Sumber:Google.com
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penulisan
Tindak pidana secara
sederhana dapat dikatakan sebagai perbuatan yang pelakunya seharusnya dapat
dipidana. Moeljatno menggunakan istilah perbuatan pidana. Menurut Moeljatno,
perbuatan pidana hanya mencakup perbuatan saja, sebagaimana dikatakannya bahwa
“perbuatan pidana hanya menunjuk kepada sifatnya perbuatan saja, yaitu sifat
dilarang dengan pidana kalau dilanggar”[1].
Dari sudut pandang Moeljatno, unsur pelaku dan hal-hal yang berkenaan dengannya
seperti kesalahan dan mampu bertanggung jawab, tidak dapat dimasukkan ke dalam
definisi perbuatan pidana; melainkan merupakan bagian dari unsur yang lain,
yaitu unsur pertanggungjawaban pidana.
Dengan demikian, terdapat
dua macam konsep dasar tentang struktur tindak pidana, yaitu: (1) konsep penyatuan antara perbuatan dan
pertanggungjawaban pidana (kesalahan) yang membentuk tindak pidana; (2) konsep
pemisahan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana (kesalahan)
yang keduanya merupakan syarat-syarat untuk dapat dipidananya pelaku.[2]
Tindak
pidana pencurian adalah gejala sosial yang senantiasa dihadapi oleh masyarakat,
berbagai upaya yang dilakukan oleh pihak yang berwajib maupun warga masyarakat
sendiri untuk menghapusnya, akan tetapi upaya tersebut tidak mungkin akan
terwujud secara keeluruhannya, karena setiap kejahatan tidak akan dihapuskan
dengan mudah melainkan hanya dapat dikurangi tingkat intensitasnya maupun
kualitasnya.
Perkembangan
kejahatan terutama tindak pidana pencurian semakin meningkat, suatu hal yang
merupakan dampak negatif dari kemajuan yang telah dicapai oleh Negara kita.
Sebagai contoh tindak pidana pencurian yang banyak dilakukan oleh seseorang
dikarenakan struktur ekonomi yang semakin memburuk yang disebabkan oleh
seringnya terjadi kenaikan harga barang dan inflasi yang cukup tinggi sedangkan
pembagian pendapatan bagi masyarakat tidak merata, dan juga tingginya angka
pengangguran yang disebabkan oleh sulitnya mendapatkan pekerjaan.
Hal lain
yang mendukung seorang melakukan tindak pidana pencurian juga disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya adalah pengaruh lingkungan, adanya kesempatan untuk
melakukan tindak pidana tersebut, kurangnya kesadaran terhadap hukum dari si
pelaku serta dapat disebabkan oleh faktor sosial lainnya.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan tindak pidana pencurian
2. Untuk
mengetahui unsur-unsur apa saja yang terdapat dalam tindak pidana pencurian
3. Untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi pemicu tindak pidana pencurian
4. Untuk
mengetahui ancaman atau hukuman bagi pelaku tindak pidana pencurian
5. Untuk
mengetahui dampak apa saja yang ditimbulkan dari tindak pidana pencurian
C. Kegunaan Penulisan
a. Secara teoritis, hasil dari makalah ini diharapkan
dapat memberikan manfaat dan juga sebagai masukan bagi pengembangan ilmu di
bidang hukum terutama mengenai tindak pidana pencurian.
b. Secara praktis, hasil dari makalah ini diharapkan
dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam peningkatan wawasan dan pengetahuan
bagi penulis mengenai tindak pidana pencurian.
D. Kerangka Pemikiran
Tindak
pidana pencurian dalam Bab XXII Buku II KUHP ialah tindak pidana pencurian
dalam bentuk pokok, yang memuat semua unsur tindak pidana pencurian. Tindak
pidana pencurian dalam bentuk pokok itu diatur dalam pasal 362 KUHP, yang
berbunyi “Barangsiapa mengambil sesuatu benda yang sebagian atau seluruhnya
merupakan kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut
secara melawan hukum, karena bersalah melakukan pencurian, dipidana dengan
pidana selama-lamanya lima tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya
Sembilan ratus rupiah”.[3]
Tindak
pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam pasal 362 KUHP
tersebut terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif sebagai berikut:
a. Unsur subjektif: met
het oogmerk het zich wederrechtlijk toe te eigenen atau dengan maksud untuk
menguasai benda tersebut secara melawan hukum;
b. Unsur objektif: (1) hij atau barangsiapa; (2) wegnemen
atau mengambil; (3) eenig goed atau
sesuatu benda; (4) dat geheel of
gedeeltelijk aan een ander toebehoort atau sebagian atau seluruhnya
kepunyaan orang lain.[4]
BAB II
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan pencurian?
2.
Apa saja unsur-unsur yang terdapat dalam
tindak pidana pencurian?
3.
Bagaimana ancaman atau hukuman bagi pelaku
tindak pidana pencurian?
4.
Apa saja faktor-faktor yang dapat menjadi
pemicu tindak pidana pencurian?
5.
Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari
tindak pidana pencurian?
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pencurian
Pencurian
adalah salah satu jenis kejahatan terhadap kekayaan manusia yang diatur dalam
Bab XXII Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan merupakan masalah yang tak
ada habis-habisnya. Pencurian sudah merajalela dikalangan masyarakat.
Menurut KUHP pencurian adalah mengambi sesuatu
barang yang merupakan milik orang lain dengan cara melawan hak orang lain,
untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam pasal 362 KUHP.
Pasal 362 KUHP berbunyi :
“Barangsiapa mengambil sesuatu benda yang sebagian
atau seluruhnya merupakan kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai
benda tersebut secara melawan hukum, karena bersalah melakukan pencurian, dipidana
dengan pidana selama-lamanya lima tahun atau dengan pidana denda
setinggi-tingginya Sembilan ratus rupiah”.[5]
Yang dilarang dan diancam dengan hukuman di dalam
kejahatan ini adalah perbuatan “mengambil”, yaitu membawa sesuatu benda di
bawah kekuasaannya secara mutlak dan nyata. Menurut Memorie Van Toelichting
mengenai pembentukan pasal 362 ini, yang dapat dijadikan objek dari tindak
pidana pencurian ini hanyalah terbatas pada “benda-benda yang berwujud dan
dapat bergerak”, akan tetapi di dalam perkembangannya Hoge Raad memberikan
penafsirannya yang lebih luas, sehingga juga benda-benda yang tidak berwujud
dimasukkan kedalam pengertian benda menurut pasal 363 KUHP ini.[6]
B. Unsur-unsur Pencurian
Tindak
pidana pencurian dalam bentuk pokok seperti yang diatur dalam pasal 362 KUHP
itu terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif.
a. Unsur subjektif
met het oogmerk het zich wederrechtlijk toe te
eigenen atau dengan maksud untuk
menguasai benda tersebut secara melawan hukum. Perkataan “menguasai” dalam
pasal 362 KUHP merupakan terjemahan dari “zich
toeeinenen” yang menurut Memorie Van Toelichting mempunyai arti sebagai
“menguasai sesuatu benda seolah-olah ia adalah pemiliknya”, yaitu misalnya
perbuatan-perbuatan memiliki bagi dirinya sendiri, memberikan kepada orang
lain, menjual atau menggadaikan, yang semuanya itu tidak boleh ia lakukan
karena ia bukanlah pemiliknya. Perbuatan “zich
toeeinenen” ini merupakan tujuan dari kejahatan pencurian akan tetapi
perbuatan tersebut tidaklah perlu telah terlaksana pada saat perbuatan itu
telah selesai, akan tetapi harus dibuktikan bahwa si pelaku mempunyai maksud
tersebut.
Perbuatan “zich toeeinenen” itu haruslah dilakukan
secara “melawan hukum” atau secara “wederrechtlijk”,
yang menurut Profesor Mr T.J. Noyon berarti “bertentangan dengan hak pribadi
orang lain”, menurut Profesor Mr D. Simons berarti “bertentangan dengan hukum
pada umumnya”, demikianlah pula pendapat lama dari Hoge Raad dan menurut
Profesor Mr W.P.J. Pompe mempunyai arti yang sama dengan “onrechtmatig”.
b. Unsur objektif
1. hij atau barangsiapa
2. wegnemen atau mengambil
Perbuatan
mengambil itu telah selesai, apabila benda tersebut telah berada di tangan si
pelaku walaupun seandainya benar bahwa ia kemudian telah melepaskan kembali
benda tersebut karena ketahuan oleh orang lain.
3. eenig goed atau sesuatu benda
Termasuk kedalam “benda” adalah “benda-benda yang
berwujud dan dapat bergerak”, juga benda-benda yang tidak mempunyai nilai
ekonomis, misalnya: sebuah karcis kereta api yang sudah dipakai, sebuah kunci
yang dipakai oleh pelaku untuk memasuki rumah lain, sepucuk surat dan sepucuk
surat keterangan dokter. Termasuk ke dalam pengertiannya adalah juga tenaga
listrik, akan tetapi tidak termasuk hak-hak atau hasil-hasil pemikiran seperti
hak cipta atau hak oktroi.
4. dat geheel
of gedeeltelijk aan een ander toebehoort
atau sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain.
Barang
harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain. Barang tidak perlu
kepunyaan orang lain seluruhnya, sedangkan sebagian dari barang saja dapat
menjadi objek pencurian, jadi sebagian lagi kepunyaan pelaku sendiri. Barang
yang tidak ada pemiliknya tidak dapat menjadi objek pencurian.[7]
C. Ancaman Hukuman Bagi Pelaku Tindak Pidana Pencurian
1. Pencurian biasa
Pencurian
biasa ini perumusannya diatur dalam Pasal 362 KUHP yang menyatakan:
“Barangsiapa mengambil sesuatu benda yang sebagian atau seluruhnya merupakan
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara
melawan hukum, karena bersalah melakukan pencurian, dipidana dengan pidana selama-lamanya
lima tahun atau dengan pidana denda setinggi-tingginya Sembilan ratus rupiah”.
Walaupun
pembentuk undang-undang tidak menyatakan dengan tegas bahwa tindak pidana
pencurian seperti yang dimaksud dalam pasal 362 KUHP harus dilakukan dengan
sengaja, tetapi tidak dapat disangkal lagi kebenarannya bahwa tindak pidana
pencurian tersebut harus dilakukan sengaja, yakni karena undang-undang pidana
yang berlaku tidak mengenai lembaga tindak pidana pencurian yang dilakukan
dengan tidak sengaja.[8]
2. Pencurian dengan pemberatan
Istilah
“pencurian dengan pemberatan” biasanya secara doctrinal disebut sebagai
“pencurian yang dikualifikasikan”. Pencurian yang dikualifikasikan ini menunjuk
pada suatu pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu, sehingga bersifat
lebih berat dan karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat pula dari
pencurian biasa.[9]
Pencurian
dengan pemberatan atau pencurian yang dikulifikasikan diatur dalam Pasal 363
dan 365 KUHP. Oleh karena pencurian yang dikualifikasikan tersebut merupakan
pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dalam keadaan tertentu
yang bersifat memberatkan, maka pembuktian terhadap unsur-unsur tindak pidana
pencurian dengan pemberatan harus diawali dengan membuktikan pencurian dalam
bentuk pokoknya.
a. Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal
363 KUHP
Pencurian
yang diatur dalam Pasal 363 KUHP dirumuskan sebagai berikut:
(1) Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh
tahun:
1. Pencurian ternak;
2. Pencurian yang dilakukan pada waktu terjadi kebakaran,
peledakkan, bahaya banjir, gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung berapi,
kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huruhara, pemberontakan
atau bahaya perang;
3. Pencurian pada waktu malam yang dilakukan di dalam
suatu tempat kediaman atau di atas suatu pekarangan tertutup yang di atasnya
berdiri sebuah tempat kediaman, atau oleh orang yang berada di situ tanpa
pengetahuan atau tanpa izin dari orang yang berhak;
4. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
secara bersama-sama;
5. Pencurian, di mana orang yang bersalah telah
mengusahakan jalan masuk ke tempat kejahatan atau untuk mencapai benda yang
hendak diambilnya itu dengan jalan pembongkaran, pengrusakan atau pemanjatan,
dengan mempergunakan kunci-kunci palsu, perintah palsu atau seragam palsu.
(2) Apabila pencurian seperti yang dimaksud no. 3
disertai dengan hal-hal seperti yang diatur dalam no. 4 atau 5, dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.[10]
b. Pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam Pasal
365 KUHP
Pencurian
dengan pemberatan kedua adalah pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHP.
Jenis pencurian ini biasa disebut dengan istilah “pencurian dengan kekerasan”.
Adapun unsur-unsur dalam Pasal 365 KUHP ini adalah:
(1) Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya
sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang yang dilakukan dengan maksud
untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian tersebut atau apabila kepergok
untuk memungkinkan bagi dirinya atau lain-lain peserta di dalam kejahatan
melarikan diri ataupun untuk menjamin pemilikannya atas benda yang telah
dicurinya itu.
(2) Dihukum dengan hukuman selama-lamanya duabelas
tahun:
1. Apabila perbuatan itu dilakukan pada waktu malam di
dalam sebuah tempat kediaman atau di atas pekarangan tertutup yan diatasnya
berdiri sebuah tempat kediaman, atau dilakukan di jalan umum, ataupun dilakukan
di atas kereta api atau trem yang sedang bergerak;
2. Apabila perbuatan itu dilakukan oleh dua orang atau
lebih secara bersama-sama;
3. Apabila orang yang bersalah telah mengusahakan jalan
masuk ke tempat terjadinya kejahatan dengan melakukan pembongkaran atau
pemanjatan, dengan mempergunakan kunci-kunci palsu atau perintah palsu ataupun
dengan mempergunakan seragam palsu;
4. Apabila perbuatan itu telah menyebabkan luka berat
pada tubuh seseorang.
(3) Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya
limabelas tahun apabila perbuatan itu menyebabkan meninggalnya seseorang.
(4) Dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara
seumur hidup atau dengan hukuman penjara sementara selama-lamanya duapuluh
tahun, apabila perbuatan itu dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
bersama-sama dan juga disertai dengan salah satu hal seperti yang diatur di
dalam no. 1 dan 3, dan menyebabkan seseorang mendapat luka berat atau meninggal
dunia.[11]
3. Pencurian ringan
Pencurian
ringan di dalam KUHP diatur dalam ketentuan Pasal 364. Termasuk dalam
pengertian pencurian ini adalah pencurian dalam keluarga. Jenis pencurian ini
diatur dalam Pasal 364 KUHP yang menyatakan:
“perbuatan-perbuatan
seperti yang diatur dalam Pasal-pasal 362 dan 363 no. 4, demikian pula yang
diatur di dalam Pasal 365 no. 5, apabila dilakukan di dalam suatu tempat
kediaman atau diatas suatu pekarangan tertutup yang diatasnya berdiri sebuah
tempat kediaman dan apabila nilai dari benda yang dicuri itu tidak lebih dari
duaratus limapuluh rupiah, sebagai pencurian ringan, dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya tiga bulan atau dengan hukuman denda setinggi-tingginya
sembilanratus rupiah”.
D. Faktor Pemicu Tindak Pidana Pencurian
1. Faktor internal
a. Niat pelaku
Niat
merupakan awal dari suatu perbuatan, dalam melakukan tindak pidana pencurian
niat dari pelaku penting dalam faktor terjadinya pencurian. Pelaku sebelum
melakukan pencurian biasanya sudah berniat dan merencanakan bagaimana akan
melakukan perbuatannya.
b. Moral dan pendidikan
Moral
disini berarti tingkat kesadaran akan norma-norma yang berlaku di dalam
masyarakat. Kesadaran hukum seseorang merupakan salah satu faktor internal yang
dapat menentukan apakah pelaku dapat melakukan perbuatan yang melanggar
notma-norma di masyarakat. Tingkat pendidikan seseorang juga menentukan
seseorang dapat melakukan tindk pidana pencurian. Karena kebanyakan dri pelaku
pencurian memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
2. Faktor eksternal
a. Lingkungan tempat tinggal
Lingkungan
tempat tinggal pelaku kejahatan biasanya merupakan lingkungan atau
daerah-daerah yang pergaulan sosialnya rendah, rendahnya moral penduduk dan
seringnya norma-norma sosial dilanggar dan tidak ditaati lagi. Mengenai hal ini
JJH Simanjutak menjelskan bahwa lingkungan tempat tinggal juga menjadi salah
satu faktor penting dari terjadinya suatu tindak pidana pencurian. Hal ini
dapat dilihat dari penelitian seama ini, bahwa lingkungan juga menjadi salah
satu faktor penyebab kriminigen (penyebab kejahatan).
b. Keadaan ekonomi
Keadaan
ekonomi dari pelaku tindak pidana pencurian kerap kali menjadi faktor yang
melatarbelakangi seseorang melakukan tindak pidana pencurian. Karena desakan
ekonomi yang menghimpit, yaitu harus memenuhi kebutuhan keluarga, membeli
sandang maupun papan, atau ada keluarga yang sedang sakit, maka seseorang dapat
berbuat nekat dengan melakukan tindak pidana pencurian.
c. Perkembangan global
Perkembangan
global memiliki dampak positif bagi kemajuan suatu negara, sedangkan bagi
individu perkembangan global merupakan suatu sarana untuk menunjukkan bahwa dia
adalah seseorang yang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dalam masa perkembangan
global tersebut. Selain itu seseorang yang memiliki harta yang lebih dipandang
sebagai orang yang sukses, hal ini tentunya membuat setiap orang dalam
masyarkat bersaing satu sama lainnya untuk menunjukkan bahwa dirinyaah yang
paling unggul.
E. Dampak Tindak Pidana Pencurian
1. Dampak terhadap pelaku tindak pidana pencurian
Dampak yang
akan dialami bagi pelaku pencurian atas perbuatannya tersebut antara lain:
a. Mengalami kegelisahan batin, pelaku pencurian akan
merasakan perasaan bersalah dan takut perbuatannya terbongkar.
b. Mendapat hukuman apabila tertangkap, seorang pencuri
akan mendapatkan hukuman sesuai undang-undang yang berlaku.
c. Mencemarkan nama baik, nama baik pelaku tindak
pidana pencurian akan tecemar di mata masyarakat.
d. Merusa keimanan, seseorang yang mencuri berarti
telah rusak imannya.
2. Dampak terhadap korban tindak pidana pencurian
Dampak dari
pencurian bagi korban tindak pidana pencurian diantaranya adalah:
a. Menimbulkan kerugian.
b. Menimbulkan ketakutan, korban dan masyarakat merasa
ketakutan karena mereka merasa hata bendanya terancam.
BAB IV
KESIMPULAN
1.
Pencurian adalah salah satu jenis
kejahatan terhadap kekayaan manusia yang diatur dalam Bab XXII Buku II Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
dan merupakan masalah yang tak ada
habis-habisnya.
2. Unsur-unsur Tindak pidana pencurian dalam bentuk
pokok seperti yang diatur dalam pasal 362 KUHP itu terdiri dari unsur subjektif
dan unsur objektif.
3. Ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana pencurian
itu ada berupa pencurian biasa, pencurian dengan pemberatan, dan pencurian
ringan
4. Faktor pemicu tindak pidana pencurian itu ada faktor
internal dan faktor eksternal, faktor internal itu seperti niat pelaku dalam
melakukan pencurian itu
DAFTAR PUSTAKA
Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Buku II Bab XXII Pasal 362
Maramis, Frans. 2013. Hukum Pidana Umum
dan Tertulis di Indonesia, cetakan ke-2. Jakarta:
PT.
Raja Grafindo Persada.
Moeljatno. 1984. Azas-azas Hukum
Pidana. Jakarta: Bina Aksara.
Lamintang, P. A. F. 1989. Delik-delik Khusus
Kejahatan-kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, cetakan
pertama. Bandung:
Sinar Baru.
Lamintang, P. A. F. 1990. Hukum
Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru.
Lamintang, P. A. F. dan
Theo Lamintang. 2009. Delik-Delik Khusus
Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Edisi Kedua. Jakarta:
Sinar Grafika.
[1] Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1984, cetakan ke-2,
hlm. 56.
[2] Frans Maramis, S.H., M.H., Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013, cetakan ke-2, hlm. 59.
[3] Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) Buku II Bab XXII Pasal 362
[4] P.A.F. Lamintang. S.H., Delik-delik Khusus Kejahatan-kejahatan
Terhadap Harta Kekayaan, Bandung: Sinar Baru, cetakan pertama,1989, hlm. 1.
[5] P.A.F Lamintang dan Theo
Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan
Terhadap Harta Kekayaan Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hlm 2.
[6] Drs. P.A.F Lamintang, S.H., Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Sinar
Baru, cetakan ketiga, 1990, hlm. 213.
[7] Ibid., hlm. 213-215.
[8] P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang,
Loc.Cit.
[9] Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia,
Bandung: Eresco, 1986, hlm. 19.
[10] Drs. P.A.F Lamintang, S.H., Op.Cit., hlm. 216.
[11]Ibid.,
hlm. 218-219.
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete