Blog ini berisi artikel-artikel, karya tulis ilmiah, dan berita mengenai Hukum dan Sosial

Friday, May 11, 2018

PENGGELEDAHAN DAN PENYITAAN


BAB I
PENDAHULUAN
Penulis:Apippudin Mu'adz

A.    Latar Belakang
Penggeledahan sebagaimana yang dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “Memeriksa”, yaitu mencari sesuatu (seperti barang gelap, barang curian, surat-surat bukti) untuk di sita. Maka secara umum dapat di artikan bahwa penggeledahan adalah pemeriksaan oleh penyidik untuk mencari barang bukti untuk di sita.
Dengan redaksi yang agak berbeda, dalam Kamus Hukum disebutkan bahwa penggeledahan badan yaitu tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawa serta, untuk disita. Sedangkan penggeledahan rumah yaitu tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk dilakukan tindakan pemeriksaan atau penyitaan dan untuk penangkapan dalam hal dan menurut cara-cara yang diatur dalam undang-undang. Maka penggeledahan yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah tindakan penyidik untuk malakukan pemeriksaan rumah maupun pemeriksaan pakaian dan penyitaan barang yang berkaitan dengan barang bukti untuk disita.
Menurut Muhammad Taufik Makarau dalam bukunya Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktik, menyebutkan bahwa penggeledahan adalah adanya seseorang atau beberapa orang petugas mendatangi dan menyuruh berdiri seseorang. Lantas petugas tadi memeriksa segala sudut rumah ataupun memeriksa sekujur tubuh orang yang digeledah[1].
Penggeledahan hanya dapat dilakukan terhadap orang yang melakukan tindak pidana kejahatan yang dikhawatirkan akan menghilangkan barang bukti untuk disita. Menurut ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) penggeledahan adalah tindakan penyidik atau penyidik pembantu atau penyelidik untuk memasuki dan melakukan pemeriksaan terhadap tempat kediaman seseorang atau untuk melakukan pemeriksaan terhadap badan dan pakaian seseorang.
Alat bukti ataupun barang bukti merupakan sesuatu yang penting dalam pembuktian. Terbuktinya terdakwa atau tersangka bersalah atau tidak tergantung dari alat bukti yang telah digunakan dalam melakukan tindak pidana atau kejahatan. Untuk melindungi dan menjamin keutuhan suatu alat bukti dan barang bukti, undang-undang telah mengatur hal ini, seperti dalam hal tindak pidana narkotika. Sebagai indikasi awal berslahnya pelaku dalam menyalahgunakan narkotika itu sendiri atau barang bukti. Ini akan dijadikan bahan untuk membuktikan bersalah atau tidak bersalah dalam melakukan tindak pidana.
Selain hal di atas penyitaan seringkali dilakukan bagi barang-barang yang berada dalam sengketa. Baik barang yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Dapat disita oleh pihak yang berwajib. Tindak pidana ini dilakukan untuk mengantisipasi pengguna barang yang belum sah pemilik sesungguhnya. Misalnya saja tanah yang dalam keadaan sengketa, tanah tersebut harus disita agar selama penyidikan atau penuntutan dipersidangan dilangsungkan tidak ada salah satu pihakpun yang menggunakan tanah itu, sebelum mempunyai keputusan yang mempuyai kekuatan hukum yang tetap.
Penyitaan juga mempunyai tujuan untuk menghargai hak asasi manusia (HAM). Dikatakan demikian karena benda yang masih belum diketahui secara hukum pemiliknya tidak diperkenangkan dipergunakan oleh seseorang atau salah satu pihak yang mengsengketakan barang tersebut. Jangan sampai barang  tersebut telah digunakan oleh pihak yang satu, namun dalam persidangan terbukti bahwa bukan dia pemilinya, tentu yang diuntugkan adalah orang atau pihak yang memenangkan kasus tersebut.
B.     Rumusan masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan penggeledahan?
2.      Apa yang dimaksud dengan penyitaan?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penggeledahan.
2.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penyitaan.




BAB II
DESKRIPSI MATERI

1.      Pengertian dan Dasar Hukum Penggeledahan
Penggeledahan adalah tindakan penyidik yang dibenarkan undang-undang untuk memasuki dan melakukan pemeriksaan dirumah tempat kediaman seseorang atau untuk melakukan pemeriksaan terhadap badan dan pakaian seseorang. Bahkan tidak hanya melakukan pemeriksaan ,tapi bisa juga sekali gus untuk melakukan penangkapan dan penyitaan[2]. Hal ini sesuai dengan  Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Pasal 32 Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. Mengenai Penggeledahan hal ini diatur dalam UU No 8 Tahun 1981 pasal 32 sampai 37.
Pasal 32
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 33
1)      Dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan yang diperlukan.
2)      Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas kepolisian negara Republik Indonesia dapat memasuki rumah.
3)      Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni menyetujuinya.
4)      Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir.
5)      Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau -menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan.
Pasal 34
1)      Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 33 ayat (5) penyidik dapat melakukan penggeledahan:
a.       pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada dan yang ada di atasnya.
b.      pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada.
c.       di tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya.
d.      di tempat penginapan dan tempat umum lainnya.
2)      Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan seperti dimaksud dalam ayat (1) penyidik tidak diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku dan tulisan lain yang tidak merupakan benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan, kecuali benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan atau yang diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.
Pasal 35
Kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan memasuki:
a.       ruang di mana sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
b.      tempat di mana sedang berlangsung ibadah dan atau upacara keagamaan.
c.       ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan.
Pasal 36
Dalam hal penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah hukumnya, dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam Pasal 33, maka penggeledahan tersebut harus diketahui oleh ketua pengadilan negeri dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di mana penggeledahan itu dilakukan.
2.      Pengertian dan Dasar Hukum Penyitaan
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. (KUHAP Pasal 1 butir 16)[3]. Dengan penyitaan sesuatu benda diartikan pengambil alihan atau penguasaan benda itu guna kepentingan acara pidana (Pasal 134). Persamaan kedua definisi tersebut ialah pengambilan dan penguasaan milik orang. Dengan sendirinya hal itu langsung menyentuh dan bertentangan dengan hak asasi manusia yang pokok, yaitu merampas penguasaan hak milik orang.
Jadi Penyitaan adalah suatu cara yang dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang untuk menguasai sementara waktu barang-barang, baik yang merupakan hak milik tersangka/terdakwa ataupun bukan, tetapi berasal dari atau ada hubungannya dengan suatu tindak pidana dan berguna untuk pembuktian.
Pasal 38
1)      Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat;
2)      Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.
Pasal 39
1)      Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
a.       benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.
b.      benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya.
c.       benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.
d.      benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana.
e.       benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
2)      Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata' atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1).
Pasal 40
Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.
Pasal 41
Dalam hal tertangkap tangan penyidik berwenang menyita paket atau surat atau benda yang pengangkutannya atau pengirimannya dilakukan oleh kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan, sepanjang paket, surat atau benda tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau yang berasal daripadanya dan untuk itu kepada tersangka dan atau kepada pejabat kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan yang bersangkutan, harus diberikan surat tanda penerimaan.
Pasal 42
1)      Penyidik berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang dapat disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan;
2)      Surat atau tulisan lain hanya dapat diperintahkan untuk diserahkan kepada penyidik jika surat atau tulisan itu berasal dari tersangka atau terdakwa atau ditujukan kepadanya atau kepunyaannya atau diperuntukkan baginya atau jikalau benda tersebut merupakan alat untuk melakukan tindak pidana.
Pasal 43
Penyitaan surat atau tulisan lain dari mereka yang berkewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakannya, sepanjang tidak menyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuan mereka atau atas izin khusus ketua pengadilan negeri setempat kecuali undang-undang menentukan lain.
Pasal 44
1)      Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara.
2)      Penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut di larang untuk dipergunakan oleh siapapun juga.
Pasal 45
1)      Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut:
a.       apabila perkara masih ada di tangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya.
b.      apabila perkara sudah ada di tangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.
2)      Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti.
3)      Guna kepentingan pembuktian sedapat mungkin disisihkan sebagian dari benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
4)      Benda sitaan yang bersifat terlarang atau dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk dimusnahkan.
Pasal 46
1)      Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila:
a.       kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi.
b.      perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana.
c.       perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.
2)      Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau, jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.










BAB III
PEMBAHASAN

1.      Penggeledahan
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa penggeledahan adalah tindakan penyidik yang dibenarkan undang-undang untuk memasuki dan melakukan pemeriksaan dirumah tempat kediaman seseorang atau untuk melakukan pemeriksaan terhadap badan dan pakaian seseorang. Bahkan tidak hanya melakukan pemeriksaan ,tapi bisa juga sekali gus untuk melakukan penangkapan dan penyitaan.
Adapun pejabat yang berwenang untuk melakukan penggeledahan adalah semata-mata hanya diberikan kepada pihak penyidik, baik penyidik Polri maupun penyidik pegawai negri sipil (PNS). Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini (Pasal 32 KUHAP)[4]. Penuntut umum tidak memiliki wewenang untuk menggeledah,demikian juga hakim pada semua tingkat peradilan, tidak mempunyai wewenang untuk itu. Penngeledahan benar-benar ditempatkan pada pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan ,tidak terdapat pada tingkatan pemeriksaan selanjutnya  baik dalam taraf  tuntutan dan pemeriksaan peradilan.Pemberian fungsi itu sesuai dan sejalan dengan tujuan dan pengertian penggeledahan, yang bertujuan untuk mencari dan mengumpulkan fakta dan bukti serta dimasukan untuk mendapatkan orang yang diduga keras sebagai tersangka pelaku tindak pidana.
Akan tetapi dalam melaksanakan wewenang penggeledahan, penyidik tidak seratus persen berdiri sendiri, penyidik diawasi dan dikaitkan dengan Ketua Pengadilan Negri dalam melakukan setiap penggeledahan. Pada setiap tindakan penggeledahan, penyidik wajib memerlukan bantuan dan pengawasan ketua Pengadilan Negri, bantuan itu berupa keharusan:
1)      Kalau keadaan penggeledahan secara biasa atau dalam keadaan normal penggeledahan baru dapat dilakukan penyidik, setelah lebih dulu mendapat izin dari ketua Pengadilan Negri.
2)      Dalam keadaan luar biasa dan mendesak, penyidik dapat melakukan penggeledahan  tanpa lebih dulu mendapatkan izin dari ketuan Pengadilan Negri ,namun segera sesudah penggeledahan ,penyidik wajib meminta persetujuan ketua Pengadilan Negri setempat.
a.      Waktu Penggeledahan
Penggeledahan yang baik dan tepat adalah apabila penggeledahan dilakukan disiang hari, hal ini disebabkan pada siang hari anak-anak tersangka sedang berada di sekolah dan tetanggapun sibuk diluar rumah, kecuali dalam hal-hal tertentu. Sama-sama kita ketahui bahwa penggeladahan menimbulkan akibat yang luas terhadap kehidupan pribadi dan mengundang perhatian masyarakat, maka waktu penggeledahan harus dipilih dengan tepat. Sementara itu penggeledahaan pada malam hari adalah saat yang tidak tepat dan tidak baik,karena penggeledahan pada tengah malam akan menimbulkan ketakutan dan kekagetan yang sangat, trauma bagi anak-anak,itu sebabnya berdasarkan Stbl 1865, pasal 3, melarang penggeledahan rumah dilakukan pada malam hari. Oleh karena itu penggeledahan sebisa mungkin untuk bisa dilakukan pada siang hari, itupun hendaknya dicari waktu dan momen yang dapat menghindari akibat sampingan, yang bisa merusak pertumbuhan kejiwaan dan mental anak-anak dan keluarga tersangka.
b.      Jenis-jenis Penggeledahan
1)      Penggeledahan rumah
Penggeledahan rumah adalah suatu tindakan dari penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan pemeriksaan dan atau penyitaan dan penangkapan, atas dua, yaitu:sesuai dengan undang-undang (pasal 1 butir 17 KUHAP).Wewenang mengadakan penggeledahan rumah, diatur dalam KUHAP pasal 33 Membicarakan penggeledahan rumah tempat kediaman, dapat dibedakn sifatnya.pertama bersifat biasa atau dalam keadaan  normal,kedua bersifat atau dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak.perbedaan sifat ini dengan sendirinya membawa perbedaan dalam tata cara pelaksanaan.



a.       Penggeledahan Biasa
Penngeledahan biasa diatur dalam pasal 33 KUHAP. Tata cara penggeledahan yang diatur dalam pasal 33 pada saranya merupakan aturan pedoman umum penggeledahan.
Tata cara penggeladahan dalam hal biasa.
a)      Harus ada surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat
b)      Petugas Kepolisian membawa dan memperlihatkan surat tugas
c)      Setiap penggeledahan rumah tempat kediaman harus ada pendamping, didampingi dua orang saksi, jika tersangka atau penghuni rumah yang dimasuki dan digeledah menyetujui. Jika tersangka atau penghuni rumah tidak setuju, dan tidak menghadiri, maka petugas harus menghadirkan Kepala Desa atau Kepala Lingkungan (RW/RW) sebagai saksi dan ditambah dua orang saksi lain yang diambil dari lingkungan warga yang bersangkutan.
d)     Kewajiban membuat berita acara penggeledahan (Diatur dalam Pasal 126 dan 127 KUHAP).
1.      Dalam waktu dua hari atau paling lambat dalam tempo dua hari setelah memasuki rumah dan atau menggeledah rumah, harus dibuat berita acara yang memuat penjelasan tentang jalanya dan hasil penggeledahan rumah.
2.      Setelah berita acara siap dibuat, penyidik atau petugas yang melakukan penggeledahan membacakan lebih dulu berita acara kepada yang bersangkutan.
3.      Setelah siap dibacakan, kemudian berita acara penggeledahan:
·         Diberi tanggal
·         Ditanda tangani oleh penyidik maupun oleh tersangka atau keluarganya/penghuni rumah serta oleh kedua orang saksi dan satu kepala desa/kepala lingkungan
·         Dalam hal tersangka atau keluarga tidak mau membubuhkan tanda tangan, hal itu dicatat dalam berita acara dan sekali gus menyebut alasan penolakanya.
4.      Penyampaian turunan berita acara penggeledahan rumah. Turunan berita acara penggeledahan rumah yang telah ditandatangani oleh pihak yang terkait, disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah.
e)      Penjagaan rumah atau tempat. Hal ini diatur dalam Pasal 127 KUHAP yang memberikan wewenang kepada penyidik untuk:
1.      Mengadakan penjagaan terhadap rumah yang digeledah.
2.      Penyidik jika dianggap perlu dapat menutup tempat yang digeledah.
3.      Disampaing hal-hal yang dijelaskan diatas, penyidik berhak memerintahkan setiap setiap orang yang dianggap perlu untuk tetap tinggal ditempat penggeledahan selama penggeledahan masih berlangsung.
b.      Penggeledahan dalam keadaan mendesak
Hal ini diatur dalam pasal 34 KUHAP yang menegaskan, dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak,bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk lebih dulu mendapat surat izin Ketua Pengadilan Negeri, penyidik dapat langsung bertindak mengadakan penggeledahan
Tatacara penggeledahan dalam keadaan mendesak:
a)      Penggeladahan dapat langgsung dilaksanakan tanpa terlebih dahulu ada izin ketua Pengadilan Negeri. Tempat-tempat yang digeledah meliputi:
·         Pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada.dan yang ada di atasnya.
·         Pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada.
·         Ditempat penginapan dan tempat umum lainnya.
b)      Dalam tempo dua hari setelah penggeledahan, penyiidik membuat berita acara, yang berisi jalanya dan hasil enggeledahan:
·         Berita acara dibacakan terlebih dahulu kepada yang bersangkutan
·         Diberi tanggal
·         Ditanda tangani oleh penyidik maupun oleh tersangka atau keluarganya/penghuni rumah serta oleh kedua orang saksi dan satu kepala desa/kepala lingkungan
·         Dalam hal tersangka atau keluarga tidak mau membubuhkan tanda tangan, hal itu dicatat dalam berita acara dan sekaligus menyebut alasan penolakanya.
c)      Kewajiban penyidik segera melapor:
·         Melaporkan penggeledahan yang telah dilakukan kepada ketua pengadilan negeri,dan
·         Sekaligus dalam laporan itu penyidik meminta persetujuan ketua pengadilan negeri atas penggeledahan yang telah dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak.
Pasal-pasal terkait penggeledahan rumah yaitu:
Pasal 125 KUHAP
Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan rumah terlebih dahulu menunjukkan tanda pengenalnya kepada tersangka atau keluarganya, selanjutnya berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34.
Pasal 33 KUHAP
1)      Dengan surat izin Ketua PN setempat penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan rumah yang diperlukan
2)      Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari penyidik, petugas Kepolisian RI dapat memasuki rumah
3)      Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh 2 orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni menyetujuinya.
4)      Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saski, dalam hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir
5)      Dalam waktu 2 hari setelah memasuki dan atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan.
Pasal 34 KUHAP
1)      Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, penyidik dapat melakukan penggeledahan :
a.  Pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal, berdiam, atau ada dari yang ada diatasnya
b. Pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada
c.  Ditempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya
d.       Ditempat penginapan dan tempat umum lainnya[5].
2)      Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan, penyidik tidak diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku dan tulisan lain yang tidak merupakan benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan, kecuali benda yang berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan atau yang diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua PN setempat guna memperoleh persetujuannya.
Pasal 35 KUHAP
Kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan memasuki:
a.       Ruang dimana sedang berlangsung sidang MPR, DPR atau DPRD
b.      Tempat dimana sedang berlangsung ibadah dan atau upacara keagamaan
c.       Ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan
Pasal 126 KUHAP
1.      Penyidik membuat berita acara tentang jalannya dari hasil penggeledahan rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (5).
2.      Penyidik membacakan lebih dahulu berita acara tentang penggeledahan rumah kepada yang bersangkutan, kemudian diberi tanggal dan ditandatangani oleh keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan dengan 2 orang saksi.
3.      Dalam hal tersangka atau keluarganya tidak mau membubuhkan tanda tangannya, hal itu dicatat dalam berita acara dengan menyebut alasannya.


2)      Penggeledahan Badan
Penggeledahan badan, adalah suatu tindakan dari penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan atau pakaian tersangka, untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya serta untuk disita (Pasal 1 butir 18 KUHAP). Penggeledahan badan meliputi pemeriksaan rongga badan, yang wanita dilakukan oleh pejabat wanita. Dalam hal penyidik berpendapat perlu dilakukan pemeriksaan rongga badan, penyidik minta bantuan kepada pejabat kesehatan (Pasal 37 KUHAP).
Selanjutnya, penjelasan pasal 37 mengutarakan lagi, penggeladahan badan meliputi pemeriksaan rongga badan, yang wanita dilakukan oleh pejabat wanita.
Jangkauan Penggeledahan Badan
Untuk mengetahui sejauh mana penggeledahan badan, harus menggabungkan pasal 1 butir 18 dengan penjelasan pasal 37:
·         Pasal 1 butir 18 dijelaskan, penggeledahan badan meliputi pemeriksaan badan atau pakaian tersangka.
·         Pada penjelasan pasal 37 disebutkan, penggeledahan badan meliputi pemeriksaan rongga badan.
Dengan pengembangan pasal 1 butir 18 dengan penjelasan pasal 37 dapat ditarik kesimpulan yang dimaksud dengan penggeledahan badan adalah meliputi seluruh bagian badan luar dan dalam,meliputi bagian luar badan dan pakaian serta serta juga bagian dalam ,termasuk seluruh anggota badan.
c.       Larangan Memasuki Tempat Tertentu Dalam Penggeledahan
Pembuat UU telah memberikan penghormatan yang tinggi yang mulia terhada beberapa tempat tertentu,selama dalam tempat tertentu sedang berlangsung upacara peradatan, UU melarang penyidik memasuki dan melakukan penggeledahan didalamnya,kecuali dalam hal hal tertangkap tangan,selain dari pada tertangkap tangan penyidik dilarang bertindak memasuki dan melakukan penggeledahan pada saat:
1)      ruang dimana sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
2)      Tempat sedang berlangsung ibadah atau upacara keagamaan
3)      Ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan[6].

d.      Penggeledahan di Luar Daerah Hukum
Dalam hal ini penyidik memperkirakan alternatif  terbaik yang harus ditempuh, ditinjau dari efektivitas dan sfisiensi penyidik yang bersangkutan kurang memahami seluk beluk daerah lain tempak dimana penggeledahan akan dilakukan,demikian juga halanya mengenai efisiensi,untuk apa harus membuang tenaga biaya dan waktu jika penggeledahan dapat dilimpahkan atau didelegasikan kepada penyidik yang ada di daerah tersebut. Dalam Pasal 36 KUHAP disebutkan,
dalam hal penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah hukumnya, dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam Pasal 33, maka penggeledahan tersebut harus diketahui oleh ketua pengadilan negeri dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di mana penggeledahan itu dilakukan.
2.      Penyitaan
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan[7]. (KUHAP Pasal 1 butir 16). Dengan penyitaan sesuatu benda diartikan pengambil alihan atau penguasaan benda itu guna kepentingan acara pidana (Pasal 134).
a.       Benda-benda yang dapat disita adalah:
1)      Benda atau tagihan tersangka/terdakwa, yang seluruhnya atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau hasil tindak pidana
2)      Benda yang telah dipergunakan secara langsung melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya (Pasal 39 ayat (1) butir b KUHAP)
3)      Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan (Pasal 39 ayat (1) butir c KUHAP)
4)      Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana (Pasal 39 ayat (1) butir d KUHAP)
5)      Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan (Pasal 39 ayat (1) butir e KUHAP)[8].
Menurut Pasal 39 (2) KUHAP, benda yang berada dalam sitaan karena perkara atau karena pailit, juga dapat disita untuk kepentingan penyidikkan, penuntutan dan pengadilan perkara pidana. Dalam hal tertangkap tangan, penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti (Pasal 40 KUHAP). Dalam hal tertangkap tangan penyitaan tidak memerlukan izin dari Ketua Pengadilan Negeri di tempat tersebut. Selanjutnya dapat dilihat dalam KUHAP Pasal 41 dan 43.
Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan Negara (Pasal 44 ayat (1) KUHAP). Selama belum ada rumah penyimpanan benda sitaan Negara di tempat yang bersangkutan, penyimpanan benda sitaan tersebut dapat dilakukan di kantor kepolisian Negara Republik Indonesia, di kantor kejaksaan negeri, di gedung bank pemerintah dan dalam keadaan memaksa di tempat penyimpanan lain atau tetap di tempat semula benda itu disita.
Dalam pasal 44 ayat (2) KUHAP di sebutkan penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga.Diatur juga dalam Pasal 45 ayat (1) KUHAP tentang pemeliharaan dan penyelesaian benda-benda sitaan yang lekas rusak atau membahayakan atau biaya penyimpanannya terlalu tinggi. Benda-benda semacam itu jika masih di tangan penyidik atau penuntut umum, dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya. Jika sudah ada di tangan pengadilan dapat dilakukan hal yang sama oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya.
Menyangkut benda sitaan atau rampasan berupa narkotika, sama dengan ketentuan Pasal 45 ayat (4) KUHAP tersebut di muka, dimusnahkan atau diserahkan kepada dinas kesehatan. Untuk ini, telah ditandatangani piagam kerja sama antara Jaksa Agung dan Menteri Kesehatan pada tanggal 8 Juni 1983. Penyitaan dapat berakhir sebelum ada putusan hakim. Dalam Pasal 46 ayat (1) KUHAP menyebutkan tentang berakhirnya suatu penyitaan sebagai berikut:
1)      Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak, berakhir sebelum ada putusan, apabila:
a.       Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi.
b.      Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau tidak merupakan delik.
c.       Perkara tersebut dikesampingkan demi kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali benda tersebut diperoleh dari suatu delik atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu delik[9].
2)      Apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk Negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.

b.      Pasal-pasal terkait dengan penyitaan yaitu:
Pasal 38 KUHAP
1)      Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin Ketua PN setempat.
2)      Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua PN setempat guna memperoleh persetujuannya.
Pasal 39 KUHAP
1)      Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
a.       Benda atau tagihan tersangka/terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dan tindak pidana atau sebagai hasil dan tindak pidana.
b.      Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya.
c.       Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.
d.      Benda yang khusus dibuat atau diperuntukan melakukan tindak pidana.
e.       Benda lain yanng mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan
2)      Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan Ayat (1).
Pasal 42 KUHAP
Penyidikan berwenang memerintahkan kepada orang yang menguasai benda yang disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan surat tanda penerimaan.
Pasal 43 KUHAP
Penyitaan surat atau tulisan lain dan mereka yang berkewajiban menurut UU untuk merahasiakannya, sepanjang tidak menyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuan mereka atau atas izin khusus Ketua PN setempat kecuali UU menentukan lain.
Pasal 46 KUHAP
1)      Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dan siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila :
a.       Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi
b.      Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana
c.       Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dan suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.
2)      Apabila suatu perkara telah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain.
Pasal 128 KUHAP
Dalam hal penyidik melakukan penyitaan, terlebih dahulu dia menunjukkan tanda pengenalnya kepada orang dari mana benda itu disita.
Pasal 129 KUHAP
1)      Penyidik memperlihatkan benda yang akan disita kepada orang dari mana benda itu akan disita atau kepada keluarganya dan dapat minta keterangan tentang benda yang akan disita itu dengan disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan 2 orang saksi.
2)      Penyidik membuat berita acara penyitaan yang dibacakan terlebih dahulu kepada orang dari mana benda itu disita atau keluarganya dengan diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik maupun orang atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan dengan 2 orang saksi.
3)      Dalam hal orang dari mana benda itu disita atau keluarganya tidak mau membubuhkan tandatangannya hal itu dicatat dalam berita acara dengan menyebut alasannya.
4)      Turunan dari berita acara itu disampaikan oleh penyidik kepada atasannya, orang darimana benda itu disita atau keluarganya dan kepala desa.


Pasal 130 KUHAP
1)      Benda sitaan sebelum dibungkus, dicatat berat dan atau jumlah menurut jenis masing-masing, ciri maupun sifat khas, tempat, Hari dan tanggal penyitaas, identitas orang dari mana benda itu disita dan lain-lainnya kemudian diberi hak dan cap jabatan dan ditandatangani oleh penyidik.
2)      Dalam hal benda sitaan tidak mungkin dibungkus, penyidik memberi catatan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), yang ditulis diatas label yang ditempelkan dan atau dikaitkan pada benda tersebut.
























BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Penggeledahan adalah tindakan penyidik yang dibenarkan undang-undang untuk memasuki dan melakukan pemeriksaan dirumah tempat kediaman seseorang atau untuk melakukan pemeriksaan terhadap badan dan pakaian seseorang. Bahkan tidak hanya melakukan pemeriksaan ,tapi bisa juga sekali gus untuk melakukan penangkapan dan penyitaan. Hal ini sesuai dengan  Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Pasal 32 Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. Mengenai Penggeledahan hal ini diatur dalam UU No 8 Tahun 1981 pasal 32 sampai 37.
2.      Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. (KUHAP Pasal 1 butir 16). Dengan penyitaan sesuatu benda diartikan pengambil alihan atau penguasaan benda itu guna kepentingan acara pidana (Pasal 134). Penyitaan itu bertujuan untuk kepentingan pembuktian, terutama ditujukan sebagai barang bukti dimuka sidang pengadilan.







                                                                                                                



[1] Muhammad Taufik Makarau dan Suhasril, Hukum Acara Pidana, Dalam Teori dan Praktik, Cet I, (Jakarta Indonesia, 2004), hlm. 49
[2] Yahya,M.Harahap. 2006. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, penyidikan dan penuntutan.edisi kedua.Jakarta: Sinar Grafika.
[3] Mohammad Taufik, dan Suhasril, 2010. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Peraktik: Bogir, Ghalia Indonesia.
[4] Mohammad Taufik, dan Suhasril, 2010. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Peraktik: Bogor, Ghalia Indonesia. Hal 49.

[5] Jur Andi HAmzah. 2014. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 144.
[6] Ibid. Hal 144.
[7] Mohammad Taufik, dan Suhasril, 2010. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Peraktik: Bogir, Ghalia Indonesia. Hal 53.


[8] Ibid. hal 57.
[9] Jur Andi HAmzah. 2014. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. Hal 153.

Share:

0 komentar:

Post a Comment