukan kejahatan dan keuntungan yang diharapkan itu tidaklah perlu pula merupakan akibat langung dari perjanjian hutang yang diadakan.[16]
d.      Upaya-upaya penipuan :
1)      Memakai nama atau kedudukan palsu  (valsche naam)
Pemakaian nama palsu terjadi apabila seseorang menyebutkan sebagai nama yang bukan namanya, dan dengan demikian menerima barang yang harus diserahkan kepada orang yang namanya di sebut-sebutkan tadi.
Ada dua pengertian nama palsu. Pertama, diartikan sebagai suatu nama bukan namanya sendiri melainkan nama orang lain. Misalnya Abdurachim menggunakan nama temannya yang bernama Abdullah. Kedua, suatu nama yang tidak diketahui secara pasti pemiliknya atau tidak ada pemiliknya. Misalnya orang yang bernama Gino menggunakan nama Kempul. Nama Kempul tidak ada pemiliknya atau tidak diketahui secara pasti ada tidaknya orang yang menggunakannya. Banyak orang menggunakan suatu nama dari gabungan beberapa nama, misalnya Abdul Mukti Ahmad.
Misalnya seorang penjaga malam bernama Markaban mengenalkan diri sebagai seorang dosen bernama Markaban, Markaban yang terakhir benar-benar ada dan diketahuinya sebagai seorang dosen. Di sini tidak menggunakan nama palsu, akan tetapi menggunakan martabat/kedudukan palsu

2)      Menggunakan martabat/kedudukan palsu (valsche hoedanigheid).
Ada beberapa istilah yang sering digunakan sebagai terjemahan dari perkataan valsche hoedanigheid itu, ialah: keadaan palsu, martabat palsu, sifat palsu, dan kedudukan palsu. Adapun yang dimaksud dengan kedudukan palsu itu adalah suatu kedudukan yang disebut/digunakan seseorang, kedudukan mana menciptakan/mempunyai hak-hak tertentu, padahal sesungguhnya ia tidak mempunyai hak tertentu itu. Jadi kedudukan palsu ini jauh lebih luas pengertiannya daripada sekedar mengaku mempunyai suatu jabatan tertentu, seperti dosen, jaksa, kepala, notaris, dan lain sebagainya. Sudah cukup ada kedudukan palsu misalnya seseorang mengaku seorang pewaris, yang dengan demikian menerima bagian tertentu dari boedel waris, atau sebagai seorang wali, ayah atau ibu, kuasa, dan lain sebagainya. Hoge Raad dalam suatu arrestnyamenyatakan bahwa "perbuatan menggunakan kedudukan palsu adalah bersikap secara menipu terhadap orang ketiga, misalnya sebagai seorang kuasa, seorang agen, seorang wali, seorang kurator ataupun yang dimaksud untuk memperoleh kepercayaan sebagai seorang pedagang atau seorang pejabat"[17]
3)      Menggunakan tipu muslihat (listige kunstgreoen) dan rangkaian kebohongan (zamenweefsel van verdichtsels) :

Kedua cara menggerakkan orang lain ini sama-sama bersifat menipu atau isinya tidak benar atau palsu, namun dapat menimbulkan kepercayaan/kesan bagi orang lain bahwa semua itu seolah-olah benar adanya. Namun ada perbedaan, yaitu: pada tipu muslihat berupa perbuatan, sedangkan pada rangkaian kebohongan berupa ucapan/perkataan. Tipu muslihat diartikan sebagai suatu perbuatan yang sedemikian rupa dan yang menimbulkan kesan atau kepercayaan tentang kebenaran perbuatan itu, yang sesungguhnya tidak benar. Karenanya orang bisa menjadi percaya dan tertarik atau tergerak hatinya. Tergerak hati orang lain itulah yang sebenarnya dituju oleh si penipu, karena dengan tergerak hatinya/terpengaruh kehendaknya itu adalah berupa sarana agar orang lain (korban) berbuat menyerahkan benda yang dimaksud.
2.      Unsur-unsur subjektif penipuan
a.       Maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Maksud si pelaku dalam melakukan perbuatan menggerakkan harus ditujukan pada menguntungkan diri sendiri atau orang lain, adalah berupa unsur kesalahan dalam penipuan. Kesengajaan sebagai maksud ini selain harus ditujukan pada menguntungkan diri, juga ditujukan pada unsur lain di belakangnya, seperti unsur melawan hukum, menggerakkan, menggunakan nama palsu dan lain sebagainya. Kesengajaan dalam maksud ini harus sudah ada dalam diri si petindak, sebelum atau setidak-tidaknya pada saat memulai perbuatan menggerakkan. Menguntungkan artinya menambah kekayaan dari yang sudah ada. Menambah kekayaan ini baik bagi diri sendiri mau pun bagi orang lain.
b.      Dengan melawan hukum.
Unsur maksud sebagaimana yang diterangkan di atas, juga ditujukan pada unsur melawan hukum. Maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melakukan perbuatan menggerakkan haruslah berupa maksud yang melawan hukum.
Unsur maksud dalam rumusan penipuan ditempatkan sebelum unsur melawan hukum, yang artinya unsur maksud itu juga harus ditujukan pada unsur melawan hukum.Oleh karena itu, melawan hukum di sini adalah berupa unsur subjektif. Dalam hal ini sebelum melakukan atau setidak­tidaknya ketika memulai perbuatan menggerakkan, petindak telah memiliki kesadaran dalam dirinya bahwa menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melakukan perbuatan itu adalah melawan hukum. Melawan hukum di sini tidak semata-mata diartikan sekedar dilarang oleh undang-undang atau melawan hukum formil, melainkan harus diartikan yang lebih luas yakni sebagai bertentangan dengan apa yang dikehendaki masyarakat, suatu celaan masyarakat. Karena unsur melawan hukum ini dicantumkan dalam rumusan tindak pidana, maka menjadi wajib dibuktikan dalam persidangan. Perlu dibuktikan ialah si petindak mengerti maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan menggerakkan orang lain dengan cara tertentu dan seterusnya dalam rumusan penipuan sebagai dicela masyarakat.
Untuk Unsur-unsur penipuan dalam bentuk yang lain selain Penipuan pokok yang ada dalam pasal 378 KUHP tidak dijelaskan secara rinci. Namun dalam setiap pasal terkandung dua unsur , yaitu unsur objektif dan unsur subjektif.
C.    Bentuk-bentuk Penipuan dan Akibat Hukumnya
Adapun secara lebih detail, bentuk-bentuk penipuan tersebut adalah seperti yang di jelaskan dalam pembahasan berikut.
1.      Penipuan dalam bentuk pokok
Ketentuan dalam pasal 378 ini adalah merumuskan tentang pengertian penipuan (oplichting) itu sendiri. Rumusan ini adalah bentuk pokonya, dan ada penipuan dalam arti sempit dalam bentuk khusus yang meringankan. Karena adanya unsur khusus yang bersifat meringankan sehingga diancam pidana sebagai penipuan ringan (pasal 379). Sedangkan penipuan dalam arti sempit tidak ada dalam bentuk diperberat. Isi pasal 378 KUHP adalah sebagai berikut :
“ Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat (hoedanigheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya member utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Rumusan penipuan tersebut terdiri dari unsur-unsur objektif yang meliputi perbuatan (menggerakan), yang digerakkan (orang), perbuatan itu di tunjukan pada orang lain (menyerahkan benda, memberi hutang, dan menghapuskan piutang), dan cara melakukan perbuatan menggerakan dengan memakai nama palsu, memakai tipu muslihat, memakai martabat palsu, dan memakai rangkaian kebohongan. Selanjutnya adalah unsur-unsur subjektif yang meliputi maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan maksud melawan hukum.
Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penipuan tidak menggunakan paksaan akan tetapi dengan tipu muslihat seseorang untuk mempengaruhi orang lain. Sehingga orang tersebut bertindak tanpa kesadaran penuh.
2.      Penipuan Ringan
Penipuan ringan telah dirumusakan damal pasal 379 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana ) yang isinya :
“Perbuatan-perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 378 jika barang yang diserahkan itu bukan ternak dan harga daripada barang, utang atau piutang itu tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, dikenai, sebagai penipuan ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Sembilan ratus rupiah” (Lihat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.16 Tahun 1960 dan Peraturan Pemeerintah Pengganti Undang-undang No.18 Tahun 1960).
Dalam kehidupan masyarakat kita binatang ternak danggap mempunyai nilai yang lebih tinggi atau khusus, sehingga mempunyai nilai lebih dari binatang yang lainnya. Tapi, apabila binatang ternak itu harganya kurang dari dua ratus lima puluh rupiah maka itu tidak termasuk kedalam penipuan ringan. Adapun yang dimaksud dengan binatang ternak menurut KUHP ialah ada dalam pasal 101 yang isinya :
“Yang disebut ternak yaitu semua binatang yang berkuku satu, binatang memamah biak, dan babi”.
Contoh untuk binatang berkuku satu diantaranya : kuda, keledai dan sebagainya.
Contoh binatang memamah biak diantaranya : Sapi, Kerbau, Kambing, Biri-biri dan sebagainya.
Sementara, hewan yang tidak termasuk kedalam golongan diatas bukan termasuk binatang ternak.
3.      Penipuan dalam Jual Beli
 Ada penipuan dari pihak pembeli (Pasal 379a), ada dari pihak penjual (pasal 383 dan 386).
a.       Penipuan dari pihak pembeli.
Sering terjadi seseorang membeli barang-barang ditoko atau warung dengan tidak membayar harganya seketika itu (kontan), tetapi dengan ditangguhkan pembayarannya.Biasanya pembeli sanggup membayar habis bulan.Untuk perbuatan si pembeli ini ada istilah “ngebon” yang berarti mempunyai “bon” (catatan) utang kepada toko atau warung.
Dalam pasal 379a  KUHP dengan ancaman hukuman ialah apabila seorang pembeli seperti ini. Isi pasal tersebut ialah :
“Barang siapa menjadikan sebagai mata pencaharian ( beroep) atau kebiasaannya untuk membeli barang-barang, dengan maksud supaya tanpa pembayaran seluruhnya, memastikan penguasaannya terhadap barang-barang itu untuk diri sendiri maupun orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”
Dengan maksimum hukuman empat tahun, jadi sama dengan penipuan dalam arti sempit (oplichting) dari pasal 378. Pasal 379a ini dicantumkan dalam KUHP pada tahun 1930, dan merupakan suatu contoh bahwa pembentuk KUHP menemukan gejala-gejala tak baik dalam sikap pembeli yang mulanya tidak dikenakan hukuman.
Jadi, yang kini diberantas ialah perbuatan seorang pembeli barang yang sudah sejak semula berniat untuk tidak membayar sebagian dari harga pembelian.Dengan demikian, perbuatan seperti ini terang bersifat menipu.
b.      Penipuan dari pihak penjual.
Penipuan yang berasal dari penjual ini terinci dalam dua pasal yaitu :
1)      Pasal 383 KUHP yang isinya :
“ Diancam dengan pidana paling penjara paling lama satu tahun empat bulan, seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli:
Ke-1. Karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli;
Ke-2.Mengenai jenis keadaan atau banyaknya barang yang diserahkan, dengan menggunakan tipu muslihat”.
Perbuatan ke-1 dapat dilakukan dalam suatu toko.Sedangkan perbuatan ke-2 oleh penjual bahan makanan dan barang-barang keperluan rumah tangga seperti beras, gula, minyak dan sebagainya.Tipu muslihat yang ke-2 ini biasanya terletak pada kelihaian si penjual dan kurang waspadanya si pembeli.
2)      Pasal 386 KUHP yang isinya :
“(1) Barang siapa menjual, menawarkan, atau menyerahkan barang makanan, minuman atau obat-obatan yang diketahui bahwa itu di palsukan, dan menyembunyikan hal itu, diancam sengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Bahan makanan, minuman, atau obat-obatan itu di palsukan, jika nilainya atau faedahnya menjadi kurang karena sudah dicampur dengan suatu bahan lain”.

Pasal ini mengenai penipuan yang dianggap lebih berat sifatnya, dan yang ditegaskan disini dalam ayat 2 bahwa barang makanan atau minuman atau obat-obatan dipalsukan jika nilai atau gunanya menjadi kurang karena sudah dicampur dengan bahan lain.
Adapun perbedaan antara pasal 383 KUHP dan 386 KUHP adalah :
a.       Kejahatan dalam pasal 386 KUHP adalah khusus mengenai barang berupa bahan makanan dan minuman atau obat-obatan sedangkan dalam pasal 383 mengenai semua barang.
b.      Pasal 386 KUHP mengatakan tentang “ menjual, menawarkan atau menyerahkan” barang (belum sampai menyerahkan barang itu sudah dapat dihukum), sedangkan dalam pasal 383 KUHP  mengatakan menyerahkan ,( supaya dapat dihukum barang itu harus sudah diserahkan).
Selain itu, juga melanggar pasal 8 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang salah satu poinnya berbunyi: “Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang, rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa rnemberikan informasi secara lengkap dan benar.”
Juga melanggar pasal 11 Undang-Undang yang sama, yang berbunyi: “Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen dengan: menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu; menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi; tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain; tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain; tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain; menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.

4.      Penipuan dalam penulis buku dan lain-lain (Karya Ilmiah).

Dimuat dalam pasal 380 KUHP yang isinya :
“(1) Diancam dengan pidana paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak lima ribu rupiah:
Ke-1. Barangsiapa menaruh suatu nama atau tanda secara palsu diatas atau di dalam suatu buah hasil kesasteraan, keilmuan. Kesenian, atau kerajinan, atau memalsu nama atau tanda yang asli, dengan maksud supaya karenanya orang mengira bahwa itu benar-benar buah hasil orang yang nama atau tandanya olehnya ditaruhdi atas atau dalamnya tadi.
Ke-2. Barangsiapa dengan sengaja menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual atau memasukan ke Indonesia, buah hasil ke sasteraan, keilmuan, kesenian atau kerajinan, yang di dalam atau diatasnya telah ditaruh nama atau tanda yang palsu, atau yang nama dan tandanya yang asli telah dipalsu, seakan-akan itu benar-benar buah hasil orang yang nama atau tandanya telah ditaruh secara palsu tadi.
(2) Jika buah hasil itu kepunyaan terpidana boleh dirampas”.
Dengan perbuatan ke-1 yang di bohongi adalah setiap orang yang melihat hasil pekerjaan tersebut tanpa disebutkan akibat dari kebohongan ini, baik bagi pelaku maupun bagi si melihat.Jadi, tindak pidana ini juga sudah dibuat apabila, misalnya, si pemalsu hanya merasa bangga mempunyai hasil pekerjaan dari orang yang namanya digantikan itu, tanpa merugikan siapapun.
Dengan perbuatan ke-2 adalah terang tertipu adalah seorang yang membeli atau yang ditawari dari hasil pekerjaan tersebut.
Selain itu, juga melanggar ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, yang berbunyi: “Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain; ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu; alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; lagu atau musik dengan atau tanpa teks; drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; arsitektur; peta; seni batik; fotografi; sinematografi; terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan”.

5.      Penipuan dalam hal asuransi.
Tentang hal ini ada dua macam tindak pidana yaitu :
Pasal 381 KUHP yang isinya :
“Barangsiapa dengan jalan tipu muslihat menyesatkan penanggung asuransi mengenai keadaan-keadaan yang berhubungan dengan pertanggungan, sehingga menyetujui perjanjian yang tentu tidak akan disejuinya atau setidak-tidaknya dengan syarat-syarat yang demikian, jika diketahui keadaan-keadaan sebenarnya, di ancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan”.
Dan pasal 382 KUHP yang isinya :
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atas kerugian menanggung asuransi atau pemegang surat bodemerij yang sah, menimbulkan kebakaran atau ledakan pada suatu benda yang dipertanggungkan terhadap bahaya kebakaran; atau mengaramkan, mendamparkan, menghancurkan, merusakkan, atau membikin tidak dapat dipakai, kapal yang diprtanggungkan, atau yang muatannya, maupun upah yang diterima unsur pengangkutan muatannya yang dipertanggungkan, atau yang atasnya telah diterima uang bodemerij diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.
Pasal 382 juga menyebutkan mengaramkan kapal yang dimasukkan dalam asuransi bodemerij, yang di Indonesia sebenarnya tidak ada.
Perbedaan antara perbuatan dalam pasal 382 KUHP dan 383 KUHP iaalah, bahwa dengan pasl 382 KUHP si asurador ditipu pada waktu ia membikin persetujuan asuransi, sedangkan dalam pasal 383 KUHP si asurador ditipu dalam melaksanakan persetujuan asuransi kebakaran.
6.      Penipuan persaingan curang

“Barang siapa untuk mendapatkan melangsungkan atau memperluas debit perdagangan atau perusahaan kepunyaan sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu, diancam, jika karenanya dapat timbul kerugian bagi konkiran-konkirennya atau konkiran-konkiren orang lain itu, karena persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak Sembilan ratus rupiah”.
Tindak pidana ini oleh pasal tersebut dinamakan (gequalificeerd)”persaingan curang” (oneerlijke mededinging).
Pasal ini semula tidak ada dalam KUHP dan baru ditambahkan dengan Staatblad 1920-556, sesuai dengan tambahan di Negeri Belanda pada tahun 1915. Maksud tambahan ini adalah untuk memberantas persaingan curang antara para pedagang dalam mencari keuntungan.Tetapi hasil pembicaraan di Parlemen belanda ialah, bahwa dalam pasal tersebut tindak pidana ini hanya dinamakan persaingan curang, namun dirumuskan sebagai perbuatan yang bersifat menipu untuk memperdayakan khalayak ramai atau seseorang tertentu.
7.      Stellionaat
Tindak pidana Stellionaat atau dapat disebut penipuan dalam hal yang berhubungan dengan hak atas tanah dirumuskan dalam pasal 385 KUHP yang menyatakan :
“Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun :
Ke-1  : Barang siapa dengn maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menjual, menukar, atau membebani dengan credietverband suatu hak tanah Indonesia, suatu gedung, bangunan, penanaman atau pembenihan d iatas tanah dengan hak tanah atas Indonesia padahal diketahui bahwa yang mempunyai hak di atasnya adalah orang lain.

Ke-2: Barang siapa dengan maksud yang sama menjual, menukar, atau membebani dengan kredit verband suatu hak tanah Indonesia yang telah dibebani kredit verband, atau suatu gudang bangunan, penanaman atau pembenihan di atas tanah yang juga telah dibebani demikian, tanpa memberitahukan tentang adanya beban itu kepada pihak lain.

Ke-3: Barang siapa dengan maksud yang sama menggadaikan kredit verband mengenai suatu hak tanah Indonesia dengan menyembunyikan kepada pihak lain bahwa tanah yang behubungan dengan hak tadi sudah digadaikan

Ke-4: Barang siapa dengan maksud yang sama menggadaikan atau menyewakan tanah dengan hak Indonesia padahal diketahui bahwa orang lain mempunyai atau turut mempunyai hak atas tanah itu.

Ke-5: Barang siapa dengan maksud yang sama menjual atau menukarkan tanah dengan hak Indonesia yang telah digadaikan padahal tidak diberitahukan pada pihak lain bahwa tanah itu telah digadaikan.

Ke-6: Barang siapa degan maksud yang sama menjual atau menukarkan tanah dengan hak Indonesia untuk suatu masa, padahal diketahui bahwa tanah itu telah disewakan kepada orang lain untuk masa itu juga”.

8.      Penipuan dalam Pemborongan.
Jenis pidana ini biasanya dilakukan oleh seorang pemborong bangunan.Biasanya, pelaku menggunakan modus mengurangi berbagai campuran bahan bangunan dari yang semestinya, menggunakan bahan-bahan bekas atau yang berkualitas rendah yang tidak sesuai dengan perjanjian.Adapun motif dari penipuan ini adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

Tindak pidana jenis ini diatur dalam pasal 387 KUHP, yang menyatakan:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, seorang pemborong atau ahli bangunan atau penjual bahan-bahan bangunan, yang pada waktu membuat bangunan atau pada pada waktu menyerahkan bahan-bahan bangunan, melakukan suatu perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan Negara dalam keadaaan perang.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa yang tugasnya mengawasi penyerahan barang-barang itu, sengaja membiarkan perbuatan curang.

Kalau perbuatan yang menipu ini dilakukan dalam penyerahan alat-alat keperluan angkatan bersenjata dan dapat mendatangkan bahaya bagi keselamatan Negara pada waktu ada perang, maka diatur dalam pasal 388 KUHP yang isinya :
“(1) Barangsiapa pada waktu menyerahkan perlengkapan untuk keperluan angkatan laut atau angkatan darat, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan Negara dalam keadaan perang, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa tugasnya mengawasi penyerahan barang-barang itu, sengaja membiarkan perbuatan curang”.

9.      Penipuan Batas Pekarangan
Adapun yang dimaksud dengan batas halaman/pekarangan adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai batas pekarangan. Batas itu diantaranya bisa berupa tembok, kawat berduri, tnggul, dan sebagainya yang berfungsi membatsi anta pekarangan milik orang lain.
Bentuk penipua ini diatur dalam pasal 389 KUHP yang menyatakan :
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menghancurkan, emindahkan, membuang atau membikin tak dapat dipakai sesuatu yang digunakan untuk mnentukan batas pekarangan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan “.
10.  Penipuan dengan menyiarkan kabar bohong mengakibatkan harga barang-barang dagangan naik atau turun.

Tidak pidana ini termuat dalam pasal 390 KUHP yang mengatakan :
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan harga barang-barang dagangan, dana-dana, atau surat-surat berharga menjadi turun atau naik, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan”.
Unsur penting ialah, bahwa penyiaran kabar bohong benar-benar mengakibatkan harga barang dagangan naik atau turun. Mungkin sekali ada sebab lain yang mengakibatkan naik atau turu harga itu. Maka dalam praktek belum tentu mudah untuk membuktikan keslahan seorang terdakwa dalam hal ini.
11.  Penipuan tentang membohongi khalayak tentang surat-surat Obligasi
Tindak pidana dilakukan dengan modus tidak memberikan gambaran yang senyatanya yang sengaja dilakukan untuk menarik orang lain agar tertarik untuk ikut serta dalam usaha tersebut. Seorang yang mencoba membujuk kahalayak ramai agar turut serta membeli surat-surat obligasi, baik dari negara maupun dari perkumpulan-perkumpulan swasta, dengan cara menyembunyikan atau merusakkan hal-hal yang benar atau membayangkan hal-hl yang palsu.
Tindak pidana ini diatur dalam pasal 391 KUHP yang menyatakan :
Barang siapa menerima kewajiban untuk, atau memberi pertolongan padapenempatan surat atau hutangsesuatu Negara atau bagiannya, atau suatu lembaga umum, sero atau surat hutang sesuatu perkumpulan, yayasan atau perseroan, mencoba menggerakan khalayak umumuntuk pendaftarannya atau penyertaannya, dengan sengaja menyembunyikan atau mengurangkam keadaan yang sebenarnya, atau dengan membayang-bayangkan keadaan yang palsu diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.”.
Hukuman yang agak berat ini diancamkan karena, dengan perbuatan ini, mungkin banyak orang akan menjadi korban.
12.  Penipuan dengan Penyusunan Neraca Palsu
Bentuk pidana ini diatur dalam pasal 392 KUHP, yang menyatakan:
Seorang pengusaha, seorang pengurus atau komisaris perseroan terbatas, maskapai andil Indonesia atau koperasi, yang sengaja mengumumkan keadaan atau neraca yang tidak benar, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan”.
13.  Penipuan tentang mengimpor barang.
Tindak pidana ini oleh pasal 393 KUHP dirumuskan sebagai :
“(1) Barangsiapa memasukkan ke Indonesia tanpa tujuan terang untuk dikeluarkan lagi dari Indonesia, menjual, menawarkan, menyerahkan, membagikan, atau mempunyai persediaan untuk dijual atau dibagi-bagikan, barang-barang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa pada barangnya itu sendiri atau pada bungkusnya, dipakaikan secara palsu nama, firma atau merek yang menjadi hak orang lain atau untuk menyatakan asalnya barang, nama sebuah tempat tertentu dengan ditambahkan nama firma yang khayal, ataupun, bahwa pada barangnya sendiri atau pada bungkusnya ditirukan nama, firma atau merek yang demikian sekalipun dengan sedikit perubahan, diancam dengan pidana penajara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak enam ratus rupiah.
(2) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat lima tahun sejak adanya permidanaan yang menjadi tetap, karena kejahatan semacam itu juga, dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama Sembilan bulan “.







BAB IV
KESIMPULAN
A.    Dalam Bab XXV Buku II KUHP berjudul “Bedrog” yang berarti “penipuan” dalam arti luas, sedangkan pasal pertama dalam BAB itu, yaitu pasal 378, mengenai tindak pidana “oplichtingyang berarti “penipuan” juga, tetapi dalam arti sempit, sedangkan pasal-pasal lain dari bab tersebut memuat tindak pidan lain yang bersifat penipuan juga dalam arti luas.
Penipuan menurut pasaal 378 KUHP oleh Moeljanto sebagai berikut :
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat (hoedanigheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
B.     Tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam pasal 378 KUHP Rumusan penipuan tersebut terdiri dari unsur-unsur objektif dan unsur-unsur subyektif. Dapat disimpulkan bahwa dalam penipuan tidak menggunakan paksaan akan tetapi dengan tipu muslihat seorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga orang tersebut bertindak tanpa kesadaran penuh.
Unsur-unsur pokok tersebut dapat dirumuskan :
1.      Unsur objektif penipuan
b.      Perbuatan menggerakkan (bewegen)
c.       Yang digerakkan adalah orang
d.      Tujuan perbuatan :
1)   Menyerahkan benda
2)   Memberi hutang dan menghapuskan piutang
e.       Upaya-upaya penipuan :
1)      Memakai nama atau kedudukan palsu  (valsche naam)
2)      Menggunakan martabat/kedudukan palsu (valsche hoedanigheid).
3)      Menggunakan tipu muslihat (listige kunstgreoen) dan rangkaian.
2.      Unsur-unsur subjektif penipuan
a.       Maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
b.      Dengan melawan hukum.

C.     Bentuk-bentuk dan Akibat hukum tindak pidana Penipuan.

      1.      Penipuan dalam bentuk pokok (Dimuat dalam pasal 378 KUHP).
      2.      Penipuan Ringan (Dimuat dalam pasal 379 KUHP).
      3.      Penipuan dalam Jual Beli
a.       Penipuan dari pihak pembeli (Dimuat dalam pasal 379a KUHP).
b.      Penipuan dari pihak penjual.(Dimuat dalam pasal 383 dan 386 KUHP).
      4.      Penipuan dalam penulis buku dan lain-lain (Karya Ilmiah) (Dimuat dalam pasal 380 KUHP).
      5.      Penipuan dalam hal asuransi.(Dimuat dalam pasal 381 dan 382 KUHP).
      6.      Penipuan persaingan curang (Dimuat dalam pasal 382bis KUHP).
      7.      Stellionaat (Dimuat dalam pasl 385 KUHP).
      8.      Penipuan dalam Pemborongan (Dimuat dalam pasal 387 KUHP).
      9.      Penipuan Batas Pekarangan (Dimuat dalam pasal 389 KUHP).
  10.      Penipuan dengan menyiarkan kabar bohong mengakibatkan harga barang-barang dagangan naik atau turun (Dimuat dalam pasal 390 KUHP).
  11.      Penipuan tentang membohongi khalayak tentang surat-surat Obligasi (Dimuat dalam pasal 391 KUHP).
  12.      Penipuan dengan Penyusunan Neraca Palsu (Dimuat dalam pasal 392 KUHP).
  13.      Penipuan tentang mengimpor barang (Dimuat dalam pasal 393 KUHP).





DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Anwar, Moch, 1979. Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP II), Bandung: Percetakan Offset Alumni.
Anwar, Moch, 1989.  Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II) jilid I, Bandung: Citra Aditya Bhakti.
Chazawi, Adami, 2002. Pengantar Hukum Pidana Bagian 1, Jakarta: Grafindo.
Gosita, Arif, 1983. Masalah Korban Kejahatan , Jakarta: Akademika Pressindo.
Mertokusumo, Sudikno, 1986. Mengenal Hukum Suatu Pengantar , Yogyakarta : Liberty.
Moeljatno, 1983.  Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Jakarta : Bina Aksara.
Moeljatno, 1993. Asas-Asas Hukum Pidana , Jakarta: Bina Aksara.
Moeljanto, 2007. KUHP( Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ), Jakarta: Bumi Aksara.
Prodjodikoro, Wirjono, 1986. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia Bandung: Eresco.
PAF Lamintang, 1984. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung : Sinar Baru.
PAF Lamintang, 1984.  Delik-delik khusus , Bandung : Sinar Baru.
PAF Lamintang, 1990.  Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Sinar Baru.
R. Tresna,  1959. Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Tiara.
Sudrajat, Bassar, 1986.  Tindak-Tindak Pidana Tertentu Dalam KUHP, Bandung : Remaja Karya.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Sumber Elektronik :
Diakses online dari :
http://parkyonggkhun.blogspot.co.id/2011/08/tindak-pidana-penipuan.html?m=1
pada pukul 17.53 WIB pada tanggal 17122017

Sumber Hukum :
Pasal 378 s/d Pasal 395 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana  (KUHP).
Pasal 8 dan 11 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.


[1]Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar (Yogyakarta : Liberty, 1986), hlm. 37.
[2]Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan (Jakarta: Akademika Pressindo, 1983), hlm. 3.
[3]Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana (Jakarta: Bina Aksara, 1993),  hlm. 54.
[4]PAF Lamintang, Delik-delik khusus (Bandung : Sinar Baru , 1984), hlm. 185.
[5] R. Tresna, Asas-Asas Hukum Pidana (Jakarta : Tiara, 1959), hlm 27.
[6] Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana (Jakarta : Bina Aksara,1983), hlm. 20
[7]Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II) jilid I (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1989), hlm. 40-41.
[8]Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bagian 1 (Jakarta: Grafindo, 2002), hlm. 69.
[9]Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm. 952.
[10] Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia (Bandung: Eresco, 1986), hlm. 36.
[11]Moeljanto, KUHP( Kitab Undag-Undang Hukum Pidana ) (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 133.
[12]Basar Sudrajat, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Dalam KUHP (Bandung: Remja karya, 1986). Hlm. 81.
[13]Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia (Bandung : Sinar Baru, 1984), hlm. 262.
[14]Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP II), (Bandung: Percetakan Offset Alumni, 1979), hlm. 16.
[15]PAF Lamintang, Hukum Pidana Indonesia (Bandung: Sinar Baru, 1990), hlm. 232.
[16]Ibid hlm. 233.
[17]http://parkyonggkhun.blogspot.co.id/2011/08/tindak-pidana-penipuan.html?m=1 diakses pada 18 desember 2017 pukul 17.53 WIB

Share:

0 komentar:

Post a Comment