HUKUM ACARA PIDANA
(Suatu Catatan Khusus)
Oleh:
Muhammad Nuh, SH.,MH.,BE.,Adv
Pengantar
Undang-Undang
Dasar 1945 yang menjadi dasar landasan dalam membentuk pemerintah Negara Indonesia,
menjelaskan secara tegas bahwa :
“Negara
Indonesia berdasar atas hukum (rechtstaat); tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtstaat)”
Lazimnya orang
menyebut :”Indonesia adalah Negara Hukum”. Dengan penjelasan tersebut jelaslah
bahwa semenjak perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia telah mencita-citakan
terwujudnya suatu pemerintahan Negara yang menjunjung tinggi hukum dan HAM.
Hukum tidak hanya
perlu diketahui saja, tetapi wajib dilaksanakan dan ditegakkan.
Siapakah yang
wajib melaksanakan dan menegakkan hukum ?
Secara tegas
jawabnya adalah : “Segala warganegara dengan tidak ada kecualinya wajib
melaksnakan dan menegakkan hukum”. Tetapi, didalam pergaulan masyarakat tidak
jarang terjadi pelanggaran hukum. Orang secara sengaja ataupun karena
kelalaiannya melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum, merugikan pihak
lain.
Oleh sebab itu
untuk menjamin agar supaya ketentuan hukum dapat ditegakkan, diperlukan alat
Negara yang diserahi tugas dan tanggung jawab untuk menegakkan hukum. Dengan
wewenang dalam keadaan tertentu, melaksanakan agar ketentuan hukum ditaati.
Tetapi juga alat kekuasaan Negara yang diserahi wewenang untuk menegakkan hukum
itu harus bekerja secara tertib, tidak berbuat sewenang-wenang serta tetap
menunjung tinggi hak azazi warganegara.
Sering dikatakan
bahwa : “ Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan; sedangkan kekuasaan tanpa
hukum adalah kedzoliman”.
Oleh karena itu
dalam rangka melaksanakan dan menegakkan hukum agar dapat diselanggarakan dengan mantap
dibuatlah ketentuan undang-undang tersendiri untuk mengaturnya. Ketentuan
semacam itu didalam ilmu pengetahuan hukum disebut “Hukum Acara” dan hukum acara yang mengatur tentang tata cara
penegakan hukum pidana disebut “Hukum
Acara Pidana”.
Ketentuan-ketentuan
tersebut dibuat dengan tujuan untuk dapat menyelenggarakan penegakan dan
kepastian hukum, menghindakan tindakan “Eigenrichting” (main
hakim sendiri) didalam masyarakat yang bersifat sewenang-wenang.
Istilah Hukum Pidana mulai dipakai
pada zaman Jepang, dalam bahasa Belanda disebut Srafrecht.
Straf = “Pidana” artinya hukuman
Recht = “Hukum” = Ius (dalam bahasa
Romawi)
Recht dibagi lagi menjadi dua macam,
recht dalam arti objektif = hukum ; recht dalam arti subjektif = hak
Strafrecht (Hukum Pidana) dalam arti
Subjektif ialah hak negara untuk memidana (menghukum) bila larangan atau
keharusannya dilanggar (dalam bahasa Romawi disebut Ius Puniendi)
Strafrecht (Hukum Pidana) dalam arti
Objektif ialah segala larangan (Verboden) dan keharusan (Geboden) yang apabila
dilanggar diancam dengan pidana oleh undang-undang serta mengatur syarat-syarat
bila pidana itu dapat dijatuhkan. (dalam bahasa Romawi disebut Ius Poenale)
Bagaimana hubungan
antara hukum pidana dalam arti subjektif dengan hukum pidana dalam arti
objektif ?
Ialah bahwa hukum
pidana dalam arti subjektif itu hanya timbul bila telah ditentukan oleh hukum
pidana dalam arti objektif.
Jadi hak negara
untuk menghukum suatu perbuatan itu baru ada kalau telah ada
ketentuan-ketentuan tentang apa yang dilarang dan disuruh yang meliputi
perbuatan itu. Atau
Dengan kata lain
hak negara untuk memidana itu dibatasi oleh hukum pidana dalam arti objektif.
Hukum Pidana dalam
arti objektif dapat diperinci lagi menjadi :
1.Hukum Pidana
Materiil (Materielle Strafrecht) yaitu
kumpulan aturan-aturan yang mengatur tentang apa, siapa dan bagaimana
sesuatu itu dapat dipidana.
Contoh : KUHP,
KUHPM
Biasanya disebut Hukum
Pidana saja.
2.Hukum Pidana
Formil (Formale Strafrecht) yaitu kumpulan aturan-aturan yang mengatur tentang
cara bagaimana hukum pidana materiil dapat dipertahankan.
Contoh : KUHAP,
HAPMIL.
Biasanya disebut
Hukum Acara Pidana (Straftprocesrecht). Dan inilah yang merupakan mata kuliah
kita !!
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi Hukum Acara Pidana
Beberapa definisi Hukum Acara Pidana yang dikemukakan oleh para ahli. Definsi-definisi tersebut antara lain:
1. Mr. Wiryono Projodikoro
dalam bukunya Hukum Acara Pidana
di Indonesia, memberikan batasan sebagai berikut
: .
"Hukum Acara
Pidana merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang nemuat cara bagaimana
badan-badan pemerintah
yang berkuasa,
yaitu kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan harus bertindak
guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana".(Wiryono
Projodikoro, 1986 : 20)
2. R, Achmad Soemadipradja, SH. mendefinisikan bahwa yang
dimaksud dengan “Hukum Acara Pidana adalah hukum yang mempelajari peraturan yang diadakan oleh negara dalam hal
adanya persangkaan telah di langgarnya undang-undang pidana”.
3. Prof. Dr. Sudarto, SH.
mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan “Hukum Acara Pidana adalah aturan-aturan
yang memberikan petunjuk apa
yang harus dilakukan oleh aparat penegak
hokum”.
4. J. De Bosch Kemper (seorang ahli Hukum Pidana Belanda) mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan “Hukum
Acara Pidana adalah sejumlah asas-asas dan peraturan-peraturan undang-undang yang mengatur hak negara
untuk meng- hukum
bilamana undang-undang pidana dilanggar”.
5. Simons
mendefinisikan bahwa yang
dimaksud dengan “Hukum Acara Pidana adalah hukum yang mengatur cara-cara
suatu Negara dengan alat-alat
perlengkapannya mempergunakan haknya untuk
menghukum dan menjatuhkan hukuman”.
Kedua rumusan tentang
Hukum Acara Pidana yang dike-mukakan oleh J. De Bosch Kemper dan Simons tersebut
diatas oleh Van Bemmelen (seorang ahli Hukum
Pidana Belanda) dianggap kurang tepat dan
sempit.
Kurang tepat, karena hukum acara pidana tidak selalu harus
melaksanakan hukum pidana materiil, akan tetapi pada kenyataannya hukum
acara pidana itu sudah diberlakukan apabila
sudah ada dugaan bahwa hukum pidana
itu dilanggar.
Sempit, menurutnya kedua rumusan tersebut
hanya menitikberatkan pada penghukuman
(pemidanaan), sedangkan tujuan dari Hukum Acara
Pidana itu yaitu mencari dan menemukan kebenaran materiil telah di abaikan.
Contohnya bila di tepi sungai terdapat seorang yang telah meninggal
dunia, kemudian timbul dugaan dari pihak Kepolisian
bahwa meninggalnya seseorang tersebut karena pembunuhan, akan tetapi setelah
dilakukan penyelidikan ternyata sebab
meninggalnya itu bukan karena peristiwa pembunuhan, akan tetapi
akibat serangan jantung yang mendadak (kematian wajar/Natural death) (Kadim,
SH : 1992 : Tanpa halaman).
Dalam peristiwa
tersebut di atas, Hukum Acara Pidana telah
dilaksanakan, yaitu
dilakukannya
penyelidikan dan pembuatan
berita acara pemeriksaan dan lain sebaginya. Atas pertimbangan tersebut la memberikan definisi Hukum Acara Pidana yang dianggapnya sempurna.
6. Van Bemmelen (seorang ahli Hukum Pidana Belanda) men definisikan bahwa yang dimaksud dengan “Hukum
Acara Pidana adalah kumpulan ketentuan-ketentuan hukum yang me
ngatur cara bagaimana negara, bila dihadapkan suatu kejadian
yang menimbulkan syak wasangka telah terjadi suatu pelang-
garan hukum pidana, dengan perantaraan alat-alatnya mencari kebenaran, menetapkan di muka hakim suatu keputusan me-ngenai perbuatan yang didakwakan. bagaimana hakim harus memutuskan suatu hal yang telah terbukti, dan bagaimana keputusan itu harus dijalankan”.
ngatur cara bagaimana negara, bila dihadapkan suatu kejadian
yang menimbulkan syak wasangka telah terjadi suatu pelang-
garan hukum pidana, dengan perantaraan alat-alatnya mencari kebenaran, menetapkan di muka hakim suatu keputusan me-ngenai perbuatan yang didakwakan. bagaimana hakim harus memutuskan suatu hal yang telah terbukti, dan bagaimana keputusan itu harus dijalankan”.
Bila kita perhatikan definisi-definisi
tentang Hukum Acara Pidana yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli hukum tersebut di atas, antara satu dengan yang lainnya
terdapat perbedaan. hal itu diakibatkan oleh sudut pandang mereka yang berbeda.
Adapun tujuan dari. Hukum Acara Pidana adalah untuk
mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil,
yang dimaksud
dengan kebenaran materiil yaitu : "Kebenaran yang selengkap lengkapnya dari suatu perkara
dengan menerapkan ketentuan Hukum Acara Pidana secara jujur dan
tepat, dengan tujuan untuk mencari, siapa pelaku yang dapat didakwakan
melakukan suatu pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta
pemeriksaan hukum dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti
bahwa suatu tindakan pidana telah dilakukan dan apakah orang
yang didakwa itu dapat dipersalahkan".
Dari batasan yang
diberikan oleh para sarjana tersebut diatas diantaranya Mr, Wiryono
Projodikoro dan tentang arti "tujuan hukum
Acara Pidana" akan terlihat dua kepentingan yang terkait
satu sama lain yaitu :
1.
Kepentingan Masyarakat
2. Kepentingan
pihak tersangka/terdakwa '
Yang dimaksudkan dengan "Kepentingan Masyarakat". yaitu bahwa setiap
anggota masyarakat yang melakukan tindak pidana (melakukan
kejahatan/pelanggaran) harus diberi hukuman yang setimpal
agar dalam masyarakat
akan tercipta keamanan, ketertiban dan kedamaian. .
Dan kepentingan tersangka/terdakwa sebagai pihak yang
dituduh melakukan tindak pidana
harus diperlakukan secara adil sedemikian rupa, sehingga jangan sampai
seorang yang tidak bersalah mendapat
tindakan
sewenang-wenang dari pihak penguasa atau masyarakat
sendiri sehingga nantinya hukuman yang diterimanya tidak seimbang dengan kesalahannya.
B. Sistem
Pemeriksaan Perkara Pidana',
Proses penyelesaian suatu perkara pidana, dilakukan dalam dua
proses pemeriksaan.
1. Proses Pemeriksaan Pendahuluan ::
2. Proses Pemeriksaan Lanjutan
Proses Pemeriksaan Pendahuluan yaitu pemeriksaan
kepada tersangka pada
tingkat kepolisian
dan dilanjutkan ke tingkat kejaksaan.
Proses
Pemeriksaan Lanjutan yaitu pemeriksaan kepada terdakwa
ditingkat pengadilan.
Bagaimana
sistem yang dianut KUHAP. ? .
Dalam Pasal 52 KUHAP. berbunyi sbb :
Dalam Pasal 52 KUHAP. berbunyi sbb :
"Dalam
pemeriksaan tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan
keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim" .
Pasal
53 ayat (1)
KUHAP. berbunyi sbb :
"Dalam
pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tertersangka
atau terdakwa berhak
untuk setiap waktu untuk mendapat bantuan juru Bahasa sebagaimana dimaksud dalam
pasal 77.
dari kedua pasal tersebut
dapat ditarik
kesimpulan bahwa KUHAP. dalam
sistem pemeriksaan terhadap "tersangka/terdakwa" mulai tingkat kepolisian
sampai ketingkat pengadilan
menganut
sistem
"Accusatoir".
Dalam ketentuan
Pasal 54 KUHAP, disebutkan bahwa tersangka yang di duga melakukan tindak
pidana (kejahatan) sejak ditingkat kepolisian
dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidikf tersangka sudah boleh didampingi
oleh penasehat hukumnya Pasal 54 KUHAP.
Berbunyi. :
"Guna kepentingan pembelaan,
tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan-hukum dari seorang
atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan
nenurut
tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini”.
Jadi sistim Accusatoir sebagaimana tercermin dalam Pasal
52 KUHAP. berdasarkan Falsafah Pancasila,
dimana terhadap tersangka yang
diduga melakukan tindak pidana, harus diperlakukan dengan layak dan patut.Lebih-lebih kalau
dihubungkan dengan adanya lembaga yang disebut Praperadilan yang
diatur dalam Pasal 77 sampai dengan
Pasal 83 KUHAP.
Pasal 77 KUHAP. berbunyi sbb. :
"Pengadilan
Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutuskan
, sesuai dengan ketentuan yang diatur daian Undang-Undang ini tentang :
a.Sah atau
tidaknya penangkapan, penahanan penghentian, penyidikan atau penghentian
penuntutan ;
b.Ganti
kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Pasal
79 KUHAP. berbunyi sbb. :
"Permintaan
pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh
tersangka, keluarganya atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan
menyebutkan alasannya”
Jadi dari pasal-pasal diatas
jelas dan tegas tersangka yang diduga melakukan kejahatan ia diperiksa sebagai
"subyek", bukan sebagaimana dianut dalam sistim Inquisatoir.
dimana
terhadap tersangka oleh sipemeriksa dianggap sebagai "Objek"
atau bulan-bulanan dari pemeriksa, dengan cara semena-mena tersangka dipaksa untuk
mengaku bersalah telah melakukan tindak pidana,
C. Sumber Hukum Acara Pidana
1. UUD 1945, Pasal 24 ayat (1), Pasal 25;
Pasal II Aturan Peralihan
2. KUHAP UU No.8 Tahun 1981, LN
1981 Nomor 76.
3.
PP Nomor 27 Tahun
1983 ttg
pelaksanaan KUHAP
4. Undang-Undang
Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU No.14
Tahun 1970 Jo UU No.39 Tahun 1999 Jo UU No.4 Tahun
2004 Jo UU No.48 Tahun 2009
5. Undang-Undang No.14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung Jo UU No. 5 Tahun 2004 Jo UU No. 3 Tahun 2009
6. Yurisprudensi
(Keputusan-keputusan Mahkamah Agung RI)
7.
Pendapat para ahli hukum (Doktrin)
Pada
mulanya sumber Hukum Acara Pidana diatur dalam H.I.R (Herziene Inlandsh Reglement), setelah dikeluarkannya Undang - Undang No. 8 Tahun 1981 yang
berlaku sejak tanggal 31 Desember 1981, maka ketentuan-ketentuan mengenai Hukum Acara Pidana
sebagaimana yang diatur dalam H.I.R. (Herziene Inlandsch Reglement) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi karena
sudah tidak sesuai dengan cita-cita hukum nasional.
D. Tujuan Hukum Acara Pidana
KUHAP.
tujuannya mengutamakan memberi
perlindungan kepada hak asasi
manusia dalam keseimbangannya dengan
kepentingan umum, didalam KUHAP. ini terdapat perbedaan yang fundamental
dengan HIR, terutama mengenai perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia.
Perbedaan
tersebut dapat dilihat dengan diaturnya hal-hal sebagai
berikut :
1.
Hak-hak tersangka / terdakwa,
2. Bantuan
Hukum ada pada semua tingkatan pemeriksaan,
3.
Dasar hukum penangkapan / penahanan
dan pembatasan jangka
waktu.
4.
Ganti
kerugian dan rehabilitasi
5. Penggabungan
perkara perdata pada perkara pidana dalam hal ganti
rugi
6.
Upaya Hukum
7. Koneksitas.
8. Pengawasan
pelaksanaan putusan pengadilan.
E. Asas-Asas atau Prinsip-Prinsip Hukum Acara
Pidana
1.
Perlakuan
yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum (equality before the law) Lihat Ps.50 s/d 68 KUHAP
2.
Asas Praduga Tak
Bersalah (Presumption of Innocent) lihat Ps. 66 KUHAP
3.
Penangkapan (Ps 16 s/d 19 KUHAP) , penahanan (Ps 20 s/d 31 KUHAP), penggeledahan (Ps 32 s/d 37
KUHAP), dan penyitaan
(Ps
38 s/d 46 KUHAP) dilakukan berdasarkan
perintah tertulis pejabat yang berwenang.
4.
Asas
Ganti Kerugian dan Rehabilitasi.(Ps 95 s/d 101 KUHAP)
5.
Asas
Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan.(Ps
50 KUHAP)
6.
Tersangka
/ Terdakwa berhak mendapat bantuan hukum.(Ps 69 s/d 74
KUHAP)
7.
Tersangka / Terdakwa
sejak ditangkap wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwakan
juga wajib diberitahu haknya termasuk
untuk menghubungi dan minta bantuan penasihat hukum (Ps 51 KUHAP)
8.
Pengadilan
memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa.(Ps
154, 155 KUHAP)
9.
Sidang pemeriksaan
pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam
undang-undang.
10. Pengawasan
pelaksanaan putusan pengadilan
dilakukan oleh ketua pengadilan
negeri yang bersangkuatan (Ps 277-286 KUHAP)
F. ILMU-ILMU
PENGETAHUAN PEMBANTU HUKUM ACARA
PIDANA
1. Logika.
Berfikir secara logika artinya berfikir dengan akal budi yang sehat berdasarkan atas hubungan beberapa
fakta dan keterangan, dengan kata lain berfikir secara logika adalah berfikir secara rasional. Peranan logika sangat
penting, yaitu untuk membentuk
konstruksi pemikiran yang logis dan hubungan
antar fakta-fakta dan keterangan-keterangan dalam rangka menyusun
penyelidikan/penyidikan dan pembuktian. Secara sederhana dapat digambarkan bahwa peranan logika dalam Ilmu Hukum Pidana terdiri dari
tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Tahapan orientasi, bila ada persangkaan telah terjadi tindak pidana, maka
tahapan pertama yang dilakukan penyidik ialah orientasi. yaitu penyidik bertindak untuk mencari dan
mengumpulkan bukti-bukti yang selengkap-lengkapnya dan meninjau kenyataan-kenyataan di tempat kejadian Perkara (TKP), misalnya dalam hal
terjadinya penganiayaan atau pembunuhan maka ia akan mencari bekas-bekas tanda penganiayaan atau
pembunuhan itu.
b.Tahap hipotesa, setelah mengumpulkan bukti-bukti
tersebut, selanjutnya menyusun hipotesa apakah peris-
tiwa itu merupakan penganiayaan atau pembunuhan atau
peristiwa lainnya.
tersebut, selanjutnya menyusun hipotesa apakah peris-
tiwa itu merupakan penganiayaan atau pembunuhan atau
peristiwa lainnya.
c.Tahap verifikasi, yaitu merupakan tahapan berupa pen-
cocokan bukti-bukti dengan keterangan-keterangan itu
satu sama lain, berdasarkan verifikasi itu, maka akan
menarik hipotesa kemudian akan membentuk pemikiran
yang logis.
cocokan bukti-bukti dengan keterangan-keterangan itu
satu sama lain, berdasarkan verifikasi itu, maka akan
menarik hipotesa kemudian akan membentuk pemikiran
yang logis.
2. Psikologi.
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari
jiwa manusia dalam hubungannya dengan
lingkungan yang oleh karenanya akan membentuk tingkah laku. Peranan psikologi sangat diharapkan dalam ilmu pengetahuan hukum acara
pidana terutama psikologi kriminal.
Dalam kaitan ini psikologi kriminal akan
mempelajari dan
menyelidiki secara ilmiah fakta-fakta yang berperan terhadap terjadinya perbuatan jahat dan juga
sangat membantu dalam hal
mengungkapkan karier kejahatan seseorang.
3.Psikiatri
Psikiatri adalah cabang dari
Ilmu kedokteran yang mempelajari segala aspek mental manusia, baik dalam keadaan sehat maupun dalam keadaan sakit. Peranannya dalam Ilmu Pengetahuan Hukum
Acara Pidana adalah untuk menentukan pertanggung jawaban pelaku tindak pidana yang
berkaitannya dengan pasal
44 KUHP. Untuk menentukan apakah
seseorang pada saat melakukan tindak pidana ia dalam keadaan sehat jiwanya
atau sebaliknya, maka diperlukan seorang ahli psikiater. Hasil penelitiannya disebut Visum
Psikiatrum sedangkan Hasil
penelitian dari kedokteran kehakiman disebut Visum et Repertum.
4.Kriminologi
Istilah kriminologi pertama kali dipergunakan oleh Topinard
seorang ahli antropologi kebangsaan Perancis Kriminologi menurut bahasa berasal dari kata "Crimen" yaitu kejahatan, dan "Logos" yang berarti Ilmu
Pengetahuan
Menurut istilah bahwa yang
dimaksud dengan kriminologi
adalah suatu
kesatuan pengetahuan ilmiah mengenai kejahatan yang bertujuan memperoleh suatu
pengertian dan tujuan mengenai kejahatan dengan metode ilmiah dalam mempelajari
dan menganalisa keteratutan, keseragaman, pola-pola dan fakta-fakta kausal yang
berhubungan dengan kejahatan si pelanggar hukum dan reaksi masyarakat terhadap
keduanya.
manfaatnya yang berhubungan dengan penanggulangan kejahatan
baik secara prefentif, maupun represif.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa peranan Kriminologi bagi Hukum Acara Pidana sangat penting dalam mempertimbangan
mengapa se-seorang
itu melakukan tindak pidana atau apa yang melatar belakangi seseorang itu melakukan
tindak pidana yang akan
berpengaruh sekali dalam hal hakim menjatuhkan putusan pidana.
5. Kriminalistik
Kriminalistik merupakan penggabungan dari
ilmu Ke-dokteran forensik istilah forensik itu sendiri berasal dari kata "Forum" dan "science" sehingga
forensik merupakan Ilmu untuk dibawa ke Pengadilan), Authopsi (Ilmu
bedah mayat, dan dengan ilmu ini kemudian berkembang menjadi kedokteran forensik), Kimia forensik (kimia), Odon
Thologie Forensik (Ilmu ttg Gigi), dan Serocologie Forensik (ilmu darah
istilah kriminalistik di atas menunjukan sifat kejahatan yang dalam bahasa asingnya disebut "Kriminele
Antropologie"(Letkol. H.
Sumarta,SH.S.Sos : 1994 : 8).
Menurut penggunaannya dalam
hubungannya dengan kejahatan,
Kriminalistik diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah
tehnik, yang dalamnya
tercakup cara-cara kejahatan itu dilakukan, dan penyelidikan dalam ilmu pengetahuan alam mengenai segala sesuatu yang dapat menjadi bukti tentang sesuatu
tindak kejahatan (Kadim, SH : 1992 : tanpa halaman).
Peranan kriminalistik sangat erat kaitannya dengan upaya pencarian sebab-sebab luka pada korban
kejahatan yang menyebabkan kematian.
Dalam lalu lintas moneter, Kriminalistik akan sangat membantu dalam hal membuktikan tentang adanya pemalsuan uang. Di samping itu, Kriminalistik
juga berperan dalam sidik jari dan menyelidiki
peluru yang digunakan
sebagai alat kejahatan.
Kriminalistik terbagi dalam beberapa
cabang ilmu pengetahuan yaitu :
-Ilmu pengetahuan tentang tulis menulis (Schriftkunde)
-Ilmu pengetahuan tentang racun (Toxicology/Verhiptenleer)
-Ilmu pengetahuan tentang
sidik jari (Dactyloscopie)
-Ilmu
pengetahuan tentang luka-luka (Leer van de steep snijan schotwondeen)
-Ilmu
pengetahuan tentang narkotika yang meliputi : Marihuana/ganja ; Heroin ;
Shabu-shabu; LSD (Lycengic Acid Dyctilamida) ; Ampbetamin ; Barbiturat,
photografi, kimia, Mata uang dll.
Otopsi
= bedah mayat
Misalnya
:
Kasus
pembunuhan bayi ; untuk menentukan apakah bayi yang dibunuh itu hidup atau
tidak sebelum dibunuh/mati., maka harus dilakukan pemeriksan Thorax, Pulmo,
Gaster dan Duodenum.
Pemeriksaan
Thorax untuk mengetahui apakah dada
si bayi sudah mengembang atau belum, bila mengembang berarti sudah bernafas.
Pemeriksaan
Pulmo untuk mengetahui apakah
paru-paru si bayi telah berisi oksigen atau belum, kalau berisi oxygen warnanya
merah muda. Tes paru-paru bisa juga dengan : Tes Apung Paru (Docimacia Pulmonum Hydrostatica) ;
paru-paru seperti sarang tawon, billla warnanya kehitam-hitaman berarti bayi
telah mati dahulu.
Paru-paru diambil/diiris kira-kira satu cm kemudian diapungkan dalam
air.
Ahli
balistik = ahli peluru
6. Hukum Pidana yakni hukum pidana
itu sendiri sebagaimana dikatakan Hukum Acara Pidana adalah melaksanakan Hukum
Pidana.
7. Penologi yaitu ilmu pengetahuan
tentang pemidanaan, jenis ancaman pidana dan penetapan berat ringannya pidana
yang akan dijatuhkan dan penologi berguna juga untuk pembinaan narapidana
BAB II
CARA
MENGAJUKAN PERKARA PIDANA
A. Diketahui Terjadinya Tindak Pidana (Delik)
Ada 4 kemungkinan terjadinya tindak
pidana, yaitu :
1. kedapatan
tertangkap tangan (Ps 1 butir 19 KUHAP)
2. karena
laporan (Ps 1 butir 24 KUHAP)
3. karena
pengaduan (Ps 1 butir 25 KUHAP)
4. diketahui
sendiri atau pemberitahuan atau cara lain sehingga penyidik me-ngetahui
terjadinya delik, seperti baca surat kabar, dengar radio dll.
B. Pihak-Pihak dalam Hukum Acara Pidana
1. Tersangka atau Terdakwa
Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau
keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak
pidana (Ps 1 butir 14 KUHAP)
Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa,
dan diadili di sidang pengadilan (Ps 1 butir 15 KUHAP).
2. Penyelidik dan Penyidik
Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang
diberi wewenang oleh UU untuk melakukan penyelidkan (Ps 1 butir 4) . Penyelidik adalah setiap pejabat polisi
negara RI (Pasal 4 KUHAP).
Wewenang
Penyelidik
Pasal 5 ayat
(1) KUHAP mengatakan , Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Ps 4, karena kewajibannya mempunyai wewenang :
1. menerima laporan atau pengaduan dari
seorang tentang adanya tindak pidana.
2. mencari keterangan dan barang bukti
3. menyuruh berhenti seorang yang dicurigai
dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; serta,
4. mengadakan tindakan lain menurut hukum
yang bertanggung jawab.
Penyidik
Adalah
pejabat polisi negara RI atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh UU untuk melakukan penyidikan (Ps 1 butir 1 KUHAP).
Pejabat yang
diberi wewenang penyidik oleh perundang-undangan al :
-Pejabat
imigrasi
-Bea cukai
-Dinas kesehatan
Menurut Pasal 6 ayat (1) KUHAP
Penyidik adalah pejabat polisi negara RI, pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh UU.
Dalam PP No.27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP , pada pasal
2 ditetapkan kepangkatan pejabat polisi menjadi penyidik, yaitu
sekurang-kurangnya Pembantu Letnan Dua Polisi, sedangkan bagi pegawai negeri
sipil yang dibebani wewenang penyidikan ialah yang berpangkat
sekurang-kurangnya Pengatur Muda Tingkat I (Golongan II b) atau yang disamakan
dengan itu.
Wewenang
Penyidik POLRI
a. menerima laporan atau pengaduan
b. melakukan tindakan pertama pada saat
pertama di tempat kejadian
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan
memeriksa tanda pengenal diri tersangka
d. melakukan
penangkapan,penahanan,penggeledahan dan penyitaan.
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
f. mengambil sidik jari dan memotret
sesorang
g. memanggil orang untuk didengar dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan
dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.
i. mengadakan penghentian penyidikan
j. mengadakan tindakan lain menurut hukum
yang bertanggung jawab (Pasal 7 ayat (1) KUHAP).
Wewenang
Penyidik PNS tertentu
Wewenang PNS
berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik POLRI (Pasal 7 ayat 2 KUHAP).
Dalam Pasal 8 KUHAP (1) , penyidik membuat berita acara
untuk setiap tindakan (Pasal 75 KUHAP) :
a. pemeriksaan tersangka
b. penangkapan
c. penahanan
d. penggeledahan
e. pemasukan rumah
f. penyitaan benda
g. pemeriksaan surat
h. pemeriksaan saksi
i. pemeriksaan ditempat kejadian
j. pelaksanaan penetapan dan putusan
pengadilan
k. pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan
ketentuan UU.
3. Penuntut umum / Jaksa
Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk
bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 1 butir 6a KUHAP).
Penuntut
Umum adalah
yang diberi wewenang oleh UU untuk melakukan penunutan dan melaksanakan penetapan hakim (Pasal 1 butir 6 b KUHAP).
Wewenang Penuntut Umum (Bab IV KUHAP Pasal 14), yaitu :
1. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik
atau penyidik pembantu.
2. mengadakan prapenuntutan
3. melakukan penahanan
4. membuat surat dakwaan
5. melimpahkan perkara kepengadilan
6. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa
tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yg disertai surat
panggilan,termasuk kepada saksi.
7. melakukan penuntutan
8. menutup perkara demi kepentingan umum
9. mengadakan tindakan lain dalam lingkup
tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut UU.
10. melaksanakan penetapan hakim.
4. Penasihat
hukum dan Bantuan Hukum
Fungsinya
sebagai pendamping tersangka atau terdakwa dalam pemeriksaan.
1. Arti Bantuan Hukum
-Ps
1 btr 9 UU No.18/2003
BANKUM : Jasa hukum o/ Adv, scr cuma-cuma
utk klien tdk mampu.
-Ps 1 btr 2 UU
No.18/2003
JASA HUKUM: Jasa o/ Adv berupa :
-bankum
-lan kuasa
-kil, ping, bela
KSMPLN:
BANKUM adlh
Bantuan o/ adv u/ :
a .Memberi
HAT KUM
b.Sbg ping or
kuasa krn ada perslishn baik
di dlm / di luar Pgdln
c. Sbg ping dan pembela dlm pkr pidana
Di Barat, BANKUM
adlh :
- LEGAL AID :
Pemberian jasa di bid
hk kpd
Org yg terlbt dlm kasus/pkr
-
dengan Cuma-Cuma
-
khusus utk org yg
tdk mampu.
- LEGAL ASSISTANCE :
:
Lebih
luas dr Legal aid
utk org yg tdk
mampu + org mampu.
- LEGAL SERVICE : (Indonesia = Yan Kum)
:
- utk org miskin + mampu,
Tapi dg cr damai.
2.Siapa Yang
Berhak Memberikan Bankum
1. Zaman Kolonial
Ps.185 – 192 RO, Stbld 1848 No.57
Advokat/ Pengacara adlh :
a. yg menjlnkan
pek membri bankum baik diluar maupun
dimk pgdln sbg mt pencaharian
b. ia diangkat dan
diberhntkn o/ Men Keh
c. sblm mlkkn tgs
adv/peng hrs mengangkat sumpah dl dhdpn Ket PN/PT
2. Zaman Kemerdekaan
SK Men Keh
No.JP.14/2/11, tgl 7 Okt 1965 Jo Kep
Men Keh No.1 Th 1965 yg mengatur ttg Pokrol
POKROL adlh
seseorg yg bkn sarjana hukum:
a. yg mnjlnkn pek
membr bankum dimk pgdln sbg mata pecaharian.
b. Ia hrs lls
ujian o/ PN stmpt yg meliputi Hk.Pid, Hk. Pdt; Hk Acr Pid dan Hk Acr Pdt.
c. Terdaftar di PN
stmpt.
3. Stlh keluar UU
No.18 Th 2003 ttg Advokat semua ketentuan tsb dinyatakan tdk berlaku lg (vide
Ps 35 UU No.18/2003)
a.Mnrt Ps 1 ayat (1) UUNo.18/2003
ADVOKAT adlh org yg berprofesi memberi
jasa hukum di dlm maupun di luar pgdln yg memenhi persyrtn berdskn ketentuan
UU.
b.Dalam Ps 1 btr 13 UU No.8 Th 1981 Ttg KUHAP :
PENASIHAT
HUKUM adlh seorg yg mmnhi syrt yg dittntkn o/ atau berds UU untk membri
bankum.
Dan ketntuan ttg bankum diatr dlm Ps 69 – 74
KUHAP
c.Dalam Ps 56
dan 57 UU No. 48 Th 2009.
Ps.56
ayat (1) : “Setiap org yg tskt pkr berhak memperoleh bankum.
Ayat(2):“Negara mennggng biaya pkr
bagi pencari keadilan yg tdk mampu’.
Ps 57 ayat (1) :
“Pada setiap PN dbntk pos bakum kpd pencr kadln yg tdk mampu.
KESIMPULAN:
Yg dpt memberikan bankum adlh ADVOKAT yg telh memnuhi
persyratn ketntuan UU.
A.
LEMBAGA-LEMBAGA/ BIRO- BIRO BANTUAN
HUKUM
Disamping
Advokat yg dpt membrkn bankum, dewasa ini banyak tumbuh lembga-lmbg/biro-biro
bankum yg lbih menitk brtkan baktinya pd masy yg memerlkn bankun tanpa pamrih
(tanpa mengharapkan imbalan jasa).
Peraturan yg
mengtr ttg lmbg-lmbg/br-br bankum inipun blm ada dan yg menjd dasar adanya
lmbg-lmbg/br-br bankum tsb adalh akte-akte pendiriannya yg dibuat didpn ntrs
sbgi suatu lembaga ataupun surat kptsan dr instansi ttt.
Smpi sejauh mana
bakti mrk thp masy, tgtg pd pengertian dan pengabdian pr anggotanya.
Lembaga Bantuan
Hukum/LBH ini tdr dr dua kelompok :
1. LBH SWASTA
Inilah yg telah muncul dan berkembang
belakangan ini spt : LBHRI ;LBH TRISULA ; LBH KOSGORO ; LBH MKGR ; LBH WARGA
JAYA ; Bina Bantuan Hukum PWI/Sekssi Pembelaan dll.
Anggotanya
pd umumnya tdr dr kelompok yg bergrk dlm profesi hukum sbgi Advokat.
Konsep dan programnya jauh lebih luas
dari sekedar memberi bankum secara formal didpn pgdln thdp rakyat kecil yg
miskin dan buta hukum. Konsep dan programnya meliputi dan ditujukan :
- menitik beratkan bankum dan
hatkum thdp lapisan masy kecil dan tdk
berpunya.
- memberi hatkum diluar pgdln thdp
buruh, tani, nelayan dan PNS yg merasa haknya diperkosa
-mendampingi
dan memberi bankum secr langsung di sidang pgdln baik pkr pdt maupun pidana.
- dlsbnya
2. LBH yang bernaung pada Perguruan Tinggi
LBH yang bernaung pd Perguruan Tinggi
inipun hampir sama konsep dan programnya dgn LBH Swasta, tetapi mnrt pengamatan
pd umumnya LBH yang bernaung pd Perguruan Tinggi kurang populer, disebabkan
factor-faktor tugas rangkap, kurangnya SDM. dll
BAB III
TINDAKAN
YANG MENDAHULUI PEMERIKSAAN DIMUKA PENGADILAN
A. Pada Tingkat Penyelidik / Penyidik
(Kepolisian)
1. Penyelidikan
adalah
serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa
yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur dalam UU (Ps 1 butir 5 KUHAP).
Tata Cara
Penyelidikan
a. Penyelidik dalam melakukan penyelidikan
wajib menunjukan tanda pengenalnya. Terhadap tindakan penyelidikan, penyelidik
wajib membuat berita acara dan melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum. (Ps 102 ayat 1,2,3 KUHAP).
b. Penyelidik dikoordinasi, diawasi dan diberi petunjuk
oleh penyidik. (Ps 106 KUHAP).
2. Penyidikan
a. Pengertian Penyidikan adalah
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU
untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya (Ps 1 butir 2 KUHAP).
b. Tata Cara Penyidikan
1. Penyidikan
dilakukan segera setelah laporan atau pengaduan adanya tindak pidana.
2. Penyidikan
oleh penyidik pegawai negeri sipil diberi
petunjuk oleh penyidik Polri.
c. Penghentian Penyidikan
Dalam hal
penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak
pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum. Dalam hal
penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti , maka
penyidik memberitahukan kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya. Dalam
hal penghentian tersebut dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil tertentu,
pemberitahuan mengenai hal tersebut disampaikan kepada penyidik dan penuntut
umum (Ps 109
(1) sd (3) KUHAP ).
d. Keberatan Penghentian Penyidikan
Ps 80 KUHAP berbunyi : permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya
suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau
penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan
negeri dengan menyebutkan alasannya.
e. Prapenuntutan
bila penyidik
telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas
perkara kepada penuntut umum. Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil
penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib melakukan penyidikan tambahan
sesuai petunjuk penuntut umum. Penyidikan dianggap selesai apabila dalam waktu
14 hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum
batas waktu tersebut ada pemberitahuan dari penuntut umum kepada penyidik (Ps 110 (1) sd.(4) KUHAP).
f. Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan Tersangka
dalam Penyidikan
Ps 116 sd Ps 121 KUHAP mengatur hal tersebut sbb :
1. keterangan saksi dan tersangka tidak disumpah
(Ps 116 ayat (1) dan (2) KUHAP)
2. tersangka dapat meminta saksi yang
menguntungkan (Ps (1) s/d (4) KUHAP)
3. keterangan diberikan tanpa tekanan
(Ps 117 ayat (1) dan (2) KUHAP)
4. keterangan dicatat dalam berita acara dan
ditandatangani (Ps 118 ayat (1) dan (2)_ KUHAP)
5. pemeriksaan dapat dilakukan diluar daerah
hukum penyidik (Ps 119 KUHAP)
g. Pemeriksaan Ahli
ada 2 cara yang
ditentukan oleh KUHAP :
1. keterangan secara lisan atau langsung
dihadapan penyidik yang diatur dalam Ps 120 KUHAP.
2. keterangan tertulis yang diatur dalam Ps 133 KUHAP
h. Bedah Mayat
dalam hal
diperlukan untuk pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik
wajib memberi tahu dahulu kepada keluarga korban.
( Ps 133 dan Ps 134 KUHAP)
i. Penggalian Mayat
penyidik untuk
kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat, dilaksanakan sesuai Ps 133 ayat (2) dan Ps 134 ayat (2) dan Ps 135 KUHAP.
3. Penangkapan
a. Pengertian penangkapan adalah suatu
tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau
terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau
penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam UU
ini (Ps 1
butir 20 KUHAP).
b. alasan penangkapan, dilakukan terhadap
seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan
yang cukup (Ps 17 KUHAP).
c. cara penangkapan
dilakukan oleh
petugas kepolisian negara RI dengan surat tugas.
d. batas waktu penangkapan
paling lama satu hari (Ps 19 ayat (1) .
e. larangan penangkapan atas pelanggaran
terhadap
tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan, kecuali dalam hal ia
telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu
tanpa alasan yang sah (Pasal 19 ayat (2) KUHAP).
4. Penahanan
a. Pengertian, Penahanan adalah penempatan
tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau
hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam UU
ini (Ps 1
butir 21 KUHAP).
b. Tujuan Penahanan
berdasarkan Ps 20 KUHAP, penahanan yang dilakukan oleh penyidik ,
penuntut umum, dan hakim bertujuan untuk:
1. kepentingan penyidikan
2. kepentingan penuntutan
3. kepentingan pemeriksaan hakim disidang
pengadilan.
c. Dasar Penahanan
1. dasar keadaan atau keperluan
(Ps 21 ayat (1) KUHAP)
2. dasar yuridis
d. Tata Cara Penahanan
dilakukan dengan
surat perintah penahanan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap
tersangka atau terdakwa.
Tembusan surat
perintah penahanan diberikan kepada keluarganya.(Ps
21 ayat (2) dan (3) KUHAP )
e. Jenis Penahanan
dapat berupa :
(1) penahanan rumah tahanan negara (2) penahanan rumah (3) penahanan kota.
f. Pengurangan dan Pengalihan Penahanan
masa penangkapan
dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Untuk penahanan
kota, pengurangan tersebut seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan,
sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah lamanya waktu penahanan (Ps 22 ayat (4) dan (5) KUHAP).
g. Batas Waktu Maksimum Penahanan
1. Polisi / Penyidik
Ps 20, hanya berlaku paling lama 20 hari, dan dapat
diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang paling lama 40 hari.
2. Penuntut
Umum
Ps 20 paling lama 20 hari , dapat diperpanjang oleh ketua
pengadilan negeri 30 hari.
3. Hakim
Pengadilan Negeri
30 hari, dan
dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri 60 hari.
h. Ganti Rugi atas Penahanan yang tidak Sah
tersangka atau
terdakwa berhak minta ganti kerugian sesuai dg ketentuan yg dimaksud dalam Ps 95 dan Ps 96 (Ps 30 KUHAP).
i. Penangguhan Penahanan
atas permintaan
tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim , sesuai dengan
kewenangan masing-masing dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau
tanpa jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.
j. Syarat atau Kewajiban Penangguhan
Penahanan
Ps 31 KUHAP berbunyi : yang dimaksud dengan syarat yang
ditentukan ialah wajib lapor, tidak keluar rumah atau kota.
5. Penggeledahan
a. pengertian, menurut M.Yahya Harahap,
penggeledahan adalah adanya seorang atau beberapa orang petugas mendatangi dan
menyuruh berdiri seseorang. Lantas petugas tadi memeriksa segala sudut rumah
ataupun memeriksa sekujur tubuh orang
yang digeledah.
(Ps 1 butir 17 dan 18 KUHAP)
b. Pejabat yang Berwenang Melakukan
Penggeledahan
untuk
kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau
penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tatacara yang ditentukan
dalam UU ini (Ps 32 KUHAP).
c. Tata Cara Penggeledahan Rumah
1. Penggeledahan Biasa
a. penggeledahan oleh penyidik berdasarkan
surat ijin ketua pengadilan negeri.
b. penggeledahan disaksikan dua orang saksi
c. disaksikan kepala desa atau ketua
lingkungan dengan dua orang saksi jika tersangka menolak.
d. dalam waktu 2 hari dibuat berita acara
e. jika bukan penyidik, maka selain surat
ijin ketua pengadilan negeri juga surat perintah tertulis penyidik.
f. penyidik terlebih dahulu menunjukan tanda
pengenal.
g. penyidik membuat berita acara.
2. Penggeledahan dalam Keadaan Mendesak
a. penggeledahan dilakukan tanpa ijin ketua
pengadilan negeri.
b. terhadap surat, buku, dan tulisan tidak
diperkenankan digeledah kecuali berkaitan dengan tindak pidana tersebut.
d. Larangan Memasuki Tempat Tertentu
kecuali dalam
hal tertangkap tangan , penyidik tidak diperkenankan memasuki ruang sidang
MPR,DPR,tempat keagamaan (Ps 35 KUHAP).
e. Penggeledahan diluar Daerah Hukum
Penyidik
dalam Ps 33 KUHAP penggeledahan tersebut harus diketahui oleh ketua
pengadilan negeri dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum dimana
penggeledahan itu dilakukan (Ps 36 KUHAP).
f. Tata Cara Penggeledahan Badan
1. penggeledahan badan meliputi pakaian dan
rongga badan (Ps 37 KUHAP)
2. penggeledahan terhadap wanita dilakukan
oleh pejabat wanita (penjelasan Ps 37).
6. Penyitaan
a. Pengertian, penyitaan adalah serangkaian
tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah
penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud
untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan (Ps 1 butir 16 KUHAP).
b. Tujuan Penyitaan, adalah untuk kepentingan
pembuktian , terutama ditujukan sebagai barang bukti dimuka sidang pengadilan.
c Tata Cara Penyitaan
1. berdasarkan surat ijin ketua pengadilan
negeri kecuali tertangkap tangan hanya atas benda bergerak. (Ps 38 KUHAP).
2. penyitaan oleh penyidik terlebih dahulu
menunjukan tanda pengenal (Ps 128 KUHAP).
3. penyitaan disaksikan oleh kepala desa atau
kepala lingkungan dan dua orang saksi (Ps 129 ayat (1)).
4. penyidik membuat berita acara yang
dibacakan, ditandatangani serta salinannya disampaikan kepada atasan penyidik,
orang yang disita , keluarganya dan kepala desa. (Ps 129 ayat 2,3 dan 4 KUHAP).
5. benda sitaan dibungkus, dirawat, dijaga,
serta dilak dan cap jabatan. (Ps 130 KUHAP (1) ).
d. Penyitaan Tidak Langsung
diatur dalam Ps 42 ayat (1) dan (2) KUHAP
e. Penyitaan Surat atau Tulisan Lain diatur
dalam Ps 43
KUHAP
f. Benda yang dapat disita
diatur dalam Ps 39 KUHAP
g. Penyitaan Benda Sitaan
diatur dalam Ps 44 KUHAP
h. Syarat dan Tata Cara Penjualan Lelang
Benda Sitaan
diatur Ps 45 KUHAP
i. Pengembalian Benda Sitaan
diatur Ps 46 ayat (1) dan
(2) KUHAP
j. Penyitaan di luar Daerah Penyidik
diatur dalam Ps 36 KUHAP, Ps 284 KUHAP
7. Pemeriksaan
Surat
Ps 41,47,48,49 serta pasal 131 dan 132 KUHAP
B. Pada Tingkat Penuntut Umum
Ps 14 KUHAP, penuntut umum mempunyai wewenang sbb :
1. menerima dan memeriksa berkas perkara
penyidikan dari penyidik
2. mengadakan prapenuntutan apabila ada
kekurangan pada penyidik
3. memberikan penahanan, perpanjangan
penahanan, dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh
peinyidik.
4. membuat surat dakwaan
5. melimpahkan perkara kepengadilan
6. panggilan terhadap pihak-pihak yang
berperkara.
7. melakukan penuntutan
8. menutup perkara demi kepentingan hukum
9. mengadakan tindakan lain dalam lingkup
tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum
10. melaksanakan penetapan hakim.
0 komentar:
Post a Comment