BAB I
PENDAHULUAN
Penulis:Apippudin Mu'adz
A.
Latar Belakang
Penggeledahan
sebagaimana yang dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
“Memeriksa”, yaitu mencari sesuatu (seperti barang gelap, barang curian,
surat-surat bukti) untuk di sita. Maka secara umum dapat di artikan bahwa
penggeledahan adalah pemeriksaan oleh penyidik untuk mencari barang bukti untuk
di sita.
Dengan redaksi yang
agak berbeda, dalam Kamus Hukum disebutkan bahwa penggeledahan badan yaitu
tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan atau pakaian tersangka
untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawa serta,
untuk disita. Sedangkan penggeledahan rumah yaitu tindakan penyidik untuk
memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk dilakukan
tindakan pemeriksaan atau penyitaan dan untuk penangkapan dalam hal dan menurut
cara-cara yang diatur dalam undang-undang. Maka penggeledahan yang dimaksudkan
dalam pembahasan ini adalah tindakan penyidik untuk malakukan pemeriksaan rumah
maupun pemeriksaan pakaian dan penyitaan barang yang berkaitan dengan barang
bukti untuk disita.
Menurut Muhammad
Taufik Makarau dalam bukunya Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktik,
menyebutkan bahwa penggeledahan adalah adanya seseorang atau beberapa orang
petugas mendatangi dan menyuruh berdiri seseorang. Lantas petugas tadi
memeriksa segala sudut rumah ataupun memeriksa sekujur tubuh orang yang
digeledah[1].
Penggeledahan hanya
dapat dilakukan terhadap orang yang melakukan tindak pidana kejahatan yang
dikhawatirkan akan menghilangkan barang bukti untuk disita. Menurut ketentuan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) penggeledahan adalah tindakan
penyidik atau penyidik pembantu atau penyelidik untuk memasuki dan melakukan
pemeriksaan terhadap tempat kediaman seseorang atau untuk melakukan pemeriksaan
terhadap badan dan pakaian seseorang.
Alat bukti ataupun barang bukti merupakan sesuatu yang penting dalam
pembuktian. Terbuktinya terdakwa atau tersangka bersalah atau tidak tergantung
dari alat bukti yang telah digunakan dalam melakukan tindak pidana atau
kejahatan. Untuk melindungi dan menjamin keutuhan suatu alat bukti dan barang
bukti, undang-undang telah mengatur hal ini, seperti dalam hal tindak pidana
narkotika. Sebagai indikasi awal berslahnya pelaku dalam menyalahgunakan
narkotika itu sendiri atau barang bukti. Ini akan dijadikan bahan untuk
membuktikan bersalah atau tidak bersalah dalam melakukan tindak pidana.
Selain hal di atas penyitaan seringkali dilakukan bagi barang-barang yang
berada dalam sengketa. Baik barang yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
Dapat disita oleh pihak yang berwajib. Tindak pidana ini dilakukan untuk
mengantisipasi pengguna barang yang belum sah pemilik sesungguhnya. Misalnya
saja tanah yang dalam keadaan sengketa, tanah tersebut harus disita agar selama
penyidikan atau penuntutan dipersidangan dilangsungkan tidak ada salah satu
pihakpun yang menggunakan tanah itu, sebelum mempunyai keputusan yang mempuyai
kekuatan hukum yang tetap.
Penyitaan juga mempunyai tujuan untuk menghargai hak asasi manusia (HAM).
Dikatakan demikian karena benda yang masih belum diketahui secara hukum
pemiliknya tidak diperkenangkan dipergunakan oleh seseorang atau salah satu
pihak yang mengsengketakan barang tersebut. Jangan sampai barang tersebut
telah digunakan oleh pihak yang satu, namun dalam persidangan terbukti bahwa
bukan dia pemilinya, tentu yang diuntugkan adalah orang atau pihak yang
memenangkan kasus tersebut.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan penggeledahan?
2.
Apa yang dimaksud dengan penyitaan?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penggeledahan.
2.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penyitaan.
BAB II
DESKRIPSI MATERI
1.
Pengertian dan
Dasar Hukum Penggeledahan
Penggeledahan
adalah tindakan penyidik yang dibenarkan undang-undang untuk memasuki dan
melakukan pemeriksaan dirumah tempat kediaman seseorang atau untuk melakukan
pemeriksaan terhadap badan dan pakaian seseorang. Bahkan tidak hanya melakukan
pemeriksaan ,tapi bisa juga sekali gus untuk melakukan penangkapan dan
penyitaan[2]. Hal ini sesuai dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Pasal
32 Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan
rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara
yang ditentukan dalam undang-undang ini. Mengenai
Penggeledahan hal ini diatur dalam UU No 8 Tahun 1981 pasal 32 sampai 37.
Pasal 32
Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah
atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tata cara yang
ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 33
1) Dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat
penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan yang
diperlukan.
2) Dalam hal yang diperlukan atas perintah tertulis dari
penyidik, petugas kepolisian negara Republik Indonesia dapat memasuki rumah.
3) Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh dua
orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni menyetujuinya.
4) Setiap kali memasuki rumah harus disaksikan oleh
kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi, dalam hal tersangka
atau penghuni menolak atau tidak hadir.
5) Dalam waktu dua hari setelah memasuki dan atau
-menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan
kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan.
Pasal 34
1) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana
penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin
terlebih dahulu, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 33 ayat (5) penyidik
dapat melakukan penggeledahan:
a. pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal,
berdiam atau ada dan yang ada di atasnya.
b. pada setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal,
berdiam atau ada.
c. di tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat
bekasnya.
d. di tempat penginapan dan tempat umum lainnya.
2) Dalam hal penyidik melakukan penggeledahan seperti
dimaksud dalam ayat (1) penyidik tidak diperkenankan memeriksa atau menyita
surat, buku dan tulisan lain yang tidak merupakan benda yang berhubungan dengan
tindak pidana yang bersangkutan, kecuali benda yang berhubungan dengan tindak pidana
yang bersangkutan atau yang diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak
pidana tersebut dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan
negeri setempat guna memperoleh persetujuannya.
Pasal 35
Kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan memasuki:
a. ruang di mana sedang berlangsung sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
b. tempat di mana sedang berlangsung ibadah dan atau
upacara keagamaan.
c. ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan.
Pasal 36
Dalam hal penyidik harus melakukan penggeledahan rumah di luar daerah
hukumnya, dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam Pasal 33, maka
penggeledahan tersebut harus diketahui oleh ketua pengadilan negeri dan
didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di mana penggeledahan itu dilakukan.
2.
Pengertian dan Dasar Hukum Penyitaan
Penyitaan adalah
serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah
penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud
untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. (KUHAP
Pasal 1 butir 16)[3].
Dengan penyitaan sesuatu benda diartikan pengambil alihan atau penguasaan benda
itu guna kepentingan acara pidana (Pasal 134). Persamaan kedua definisi
tersebut ialah pengambilan dan penguasaan milik orang. Dengan sendirinya hal
itu langsung menyentuh dan bertentangan dengan hak asasi manusia yang pokok,
yaitu merampas penguasaan hak milik orang.
Jadi Penyitaan adalah suatu cara yang
dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang untuk menguasai sementara waktu
barang-barang, baik yang merupakan hak milik tersangka/terdakwa ataupun bukan,
tetapi berasal dari atau ada hubungannya dengan suatu tindak pidana dan berguna
untuk pembuktian.
Pasal
38
1)
Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh
penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat;
2)
Dalam keadaan yang sangat perlu dan
mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk
mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1)
penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu
wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh
persetujuannya.
Pasal
39
1)
Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
a.
benda atau tagihan tersangka atau terdakwa
yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai
hasil dari tindak pidana.
b.
benda yang telah dipergunakan secara
langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya.
c.
benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi
penyidikan tindak pidana.
d.
benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan
melakukan tindak pidana.
e.
benda lain yang mempunyai hubungan
langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.
2)
Benda yang berada dalam sitaan karena
perkara perdata' atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan
penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi
ketentuan ayat (1).
Pasal
40
Dalam hal
tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau yang
patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain
yang dapat dipakai sebagai barang bukti.
Pasal
41
Dalam hal
tertangkap tangan penyidik berwenang menyita paket atau surat atau benda yang
pengangkutannya atau pengirimannya dilakukan oleh kantor pos dan
telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan, sepanjang
paket, surat atau benda tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau yang berasal
daripadanya dan untuk itu kepada tersangka dan atau kepada pejabat kantor pos
dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan yang
bersangkutan, harus diberikan surat tanda penerimaan.
Pasal
42
1)
Penyidik berwenang memerintahkan kepada
orang yang menguasai benda yang dapat disita, menyerahkan benda tersebut
kepadanya untuk kepentingan pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu
harus diberikan surat tanda penerimaan;
2)
Surat atau tulisan lain hanya dapat
diperintahkan untuk diserahkan kepada penyidik jika surat atau tulisan itu
berasal dari tersangka atau terdakwa atau ditujukan kepadanya atau kepunyaannya
atau diperuntukkan baginya atau jikalau benda tersebut merupakan alat untuk
melakukan tindak pidana.
Pasal 43
Penyitaan surat
atau tulisan lain dari mereka yang berkewajiban menurut undang-undang untuk merahasiakannya,
sepanjang tidak menyangkut rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas
persetujuan mereka atau atas izin khusus ketua pengadilan negeri setempat
kecuali undang-undang menentukan lain.
Pasal
44
1)
Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan
benda sitaan negara.
2)
Penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang
sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut di
larang untuk dipergunakan oleh siapapun juga.
Pasal
45
1)
Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda
yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk
disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh
kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi
terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat
diambil tindakan sebagai berikut:
a.
apabila perkara masih ada di tangan
penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat
diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau
kuasanya.
b.
apabila perkara sudah ada di tangan
pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh
penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa
atau kuasanya.
2)
Hasil pelelangan benda yang bersangkutan
yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti.
3)
Guna kepentingan pembuktian sedapat
mungkin disisihkan sebagian dari benda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
4)
Benda sitaan yang bersifat terlarang atau
dilarang untuk diedarkan, tidak termasuk ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), dirampas untuk dipergunakan bagi kepentingan negara atau untuk
dimusnahkan.
Pasal
46
1)
Benda yang dikenakan penyitaan
dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau
kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila:
a.
kepentingan penyidikan dan penuntutan
tidak memerlukan lagi.
b.
perkara tersebut tidak jadi dituntut
karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana.
c.
perkara tersebut dikesampingkan untuk
kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila
benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan
suatu tindak pidana.
2)
Apabila perkara sudah diputus, maka benda
yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang
disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas
untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat
dipergunakan lagi atau, jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang
bukti dalam perkara lain.
BAB III
PEMBAHASAN
1.
Penggeledahan
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa penggeledahan adalah tindakan penyidik yang dibenarkan
undang-undang untuk memasuki dan melakukan pemeriksaan dirumah tempat kediaman
seseorang atau untuk melakukan pemeriksaan terhadap badan dan pakaian seseorang. Bahkan tidak hanya melakukan pemeriksaan ,tapi bisa juga sekali gus untuk
melakukan penangkapan dan penyitaan.
Adapun pejabat
yang berwenang untuk melakukan penggeledahan adalah semata-mata hanya diberikan
kepada pihak penyidik, baik penyidik Polri maupun penyidik pegawai negri sipil
(PNS). Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan
rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tatacara yang
ditentukan dalam undang-undang ini (Pasal 32 KUHAP)[4]. Penuntut
umum tidak memiliki wewenang untuk menggeledah,demikian juga hakim pada semua
tingkat peradilan, tidak mempunyai wewenang untuk itu. Penngeledahan
benar-benar ditempatkan pada pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan ,tidak
terdapat pada tingkatan pemeriksaan selanjutnya baik dalam taraf
tuntutan dan pemeriksaan peradilan.Pemberian fungsi itu sesuai dan sejalan
dengan tujuan dan pengertian penggeledahan, yang bertujuan untuk mencari dan
mengumpulkan fakta dan bukti serta dimasukan untuk mendapatkan orang yang
diduga keras sebagai tersangka pelaku tindak pidana.
Akan tetapi dalam
melaksanakan wewenang penggeledahan, penyidik tidak seratus persen berdiri
sendiri, penyidik diawasi dan dikaitkan dengan Ketua Pengadilan Negri dalam
melakukan setiap penggeledahan. Pada setiap tindakan penggeledahan, penyidik
wajib memerlukan bantuan dan pengawasan ketua Pengadilan Negri, bantuan itu
berupa keharusan:
1)
Kalau keadaan
penggeledahan secara biasa atau dalam keadaan normal penggeledahan baru dapat
dilakukan penyidik, setelah lebih dulu mendapat izin dari ketua Pengadilan
Negri.
2)
Dalam keadaan luar
biasa dan mendesak, penyidik dapat melakukan penggeledahan tanpa lebih
dulu mendapatkan izin dari ketuan Pengadilan Negri ,namun segera sesudah
penggeledahan ,penyidik wajib meminta persetujuan ketua Pengadilan Negri
setempat.
a.
Waktu Penggeledahan
Penggeledahan yang
baik dan tepat adalah apabila penggeledahan dilakukan disiang hari, hal ini
disebabkan pada siang hari anak-anak tersangka sedang berada di sekolah dan
tetanggapun sibuk diluar rumah, kecuali dalam hal-hal tertentu. Sama-sama kita
ketahui bahwa penggeladahan menimbulkan akibat yang luas terhadap kehidupan
pribadi dan mengundang perhatian masyarakat, maka waktu penggeledahan harus
dipilih dengan tepat. Sementara itu penggeledahaan pada malam hari adalah saat
yang tidak tepat dan tidak baik,karena penggeledahan pada tengah malam akan
menimbulkan ketakutan dan kekagetan yang sangat, trauma bagi anak-anak,itu
sebabnya berdasarkan Stbl 1865, pasal 3, melarang penggeledahan rumah dilakukan
pada malam hari. Oleh karena itu penggeledahan sebisa mungkin untuk bisa
dilakukan pada siang hari, itupun hendaknya dicari waktu dan momen yang dapat
menghindari akibat sampingan, yang bisa merusak pertumbuhan kejiwaan dan mental
anak-anak dan keluarga tersangka.
b.
Jenis-jenis Penggeledahan
1)
Penggeledahan rumah
Penggeledahan
rumah adalah suatu tindakan dari penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal
dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan pemeriksaan dan atau penyitaan dan
penangkapan, atas dua, yaitu:sesuai dengan undang-undang (pasal 1 butir 17
KUHAP).Wewenang mengadakan penggeledahan rumah, diatur dalam KUHAP pasal 33 Membicarakan penggeledahan rumah tempat kediaman,
dapat dibedakn sifatnya.pertama bersifat biasa atau dalam keadaan
normal,kedua bersifat atau dalam keadaan yang sangat perlu dan
mendesak.perbedaan sifat ini dengan sendirinya membawa perbedaan dalam tata
cara pelaksanaan.
a.
Penggeledahan Biasa
Penngeledahan biasa diatur dalam pasal 33 KUHAP. Tata
cara penggeledahan yang diatur dalam pasal 33 pada saranya merupakan
aturan pedoman umum penggeledahan.
Tata cara penggeladahan dalam hal biasa.
a)
Harus ada surat
izin Ketua Pengadilan Negeri setempat
b)
Petugas Kepolisian
membawa dan memperlihatkan surat tugas
c)
Setiap
penggeledahan rumah tempat kediaman harus ada pendamping, didampingi dua orang
saksi, jika tersangka atau penghuni rumah yang dimasuki dan digeledah
menyetujui. Jika tersangka atau penghuni rumah tidak setuju, dan tidak
menghadiri, maka petugas harus menghadirkan Kepala Desa atau Kepala Lingkungan
(RW/RW) sebagai saksi dan ditambah dua orang saksi lain yang diambil dari
lingkungan warga yang bersangkutan.
d)
Kewajiban membuat
berita acara penggeledahan (Diatur dalam Pasal 126 dan 127 KUHAP).
1. Dalam waktu dua hari atau paling lambat dalam tempo
dua hari setelah memasuki rumah dan atau menggeledah rumah, harus dibuat berita
acara yang memuat penjelasan tentang jalanya dan hasil penggeledahan rumah.
2.
Setelah berita
acara siap dibuat, penyidik atau petugas yang melakukan penggeledahan
membacakan lebih dulu berita acara kepada yang bersangkutan.
3.
Setelah siap
dibacakan, kemudian berita acara penggeledahan:
·
Diberi tanggal
·
Ditanda tangani
oleh penyidik maupun oleh tersangka atau keluarganya/penghuni rumah serta oleh
kedua orang saksi dan satu kepala desa/kepala lingkungan
·
Dalam hal
tersangka atau keluarga tidak mau membubuhkan tanda tangan, hal itu dicatat
dalam berita acara dan sekali gus menyebut alasan penolakanya.
4.
Penyampaian
turunan berita acara penggeledahan rumah. Turunan berita acara penggeledahan
rumah yang telah ditandatangani oleh pihak yang terkait, disampaikan kepada
pemilik atau penghuni rumah.
e)
Penjagaan rumah
atau tempat. Hal ini diatur dalam Pasal 127 KUHAP yang memberikan wewenang
kepada penyidik untuk:
1.
Mengadakan
penjagaan terhadap rumah yang digeledah.
2.
Penyidik jika
dianggap perlu dapat menutup tempat yang digeledah.
3.
Disampaing hal-hal
yang dijelaskan diatas, penyidik berhak memerintahkan setiap setiap orang yang
dianggap perlu untuk tetap tinggal ditempat penggeledahan selama penggeledahan
masih berlangsung.
b.
Penggeledahan dalam keadaan mendesak
Hal ini diatur dalam pasal 34 KUHAP yang menegaskan, dalam
keadaan yang sangat perlu dan mendesak,bilamana penyidik harus segera bertindak
dan tidak mungkin untuk lebih dulu mendapat surat izin Ketua Pengadilan Negeri,
penyidik dapat langsung bertindak mengadakan penggeledahan
Tatacara penggeledahan
dalam keadaan mendesak:
a)
Penggeladahan
dapat langgsung dilaksanakan tanpa terlebih dahulu ada izin ketua Pengadilan
Negeri. Tempat-tempat yang digeledah meliputi:
·
Pada halaman rumah
tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada.dan yang ada di atasnya.
·
Pada setiap tempat
lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada.
·
Ditempat
penginapan dan tempat umum lainnya.
b)
Dalam tempo dua
hari setelah penggeledahan, penyiidik membuat berita acara, yang berisi jalanya
dan hasil enggeledahan:
·
Berita acara
dibacakan terlebih dahulu kepada yang bersangkutan
·
Diberi tanggal
·
Ditanda tangani
oleh penyidik maupun oleh tersangka atau keluarganya/penghuni rumah serta oleh
kedua orang saksi dan satu kepala desa/kepala lingkungan
·
Dalam hal
tersangka atau keluarga tidak mau membubuhkan tanda tangan, hal itu dicatat
dalam berita acara dan sekaligus menyebut alasan penolakanya.
c)
Kewajiban penyidik
segera melapor:
·
Melaporkan
penggeledahan yang telah dilakukan kepada ketua pengadilan negeri,dan
·
Sekaligus dalam
laporan itu penyidik meminta persetujuan ketua pengadilan negeri atas
penggeledahan yang telah dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dan
mendesak.
Pasal-pasal terkait penggeledahan rumah yaitu:
Pasal
125 KUHAP
Dalam
hal penyidik melakukan penggeledahan rumah terlebih dahulu menunjukkan tanda
pengenalnya kepada tersangka atau keluarganya, selanjutnya berlaku
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dan Pasal 34.
Pasal 33 KUHAP
1)
Dengan surat izin Ketua PN setempat
penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan rumah yang
diperlukan
2)
Dalam hal yang diperlukan atas perintah
tertulis dari penyidik, petugas Kepolisian RI dapat memasuki rumah
3)
Setiap kali memasuki rumah harus
disaksikan oleh 2 orang saksi dalam hal tersangka atau penghuni menyetujuinya.
4)
Setiap kali memasuki rumah harus
disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saski, dalam
hal tersangka atau penghuni menolak atau tidak hadir
5)
Dalam waktu 2 hari setelah memasuki dan
atau menggeledah rumah, harus dibuat suatu berita acara dan turunannya disampaikan
kepada pemilik atau penghuni rumah yang bersangkutan.
Pasal 34 KUHAP
1)
Dalam keadaan yang sangat perlu dan
mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk
mendapatkan surat izin terlebih dahulu, penyidik dapat melakukan penggeledahan
:
a. Pada halaman rumah tersangka bertempat
tinggal, berdiam, atau ada dari yang ada diatasnya
b. Pada
setiap tempat lain tersangka bertempat tinggal, berdiam atau ada
c. Ditempat tindak pidana dilakukan atau terdapat
bekasnya
d. Ditempat penginapan dan tempat umum lainnya[5].
2)
Dalam hal penyidik melakukan
penggeledahan, penyidik tidak diperkenankan memeriksa atau menyita surat, buku
dan tulisan lain yang tidak merupakan benda yang berhubungan dengan tindak
pidana yang bersangkutan, kecuali benda yang berhubungan dengan tindak pidana
yang bersangkutan atau yang diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak
pidana tersebut dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua PN setempat
guna memperoleh persetujuannya.
Pasal
35 KUHAP
Kecuali
dalam hal tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan memasuki:
a.
Ruang dimana sedang berlangsung sidang
MPR, DPR atau DPRD
b.
Tempat dimana sedang berlangsung ibadah
dan atau upacara keagamaan
c.
Ruang dimana sedang berlangsung sidang
pengadilan
Pasal
126 KUHAP
1.
Penyidik membuat berita acara tentang
jalannya dari hasil penggeledahan rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (5).
2.
Penyidik membacakan lebih dahulu berita
acara tentang penggeledahan rumah kepada yang bersangkutan, kemudian diberi
tanggal dan ditandatangani oleh keluarganya dan atau kepala desa atau ketua
lingkungan dengan 2 orang saksi.
3.
Dalam hal tersangka atau keluarganya tidak
mau membubuhkan tanda tangannya, hal itu dicatat dalam berita acara dengan
menyebut alasannya.
2)
Penggeledahan Badan
Penggeledahan
badan, adalah suatu tindakan dari penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan
atau pakaian tersangka, untuk mencari benda yang diduga keras ada pada badannya
atau dibawanya serta untuk disita (Pasal 1 butir 18 KUHAP). Penggeledahan badan
meliputi pemeriksaan rongga badan, yang wanita dilakukan oleh pejabat wanita.
Dalam hal penyidik berpendapat perlu dilakukan pemeriksaan rongga badan,
penyidik minta bantuan kepada pejabat kesehatan (Pasal 37 KUHAP).
Selanjutnya, penjelasan pasal 37 mengutarakan lagi,
penggeladahan badan meliputi pemeriksaan rongga badan, yang wanita dilakukan
oleh pejabat wanita.
Jangkauan Penggeledahan Badan
Untuk mengetahui sejauh mana
penggeledahan badan, harus menggabungkan pasal 1 butir 18 dengan penjelasan
pasal 37:
·
Pasal 1 butir 18
dijelaskan, penggeledahan badan meliputi pemeriksaan badan atau pakaian
tersangka.
·
Pada penjelasan
pasal 37 disebutkan, penggeledahan badan meliputi pemeriksaan rongga badan.
Dengan pengembangan pasal 1 butir 18 dengan penjelasan
pasal 37 dapat ditarik kesimpulan yang dimaksud dengan penggeledahan badan
adalah meliputi seluruh bagian badan luar dan dalam,meliputi bagian luar badan
dan pakaian serta serta juga bagian dalam ,termasuk seluruh anggota badan.
c. Larangan Memasuki Tempat Tertentu Dalam
Penggeledahan
Pembuat UU telah
memberikan penghormatan yang tinggi yang mulia terhada beberapa tempat
tertentu,selama dalam tempat tertentu sedang berlangsung upacara peradatan, UU
melarang penyidik memasuki dan melakukan penggeledahan didalamnya,kecuali dalam
hal hal tertangkap tangan,selain dari pada tertangkap tangan penyidik dilarang
bertindak memasuki dan melakukan penggeledahan pada saat:
1)
ruang dimana
sedang berlangsung sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
2)
Tempat sedang
berlangsung ibadah atau upacara keagamaan
d.
Penggeledahan di Luar Daerah Hukum
Dalam hal ini penyidik memperkirakan alternatif
terbaik yang harus ditempuh, ditinjau dari efektivitas dan sfisiensi penyidik
yang bersangkutan kurang memahami seluk beluk daerah lain tempak dimana
penggeledahan akan dilakukan,demikian juga halanya mengenai efisiensi,untuk apa
harus membuang tenaga biaya dan waktu jika penggeledahan dapat dilimpahkan atau
didelegasikan kepada penyidik yang ada di daerah tersebut. Dalam Pasal 36 KUHAP
disebutkan,
dalam hal penyidik harus melakukan penggeledahan rumah
di luar daerah hukumnya, dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut dalam Pasal
33, maka penggeledahan tersebut harus diketahui oleh ketua pengadilan negeri
dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum di mana penggeledahan itu
dilakukan.
2.
Penyitaan
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik
untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak
atau tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian
dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan[7].
(KUHAP Pasal 1 butir 16). Dengan penyitaan sesuatu benda diartikan
pengambil alihan atau penguasaan benda itu guna kepentingan acara pidana (Pasal
134).
a.
Benda-benda yang dapat disita adalah:
1)
Benda atau tagihan tersangka/terdakwa,
yang seluruhnya atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau hasil
tindak pidana
2)
Benda yang telah dipergunakan secara
langsung melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya (Pasal 39 ayat (1)
butir b KUHAP)
3)
Benda yang dipergunakan untuk
menghalang-halangi penyidikan (Pasal 39 ayat (1) butir c KUHAP)
4)
Benda yang khusus dibuat atau
diperuntukkan melakukan tindak pidana (Pasal 39 ayat (1) butir d KUHAP)
5)
Benda lain yang mempunyai hubungan
langsung dengan tindak pidana yang dilakukan (Pasal 39 ayat (1) butir e KUHAP)[8].
Menurut Pasal 39 (2)
KUHAP, benda yang berada dalam sitaan karena perkara atau karena pailit, juga
dapat disita untuk kepentingan penyidikkan, penuntutan dan pengadilan perkara
pidana. Dalam hal tertangkap tangan, penyidik dapat menyita benda dan alat yang
ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak
pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti (Pasal 40
KUHAP). Dalam hal tertangkap tangan penyitaan tidak memerlukan izin dari Ketua
Pengadilan Negeri di tempat tersebut. Selanjutnya dapat dilihat dalam KUHAP
Pasal 41 dan 43.
Benda
sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan Negara (Pasal 44 ayat (1)
KUHAP). Selama belum ada rumah penyimpanan benda sitaan Negara di tempat yang
bersangkutan, penyimpanan benda sitaan tersebut dapat dilakukan di kantor
kepolisian Negara Republik Indonesia, di kantor kejaksaan negeri, di gedung
bank pemerintah dan dalam keadaan memaksa di tempat penyimpanan lain atau tetap
di tempat semula benda itu disita.
Dalam
pasal 44 ayat (2) KUHAP di sebutkan penyimpanan benda sitaan dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang
berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda
tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga.Diatur juga dalam Pasal
45 ayat (1) KUHAP tentang pemeliharaan dan penyelesaian benda-benda sitaan yang
lekas rusak atau membahayakan atau biaya penyimpanannya terlalu tinggi.
Benda-benda semacam itu jika masih di tangan penyidik atau penuntut umum, dapat
dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum dengan
disaksikan oleh tersangka atau kuasanya. Jika sudah ada di tangan pengadilan
dapat dilakukan hal yang sama oleh penuntut umum atas izin hakim yang
menyidangkan perkaranya.
Menyangkut
benda sitaan atau rampasan berupa narkotika, sama dengan ketentuan Pasal 45
ayat (4) KUHAP tersebut di muka, dimusnahkan atau diserahkan kepada dinas
kesehatan. Untuk ini, telah ditandatangani piagam kerja sama antara Jaksa Agung
dan Menteri Kesehatan pada tanggal 8 Juni 1983. Penyitaan dapat berakhir
sebelum ada putusan hakim. Dalam Pasal 46 ayat (1) KUHAP menyebutkan tentang
berakhirnya suatu penyitaan sebagai berikut:
1)
Benda yang dikenakan penyitaan
dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau
kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak, berakhir sebelum ada
putusan, apabila:
a.
Kepentingan penyidikan dan penuntutan
tidak memerlukan lagi.
b.
Perkara tersebut tidak jadi dituntut
karena tidak cukup bukti atau tidak merupakan delik.
c.
Perkara tersebut dikesampingkan demi
kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali benda
tersebut diperoleh dari suatu delik atau yang dipergunakan untuk melakukan
suatu delik[9].
2)
Apabila perkara sudah diputus, maka benda
yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang
disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu
dirampas untuk Negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak
dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai
barang bukti dalam perkara lain.
b. Pasal-pasal
terkait dengan penyitaan yaitu:
Pasal
38 KUHAP
1)
Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh
penyidik dengan surat izin Ketua PN setempat.
2)
Dalam keadaan yang sangat perlu dan
mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk
mendapatkan surat izin terlebih dahulu, penyidik dapat melakukan penyitaan
hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada Ketua PN
setempat guna memperoleh persetujuannya.
Pasal
39 KUHAP
1)
Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
a.
Benda atau tagihan tersangka/terdakwa yang
seluruh atau sebagian diduga diperoleh dan tindak pidana atau sebagai hasil dan
tindak pidana.
b.
Benda yang telah dipergunakan secara
langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya.
c.
Benda yang dipergunakan untuk
menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.
d.
Benda yang khusus dibuat atau diperuntukan
melakukan tindak pidana.
e.
Benda lain yanng mempunyai hubungan
langsung dengan tindak pidana yang dilakukan
2)
Benda yang berada dalam sitaan karena
perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan
penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi
ketentuan Ayat (1).
Pasal 42 KUHAP
Penyidikan berwenang memerintahkan kepada orang yang
menguasai benda yang disita, menyerahkan benda tersebut kepadanya untuk
kepentingan pemeriksaan dan kepada yang menyerahkan benda itu harus diberikan
surat tanda penerimaan.
Pasal 43 KUHAP
Penyitaan surat atau tulisan lain dan mereka yang
berkewajiban menurut UU untuk merahasiakannya, sepanjang tidak menyangkut
rahasia negara, hanya dapat dilakukan atas persetujuan mereka atau atas izin
khusus Ketua PN setempat kecuali UU menentukan lain.
Pasal 46 KUHAP
1)
Benda yang dikenakan penyitaan
dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dan siapa benda itu disita, atau
kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila :
a.
Kepentingan penyidikan dan penuntutan
tidak memerlukan lagi
b.
Perkara tersebut tidak jadi dituntut
karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana
c.
Perkara tersebut dikesampingkan untuk
kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila
benda itu diperoleh dan suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk
melakukan suatu tindak pidana.
2)
Apabila suatu perkara telah diputus, maka
benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka
yang disebut dalam putusan tersebut kecuali jika menurut putusan hakim benda
itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak
dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai
barang bukti dalam perkara lain.
Pasal 128 KUHAP
Dalam hal penyidik melakukan penyitaan, terlebih
dahulu dia menunjukkan tanda pengenalnya kepada orang dari mana benda itu
disita.
Pasal 129 KUHAP
1)
Penyidik memperlihatkan benda yang akan
disita kepada orang dari mana benda itu akan disita atau kepada keluarganya dan
dapat minta keterangan tentang benda yang akan disita itu dengan disaksikan
oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan 2 orang saksi.
2)
Penyidik membuat berita acara penyitaan
yang dibacakan terlebih dahulu kepada orang dari mana benda itu disita atau
keluarganya dengan diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik maupun orang
atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan dengan 2 orang
saksi.
3)
Dalam hal orang dari mana benda itu disita
atau keluarganya tidak mau membubuhkan tandatangannya hal itu dicatat dalam
berita acara dengan menyebut alasannya.
4)
Turunan dari berita acara itu disampaikan
oleh penyidik kepada atasannya, orang darimana benda itu disita atau
keluarganya dan kepala desa.
Pasal 130 KUHAP
1)
Benda sitaan sebelum dibungkus, dicatat
berat
dan atau jumlah menurut jenis masing-masing, ciri maupun sifat khas, tempat,
Hari dan tanggal penyitaas, identitas orang dari mana benda itu
disita dan lain-lainnya kemudian diberi hak dan cap jabatan dan ditandatangani
oleh penyidik.
2)
Dalam hal benda sitaan tidak mungkin
dibungkus, penyidik memberi catatan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), yang
ditulis diatas label yang ditempelkan dan atau dikaitkan pada benda tersebut.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Penggeledahan
adalah tindakan penyidik yang dibenarkan undang-undang untuk memasuki dan
melakukan pemeriksaan dirumah tempat kediaman seseorang atau untuk melakukan
pemeriksaan terhadap badan dan pakaian seseorang. Bahkan tidak
hanya melakukan pemeriksaan ,tapi bisa juga sekali gus untuk melakukan
penangkapan dan penyitaan. Hal
ini sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Pasal 32 Untuk kepentingan penyidikan,
penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau
penggeledahan badan menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Mengenai Penggeledahan hal ini diatur dalam UU No 8 Tahun 1981 pasal 32 sampai
37.
2.
Penyitaan adalah serangkaian tindakan
penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda
bergerak atau tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud untuk kepentingan
pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. (KUHAP Pasal 1 butir
16). Dengan penyitaan sesuatu benda diartikan pengambil
alihan atau penguasaan benda itu guna kepentingan acara pidana (Pasal 134).
Penyitaan itu bertujuan untuk kepentingan pembuktian, terutama ditujukan
sebagai barang bukti dimuka sidang pengadilan.
[1] Muhammad Taufik Makarau dan
Suhasril, Hukum Acara Pidana, Dalam Teori dan Praktik, Cet I, (Jakarta
Indonesia, 2004), hlm. 49
[2] Yahya,M.Harahap. 2006. Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan KUHAP, penyidikan dan penuntutan.edisi kedua.Jakarta:
Sinar Grafika.
[3] Mohammad Taufik, dan Suhasril,
2010. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Peraktik: Bogir, Ghalia Indonesia.
[4] Mohammad Taufik, dan Suhasril,
2010. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Peraktik: Bogor, Ghalia Indonesia. Hal
49.
[7] Mohammad Taufik, dan Suhasril,
2010. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Peraktik: Bogir, Ghalia Indonesia. Hal
53.
0 komentar:
Post a Comment