Blog ini berisi artikel-artikel, karya tulis ilmiah, dan berita mengenai Hukum dan Sosial

Friday, May 04, 2018

HUKUM ACARA PIDANA



HUKUM  ACARA  PIDANA
(Suatu Catatan Khusus)

Oleh:
Muhammad Nuh, SH.,MH.,BE.,Adv

Pengantar
Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi dasar landasan dalam membentuk pemerintah Negara Indonesia, menjelaskan secara tegas bahwa :
Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtstaat); tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtstaat)”
Lazimnya orang menyebut :”Indonesia adalah Negara Hukum”. Dengan penjelasan tersebut jelaslah bahwa semenjak perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia telah mencita-citakan terwujudnya suatu pemerintahan Negara yang menjunjung tinggi hukum dan HAM.

Hukum tidak hanya perlu diketahui saja, tetapi wajib dilaksanakan dan ditegakkan.
Siapakah yang wajib melaksanakan dan menegakkan hukum ?
Secara tegas jawabnya adalah : “Segala warganegara dengan tidak ada kecualinya wajib melaksnakan dan menegakkan hukum”. Tetapi, didalam pergaulan masyarakat tidak jarang terjadi pelanggaran hukum. Orang secara sengaja ataupun karena kelalaiannya melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum, merugikan pihak lain.
Oleh sebab itu untuk menjamin agar supaya ketentuan hukum dapat ditegakkan, diperlukan alat Negara yang diserahi tugas dan tanggung jawab untuk menegakkan hukum. Dengan wewenang dalam keadaan tertentu, melaksanakan agar ketentuan hukum ditaati. Tetapi juga alat kekuasaan Negara yang diserahi wewenang untuk menegakkan hukum itu harus bekerja secara tertib, tidak berbuat sewenang-wenang serta tetap menunjung tinggi hak azazi warganegara.

Sering dikatakan bahwa : “ Hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan; sedangkan kekuasaan tanpa hukum adalah kedzoliman”.
Oleh karena itu dalam rangka melaksanakan dan menegakkan hukum agar dapat diselanggarakan dengan mantap dibuatlah ketentuan undang-undang tersendiri untuk mengaturnya. Ketentuan semacam itu didalam ilmu pengetahuan hukum disebut “Hukum Acara” dan hukum acara yang mengatur tentang tata cara penegakan hukum pidana disebut “Hukum Acara Pidana”.
Ketentuan-ketentuan tersebut dibuat dengan tujuan untuk dapat menyelenggarakan penegakan dan kepastian hukum, menghindakan tindakan “Eigenrichting (main hakim sendiri) didalam masyarakat yang bersifat sewenang-wenang.

Istilah Hukum Pidana mulai dipakai pada zaman Jepang, dalam bahasa Belanda disebut Srafrecht.
Straf = “Pidana” artinya hukuman
Recht = “Hukum” = Ius (dalam bahasa Romawi)
Recht dibagi lagi menjadi dua macam, recht dalam arti objektif = hukum ; recht dalam arti subjektif = hak

Strafrecht (Hukum Pidana) dalam arti Subjektif ialah hak negara untuk memidana (menghukum) bila larangan atau keharusannya dilanggar (dalam bahasa Romawi disebut Ius Puniendi)

Strafrecht (Hukum Pidana) dalam arti Objektif ialah segala larangan (Verboden) dan keharusan (Geboden) yang apabila dilanggar diancam dengan pidana oleh undang-undang serta mengatur syarat-syarat bila pidana itu dapat dijatuhkan. (dalam bahasa Romawi disebut Ius Poenale)

Bagaimana hubungan antara hukum pidana dalam arti subjektif dengan hukum pidana dalam arti objektif ?
Ialah bahwa hukum pidana dalam arti subjektif itu hanya timbul bila telah ditentukan oleh hukum pidana dalam arti objektif.
Jadi hak negara untuk menghukum suatu perbuatan itu baru ada kalau telah ada ketentuan-ketentuan tentang apa yang dilarang dan disuruh yang meliputi perbuatan itu. Atau
Dengan kata lain hak negara untuk memidana itu dibatasi oleh hukum pidana dalam arti objektif.

Hukum Pidana dalam arti objektif dapat diperinci lagi menjadi :
1.Hukum Pidana Materiil (Materielle Strafrecht) yaitu    kumpulan aturan-aturan yang mengatur tentang apa, siapa dan bagaimana sesuatu itu dapat dipidana.
Contoh : KUHP, KUHPM
Biasanya disebut Hukum Pidana saja.

2.Hukum Pidana Formil (Formale Strafrecht) yaitu kumpulan aturan-aturan yang mengatur tentang cara bagaimana hukum pidana materiil dapat dipertahankan.
Contoh : KUHAP, HAPMIL.
Biasanya disebut Hukum Acara Pidana (Straftprocesrecht). Dan inilah yang merupakan mata kuliah kita !!  









BAB I
PENDAHULUAN

A.      Definisi Hukum Acara Pidana
Beberapa definisi Hukum Acara Pidana yang dikemukakan oleh para ahli. Definsi-definisi tersebut antara lain:
    1. Mr. Wiryono Projodikoro dalam bukunya Hukum Acara     Pidana di  Indonesia, memberikan batasan sebagai berikut :        .
"Hukum Acara Pidana merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang nemuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana".(Wiryono Projodikoro, 1986 : 20)
                     
  2. R, Achmad Soemadipradja, SH. mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan “Hukum Acara Pidana adalah hukum yang mempelajari peraturan yang diadakan oleh negara dalam hal adanya persangkaan telah di langgarnya undang-undang pidana”.

 3. Prof. Dr. Sudarto, SH. mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan “Hukum Acara Pidana adalah aturan-aturan yang memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan oleh aparat penegak hokum”.

    4. J. De Bosch Kemper (seorang ahli Hukum Pidana Belanda)   mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan “Hukum Acara Pidana adalah sejumlah asas-asas dan peraturan-peraturan undang-undang yang mengatur hak negara untuk meng-  hukum bilamana undang-undang  pidana dilanggar”.

5.      Simons mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan “Hukum Acara Pidana adalah hukum yang mengatur cara-cara suatu Negara dengan alat-alat perlengkapannya mempergunakan haknya untuk menghukum dan menjatuhkan hukuman”.

      Kedua rumusan tentang Hukum Acara Pidana yang dike-mukakan oleh J. De Bosch Kemper dan Simons tersebut diatas oleh Van Bemmelen (seorang ahli Hukum Pidana Belanda) dianggap kurang tepat dan sempit.
      Kurang tepat, karena hukum acara pidana tidak selalu harus melaksanakan hukum pidana materiil, akan tetapi pada kenyataannya hukum acara pidana itu sudah diberlakukan apabila sudah ada dugaan bahwa hukum pidana itu dilanggar.
      Sempit, menurutnya kedua rumusan tersebut hanya menitikberatkan pada penghukuman (pemidanaan), sedangkan tujuan dari Hukum Acara Pidana itu yaitu mencari dan menemukan kebenaran materiil telah di abaikan.

     Contohnya bila di tepi sungai terdapat seorang yang telah meninggal dunia, kemudian timbul dugaan dari pihak Kepolisian bahwa meninggalnya seseorang tersebut karena pembunuhan, akan tetapi setelah dilakukan penyelidikan ternyata sebab meninggalnya itu bukan karena peristiwa pembunuhan, akan tetapi akibat  serangan jantung yang mendadak (kematian wajar/Natural death) (Kadim, SH : 1992 : Tanpa halaman).
     Dalam peristiwa tersebut di atas,  Hukum Acara Pidana telah  dilaksanakan, yaitu dilakukannya penyelidikan dan pembuatan berita acara pemeriksaan dan lain sebaginya. Atas pertimbangan tersebut la memberikan definisi Hukum Acara Pidana yang dianggapnya sempurna.

6.      Van Bemmelen (seorang ahli Hukum Pidana Belanda) men­ definisikan bahwa yang dimaksud dengan “Hukum Acara Pi­dana adalah kumpulan ketentuan-ketentuan hukum yang me­
ngatur cara bagaimana negara, bila dihadapkan suatu kejadian
yang menimbulkan syak wasangka telah terjadi suatu pelang-
garan hukum pidana, dengan perantaraan alat-alatnya mencari      kebenaran, menetapkan di muka hakim suatu keputusan me-ngenai perbuatan yang didakwakan. bagaimana hakim harus memutuskan suatu hal yang telah terbukti, dan bagaimana keputusan itu harus dijalankan”.

       Bila kita perhatikan definisi-definisi tentang Hukum Acara Pidana yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli hukum tersebut di atas, antara satu dengan yang lainnya terdapat perbedaan. hal itu diakibatkan oleh sudut pandang mereka yang berbeda.
Adapun tujuan dari. Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yang dimaksud dengan kebenaran materiil yaitu : "Kebenaran yang selengkap lengkapnya dari suatu perkara dengan menerapkan ketentuan Hukum Acara Pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari, siapa pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta pemeriksaan hukum dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindakan pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan".
           Dari batasan yang diberikan oleh para sarjana tersebut diatas diantaranya Mr, Wiryono Projodikoro dan tentang arti "tujuan hukum Acara Pidana" akan terlihat dua kepentingan yang terkait satu sama lain yaitu :
1. Kepentingan Masyarakat
2. Kepentingan pihak tersangka/terdakwa                        '
Yang dimaksudkan dengan "Kepentingan Masyarakat".  yaitu bahwa setiap anggota masyarakat yang melakukan tindak pidana (melakukan kejahatan/pelanggaran) harus diberi hukuman yang setimpal agar dalam masyarakat akan tercipta keamanan, ketertiban dan kedamaian. .
Dan kepentingan tersangka/terdakwa  sebagai pihak yang dituduh melakukan tindak pidana  harus diperlakukan secara adil sedemikian rupa, sehingga jangan sampai seorang yang tidak bersalah mendapat tindakan    sewenang-wenang dari pihak penguasa atau masyarakat sendiri sehingga nantinya hukuman yang diterimanya tidak seimbang dengan kesalahannya.
B.      Sistem Pemeriksaan Perkara Pidana',
      Proses penyelesaian suatu perkara pidana,  dilakukan dalam dua  proses pemeriksaan.  
1. Proses Pemeriksaan Pendahuluan                                  ::
2. Proses Pemeriksaan Lanjutan                                       
Proses Pemeriksaan Pendahuluan yaitu pemeriksaan kepada ter­sangka   pada tingkat kepolisian dan dilanjutkan ke tingkat kejaksaan.
Proses Pemeriksaan Lanjutan yaitu pemeriksaan kepada terdakwa ditingkat pengadilan.

 Bagaimana sistem yang dianut KUHAP.  ?    .
 Dalam Pasal 52 KUHAP.  berbunyi sbb :
"Dalam pemeriksaan tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim" .
Pasal 53 ayat (1) KUHAP.  berbunyi sbb :
"Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tertersangka atau terdakwa berhak untuk setiap waktu untuk mendapat bantuan juru Bahasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 77.

dari kedua pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa KUHAP. dalam sistem pemeriksaan terhadap "tersangka/terdakwa"  mulai tingkat kepolisian sampai ketingkat pengadilan menganut sistem "Accusatoir".
 Dalam ketentuan Pasal 54 KUHAP, disebutkan bahwa tersang­ka yang di duga melakukan tindak pidana (kejahatan) sejak ditingkat kepolisian  dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidikf   tersangka sudah boleh didampingi oleh penasehat hukumnya Pasal 54 KUHAP. Berbunyi.   :
"Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan-hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan nenurut tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang     ini”.
Jadi sistim Accusatoir sebagaimana tercermin dalam Pasal 52 KUHAP. berdasarkan Falsafah Pancasila,  dimana terhadap  tersangka yang diduga melakukan tindak pidana, harus diperlakukan dengan layak dan patut.Lebih-lebih kalau dihubungkan dengan adanya lembaga yang disebut Praperadilan yang diatur dalam Pasal 77 sampai dengan       Pasal 83 KUHAP.
Pasal 77    KUHAP.  berbunyi sbb.   :                                     
"Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutuskan , sesuai dengan ketentuan yang diatur daian Undang-Undang ini tentang :
a.Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan penghentian, penyidikan atau penghentian penuntutan ;
b.Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Pasal 79 KUHAP.  berbunyi sbb.   :
"Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarganya atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya

 Jadi dari pasal-pasal diatas jelas dan tegas tersangka yang diduga melakukan kejahatan  ia diperiksa sebagai "subyek", bukan sebagaimana dianut dalam sistim Inquisatoir. dimana terhadap tersangka oleh sipemeriksa dianggap sebagai "Objek" atau bulan-bulanan dari pemeriksa, dengan cara semena-mena tersangka dipaksa untuk mengaku bersalah telah melakukan tindak pidana,

C.      Sumber Hukum Acara Pidana
1.      UUD 1945, Pasal 24 ayat (1), Pasal 25; Pasal II Aturan   Peralihan 
          2.      KUHAP UU No.8 Tahun 1981, LN 1981 Nomor 76.
         3.      PP Nomor 27 Tahun 1983 ttg pelaksanaan KUHAP
         4.       Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman  (UU    No.14 Tahun 1970 Jo UU No.39 Tahun 1999 Jo UU No.4 Tahun 2004 Jo UU No.48 Tahun 2009
          5. Undang-Undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah      Agung  Jo UU No. 5 Tahun 2004 Jo UU No. 3 Tahun 2009
6. Yurisprudensi (Keputusan-keputusan Mahkamah Agung    RI)
         7.  Pendapat para ahli hukum (Doktrin)

Pada mulanya sumber Hukum Acara Pidana diatur dalam H.I.R (Herziene Inlandsh Reglement), setelah dikeluarkannya Undang - Undang No. 8 Tahun 1981 yang berlaku sejak tanggal 31 Desember 1981, maka  ketentuan-ketentuan mengenai Hukum Acara Pidana sebagaimana yang diatur dalam H.I.R. (Herziene Inlandsch Reglement) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi karena sudah tidak sesuai dengan cita-cita hukum nasional.
D.    Tujuan Hukum Acara Pidana
KUHAP. tujuannya mengutamakan memberi     perlindungan kepada hak  asasi manusia    dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, didalam KUHAP. ini terdapat perbedaan yang fundamental dengan HIR, terutama mengenai perlindungan  terhadap harkat dan martabat manusia.
Perbedaan tersebut dapat dilihat dengan diaturnya hal-hal sebagai berikut :
1.   Hak-hak tersangka / terdakwa,
2.   Bantuan Hukum ada pada semua tingkatan       pemeriksaan,
3. Dasar hukum  penangkapan / penahanan dan   pembatasan jangka waktu.     
4. Ganti kerugian dan rehabilitasi
5.  Penggabungan perkara perdata pada perkara pidana dalam hal ganti rugi                                                                 
6.   Upaya Hukum                                                          
7.  Koneksitas.
8.  Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan.

E.      Asas-Asas atau Prinsip-Prinsip Hukum Acara Pidana
1.                     Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka    hukum (equality before the law) Lihat Ps.50 s/d 68 KUHAP
2.                     Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocent) lihat  Ps. 66 KUHAP
3.                 Penangkapan (Ps 16 s/d 19 KUHAP) , penahanan (Ps 20 s/d 31 KUHAP), penggeledahan (Ps 32 s/d 37 KUHAP), dan    penyitaan (Ps 38 s/d 46 KUHAP) dilakukan berdasarkan perintah tertulis pejabat yang berwenang.
4.                Asas Ganti Kerugian dan Rehabilitasi.(Ps 95 s/d 101  KUHAP)
5.                Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan.(Ps 50 KUHAP)
6.                Tersangka / Terdakwa berhak mendapat bantuan hukum.(Ps 69 s/d 74 KUHAP)
7.                Tersangka / Terdakwa sejak ditangkap wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwakan juga wajib diberitahu haknya termasuk  untuk menghubungi dan minta bantuan penasihat hukum (Ps 51 KUHAP)
8.                Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa.(Ps 154, 155 KUHAP)
9.                Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam undang-undang.
10.  Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan   dilakukan   oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkuatan (Ps 277-286 KUHAP)

                                                                  
F.      ILMU-ILMU PENGETAHUAN PEMBANTU HUKUM    ACARA PIDANA

           1.    Logika.
      Berfikir secara logika artinya berfikir dengan akal budi yang sehat berdasarkan atas hubungan beberapa fakta dan keterangan, dengan kata lain berfikir secara logika adalah berfikir secara rasional. Peranan logika sangat penting, yaitu untuk membentuk konstruksi pemikiran yang logis dan hubungan antar fakta-fakta dan keterangan-keterangan dalam rangka menyusun penyelidikan/penyidikan dan pembuktian. Secara sederhana dapat digambarkan bahwa peranan logika dalam Ilmu Hukum Pidana terdiri dari tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Tahapan orientasi, bila ada persangkaan telah terjadi tindak pidana, maka tahapan pertama yang dilakukan penyidik ialah orientasi. yaitu penyidik bertindak untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti yang selengkap-lengkapnya dan meninjau kenyataan-kenyataan di tempat kejadian Perkara (TKP), misalnya dalam hal terjadinya penganiayaan atau pembunuhan maka ia akan mencari bekas-bekas tanda penganiayaan atau pembunuhan itu.
b.Tahap hipotesa,  setelah mengumpulkan bukti-bukti
tersebut, selanjutnya menyusun hipotesa apakah peris-
tiwa itu merupakan penganiayaan atau pembunuhan atau
peristiwa lainnya.
c.Tahap verifikasi, yaitu merupakan tahapan berupa pen-
cocokan bukti-bukti dengan keterangan-keterangan itu
satu sama lain, berdasarkan verifikasi itu, maka akan
menarik hipotesa kemudian akan membentuk pemikiran
yang logis.

2. Psikologi.
     Psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia dalam hubungannya dengan lingkungan yang oleh karenanya akan membentuk tingkah laku. Peranan psikologi sangat diharapkan dalam ilmu pengetahuan hukum acara pidana terutama psikologi kriminal.
     Dalam kaitan ini psikologi kriminal akan mempelajari dan menyelidiki secara ilmiah fakta-fakta yang berperan terhadap terjadinya perbuatan jahat dan juga sangat membantu dalam hal mengungkapkan karier kejahatan seseorang.

3.Psikiatri
     Psikiatri adalah cabang dari Ilmu kedokteran yang mempelajari segala aspek mental manusia, baik dalam keadaan sehat maupun dalam keadaan sakit. Peranannya dalam Ilmu Pengetahuan Hukum Acara Pidana adalah untuk menentukan pertanggung jawaban pelaku tindak pidana yang berkaitannya dengan pasal 44 KUHP. Untuk menentukan  apakah seseorang pada saat melakukan tindak pidana ia dalam keadaan sehat jiwanya atau sebaliknya, maka diperlukan seorang ahli psikiater. Hasil penelitiannya disebut Visum Psikiatrum sedangkan Hasil penelitian dari kedokteran kehakiman disebut Visum et Repertum.

4.Kriminologi
      Istilah kriminologi pertama kali dipergunakan oleh Topinard seorang ahli antropologi kebangsaan Perancis Kriminologi menurut bahasa berasal dari kata "Crimen" yaitu kejahatan, dan "Logos" yang berarti Ilmu Pengetahuan
     Menurut istilah bahwa yang dimaksud dengan kriminologi adalah suatu kesatuan pengetahuan ilmiah mengenai kejahatan yang bertujuan memperoleh suatu pengertian dan tujuan mengenai kejahatan dengan metode ilmiah dalam mempelajari dan menganalisa keteratutan, keseragaman, pola-pola dan fakta-fakta kausal yang berhubungan dengan kejahatan si pelanggar hukum dan reaksi masyarakat terhadap keduanya.
manfaatnya yang berhubungan dengan penanggulangan  kejahatan baik secara prefentif, maupun represif.
     Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa peranan Kriminologi bagi Hukum Acara Pidana sangat penting dalam  mempertimbangan mengapa se-seorang itu melakukan tindak pidana atau apa yang melatar belakangi seseorang itu melakukan tindak pidana yang akan berpengaruh sekali dalam hal hakim menjatuhkan putusan pidana.

 5. Kriminalistik
     Kriminalistik merupakan penggabungan dari ilmu Ke-dokteran forensik istilah forensik itu sendiri berasal dari kata "Forum" dan "science" sehingga forensik merupakan Ilmu untuk dibawa ke Pengadilan), Authopsi (Ilmu bedah mayat, dan dengan ilmu ini kemudian berkembang menjadi kedokteran forensik), Kimia forensik (kimia), Odon Thologie Forensik (Ilmu ttg Gigi), dan Serocologie Forensik (ilmu darah istilah kriminalistik di atas menunjukan sifat kejahatan yang dalam bahasa asingnya disebut "Kriminele Antropologie"(Letkol. H. Sumarta,SH.S.Sos : 1994 : 8).
     Menurut penggunaannya dalam hubungannya dengan kejahatan, Kriminalistik diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah tehnik, yang dalamnya tercakup cara-cara kejahatan itu dilakukan, dan penyelidikan dalam ilmu pengetahuan alam mengenai segala sesuatu yang dapat menjadi bukti tentang sesuatu tindak kejahatan  (Kadim, SH : 1992 : tanpa halaman).

         
Peranan kriminalistik sangat erat kaitannya dengan upaya pencarian sebab-sebab luka pada korban kejahatan yang menyebabkan kematian. Dalam lalu lintas moneter, Kriminalistik akan sangat membantu dalam hal membuktikan tentang adanya  pemalsuan uang. Di samping itu, Kriminalistik juga berperan dalam sidik jari dan menyelidiki peluru yang digunakan sebagai alat kejahatan.

            Kriminalistik terbagi dalam beberapa cabang ilmu pengetahuan yaitu :
            -Ilmu pengetahuan tentang tulis menulis (Schriftkunde)    
-Ilmu pengetahuan tentang racun (Toxicology/Verhiptenleer)
          -Ilmu pengetahuan tentang sidik jari (Dactyloscopie)
-Ilmu pengetahuan tentang luka-luka (Leer van de steep snijan schotwondeen)
          -Ilmu pengetahuan tentang narkotika yang meliputi : Marihuana/ganja ; Heroin ; Shabu-shabu; LSD (Lycengic Acid Dyctilamida) ; Ampbetamin ; Barbiturat, photografi, kimia, Mata uang dll.
          Otopsi = bedah mayat
          Misalnya :
          Kasus pembunuhan bayi ; untuk menentukan apakah bayi yang dibunuh itu hidup atau tidak sebelum dibunuh/mati., maka harus dilakukan pemeriksan Thorax, Pulmo, Gaster dan Duodenum.
          Pemeriksaan Thorax untuk mengetahui apakah dada si bayi sudah mengembang atau belum, bila mengembang berarti sudah bernafas.
          Pemeriksaan Pulmo untuk mengetahui apakah paru-paru si bayi telah berisi oksigen atau belum, kalau berisi oxygen warnanya merah muda. Tes paru-paru bisa juga dengan : Tes Apung Paru (Docimacia Pulmonum Hydrostatica) ; paru-paru seperti sarang tawon, billla warnanya kehitam-hitaman berarti bayi telah mati dahulu.
      Paru-paru diambil/diiris kira-kira satu cm kemudian diapungkan dalam air.   
          Ahli balistik = ahli peluru
6. Hukum Pidana yakni hukum pidana itu sendiri sebagaimana dikatakan Hukum Acara Pidana adalah melaksanakan Hukum Pidana.
7. Penologi yaitu ilmu pengetahuan tentang pemidanaan, jenis ancaman pidana dan penetapan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan dan penologi berguna juga untuk pembinaan narapidana


















BAB II
CARA MENGAJUKAN PERKARA PIDANA

A.      Diketahui Terjadinya Tindak Pidana (Delik)
          Ada 4 kemungkinan terjadinya tindak pidana, yaitu :
          1.      kedapatan tertangkap tangan (Ps 1 butir 19 KUHAP)
          2.      karena laporan (Ps 1 butir 24 KUHAP)
          3.      karena pengaduan (Ps 1 butir 25 KUHAP)
          4.      diketahui sendiri atau pemberitahuan atau cara lain sehingga penyidik me-ngetahui terjadinya delik, seperti baca surat kabar, dengar radio dll.

B.      Pihak-Pihak dalam Hukum Acara Pidana

          1.      Tersangka atau Terdakwa
Tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (Ps 1 butir 14 KUHAP)
Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan (Ps 1 butir 15 KUHAP).
         
          2.      Penyelidik dan Penyidik
Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh UU untuk melakukan penyelidkan  (Ps 1 butir 4) . Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara RI (Pasal 4 KUHAP).

Wewenang Penyelidik
Pasal 5 ayat (1) KUHAP mengatakan , Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Ps 4, karena kewajibannya mempunyai wewenang :
1.      menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
2.      mencari keterangan dan barang bukti
3.      menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; serta,
4.      mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.


Penyidik
Adalah pejabat polisi negara RI atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU untuk melakukan penyidikan (Ps 1 butir 1 KUHAP).
Pejabat yang diberi wewenang penyidik oleh perundang-undangan al :
-Pejabat imigrasi
-Bea cukai
-Dinas kesehatan
                                                                            
Menurut Pasal 6 ayat (1) KUHAP
Penyidik adalah pejabat polisi negara RI, pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU.
 Dalam PP No.27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP , pada pasal 2 ditetapkan kepangkatan pejabat polisi menjadi penyidik, yaitu sekurang-kurangnya Pembantu Letnan Dua Polisi, sedangkan bagi pegawai negeri sipil yang dibebani wewenang penyidikan ialah yang berpangkat sekurang-kurangnya Pengatur Muda Tingkat I (Golongan II b) atau yang disamakan dengan itu.

Wewenang Penyidik POLRI
a.       menerima laporan atau pengaduan
b.      melakukan tindakan pertama pada saat pertama di tempat kejadian
c.       menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka
d.      melakukan penangkapan,penahanan,penggeledahan dan penyitaan.
e.       melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
f.       mengambil sidik jari dan memotret sesorang
g.       memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
h.      mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara.
i.       mengadakan penghentian penyidikan
j.       mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab (Pasal 7 ayat (1) KUHAP).
Wewenang Penyidik PNS tertentu
Wewenang PNS berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik POLRI (Pasal 7 ayat 2 KUHAP).

Dalam Pasal 8 KUHAP (1) , penyidik membuat berita acara untuk setiap tindakan  (Pasal 75 KUHAP) :
a.       pemeriksaan tersangka
b.      penangkapan
c.       penahanan
d.      penggeledahan
e.       pemasukan rumah
f.       penyitaan benda
g.       pemeriksaan surat
h.      pemeriksaan saksi
i.       pemeriksaan ditempat kejadian
j.       pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan
k.      pelaksanaan tindakan lain sesuai dengan ketentuan UU.
         


          3.      Penuntut umum / Jaksa
Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 1 butir 6a KUHAP).
Penuntut Umum adalah yang diberi wewenang oleh UU untuk melakukan penunutan dan melaksanakan penetapan hakim (Pasal 1 butir 6 b KUHAP).

Wewenang Penuntut Umum (Bab IV KUHAP Pasal 14), yaitu :
1.      Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu.
2.      mengadakan prapenuntutan
3.      melakukan penahanan
4.      membuat surat dakwaan
5.      melimpahkan perkara kepengadilan
6.      menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yg disertai surat panggilan,termasuk kepada saksi.
7.      melakukan penuntutan
8.      menutup perkara demi kepentingan umum
9.      mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut UU.
10.    melaksanakan penetapan hakim.
                  

4.      Penasihat hukum dan Bantuan Hukum
Fungsinya sebagai pendamping tersangka atau terdakwa dalam pemeriksaan.    

1.    Arti Bantuan Hukum
        -Ps 1 btr 9 UU No.18/2003
         BANKUM : Jasa hukum o/ Adv, scr  cuma-cuma utk  klien tdk mampu.

       -Ps 1 btr 2 UU No.18/2003
         JASA HUKUM: Jasa o/ Adv berupa :
 -bankum
 -lan kuasa
 -kil, ping, bela

                     KSMPLN:

            BANKUM adlh Bantuan o/ adv u/ :
a .Memberi HAT KUM
b.Sbg ping or kuasa krn ada perslishn baik
     di dlm / di luar Pgdln
c. Sbg ping dan pembela dlm pkr pidana

Di Barat, BANKUM adlh :

                      - LEGAL AID   : Pemberian jasa di   bid hk kpd 
                                                       Org yg terlbt dlm kasus/pkr
-          dengan Cuma-Cuma
-         khusus utk org yg tdk        mampu.

             - LEGAL ASSISTANCE :
                                           :   Lebih luas dr Legal aid
utk org yg tdk mampu + org mampu.

             - LEGAL SERVICE : (Indonesia = Yan Kum)
                                           : - utk org miskin + mampu,
                                               Tapi dg cr damai.




2.Siapa Yang Berhak Memberikan Bankum
  1. Zaman Kolonial
    Ps.185 – 192 RO, Stbld 1848 No.57
    Advokat/ Pengacara adlh :
a. yg menjlnkan pek membri bankum     baik diluar maupun dimk pgdln sbg mt pencaharian                               
b. ia diangkat dan diberhntkn o/ Men Keh
c. sblm mlkkn tgs adv/peng hrs mengangkat sumpah dl dhdpn Ket PN/PT

      2. Zaman Kemerdekaan
SK Men Keh No.JP.14/2/11, tgl 7   Okt 1965 Jo Kep Men Keh No.1 Th 1965 yg mengatur ttg Pokrol

POKROL adlh seseorg yg bkn sarjana hukum:
a. yg mnjlnkn pek membr bankum dimk pgdln sbg mata pecaharian.
b. Ia hrs lls ujian o/ PN stmpt yg meliputi Hk.Pid, Hk. Pdt; Hk Acr Pid dan Hk Acr Pdt.
c. Terdaftar di PN stmpt.


3. Stlh keluar UU No.18 Th 2003 ttg        Advokat semua ketentuan tsb dinyatakan tdk berlaku lg (vide Ps 35 UU No.18/2003)

 a.Mnrt Ps 1 ayat (1) UUNo.18/2003
   ADVOKAT adlh org yg berprofesi memberi jasa hukum di dlm maupun di luar pgdln yg memenhi persyrtn berdskn ketentuan UU.

 b.Dalam Ps 1 btr 13 UU No.8 Th   1981 Ttg KUHAP :
  PENASIHAT HUKUM adlh seorg yg mmnhi syrt yg dittntkn o/ atau berds UU untk membri bankum.
  Dan ketntuan ttg bankum diatr dlm Ps 69 – 74 KUHAP

c.Dalam Ps 56 dan 57 UU No. 48 Th 2009.

  Ps.56 ayat (1) : “Setiap org yg tskt pkr berhak memperoleh bankum.
             Ayat(2):“Negara mennggng biaya pkr bagi pencari keadilan yg tdk mampu’.

Ps 57 ayat (1) : “Pada setiap PN dbntk pos bakum kpd pencr kadln yg tdk mampu.

 KESIMPULAN:
 Yg dpt memberikan bankum adlh ADVOKAT yg telh  memnuhi persyratn ketntuan UU.

A. LEMBAGA-LEMBAGA/ BIRO-  BIRO BANTUAN HUKUM

Disamping Advokat yg dpt membrkn bankum, dewasa ini banyak tumbuh lembga-lmbg/biro-biro bankum yg lbih menitk brtkan baktinya pd masy yg memerlkn bankun tanpa pamrih (tanpa mengharapkan imbalan jasa).
Peraturan yg mengtr ttg lmbg-lmbg/br-br bankum inipun blm ada dan yg menjd dasar adanya lmbg-lmbg/br-br bankum tsb adalh akte-akte pendiriannya yg dibuat didpn ntrs sbgi suatu lembaga ataupun surat kptsan dr instansi ttt.
Smpi sejauh mana bakti mrk thp masy, tgtg pd pengertian dan pengabdian pr anggotanya.
Lembaga Bantuan Hukum/LBH ini tdr dr dua kelompok :

1. LBH SWASTA
     Inilah yg telah muncul dan berkembang belakangan ini spt : LBHRI ;LBH TRISULA ; LBH KOSGORO ; LBH MKGR ; LBH WARGA JAYA ; Bina Bantuan Hukum PWI/Sekssi Pembelaan dll.
          Anggotanya pd umumnya tdr dr kelompok yg bergrk dlm profesi hukum sbgi Advokat.
          Konsep dan programnya jauh lebih luas dari sekedar memberi bankum secara formal didpn pgdln thdp rakyat kecil yg miskin dan buta hukum. Konsep dan programnya meliputi dan ditujukan :
          - menitik beratkan bankum dan hatkum  thdp lapisan masy kecil dan tdk berpunya.
          - memberi hatkum diluar pgdln thdp buruh, tani, nelayan dan PNS yg merasa haknya diperkosa
          -mendampingi dan memberi bankum secr langsung di sidang pgdln baik pkr pdt maupun pidana.
          - dlsbnya

2. LBH yang bernaung pada Perguruan Tinggi

          LBH yang bernaung pd Perguruan Tinggi inipun hampir sama konsep dan programnya dgn LBH Swasta, tetapi mnrt pengamatan pd umumnya LBH yang bernaung pd Perguruan Tinggi kurang populer, disebabkan factor-faktor tugas rangkap, kurangnya SDM. dll







BAB III
TINDAKAN YANG MENDAHULUI PEMERIKSAAN DIMUKA PENGADILAN


A.    Pada Tingkat Penyelidik / Penyidik (Kepolisian)

          1.      Penyelidikan
adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam UU (Ps 1 butir 5 KUHAP).

Tata Cara Penyelidikan
a.       Penyelidik dalam melakukan penyelidikan wajib menunjukan tanda pengenalnya. Terhadap tindakan penyelidikan, penyelidik wajib membuat berita acara dan melaporkannya kepada penyidik sedaerah hukum. (Ps 102 ayat 1,2,3 KUHAP).

b.      Penyelidik dikoordinasi, diawasi dan diberi petunjuk oleh  penyidik. (Ps 106 KUHAP).

          2.      Penyidikan
a.       Pengertian Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam UU untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya (Ps 1 butir 2 KUHAP).

b.      Tata Cara Penyidikan
1. Penyidikan dilakukan segera setelah laporan atau pengaduan adanya tindak pidana.
2. Penyidikan oleh penyidik pegawai negeri sipil diberi   petunjuk oleh penyidik Polri.

c.       Penghentian Penyidikan
Dalam hal penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum. Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti , maka penyidik memberitahukan kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya. Dalam hal penghentian tersebut dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil tertentu, pemberitahuan mengenai hal tersebut disampaikan kepada penyidik dan penuntut umum (Ps 109 (1) sd (3) KUHAP ).     
                                                                  
d.      Keberatan Penghentian Penyidikan
Ps 80 KUHAP berbunyi : permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.


e.       Prapenuntutan
bila penyidik telah selesai melakukan penyidikan, penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan untuk dilengkapi, penyidik wajib melakukan penyidikan tambahan sesuai petunjuk penuntut umum. Penyidikan dianggap selesai apabila dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak mengembalikan hasil penyidikan atau apabila sebelum batas waktu tersebut ada pemberitahuan dari penuntut umum kepada penyidik (Ps 110 (1) sd.(4) KUHAP).


f.       Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan Tersangka dalam Penyidikan
         Ps 116 sd Ps 121 KUHAP mengatur hal tersebut sbb :
1.      keterangan saksi dan tersangka tidak  disumpah (Ps 116 ayat (1) dan (2) KUHAP)
2.      tersangka dapat meminta saksi yang menguntungkan (Ps (1) s/d (4) KUHAP)
3.      keterangan diberikan tanpa tekanan (Ps 117 ayat (1) dan (2) KUHAP)
4.      keterangan dicatat dalam berita acara dan ditandatangani (Ps 118 ayat (1) dan (2)_ KUHAP)
5.      pemeriksaan dapat dilakukan diluar daerah hukum penyidik (Ps 119 KUHAP)
         
g.       Pemeriksaan Ahli
ada 2 cara yang ditentukan oleh KUHAP :
1.      keterangan secara lisan atau langsung dihadapan penyidik yang diatur dalam Ps 120 KUHAP.
2.      keterangan tertulis yang diatur dalam Ps 133 KUHAP

h.      Bedah Mayat
dalam hal diperlukan untuk pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberi tahu dahulu kepada keluarga korban. ( Ps 133 dan Ps 134 KUHAP)

i.       Penggalian Mayat
penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat, dilaksanakan sesuai Ps 133 ayat (2) dan Ps 134 ayat (2) dan Ps 135 KUHAP.

3.      Penangkapan
a.       Pengertian penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam UU ini (Ps 1 butir 20 KUHAP).
b.      alasan penangkapan, dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup (Ps 17 KUHAP).

c.       cara penangkapan
dilakukan oleh petugas kepolisian negara RI dengan surat tugas.

d.      batas waktu penangkapan
                    paling lama satu hari  (Ps 19 ayat (1) .


e.       larangan penangkapan atas pelanggaran
terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan, kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah (Pasal 19 ayat (2) KUHAP).

4.      Penahanan                 
a.       Pengertian, Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam UU ini (Ps 1 butir 21 KUHAP).

b.      Tujuan Penahanan
berdasarkan Ps 20 KUHAP, penahanan yang dilakukan oleh penyidik , penuntut umum, dan hakim bertujuan untuk:
1.      kepentingan penyidikan
2.      kepentingan penuntutan
3.      kepentingan pemeriksaan hakim disidang pengadilan.

                  
c.       Dasar Penahanan
1.      dasar keadaan atau keperluan (Ps 21 ayat (1) KUHAP)
2.      dasar yuridis
                            
d.      Tata Cara Penahanan
dilakukan dengan surat perintah penahanan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa.
Tembusan surat perintah penahanan diberikan kepada keluarganya.(Ps 21 ayat (2) dan (3) KUHAP )
         
e.       Jenis Penahanan
dapat berupa : (1) penahanan rumah tahanan negara (2) penahanan rumah (3) penahanan kota.
                  
f.       Pengurangan dan Pengalihan Penahanan
masa penangkapan dan atau penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Untuk penahanan kota, pengurangan tersebut seperlima dari jumlah lamanya waktu penahanan, sedangkan untuk penahanan rumah sepertiga dari jumlah lamanya waktu penahanan (Ps 22 ayat (4) dan (5) KUHAP).
                  
g.       Batas Waktu Maksimum Penahanan
                            
1.      Polisi / Penyidik
Ps 20, hanya berlaku paling lama 20 hari, dan dapat diperpanjang oleh penuntut umum yang berwenang paling lama 40 hari.

          2.      Penuntut Umum
Ps 20 paling lama 20 hari , dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri 30 hari.

          3.      Hakim Pengadilan Negeri
30 hari, dan dapat diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri 60 hari.
                            
h.      Ganti Rugi atas Penahanan yang tidak Sah
tersangka atau terdakwa berhak minta ganti kerugian sesuai dg ketentuan yg dimaksud dalam Ps 95 dan Ps 96 (Ps 30 KUHAP).


                  
i.       Penangguhan Penahanan
atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim , sesuai dengan kewenangan masing-masing dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.
                                                                                                         
j.       Syarat atau Kewajiban Penangguhan Penahanan
Ps 31 KUHAP berbunyi : yang dimaksud dengan syarat yang ditentukan ialah wajib lapor, tidak keluar rumah atau kota.

5.      Penggeledahan
a.       pengertian, menurut M.Yahya Harahap, penggeledahan adalah adanya seorang atau beberapa orang petugas mendatangi dan menyuruh berdiri seseorang. Lantas petugas tadi memeriksa segala sudut rumah ataupun memeriksa sekujur tubuh orang  yang digeledah.
                             (Ps 1 butir 17 dan 18 KUHAP)
              
   b.   Pejabat yang Berwenang Melakukan Penggeledahan
untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan rumah atau penggeledahan pakaian atau penggeledahan badan menurut tatacara yang ditentukan dalam UU ini (Ps 32 KUHAP).    
         
  c.     Tata Cara Penggeledahan Rumah          
1.      Penggeledahan Biasa
a.       penggeledahan oleh penyidik berdasarkan surat ijin ketua pengadilan negeri.
b.      penggeledahan disaksikan dua orang saksi
c.       disaksikan kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi jika tersangka menolak.
d.      dalam waktu 2 hari dibuat berita acara
e.       jika bukan penyidik, maka selain surat ijin ketua pengadilan negeri juga surat perintah tertulis penyidik.
f.       penyidik terlebih dahulu menunjukan tanda pengenal.
g.       penyidik membuat berita acara.
2.      Penggeledahan dalam Keadaan Mendesak
a.       penggeledahan dilakukan tanpa ijin ketua pengadilan negeri.
b.      terhadap surat, buku, dan tulisan tidak diperkenankan digeledah kecuali berkaitan dengan tindak pidana tersebut.                                              

d.      Larangan Memasuki Tempat Tertentu
kecuali dalam hal tertangkap tangan , penyidik tidak diperkenankan memasuki ruang sidang MPR,DPR,tempat keagamaan (Ps 35 KUHAP).
         
e.       Penggeledahan diluar Daerah Hukum Penyidik
dalam Ps 33 KUHAP penggeledahan tersebut harus diketahui oleh ketua pengadilan negeri dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum dimana penggeledahan itu dilakukan  (Ps 36 KUHAP).

f.       Tata Cara Penggeledahan Badan
1.      penggeledahan badan meliputi pakaian dan rongga badan (Ps 37 KUHAP)
2.      penggeledahan terhadap wanita dilakukan oleh pejabat wanita (penjelasan Ps 37).

6.      Penyitaan
a.       Pengertian, penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan (Ps 1 butir 16 KUHAP).

b.      Tujuan Penyitaan, adalah untuk kepentingan pembuktian , terutama ditujukan sebagai barang bukti dimuka sidang pengadilan.

c        Tata Cara Penyitaan
1.      berdasarkan surat ijin ketua pengadilan negeri kecuali tertangkap tangan hanya atas benda bergerak. (Ps 38 KUHAP).
2.      penyitaan oleh penyidik terlebih dahulu menunjukan tanda pengenal (Ps 128 KUHAP).
3.      penyitaan disaksikan oleh kepala desa atau kepala lingkungan dan dua orang saksi (Ps 129 ayat (1)).
4.      penyidik membuat berita acara yang dibacakan, ditandatangani serta salinannya disampaikan kepada atasan penyidik, orang yang disita , keluarganya dan kepala desa. (Ps 129 ayat 2,3 dan 4 KUHAP).
5.      benda sitaan dibungkus, dirawat, dijaga, serta dilak dan cap jabatan. (Ps 130 KUHAP (1) ).
                                                                                                         
d.      Penyitaan Tidak Langsung
diatur dalam Ps 42 ayat (1) dan (2) KUHAP
                  
e.       Penyitaan Surat atau Tulisan Lain diatur dalam Ps 43 KUHAP
                  
f.       Benda yang dapat disita
                    diatur dalam Ps 39 KUHAP
                  
g.       Penyitaan Benda Sitaan
                    diatur dalam Ps 44 KUHAP
                  
h.      Syarat dan Tata Cara Penjualan Lelang Benda Sitaan
                    diatur Ps 45 KUHAP
                  
i.       Pengembalian Benda Sitaan
                    diatur Ps 46 ayat (1) dan (2) KUHAP
                  
j.       Penyitaan di luar Daerah Penyidik
diatur dalam Ps 36 KUHAP, Ps 284 KUHAP
         
7.      Pemeriksaan Surat

Ps 41,47,48,49 serta pasal 131 dan 132 KUHAP    




B.      Pada Tingkat Penuntut Umum

Ps 14 KUHAP, penuntut umum mempunyai wewenang sbb :
1.      menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik
2.      mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidik
3.      memberikan penahanan, perpanjangan penahanan, dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh peinyidik.
4.      membuat surat dakwaan
5.      melimpahkan perkara kepengadilan
6.      panggilan terhadap pihak-pihak yang berperkara.
7.      melakukan penuntutan
8.      menutup perkara demi kepentingan hukum
9.      mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum
10.    melaksanakan penetapan hakim.

                                                                                               





Share:

0 komentar:

Post a Comment