BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kehidupan dalam masyarakat tentunya
tidak terlepas dari kontak sosial, di mana masyarakat yang satu saling
berhubungan dengan yang lainnya. Sehingga akibat dari adanya kontak sosial
tersebut muncul juga apa yang sering disebut dengan gejala-gejala sosial. Gejala-gejala
tersebeut terjadi seiring dengan perkembangan yang ada di lingkungan. Sehingga
masyarakat kota dapat merasakan langsung akibat dari gejala-gejala sosial yang
ada tapi, bukan berarti di daerah pedesaan tidak ada gejala-gejala sosial yang
muncul tentu ada, hanya saja tidak sebanyak yang dialami oleh masyarakat
perkotaan.
Maka dari itu, setiap negara
memiliki hukum yang diberlakukan di negaranya masing-masing. Untuk mengatur
negaranya agar mencapai tujuan dari masing-masing negara tersebut. Setiap
negara pasti memiliki hukum yang dipatuhi. Kita dapat menempatkan bahwa hukum
administrasi Negara merupakan bagian dari hukum publik. Hukum administrasi
Negara dapat dijelaskan sebagai peraturan-peraturan (dari hukum publik) yang
berkenaan dengan pemerintahan umum. (Untuk menemukan definisi yang baik
mengenai istilah ‘hukum adminisrasi negara’, pertama-tama harus ditetapkan
bahwa hukum administrasi Negara merupakan bagian dari hukum publik, yakni hukum
yang mengatur tindakan pemerintah dan mengatur hubungan antara pemerintah dan
mengatur hubungan antara pemerintah dengan warga Negara atau hubungan antar
organ pemerintahan.
Hukum administrasi Negara memuat
keseluruhan peraturan yang berkenaan dengan cara bagaimana organ pemerintahan
melaksanakan tugasnya. Jadi hukum administrasi Negara berisi aturan main yang
berkenaan dengan fungsi organ-organ pemerintahan). Hukum administrasi Negara
atau hukum tata pemerintahan pada dasarnya dapat dibedakan berdasarkan tujuanya
dari hukum tata Negara memuat peraturan-peraturan hukum yang menentukan
(tugas-tugas yang dipercayakan) kepada organ-organ pemerintahan itu, menentukan
tempatnya pada Negara, menentukan kedudukan terhadap warga Negara, dan
peraturan-peraturan hukum yang mengatur tindakan-tindakan organ pemerintahan
itu.
Sistem Administrasi Negara Republik
Indonesia (SANRI) secara luas memiliki arti Sistem Penyelenggaraan Negara
Indonesia menurut UUD 1945, yang merupakan sistem penyelenggaraan kehidupan
negara dan bangsa dalam segala aspeknya, sedangkan dalam arti sempit, SANRI
adalah idiil Pancasila, Konstitusional – UUD 1945, operasional RPMJ Nasional
serta kebijakan-kebijakan lainnya.
Sistem Administrasi Negara Republik
Indonesia secara simultan berinteraksi dengan faktor-faktor fisik, geografis,
demografi, kekayaan alam, idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam.
Dalam setiap hal yang kita lakukan pasti terjadi konflik ataupun masalah. Salah
satunya masalah dalam hukum administrasi. Oleh sebab itu, masalah hukum
administrasi perlu kita pelajari dan perlu dibahas dalam makalah ini.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa saja Masalah dalam Administrasi
Negara?
2.
Bagaimana Penyelesaian Masalah
Administrasi Negara?
3.
Bagaimana ciri dan pembangunanan
hukum administrasi negara yang diharapkan?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahuai apa saja masalah
dalam Administrasi Negra
2.
Untuk mengetahui bagaimna
penyelesaian Administrasi Negara
3.
Untuk mengetahui bagaimana ciri dan
pembanguna Administrasi Negara yang di harapkan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Masalah dalam Administrasi Negara
Hukum administrasi dalam perkembangannya di Indonesia telah melalui
beberapa tahap, mulai dari masa pra kemerdekaan, pasca kemerdekaan, orde baru,
dan masa reformasi tahun 1998 sampai dengan sekarang. Sebagai salah satu negara
yang ada di dunia tentunya Indonesia juga merupakan bagian sistem pelaksanaan
administrasi global, yang selalu berkembang sesuai dengan perkembangan
kontradiksi dan saling hubungan antar sesama bangsa di dunia. Indonesia pun
saat ini mulai mengadopsi sistem administrasi dengan paradigma yang paling baru
yaitu New Publik Service. Hanya saja banyak permasalahan administrasi yang
terjadi di Indonesia.
1.
Penyebab Masalah Administrasi pada masa pra kemerdekaan, pasca
kemerdekaan, orde baru, dan masa reformasi tahun 1998 sampai dengan sekarang,
diantaranya :
a)
Pengaruh budaya lama (budaya feodal)
Dalam
mengadopsi sistem administrasi, maka tidak bisa dengan utuh langsung diterapkan
di sebuah negara atau daerah, karena pasti budaya setempat mempengaruhi dengan
kuat ketika akan mempraktekannya. New Publik Service atau good
governance sulit untuk di terapkan di Indonesia, karena budaya masyarakat
Indonesia yang biasa melayani kepentingan penguasa, maka aparatur yang
seharusnya melayani warga masyarakat, malah berbalik arah untuk minta dilayani,
dan masyarakatpun dengan senang hati melayani kepentingan atau kemauan penguasa
dalam hal pengurusan permasalahan administrasi pemerintahan. Budaya
kroonisme/nepotisme, tidak bisa di pisahkan dalam pelaksanaan administrasi,
Rasa kekeluargaan di Indonesia sangat kuat, apabila ada saudara,keluarga atau
tetangga yang mempunyai wewenang untuk melakukan proses pengurusan administrasi
pemerintahan, pastilah kita minta bantuannya dan otomatis keluarga tersebut
akan mendahulukan kita tanpa proses antri, dan masih banyak contoh yang
lainnya.
b)
Politisasi Administrator Daerah
Tuntutan
otonomi daerah pada saat reformasi tahun 1998, merupakan bentuk dari
ketidakpuasan daerah dalam rangka pembagian kekayaan daerah dengan pusat,
walaupun hanya daerah-daerah tertentu (daerah yang kaya, seperti Riau, Aceh,
Kaltim, dsb) yang menuntut ruang yang lebih besar dalam pengelolaan
kekayaannya, atau mereka akan melepaskan diri dari NKRI. [1]
Dalam
perkembangannya otonomi daerah dengan sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada)
secara langsung, dimana kepala daerah merupakan jabatan politis yang dicalonkan
oleh partai, sehingga unsur politis tidak akan pernah lepas dari corak dan gaya
kepemimpinannya. Administrator daerah dalam hal ini kepala daerah sebagai
jabatan politis maka akan banyak kepentingan politis yang lebih mempengaruhi
dalam pelaksanaan administrasi pemerintahan. Ini bisa terlihat setiap ada
pergantian kepala daerah, maka pasti akan diikuti oleh pergantian pejabat eselon
(struktur organisasi) yang ada, tanpa alasan yang jelas hampir semua
pejabat diganti, dengan alasan menempatkan orang yang loyal(setia), dan ini
menyebabkan pejabat eselon juga menjadi mandul, tidak kritis terhadap
kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, karena takut jabatannya di copot.
Kemudian bisa di pastikan ada kesepakatan-kesepakatan politik antara kepala
daerah terpilih dengan partai yang mencalonkannya, minimal pada pembagian
proyek-proyek daerah. Dan masih banyak yang lainnya.[2]
Dapat kita
simpulkan bahwa permasalahan yang ada di Indonesia dalam pelaksanaan hukum
administrasi, secara garis besar adalah pengaruh budaya lokal yang tidak bisa
bertransformasi langsung dengan baik terhadap konsep-konsep yang kita ambil
dari luar, oleh karena itu, kita masih membutuhkan waktu yang lama untuk
melakukan perubahan budaya ke arah yang lebih baik. Kemudian yang kedua adalah
politisasi dalam pelaksanaan hukum administrasi yang sangat kental dan pengaruh
politik ini bisa menjadi dominan, dalam menentukan kebijakan publik. Selagi
hukum administrasi belum bisa melepaskan diri dari ranah politik maka kebijakan
publik pun tidak akan pernah lepas dari kepentingan politik.
2.
Beberapa Masalah Administrasi pada masa sekarang yang masih baru
a)
Munculnya pola administrasi negara
yang tidak standar.
b)
Munculnya lembaga-lembaga baru non
departemen (bersifat adhoc) yang mempunyai tugas-tugas reguler dari
lembaga-lembaga yang sudah ada, sehingga mengurangi luas kewenangannya, dan
cenderung menimbulkan saling tindih kewenangan tersebut.
c)
Akibat adanya pemaknaan yang keliru
terhadap otonomi daerah , arogansi daerah dalam bentuk munculnya berbagai
peraturan daerah yang bertentangan dengan ketentuan pusat, atau menghambat
kebijakan-kebijakan utama pemerintah pusat.
d)
Malfungsi peradilan administrasi
maupun akses-akses penyelesaian sengketa di bidang administrasi negara,
sehingga tidak mampu melindungi warga Negara.
e)
Sistem Hukum Administrasi keuangan.
Tidak/kurang mendukung progresivitas pencapaian pembangunan.
f)
Lebih menitikberatkan
kepada procedure (cara) daripada outcome (hasil) .
g)
Pengembangan Hukum administrasi
negara lebih mengedepankan sisi suspect (mencurigai) di
banding trust (kepercayaan).
h)
Hukum administrasi negara yang lebih
banyak sebagai pengaturan, dan bukan yang memotivasi peran masyarakat.[3]
B.
Penyelesaian
Administrasi Negara
Sebelum masuk terhadap
penyelesaian masalah administrasi negara, sebelumnya terdapat sanksi hukum
administrasi, menurut J.B.J.M ten Berg “sanksi merupakan inti dari penegakan
hukum administrasi. Penggunakam sanksi administrasi merupakan penerapan
kewenangan pemerintah, dimana kewenangan ini berasal dari aturan hukum
administrasi tertulis dan tidak tertulis. Menurut JJ. Oosternbrink berpendapat
“sanksi administratif adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara pemerintah
dengan warga negara dan yang dilaksanankan tanpa perantara pihak ketiga
(pengadilan). Tetapi dapat dilangsungkan oleh administrasi sendiri.
Jika sanksi administrasi dilihat dari segi sasarannya ada 3,
diantaranya yaitu:
1.
Sanksi Reparatoir artinya sanksi
yang di terapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk
mengembalikan pada kondisi semula sebelum terjadinya pelanggaran.
2.
Sanksi Punitif artinya sanksi yang
tujukan untuk memberikan hukuman pada seseorang, misalnya berupa denda
administrative.
3.
Sanksi Regresif adalah sanksi yang
diterapkan sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang terdapat
pada ketetapan yang diterbitkan.
Perbedaan sanksi administrasi dan sanksi pidana adalah jika sanksi
administrasi di tujukan pada perbuatan, sifat repatoir, prosedurnya
dilakukan secara langsung oleh pejabat tatausaha negara tanpa melalui
peradilan, sedangkan sanksi pidana ditujukan kepada si pelaku melalui proses
peradilan.
Macam-macam sanksi dalam hukum administrasi negara dalam hal
pelayanan publik berdasarkan UU No 25 Tahun 2009:
a)
Sanksi teguran tertulis
b)
Sanksi penurunan pangkat
c)
Sanksi pembebasan dari jabatan
d)
Sanksi penurunan gaji
e)
Sanksi pemberhentian dengan tidak
hormat
f)
Sanksi pembekuan izin atau misi yang
diterbitkan oleh instansi pemerintah
g)
sanksi pidana
Untuk penyelesaian masalah administrasi negara pihak terkait dapat
melakukan pengaduan kepada lembaga-lembaga penegakan hukum atau lembaga
pengawas yang mengawasi pelayanan publik, seperti ombudsman. Jika terjadi
ketidaksesuaian terhadap pelayanan aparatur pemerintah maka pihak yang merasa
keberatan dapat mengadukannya ke ombudsman berupa mendatangi langsung ke
kantornya atau dapat mengirim keluhannya melalui pos atau e-mail, maka jika
keluhan tersebut memang menyalahi aturan atau tidak sesuai maka ombudsman akan
memberikan pendapat dan rekomendasi kepada pejabat publik terkait dan hal ini
harus menjadi pertimbangan kedepannya terhadap keluhan yang di ajukan.
Selain itu terdapat juga lembaga pengawas pemerintah internal dan
lembaga pengawas pemerintah eksternal yang dapat kita datangi untuk melakukan
pengaduan jika dirasa memiliki bukti kuat dan benar merugikan salah satu pihak
ataupun negara. Untuk lembaga pengawasan eksternal seperti:
a)
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
b)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
c)
Mahkamah Agung, dan lembaga
peradilan di bawahnya.
Untuk lembaga pengawasan internal
seperti:
a)
Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP)
b)
Inspektorat Jendral Departemen
c)
Badan Pengawas Daerah (Bawasda)
d)
Dan oleh atasan langsung pejabat/badan
tatausaha negara
Dengan adanya
lemabaga-lembaga pengawas tersebut diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan
dalam pemerintahan terutama dalam hal hukum administrasi negara. Setidaknya
dengan adanya lembaga-lembaga pengawas tersebut dapat meminimalisir terjadinya
perbuatan yang merugikan terhadap masyarakat. Selain itu masyarakat juga
memiliki peran penting dalam hal pengawasan terhadap instansi-instansi
pemerintahan.
Karena pada
dasarnya pelayanan publik ini merupakan kewajiban aparatur pemerintah sebagai
abdi masyarakat, sehingga dalam pelayanan harus benar-benar sesuai dengan
Asas-asas Umum Pemerintah yang Baik (AAUPB). Selain itu setiap pelayanan publik
harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian
bagi penerima pelayanan.
Menurut
keputusan MENPAN No 63 Tahun 2004, standar pelayanan sekurang-kurangnya
meliputi: prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, biaya penyelesaian, produk
pelayanan, sarana dan prasarana, kompetensi petugas pelayanan. Dalam hal
pengaduan tidak dapat diselesaikan oleh penyelenggara pelayanan publik yang
bersangkutan dan terjadi sengketa maka keputusan MENPAN no 63 Tahun 2004
mengatur penyelesaiannya dapat dilakukan melalui jalur hukum.
Menurut kami, solusi lain untuk mengatasi masalah admisidtrasi di atas adalah, dengan cara :
1.
Memilih penegak-penegak hukum dan aparatur negara yang memang berkualitas bukan sekadar penegak hukum yang menginginkan
jabatan dan mementingkan kepentingan pribadi atau kepentingan politik. Penegak
hukum yang tegas dan tidak dapat disuap dengan uang.
2.
Sosialisasi mengenai hukum yang ada di Indonesia agar masyarakat awam lebih mengetahui
bagaimana sistem hukum di Indonesia supaya ketika suatu saat terjadi perlakuan
yang ketidaksamaan di hadapan hukum oleh siapapun maka masyarakat dapat
mengetahui bahwa hal tersebut merupakan pelanggaran administrasi.
C.
Ciri Dan
Pembangunanan Hukum Administrasi Negara Yang Diharapkan
1.
Ciri-Ciri Hukum
Administrasi Negara Yang Diharapkan
a)
Berorientasi kepada kesejahteraan
masyarakat bukan kepada kekuasaan atau kewenangan semata.
b)
Dibangun berdasar paradigma hukum
yang mengabdi kepada kepentingan masyarakat dan bukan masyarakat yang harus
mengabdi kepada hukum.
c)
Dibangun berdasarkan
kepercayaan (based on trust)
dan bukan kecurigaan (based on suspect),
serta Pemahaman hukum sebagai satu kesatuan nilai kemanfatan (utility) dan bukan sekadar norma positif
(legality).
d)
Berorientasi kepada hasil (outcome) dan bukan hanya kepada
pemenuhan prosedur.
e)
Membuka lebih besar pintu dan ruang
partisipasi masyarakat.
f)
Hukum yang mampu mendukung dinamika
administrasi negara dan kalau perlu justru menjadi motivator penggerak
pengembangan, dan bukan hukum yang menghalangi.
g)
Mampu memberikan rasa aman baik
kepada masyarakat maupun administrator.
h)
Pertanggungjawaban administratur
yang jelas.
2.
Pembangunan
Hukum Administrasi Negara
a)
Harus dimulai dari kebutuhan
masyarakat (prinsip hukum mengabdi kepada masyarakat) untuk membentuk satu
sistem hukum administrasi negara nasional
b)
Perlu keberanian untuk peninjauan
kembali dan bahkan mengklasifikasi atas segala prinsip, paradigma dan
azas-azas hukum administrasi negara, yang dirasakan sudah tidak cocok[4]
3.
Pilihan dalam Pola Administrasi Negara dan Hukum Administrasi
Negara, di dalam Menghadapi Perkembangan Negara di Masa Mendatang
a)
Pola pengembangan Administrasi
negara dan hukum administrasi negara yang lebih mengedepankan sisi normatif dan
formalitas.
b)
Pola pengembangan Administrasi
negara dan hukum administrasi negara yang lebih mengedepankan sisi
progresivitas dalam pemecahan permasalahan yang dihadapi.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dapat kita
simpulkan bahwa permasalahan yang ada di Indonesia dalam pelaksanaan hukum
administrasi, secara garis besar adalah pengaruh budaya lokal yang tidak bisa
bertransformasi langsung dengan baik terhadap konsep-konsep yang kita ambil
dari luar, oleh karena itu, kita masih membutuhkan waktu yang lama untuk
melakukan perubahan budaya ke arah yang lebih baik. Kemudian yang kedua adalah
politisasi dalam pelaksanaan hukum administrasi yang sangat kental dan pengaruh
politik ini bisa menjadi dominan, dalam menentukan kebijakan publik. Selagi
hukum administrasi belum bisa melepaskan diri dari ranah politik maka kebijakan
publik pun tidak akan pernah lepas dari kepentingan politik.
Maka
penyelesaian Administrasi Negara yang paling objektif adalah sanksi, Jika
sanksi administrasi dilihat dari segi sasarannya ada 3, diantaranya yaitu:
1.
Sanksi Reparatoir artinya sanksi
yang di terapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk
mengembalikan pada kondisi semula sebelum terjadinya pelanggaran.
2.
Sanksi Punitif artinya sanksi yang
tujukan untuk memberikan hukuman pada seseorang, misalnya berupa denda
administrative.
3.
Sanksi Regresif adalah sanksi yang
diterapkan sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang terdapat
pada ketetapan yang diterbitkan.
Untuk itu Hukum Administrasi Negara
Yang Diharapkan Berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat bukan kepada
kekuasaan atau kewenangan semata. Dibangun berdasar paradigma hukum yang
mengabdi kepada kepentingan masyarakat dan bukan masyarakat yang harus mengabdi
kepada hukum.Dibangun berdasarkan kepercayaan (based on trust) dan bukan
kecurigaan (based on suspect), serta Pemahaman hukum sebagai satu kesatuan
nilai kemanfatan (utility) dan bukan sekadar norma positif
(legality).Berorientasi kepada hasil (outcome) dan bukan hanya kepada pemenuhan
prosedur.Bersifat tidak hanya responsif tapi harus progresif. Membuka lebih
besar pintu dan ruang partisipasi masyarakat.Hukum yang mampu mendukung
dinamika administrasi negara dan kalau perlu justru menjadi motivator penggerak
pengembangan, dan bukan hukum yang menghalangi.Mampu memberikan rasa aman baik
kepada masyarakat maupun administrator .Pertanggungjawaban administratur yang
jelas.peradilan yang berwibawa.
Selain itu juga perlu adanya
Pembangunan Hukum Administrasi NegaraHarus dimulai dari kebutuhan masyarakat
(prinsip hukum mengabdi kepada masyarakat) untuk membentuk satu sistem hukum
administrasi negara nasional.Perlu keberanian untuk peninjauan
kembali dan bahkan menfalsifikasi atas segala prinsip, paradigma dan
azas-azas hukum administrasi negara, yang dirasakan sudah tidak
cocokPilihan dalam Pola Administrasi Negara dan Hukum Administrasi
Negara, di dalam Menghadapi Perkembangan Negara di Masa Mendatang. Pola
pengembangan Administrasi negara dan hukum administrasi negara yang lebih mengedepankan
sisi normatif dan formalitas. Pola pengembangan Administrasi negara dan hukum
administrasi negara yang lebih mengedepankan sisi progresivitas dalam pemecahan
permasalahan yang dihadapi.
B.
Saran
Sebagai Negara hukum sudah
sepatutnya hukum itu harus dipatuhi dan ditaati agar tercipta masyarakat tertib
Hukum, agar masyarakat yang ada didalam dapat terlindungi hukum dari hal-hal
yang meresahkan dan tidak merugikan, sebagai Negara hukum Indonesia adalah
salah satu Negara yang menjunjung hukum agar ketentraman di negara Indonesia
senantiasa terjaga dan terpelihara agar tercipta kesejahteraan dan ketentraman
dalam bermasyarakat.
Oleh karena itu sudah seharusnya
pemerintah juga turut turun langsung meninjau apakah seluruh masyarakat sudah
mendapatkan hak-nya dilindungi oleh hukum tanpa pandang bulu apa dia masyarakat
yang mampu atau,kah tidak mampu. Karena hukum itu adalah bagian dari masyarakat
juga dan masyarakatlah yang berhak dijamin atas hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Hadjon, Philipus M, dkk.
2002. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
HR, Ridwan. 2003. Hukum
Administrasi Negara : Yogyakarta
Marbun, dkk. 2002. Dimensi-Dimensi
Pemikiran Hukum Admnistrasi Negara. UII Press : Yogyakarta.
Mustafa, Bachsan. 2001. Sistem
Hukum Administrasi Negara. Citra Aditya Bakti : Bandung.
Syafi’i, Inu Kencana,
dkk. 1999. Ilmu Administrasi Publik. Rineka Cipta : Jakarta.
[1] Marbun, dkk. 2002. Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Admnistrasi
Negara. UII Press : Yogyakarta.hal:106
[2] Hadjon, Philipus M, dkk. 2002. Pengantar Hukum Administrasi
Indonesia. Gadjah Mada University
Press: Yogyakarta. Hal:118
[3] HR, Ridwan.
2003. Hukum Administrasi Negara : Yogyakarta. Hal:89
[4] Mustafa,
Bachsan. 2001. Sistem Hukum Administrasi Negara. Citra Aditya Bakti :
Bandung.hal:75
[5] Syafi’i, Inu
Kencana, dkk. 1999. Ilmu Administrasi Publik. Rineka Cipta :
Jakarta.hal:127
0 komentar:
Post a Comment