BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Berbicara mengenai penegakan hukum
pidana di Indonesia, tentunya berbicara mengenai 2 (dua) tonggaknya, yakni
hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil di
Indonesia secara umum diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP),
dan secara khusus banyak diatur di peraturan
perundang-undangan yang mencantumkan
ketentuan pidana. Begitu juga dengan hukum pidana formil di
Indonesia, diatur secara umum di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), dan secara khusus ada yang diatur di Undang-undang yang mencantumkan
ketentuan pidana.
Berpijak pada kedua aturan hukum positif di atas,
penegakan hukum pidana di Indonesia menganut 2 (dua) sistem yang diterapkan secara bersamaan, yakni sistem penegakan hukum pidana secara diferensiasi fungsional dan Intregated Criminal
Justice System.
Mengapa demikian, karena pada strukturnya, penegakan
hukum pidana Indonesia dari hulu ke hilir ditangani lembaga yang berdiri
sendiri secara terpisah dan mempunyai tugas serta wewenangnya masing-masing.
Misalnya penyelidikan dan penyidikan dilakukan oleh kepolisian, penuntutan
dilakukan oleh kejaksaan, dan pemeriksaan persidangan beserta putusan menjadi
tanggung jawab dari hakim yang berada di bawah naungan Mahkamah Agung. Hal tersebut
yang menjadi sebab
Indonesia dikatakan menganut
system diferensiasi
fungsional.
Namun apabila
ditilik dari proses
kerjanya, ternyata semua lembaga
tersebut bekerja secara berkelanjutan dan berkesinambungan. antara kepolisian
dan kejaksaan misalnya,
ketika melakukan penyidikan kepolisian akan menyusun berita
acara pemeriksaan yang nantinya menjadi dasar dari kejaksaan untuk menyusun
surat dakwaan.
Sementara itu, ada juga proses
yang dinamakan pra penuntutan, yakni ketika berkas dari kepolisian dianggap
belum lengkap untuk menyusun surat dakwaan oleh kejaksaan, maka berkas tersebut
dikembalikan ke kepolisian untuk dilengkapi disertai dengan petunjuk dari jaksa
yang bersangkutan. Dan antara kejaksaan dan kehakiman, apabila suatu putusan
dari hakim dirasa kurang sesuai dengan ketentuan yang ada atau melebihi
kewenangannya maka jaksa
penuntut umum akan
bereaksi dengan cara melakukan perlawanan yang berupa upaya
hukum yang sesuai dengan ketentuan yang ada.
Upaya hukum merupakan upaya
yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk dalam
hal tertentu melawan putusan hakim. Dalam teori dan praktek kita mengenal ada 2
(dua) macam upaya hukum yaitu, upaya hukum
biasa dan upaya hukum luar biasa.
Perbedaan yang ada antara keduanya adalah
bahwa pada azasnya
upaya hukum biasa
menangguhkan eksekusi (kecuali bila terhadap suatu putusan dikabulkan
tuntutan serta mertanya), sedangkan upaya hukum luar biasa tidak menangguhkan
eksekusi.
B.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Pengertian Kasasi menurut para
ahli dan menurut kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP)
2. Untuk mengetahui tujuan dari Upaya
Hukum Kasasi.
3.
Untuk mengetahui apa yang menjadi alasan
pengajuan Kasasi
4.
Untuk mengetahui pihak-pihak yang dapat mengajukan Kasasi
5.
Untuk mengetahui tata cara pengajuan Kasasi
6.
Untuk mengetahui proses pemeriksaan perkara pada Tingkat Kasasi
C.
Kegunaan Penulisan
Hasil penulisan makalah ini diharapkan
dapat memberikan kegunaan atau kemanfaatan penulisan baik secara teoritis maupun
praktis;
Secara teoritis, makalah ini
diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan kajian lebih lanjut
tentang proses upaya hukum kasasi dalam hukum acara pidana.
Secara praktis, makalah ini
diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi praktisi hukum yang
akan melakukan proses berperkara pada hukum acara pidana khususnya dalam upaya
hukum kasasi.
D.
Kerangka Pemikiran
1.
Tinjauan tentang Upaya Hukum
a.
Pengertian Upaya Hukum
Upaya hukum merupakan hak terdakwa atau Penuntut Umum yang dapat dipergunakan apabila
Terdakwa ataupun Penuntut Umum merasa tidak puas atas putusan yang diberikan
oleh Pengadilan. Maksud dari upaya hukum sendiri dijelaskan dalam Pasal 1 butir
12 KUHAP yang menjelaskan bahwa:
“Upaya hukum adalah hak
terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa
perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan
permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini”.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) ada dua macam upaya hukum
yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa diatur di
dalam BAB XVII, sedangkan upaya hukum luar biasa diatur dalam BAB
XVIII.
b.
Upaya Hukum biasa
Upaya hukum biasa diatur di dalam Bab XVII, Bagian
Kesatu dari Pasal 233 sampai dengan Pasal 234 KUHAP tentang pemeriksaan tingkat
banding, dan Bagian Kedua dari Pasal 244 sampai dengan Pasal 258 KUHAP tentang pemeriksaan
tingkat kasasi.
(Hamzah, 2008: 290).
Upaya hukum
biasa adalah hak
terdakwa dan penuntut
umum untuk tidak menerima putusan pengadilan negeri atau tingkat pertama
(judex factie), sehingga maksud dari upaya hukum dari terdakwa atau
penuntut umum tidak
dapat menerima putusan
tersebut yaitu untuk
Memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh
instansi yang sebelumnya, untuk kesatuan dalam pengadilan dan
sebagai perlindungan terhadap tindak sewenang-wenang hakim atau pengadilan (Andi
Sofyan dan Abd. Asis, 2014: 269).
c.
Upaya Hukum Luar Biasa
KUHAP telah mengatur tentang upaya hukum luar biasa yang
merupakan pengecualian adari upaya hukum biasa, sebagaimana diatur dalam Bab
XVIII Bagian Kesatu dari Pasal 259 sampai dengan Pasal 262 KUHAP tentang kasasi demi
kepentingan hukum dan Bagian Kedua dari Pasal 263 sampai dengan Pasal 269 KUHAP tentang peninjauan kembali atas putusan
pengadilan yang telah memperolah kekuatan hukum tetap. (Hamzah, 2008: 302).
BAB II
PERMASALAHAN
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas, penulis menetapkan langkah-langkah berikutnya
yaitu merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan untuk memecahkan masalah yang
telah dipilih atau ditetapkan oleh penulis, dengan rumusan masalah sebagai
berikut:
A.
Apa yang dimaksud dengan Pengertian Kasasi menurut para
ahli dan menurut kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP)?
B.
Apa tujuan dari Upaya Hukum Kasasi?
C.
Apa yang menjadi alasan pengajuan Kasasi?
D.
Siapakah pihak-pihak yang dapat mengajukan Kasasi?
E.
Bagaimana tata cara pengajuan Kasasi?
F.
Bagaimana proses pemeriksaan perkara pada Tingkat Kasasi?
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kasasi
Menurut Wirjono Prodjodikoro, kasasi adalah pembatalan
yaitu suatu tindakan Mahkamah Agung sebagai pengawasan tertinggi atas
putusan-putusan pengadilan-pengadilan lain. Pada asasnya kasasi didasarkan atas
pertimbangan bahwa terjadi kesalahan penerapan hukum atau hakim telah melampaui
kekuasaan kehakimannya (Andy Sofyan, Abd. Asis, 2014: 279).
Pasal 244 KUHAP menyatakan bahwa
terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh
pengadilan lain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat
mengajukan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali putusan bebas.
“The Supreme Court is the apex of the court system in
Indonesia and as such one of its primary functions is the supervision of lower
courts within its jurisdiction, The Supreme Court is the apex of the court
system in Indonesia and as such one of its primary functions is the supervision
of lower courts within its jurisdiction ( Mahkamah Agung adalah puncak dari
sistem pengadilan di Indonesia dan dengan demikian salah satu fungsi utamanya
adalah pengawasan pengadilan yang lebih rendah dalam yurisdiksinya, Mahkamah
Agung adalah puncak dari sistem pengadilan di Indonesia dan dengan demikian
salah satu fungsi utamanya adalah pengawasan pengadilan yang lebih rendah dalam
yurisdiksinya)” (Hikmahanto Juwana et
al, 2005:54).
Selain pengertian dari KUHAP tersebut, kasasi juga dapat
diartikan bahwa:
Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa dan merupakan hak
asasi yang diberikan peraturan perundang-undangan kepada pencari keadilan.
Kasasi berasal dari kata “Cassation” dengan kata kerta “Casser”
artinya membatalkan
atau memecahkan.
Peradilan kasasi dapat diartikan memecahkan atau membatalkan putusan atau
penetapan pengadilan-pengadilan, karena dinilai salah menerapkan hukum.
Meskipun secara normatif Mahkamah
Agung memiliki kewenangan mengadili perkara kasasi tidak serta merta dan pasti
melakukannya, melainkan tergantung pihak pencari keadilan atau penuntut umum,
mengajukan kasasi atau tidak dan tergantung syarat lain yang harus dipenuhi.
Secara yuridis formal permohoonan
kasasi dapat diterima apabila memenuhi syarat formal antara lain:
tenggang waktu mengajukan
kasasi, surat kuasa khusus sempurna, masih ada upaya hukum yang disediakan
oleh hukum acara (verzet, banding), memberikan memori kasasi dalam waktunya
(Henry P Pangabean, 2001: 201).
B.
Tujuan Kasasi
Tujuan kasasi adalah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum
dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau
keliru dalam penerapan hukumnya. (Andi
Hamzah, 2009: 297)
Adapun tujuan utama upaya hukum kasasi antara lain
sebagai berikut:
1.
Guna
melakukan koreksi terhadap putusan pengadilan dibawahnya yang dikenal sebagi
judex juris agar peraturan hukum benar-benar diterapkan sebagaimana mestinya
demi terwujudnya keadilan dan kebenaran yang hakiki.
Kebanyakan orang melakukan kasasi
dikarenakan rasa ketidakpuasannya terhadap putusan hakim. Penyebab utama bukan
masalah berat ringannya hukuman yang dijatuhkan melainkan karena para pihak merasa
bahwa dalam menjatuhkan putusan, hakim telah salah menerapkan hukum.
2.
Menciptakan
dan membentuk hukum baru
Koreksi yang dilakukan oleh
Mahkamah Agung terhadap suatu
perkara terkadang membentuk
sebuah peraturan hukum baru yang
berbentuk yurisprudensi. Meski kadang penafsiran hukum baru ini melanggar
ketentuan undang- undang (contralegem) akan tetapi tetap diperlukan agar hukum
dapat berjalan sesuai dengan perkembangan nilai- nilai dalam masayarakat.
Untuk itu
para penegak hukum khususnya hakim perlu memiliki pengetahuan yang cukup
tentang cara-cara penafsiran karena penafsiran yang tepat akan membuat
peraturan dapat diterapkan secara baik dan memberikan kepuasan bagi para pihak
yang bersangkutan (P.A.F.Lamintang, 2013: 39).
3.
Keseragaman
Terciptanya Penerapan Hukum
Tujuan lain daripada pemeriksaan
kasasi, bermasksud mewujudkan kesadaran “keseragaman” penerapan hukum atau
unified legal frmae work dan unified
legal opinion. Dengan adanya putusan
kasasi yang mencipta yurisprudensi, akan mengarahkan
keseragaman pandangan dan titik tolak penerapan hukum, dengan adanya upaya
hukum kasasi, dapat terhindari kesewengangan dan penyalahgunaan jabatan
oleh para hakim
yang tergoda
dalam memanfaatkan kebebasan kedudukan yang dimilikinya (M. Yahya Harahap,
2012: 539-542).
C.
Alasan Kasasi
Kasasi dapat diajukan melalui jalur kelalaian dalam acara
(vormverzuim) berdasarkan asalan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan yang ditentukan oleh undang-undang yang menjadi dasar putusan yang
kurang jelas (Andi Hamzah, 2009: 298).
Alasan pengajuan kasasi telah
ditentukan dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP yang berbunyi: “Pemeriksaan dalam
tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna menentukan bahwa:
1.
Apakah benar suatu peraturan hukum
tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;
2.
Apakah
benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;
3.
Apakah benar
pengadilan telah melampaui
batas wewenangnya”.
Selain
dari KUHAP, diatur pula dalam Pasal 30 Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo
Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2004 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, alasan-alasan
hukum yang dipergunakan
dalam permohinan kasasi, yaitu:
1. Tidak berwenang atau melampaui
batas wewenang;
2. Salah menerapkan atau melanggar
hukum yang berlaku;
3. Lalai memenuhi
syarat-syarat yang diwajibkan
oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan
batalnya putusan yang bersangkutan.
D.
Pihak-Pihak yang dapat Mengajukan Kasasi
Upaya hukum kasasi dapat diartikan sebagai “hak” yang
diberikan kepada terdakawa ataupun penuntut umum apabila mereka tidak puas atas putusan
Pengadilan Tinggi atau apabila mereka tidak
puas terhadap Putusan
Pengadilan Negeri yang menjatuhkan Putusan
Lepas dari Segala
Tuntutan.
Menurut Pasal 244 KUHAP, menegaskan bahwa yang berhak
mengajukan kasasi adalah Terdakwa dan Penuntut Umum.
Mereka inilah yang berhak mengajukan permohonan kasasi baik
“sendiri-sendiri” maupun secara “bersamaan”. Terdakwa saja secara sendirian
dapat mengajukan kasasi, demikian juga penuntut umum. Hal ini tidak mengurangi
kemungkinan keduanya sama-sama mengajukan kasasi, baik terdakwa maupun penuntut
umum sama-sama mengajukan permohonan kasasi (M. Yahya Harahap, 2012: 548).
E.
Tata Cara Pengajuan Kasasi
Terkait
tata cara pengajuan Kasasi, di dalam KUHAP sendiri telah diatur mengenai tata
cara pengajuan Kasasi yaitu sebagai berikut:
1. Permohonan kasasi disampaikan oleh
pemohon kepada Panitera Pengadilan Negeri yang telah memutus perkaranya dalam
tingkat pertama, dalam waktu 14 hari (empat belas) hari sesudah putusan
pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan (Pasal 245 ayat (1) KUHAP);
2. Permintaan tersebut oleh Panitera
ditulis dalam sebuah surat keterangan
yang ditandatangani oleh panitera serta pemohon, dan dicatat dalam daftar yang
dilampirkan pada berkas perkara (Pasal 245 ayat (2) KUHAP)
3. Dalam hal
Pengadilan Negeri menerima
permohonan kasasi, baik yang diajukan oleh Penuntut Umum maupun oleh
Terdakwa atau oleh Penuntut Umum dan Terdakwa sekaligus, maka panitera wajib
memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain (Pasal
245 ayat (3) KUHAP);
4. Apabila tenggang waktu 14 (empat
belas) hari sebagaiman dimaksud dalam Pasal 245 ayat (1) telah lewat tanpa
diajukan permohonan kasasi oleh yang bersangkutan, maka yang bersangkutan
dianggap menerima putusan (Pasal 246 ayat (1) KUHAP);
5. Dalam hal tenggang waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 246 ayat (1), pemohon terlambat mengajukan
permohonan kasasi maka hak untuk permohonan kasasi itu gugur (Pasal 246 ayat
(2) KUHAP);
6. Selama perkara permohonan kasasi
belum diputus oleh Mahkamah Agung, permohonan kasasi itu dapat dicabut
sewaktu-waktu dan apabila
sudah dicabut, permohonan kasasi dalam perkara itu tidak
dapat diajukan lagi (Pasal 247 ayat (1) KUHAP);
7. Jika pencabutan dilakukan sebelum
berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung, berkas tersebut tidak jadi dikirimkan
(Pasal 247 ayat (2) KUHAP);
8. Apabila perkara telah mulai
diperiksa, akan tetapi belum diputus, sedangkan sementara itu pemohon mencabut
permohonan kasasinya, maka pemohon dibebani membayar biaya perkara
yang telah dikeluarkan
oleh Mahkamah Agung hingga saat
pencabutannya (Pasal 247 ayat (3) KUHAP);
9. Permohonan Kasasi hanya dapat
dilakukan satu kali (Pasal 247 ayat (4) KUHAP.
F. Proses Pemeriksaan pada Tingkat
Kasasi
Sesuai dengan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004
tentang Mahkamah Agung, dalam pengajuan permohonan kasasi, pemohon wajib
menyampaikan memori kasasi yang memuat alasan-alasannya dalam
tenggang waktu 14
(empat belas) hari setelah permohonan yang dimaksud
dicatat dalam buku daftar.
Pemeriksaan kasasi sendiri dilakukan oleh Mahkamah Agung,
berdasarkan surat-surat dan hanya jika dipandang perlu Mahkamah Agung mendengar
sendiri para pihak atau para saksi, atau memerintahkan Pengadilan Tingkat
Pertama atau Tingkat Banding yang memutus perkara tersebut mendengar para pihak
atau para saksi, dan apabila Mahkamah Agung membatalkan Putusan Pengadilan dan mengadili sendiri perkara tersebut, maka dipakai
hukum pembuktian yang berlaku bagi Pengadilan Tingkat Pertama.
Adapun terkait prosedur pemeriksaan pada tingkat kasasi
diatur dalam Pasal 253 ayat (2) dan (3) KUHAP yang diuraikan sebagai berikut:
1.
Pemeriksaan dalam
tingkat kasasi dilakukan
dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim atas dasar berkas perkara
yang diterima dari Pengadilan lain dari pada Mahkamah Agung yang terdiri atas:
a.
Berita
acara pemeriksaan dari penyidik;
b.
Berita
acara di sidang;
c.
Semua
surat yang timbul di sidang yang berhubungan dengan perkara itu;
d.
Putusan
pengadilan tingkat pertama dan atau tingkat banding.
2.
Jika dipandang perlu untuk kepentingan pemeriksaan perkara, Mahkamah
Agung dapat mendengar sendiri keterangan
baik itu dari Terdakwa atau saksi ataupun Penuntut Umum, dengan
menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka tentang apa yang
ingin diketahui atau Mahkamah Agung dapat pula memerintahkan
pengadilan tingkat pertama dalam perkara tersebut untuk mendengar keterangan
mereka, dengan cara panggilan yang sama.
BAB IV
KESIMPULAN
Menurut Wirjono Prodjodikoro, kasasi
adalah pembatalan yaitu suatu tindakan Mahkamah Agung sebagai pengawasan
tertinggi atas putusan-putusan pengadilan-pengadilan lain, Sedangkan menurut Pasal
244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa terhadap
putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan
lain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan
pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali putusan bebas.
Tujuan kasasi adalah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum
dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau
keliru dalam penerapan hukumnya.
Alasan Kasasi diajukan untuk pertimbangan-pertimbangan yang ditentukan oleh undang-undang yang menjadi dasar putusan yang
kurang jelas.
Pihak-Pihak yang dapat Mengajukan
Kasasi menurut Pasal 244 KUHAP, menegaskan bahwa yang berhak mengajukan kasasi
adalah Terdakwa dan Penuntut Umum.
Tata Cara Pengajuan Kasasi diatur
dalam Pasal 245 ayat (1) KUHAP jo Pasal 245 ayat (2) KUHAP jo Pasal 245 ayat
(3) KUHAP jo Pasal 246 ayat (1) dan (2) KUHAP jo Pasal 247 ayat (1) dan (2)
KUHAP.
Adapun terkait proses pemeriksaan pada tingkat kasasi
diatur dalam Pasal 253 ayat (2) dan (3) KUHAP.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Sumber Buku-buku
Hamzah
Andi. 2008. Hukum
Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua. Jakarta:
Sinar Grafika.
Harahap Yahya
M. 2006. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP
(Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi,
dan Peninjauan Kembali). Jakarta: Sinar Grafika.
Marpaung
Leden. 2000. Perumusan Memori Kasasi dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika.
B.
Sumber Elektronik
C.
Sumber Hukum
Upaya hukum biasa diatur di dalam Bab XVII, Bagian
Kesatu dari Pasal 233 sampai dengan Pasal 234 KUHAP tentang pemeriksaan tingkat
banding, dan Bagian Kedua dari Pasal 244 sampai dengan Pasal 258 KUHAP tentang pemeriksaan
tingkat kasasi.
Upaya hukum luar biasa diatur dalam Bab XVIII, Bagian Kesatu dari Pasal 259
sampai dengan Pasal 262 KUHAP tentang kasasi demi kepentingan hukum dan
Bagian Kedua dari Pasal 263 sampai dengan Pasal 269 KUHAP tentang peninjauan kembali.
0 komentar:
Post a Comment