BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam
bermasyarakat setiap individu ataupun kelompok memiliki pola interaksi yang
beragam. dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya. Melalui hubungan itu individu ingin menyampaikan maksud, tujuan, dan keinginannya
masing-masing. Untuk mencapai keinginan tersebut biasanya diwujudkan dengan
tindakan melalui hubungan timbal balik, hubungan inilah yang disebut dengan
interaksi. Menurut Gillin & Gillin (1954:489) interaksi sosial merupakan
hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara
kelompok maupun antara individu dengan kelompok.
Interaksi
sosial mempunyai korelasi atau hubungan dengan status yaitu bahwa status
memberi bentuk atau pola interaksi. Status dikonsepsikan sebagai posisi
individu atau kelompok individu sehubungan dengan kelompok atau individu
lainnya, status merekomendasikan perbedaan martabat, yang merupakan pengakuan
interpersonal yang selalu meliputi paling sedikit satu individu, yaitu siapa
yang menuntut dan individu lainnya yaitu siapa yang menghormati tuntutan itu.
Gejala ini terlihat misalnya pada hubungan antara atasan dengan bawahannya atau
pada hubungan antara orang tua dengan anak-anak atau yang lebih muda, antara
tuan tanah dengan penggarap, antara orang kaya dengan orang miskin. Dalam hal
ini status memberi bentuk atau pola tertentu dalam interksi sosial. Sebagai
mahluk individu manusia dilahirkan sendiri dan memiliki ciriciri yang berbeda
antara yang satu dengan yang lain.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
yang di maksud dengan hukum?
2.
Apa
yang di maksud dengan interaksi sosial?
3.
Bagaimana
hubungan antara hukum dan interaksi sosial?
C.
TUJUAN
Semoga tulisan
makalah ini dapat menambah
wawasan mengenai hubungan antara hukum dengan pola interaksi social kepada pembacanya mahasiswa maupun masyarakat umum, serta dapat menjadi rujukan bila manaa diperlukan
kembali.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN HUKUM DAN INTERAKSI SOSIAL
1.
Pengertian
Hukum
a)
Menurut
E. Utrech dalam bukunya Pengantar Hukum Indonesia hukum adalah himpunan
petunjuk hidup yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya
ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran
terhadap petunjuk hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari pemerintah
masyarakat itu.
b)
A.
Ridwan Halim dalam bukuna Pengantar Tata Hukum Indonesia dalam tanya jawab
menguraikan hukum merupakan peraturan-peraturan, baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis yang pada dasarnya berlaku dan diakui rang sebagai peraturan
yang harus di taati dalam hidup bermasyarakat.
c)
J.
Van Apeldoorn dalam bukunya Inleiding tot de studie van het Netherlandse recht.
Menyatakan bahwa Tidak mungkin memberikan definisi kepada hukum karena hukum
begitu luas yang diaturnya. Hanya pada tujuan hukum mengatur pergaulan hidup
seacra damai. (Masriani, 2015)
2.
Pengertian
Interaksi Sosial
Sebagai makhluk individu dan sosial, individu
membentuk interaksi social (hubungan sosial) dengan individu lain. Ciri-ciri
Hubungan sosial pada masyarakat khususnya
masyarakat kota memiliki hubungan sosial yang longgar, hal ini karena kota
merupakan pemukiman yang relatif besar, padat dan
permanen, dihuni olehorang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya, selain
hubungan sosial yang longgar ciri-ciri hubungan sosial yang lain adalah
solidaritas organik (rasa bersatu atas dasar kontrak atau perjanjian), pembagian kerja
komplek, dan sanksi sosial berdasarkan hukum.
Pengertian Interaksi sosial menurut Bonner (dalam Ali,
2006) merupakan suatu hubungan antara dua orang atau lebih
individu, di mana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau
mempengaruhi individu lain atau sebaliknya. Maryati dan Suryawati (2003)
menyatakan bahwa, “Interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau
interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu dan
kelompok”. Menurut Maryati dan Suryawati (2003: 23) interaksi sosial
dibagi menjadi tiga macam, yaitu: (a) interaksi antara individu dan individu, (b)
interaksi antara individu dan kelompok, (c) interaksi sosial antara kelompok dan
kelompok.
Pendapat lain dikemukakan oleh Murdiyatmoko dan
Handayani (2004: 50), “Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia
yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan
hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial”.
Interaksi positif hanya mungkin terjadi apabila terdapat suasana saling
mempercayai, menghargai, dan saling mendukung” (Siagian, 2004: 216).
B.
MACAM-MACAM
POLA INTERAKSI SOSIAL
1.
Pola
interaksi asosiatif
a)
Kerja
Sama (Cooperation)
Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok
manusia untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk kerja sama
tersebut berkembang apabila orang dapat digerakan untuk mencapai suatu tujuan
bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut dikemudian hari mempunyai
manfaat bagi semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian
kerja serta balas jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya,
keahlian-keahlian tertentu diperlukan bagi mereka yang bekerja sama supaya
rencana kerja samanya dapat terlaksana dengan baik. Kerja sama timbul karena
orientasi orangperorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan
kelompok lainnya (yang merupakan out-group-nya). Kerja sama akan bertambah kuat
jika ada hal-hal yang menyinggung anggota/perorangan lainnya.
b)
Akomodasi
(Accomodation)
Akomodasi merupakan suatu proses penyesuaian sosial dalam
interaksi sosial antara pribadi dan kelompok-kelompok manusia untuk meredakan
pertentangan. Akomodasi mempunyai dua aspek pengertian, yaitu: (a) upaya untuk
mencapai penyelesaian dari suatu konflik atau pertikaian. Jadi mengarah kepada
prosesnya, (b) keadaan atau kondisi selesainya suatu konflik atau pertikaian
tersebut. Jadi, mengarah kepada suatu kondisi berakhirnya pertikaian. Sebagai
suatu proses akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu
pertentangan yaitu usaha-usaha manusia untuk mencapai kestabilan.
c)
Asimilasi
(Assimilation)
Menurut Yudhistira dalam buku sosiologi SMA (2011: 65),
asimilasi berarti: (a) pengambilan zat dari luar (lalu diolah, dicerna, dsb
sehingga meresap menjadi bagian dari yang mengambil itu, (b) paduan bunyi
(konsonan), seperti ahlulnujum, ahlunnujum, (c) paduan bangsa (berjenis-jenis
bangsa menjadi satu bangsa), Poerwadarminta (1976: 61). Asimilasi adalah proses
sosial yang timbul bila ada golongan-golongan manusia dengan latar belakang
kebudayaan yang berbeda, saling bergaul langsung secara internsif untuk waktu
yang lama sehingga kebudayaankebudayaan tadi masing-masing berubah wujudnya
menjadi kebudayaan campuran. Biasanya golongan yang tersangkut dalam suatu
proses asimilasi adalah golongan minoritas. Proses Asimilasi timbul bila ada kelompok-kelompok
manusia yang berbeda kebudayaannya orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi
saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama sehingga
kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing
berubah dan saling menyesuaikan diri.
2.
Pola
interaksi Disosiatif
Menurut Maryati dalam buku
Sosiologi jilid 1 (2007: 1) pola interaksi
disosiatif
yaitu interaksi yang memperenggang hubungan. Pola interaksi disosiatif
sering disebut sebagai oppositional proses, yang persis halnya dengan kerjasama,
dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya
ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan.
Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang
atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Pola-pola oposisi
tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle
for existence). Untuk kepentingan analisis ilmu pengetahan, oposisi
proses-proses yang disosiatif dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu:
a.
Persaingan
(Competition)
Kompetisi adalah kata kerja intransitive yang berarti
tidak membutuhkan objek sebagai korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain
seperti against (melawan), over (atas), atau with (dengan). Tambahan itu pilihan
hidup dan bisa disesuaikan dengan kepentingan keadaan menurut versi tertentu.
Menurut Deaux, Dane, & Wrightsman (1993), kompetisi adalah aktivitas
mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau
kelompok memilih untuk bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari struktur
reward dalam suatu situasi. Sedangkan menurut Chaplin (1999), kompetisi adalah
saling mengatasi dan berjuang antara dua individu, atau antara beberapa
kelompok untuk memperebutkan objek yang sama. Kompetisi dalam istilah biologi
berarti persaingan dua organisme atau lebih untuk mendapatkan kebutuhan hidup
mereka. Berdasarkan kebutuhan tersebut kompetisi dibagi menjadi: (1) Kompetisi
teritorial yaitu kompetisi untuk memperebutkan wilayah atau teritori tempat
tinggal organisme, hal ini berkaitan dengan kompetisi selanjutnya. (2)
Kompetisi makanan yaitu kompetisi untuk memperebutkan mangsa atau makanan dari
wilayah-wilayah buruan.
Kompetisi dibagi menjadi dua yaitu: (1) kompetisi
internal adalah kompetisi pada organisme dalam satu spesies dan (2) kompetisi
eksternal adalah kompetisi pada organisme yang berbeda spesiesnya. Kompetisi
dapat berakibat positif atau negatif bagi salah satu pihak organisme atau
bahkan berakibat negatif bagi keduanya.
b.
Kontraversi
(Contravetion)
Kontraversi adalah bentuk proses sosial yang berada di
antara persaingan dan pertentangan atau konflik. Wujud kontravensi antara lain
sikap tidak senang, baik secara tersembunyi maupun secara terang-terangan yang ditujukan
terhadap perorangan atau kelompok atau terhadap unsur-unsur kebudayaan golongan
tertentu. Sikap tersebut dapat berubah menjadi kebencian akan tetapi tidak
sampai menjadi pertentangan atau konflik.
c.
Pertentangan
(Conflict)
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang
berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu
proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah
satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya
tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa
individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan
lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi
sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak
satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi.
Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik
yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak
sempurna dapat menciptakan konflik.
C.
HUBUNGAN
HUKUM DENGAN INTERAKSI SOSIAL
Didalam suatu interaksi sosial pasti memilikki suatu
pengaruh negative maupun positif, dengan adanya hal itu maka hukum sangatlah
berperan penting dalam suatu interaksi sosial. Peran hukum itu sendiri ibarat
kompas, yang menjadi petunjuk arah kemana manusia harus melangkah atau berbuat
sesuatu. Jika manusia sebagai makhluk sosial yang dituntut untuk melakukan
hubungan dengan manusia lain maka seorang manusia yang terdiri dari individu
maupun kelompok perlu memperhatikan hukum yang berlaku di wilayah tempat
tinggal mereka, karena kehidupan makhluk sosial tidak lepas dari hukum yang
seolah-olah menjerat mereka untuk menuju suatu jalan yang benar.
Terealisasikannya hukum itu tergantung pada empat faktor, yaitu :
1.
Hukum
Itu Sendiri
Hukum memang sangat diharuskan bersifat melindungi,
sehingga masyarakat akan merasa aman dimanapun mereka berada.
2.
Penegak
hukum
Penegak hukum harus bersifat tegas, berani dan netral.
Karena penegak hukum sangat berperan penting dalam berjalannya suatu system
hukum.
3.
Fasilitas
Pendukung
Fasilitas pendukung hukum dibagi menjadi dua bagian yaitu
perangkat lunak dan perangkat keras. Perangkat lunaknya seperti peyuluhan
tentang hukum terhadap warga maupun penegak hukum. Sedangkan perangkat kerasnya
seperti kendaraan bermotor, pistol,dll. Tanpa adanya fasilitas pendukung
tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya
dengan peranan yang aktual.
4.
Warga
Atau Masyarakat
Warga atau masyarakat merupakan unsur terpenting didalam
berjalannya hukum itu sendiri, karena hukum dibuat oleh masyarakat itu sendiri
dan ditaati oleh masyarakat itu sendiri, sehingga mau tidak mau masayarakat
harus taat pada hukum yang berlaku apabila tidak ingin terkena sanksi dari
hukum yang telah berlaku.
Untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum itu dapat
berlangsung dan terus di terima oleh seluruh anggota masyarakat maka
peraturan-peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan
dengan asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut. Dengan demikian, hukuman
bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus
berdasarkan pada keadilan.
Adapun tujuan dari
hukum dan iteraksi sosial itu sendiri adalah Untuk menjamin kelangsungan
keseimbangan dalam perhubungan antara anggota masyarakat. Peraturan-peraturan
hukum yang bersifat mengatur dan memaksa warga untuk patuh menaatinya,
menyebabkan terdapat keseimbangan dalam tiap
hubungan antar anggota masyarakat. Setiap hubungan kemasyarakatan tidak
boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum yang ada
dan berlaku dalam masyarakat.
Terjadinya suatu interaksi sosial secara otomatis akan
ikut melekat pula hukum yang akan melaksanakan fungsinya sebagai pengendalian
sosial. fungsi hukum dibedakan menjadi beberapa kategori berdasarkan proses sosial yakni;
a.
Fungsi
hukum sebagai pengatur apabila dalam proses interaksi sosial tersebut dilakukan
dengan nurani (kodrati), organis (terorgisir) dan mekanis atau dilakukan berdasarkan
keinginan hati.
b.
Fungsi
hukum sebagai pengawas apabila terjadi reaksi ( perubahan sosial). Perubahan
sosial yang menjadikan hukum mengawasi adalah perubahan sosial terarah, maju,
mengambang, dan mundur.
c.
Fungsi
hukum sebagai penyelesaian masalah. Peranan hukum dalam menyelesaikan masalah
apabila terjadi permasalahan sosial. Permasalahan sosial terbagi atas beberapa
kategori yakni, permasalahan sosial sangat berat, amat berat, berat, dan tidak
berat.(Nugraha: 2012) Dengan demikian hukum berdampingan dengan masyarakat,
karena terjadinya suatu interaksi sosial hukum berperan sebagai pengatur
masyarakat.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Keamanan dalam masyarakat akan terpelihara, apabila
setiap individu ataupun kelompok tidak menyebabkan suatu gejala sosial yang
mampu memecahkan rasa kebersamaan dalam kehidupan. Bila keamanan terganggu,
maka masyarakat akan menjukkan suatu reaksi yang menyebabkan suatu dampak
negatif bagi bangsa dan masyarakat itu sendiri. Untuk menanggulangi hal-hal
negatif tersebut maka diberlakukanlah hukum untuk dijadikan sebuah pedoman atau
penunjuk arah, kemana manusia harus melangkah, agar teciptanya suatu tertib
sosial dalam suatu bangsa.
0 komentar:
Post a Comment