Blog ini berisi artikel-artikel, karya tulis ilmiah, dan berita mengenai Hukum dan Sosial

Saturday, May 05, 2018

HUKUM DAN POLA INTERAKSI SOSIAL


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
     Dalam bermasyarakat setiap individu ataupun kelompok memiliki pola interaksi yang beragam.  dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Melalui hubungan itu individu ingin menyampaikan maksud, tujuan, dan keinginannya masing-masing. Untuk mencapai keinginan tersebut biasanya diwujudkan dengan tindakan melalui hubungan timbal balik, hubungan inilah yang disebut dengan interaksi. Menurut Gillin & Gillin (1954:489) interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok.
     Interaksi sosial mempunyai korelasi atau hubungan dengan status yaitu bahwa status memberi bentuk atau pola interaksi. Status dikonsepsikan sebagai posisi individu atau kelompok individu sehubungan dengan kelompok atau individu lainnya, status merekomendasikan perbedaan martabat, yang merupakan pengakuan interpersonal yang selalu meliputi paling sedikit satu individu, yaitu siapa yang menuntut dan individu lainnya yaitu siapa yang menghormati tuntutan itu. Gejala ini terlihat misalnya pada hubungan antara atasan dengan bawahannya atau pada hubungan antara orang tua dengan anak-anak atau yang lebih muda, antara tuan tanah dengan penggarap, antara orang kaya dengan orang miskin. Dalam hal ini status memberi bentuk atau pola tertentu dalam interksi sosial. Sebagai mahluk individu manusia dilahirkan sendiri dan memiliki ciriciri yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. 


B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa yang di maksud dengan hukum?
2.      Apa yang di maksud dengan interaksi sosial?
3.      Bagaimana hubungan antara hukum dan interaksi sosial?
C.    TUJUAN
Semoga tulisan makalah ini dapat menambah wawasan mengenai hubungan antara hukum dengan pola interaksi social kepada pembacanya mahasiswa maupun masyarakat umum, serta dapat menjadi rujukan bila manaa diperlukan kembali.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN HUKUM DAN INTERAKSI SOSIAL

1.      Pengertian Hukum
a)      Menurut E. Utrech dalam bukunya Pengantar Hukum Indonesia hukum adalah himpunan petunjuk hidup yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran terhadap petunjuk hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari pemerintah masyarakat itu.
b)      A. Ridwan Halim dalam bukuna Pengantar Tata Hukum Indonesia dalam tanya jawab menguraikan hukum merupakan peraturan-peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang pada dasarnya berlaku dan diakui rang sebagai peraturan yang harus di taati dalam hidup bermasyarakat.
c)      J. Van Apeldoorn dalam bukunya Inleiding tot de studie van het Netherlandse recht. Menyatakan bahwa Tidak mungkin memberikan definisi kepada hukum karena hukum begitu luas yang diaturnya. Hanya pada tujuan hukum mengatur pergaulan hidup seacra damai. (Masriani, 2015)
2.      Pengertian Interaksi Sosial
Sebagai makhluk individu dan sosial, individu membentuk interaksi social (hubungan sosial) dengan individu lain. Ciri-ciri Hubungan sosial pada masyarakat khususnya masyarakat kota memiliki hubungan sosial yang longgar, hal ini karena kota merupakan pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen, dihuni olehorang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya, selain hubungan sosial yang longgar ciri-ciri hubungan sosial yang lain adalah solidaritas organik (rasa bersatu atas dasar kontrak atau perjanjian), pembagian kerja komplek, dan sanksi sosial berdasarkan hukum.
Pengertian Interaksi sosial menurut Bonner (dalam Ali, 2006) merupakan suatu hubungan antara dua orang atau lebih individu, di mana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau mempengaruhi individu lain atau sebaliknya. Maryati dan Suryawati (2003) menyatakan bahwa, “Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok”. Menurut Maryati dan Suryawati (2003: 23) interaksi sosial dibagi menjadi tiga macam, yaitu: (a) interaksi antara individu dan individu, (b) interaksi antara individu dan kelompok, (c) interaksi sosial antara kelompok dan kelompok.
Pendapat lain dikemukakan oleh Murdiyatmoko dan Handayani (2004: 50), “Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial”. Interaksi positif hanya mungkin terjadi apabila terdapat suasana saling mempercayai, menghargai, dan saling mendukung” (Siagian, 2004: 216).

B.     MACAM-MACAM POLA INTERAKSI SOSIAL

1.      Pola interaksi asosiatif
a)      Kerja Sama (Cooperation)
Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut dikemudian hari mempunyai manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama supaya rencana kerja samanya dapat terlaksana dengan baik. Kerja sama timbul karena orientasi orangperorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainnya (yang merupakan out-group-nya). Kerja sama akan bertambah kuat jika ada hal-hal yang menyinggung anggota/perorangan lainnya.

b)      Akomodasi (Accomodation)
Akomodasi merupakan suatu proses penyesuaian sosial dalam interaksi sosial antara pribadi dan kelompok-kelompok manusia untuk meredakan pertentangan. Akomodasi mempunyai dua aspek pengertian, yaitu: (a) upaya untuk mencapai penyelesaian dari suatu konflik atau pertikaian. Jadi mengarah kepada prosesnya, (b) keadaan atau kondisi selesainya suatu konflik atau pertikaian tersebut. Jadi, mengarah kepada suatu kondisi berakhirnya pertikaian. Sebagai suatu proses akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha manusia untuk mencapai kestabilan.

c)      Asimilasi (Assimilation)
Menurut Yudhistira dalam buku sosiologi SMA (2011: 65), asimilasi berarti: (a) pengambilan zat dari luar (lalu diolah, dicerna, dsb sehingga meresap menjadi bagian dari yang mengambil itu, (b) paduan bunyi (konsonan), seperti ahlulnujum, ahlunnujum, (c) paduan bangsa (berjenis-jenis bangsa menjadi satu bangsa), Poerwadarminta (1976: 61). Asimilasi adalah proses sosial yang timbul bila ada golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul langsung secara internsif untuk waktu yang lama sehingga kebudayaankebudayaan tadi masing-masing berubah wujudnya menjadi kebudayaan campuran. Biasanya golongan yang tersangkut dalam suatu proses asimilasi adalah golongan minoritas. Proses Asimilasi timbul bila ada kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama sehingga kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.

2.      Pola interaksi Disosiatif
Menurut Maryati dalam buku Sosiologi jilid 1 (2007: 1) pola interaksi
disosiatif yaitu interaksi yang memperenggang hubungan. Pola interaksi disosiatif sering disebut sebagai oppositional proses, yang persis halnya dengan kerjasama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan. Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Pola-pola oposisi tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle for existence). Untuk kepentingan analisis ilmu pengetahan, oposisi proses-proses yang disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu:

a.       Persaingan (Competition)
Kompetisi adalah kata kerja intransitive yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan), over (atas), atau with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa disesuaikan dengan kepentingan keadaan menurut versi tertentu. Menurut Deaux, Dane, & Wrightsman (1993), kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok memilih untuk bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi. Sedangkan menurut Chaplin (1999), kompetisi adalah saling mengatasi dan berjuang antara dua individu, atau antara beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama. Kompetisi dalam istilah biologi berarti persaingan dua organisme atau lebih untuk mendapatkan kebutuhan hidup mereka. Berdasarkan kebutuhan tersebut kompetisi dibagi menjadi: (1) Kompetisi teritorial yaitu kompetisi untuk memperebutkan wilayah atau teritori tempat tinggal organisme, hal ini berkaitan dengan kompetisi selanjutnya. (2) Kompetisi makanan yaitu kompetisi untuk memperebutkan mangsa atau makanan dari wilayah-wilayah buruan.
Kompetisi dibagi menjadi dua yaitu: (1) kompetisi internal adalah kompetisi pada organisme dalam satu spesies dan (2) kompetisi eksternal adalah kompetisi pada organisme yang berbeda spesiesnya. Kompetisi dapat berakibat positif atau negatif bagi salah satu pihak organisme atau bahkan berakibat negatif bagi keduanya.

b.      Kontraversi (Contravetion)
Kontraversi adalah bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dan pertentangan atau konflik. Wujud kontravensi antara lain sikap tidak senang, baik secara tersembunyi maupun secara terang-terangan yang ditujukan terhadap perorangan atau kelompok atau terhadap unsur-unsur kebudayaan golongan tertentu. Sikap tersebut dapat berubah menjadi kebencian akan tetapi tidak sampai menjadi pertentangan atau konflik.

c.       Pertentangan (Conflict)
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

C.    HUBUNGAN HUKUM DENGAN INTERAKSI SOSIAL
Didalam suatu interaksi sosial pasti memilikki suatu pengaruh negative maupun positif, dengan adanya hal itu maka hukum sangatlah berperan penting dalam suatu interaksi sosial. Peran hukum itu sendiri ibarat kompas, yang menjadi petunjuk arah kemana manusia harus melangkah atau berbuat sesuatu. Jika manusia sebagai makhluk sosial yang dituntut untuk melakukan hubungan dengan manusia lain maka seorang manusia yang terdiri dari individu maupun kelompok perlu memperhatikan hukum yang berlaku di wilayah tempat tinggal mereka, karena kehidupan makhluk sosial tidak lepas dari hukum yang seolah-olah menjerat mereka untuk menuju suatu jalan yang benar. Terealisasikannya hukum itu tergantung pada empat faktor, yaitu :

1.      Hukum Itu Sendiri
Hukum memang sangat diharuskan bersifat melindungi, sehingga masyarakat akan merasa aman dimanapun mereka berada.

2.      Penegak hukum
Penegak hukum harus bersifat tegas, berani dan netral. Karena penegak hukum sangat berperan penting dalam berjalannya suatu system hukum.

3.      Fasilitas Pendukung
Fasilitas pendukung hukum dibagi menjadi dua bagian yaitu perangkat lunak dan perangkat keras. Perangkat lunaknya seperti peyuluhan tentang hukum terhadap warga maupun penegak hukum. Sedangkan perangkat kerasnya seperti kendaraan bermotor, pistol,dll. Tanpa adanya fasilitas pendukung tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual.

4.      Warga Atau Masyarakat
Warga atau masyarakat merupakan unsur terpenting didalam berjalannya hukum itu sendiri, karena hukum dibuat oleh masyarakat itu sendiri dan ditaati oleh masyarakat itu sendiri, sehingga mau tidak mau masayarakat harus taat pada hukum yang berlaku apabila tidak ingin terkena sanksi dari hukum yang telah berlaku.
Untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung dan terus di terima oleh seluruh anggota masyarakat maka peraturan-peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut. Dengan demikian, hukuman bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus berdasarkan pada keadilan.
 Adapun tujuan dari hukum dan iteraksi sosial itu sendiri adalah Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam perhubungan antara anggota masyarakat. Peraturan-peraturan hukum yang bersifat mengatur dan memaksa warga untuk patuh menaatinya, menyebabkan terdapat keseimbangan dalam tiap  hubungan antar anggota masyarakat. Setiap hubungan kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum yang ada dan berlaku dalam masyarakat.
Terjadinya suatu interaksi sosial secara otomatis akan ikut melekat pula hukum yang akan melaksanakan fungsinya sebagai pengendalian sosial. fungsi hukum dibedakan menjadi beberapa kategori berdasarkan  proses sosial yakni;
a.       Fungsi hukum sebagai pengatur apabila dalam proses interaksi sosial tersebut dilakukan dengan nurani (kodrati), organis (terorgisir) dan mekanis atau dilakukan berdasarkan keinginan hati.
b.      Fungsi hukum sebagai pengawas apabila terjadi reaksi ( perubahan sosial). Perubahan sosial yang menjadikan hukum mengawasi adalah perubahan sosial terarah, maju, mengambang, dan mundur.
c.       Fungsi hukum sebagai penyelesaian masalah. Peranan hukum dalam menyelesaikan masalah apabila terjadi permasalahan sosial. Permasalahan sosial terbagi atas beberapa kategori yakni, permasalahan sosial sangat berat, amat berat, berat, dan tidak berat.(Nugraha: 2012) Dengan demikian hukum berdampingan dengan masyarakat, karena terjadinya suatu interaksi sosial hukum berperan sebagai pengatur masyarakat.


BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Keamanan dalam masyarakat akan terpelihara, apabila setiap individu ataupun kelompok tidak menyebabkan suatu gejala sosial yang mampu memecahkan rasa kebersamaan dalam kehidupan. Bila keamanan terganggu, maka masyarakat akan menjukkan suatu reaksi yang menyebabkan suatu dampak negatif bagi bangsa dan masyarakat itu sendiri. Untuk menanggulangi hal-hal negatif tersebut maka diberlakukanlah hukum untuk dijadikan sebuah pedoman atau penunjuk arah, kemana manusia harus melangkah, agar teciptanya suatu tertib sosial dalam suatu bangsa.





Share:

0 komentar:

Post a Comment