Blog ini berisi artikel-artikel, karya tulis ilmiah, dan berita mengenai Hukum dan Sosial

Tuesday, May 15, 2018

UPAYA HUKUM KASASI DALAM HUKUM ACARA PIDANA


BAB I
PENDAHULUAN

A.          Latar Belakang
Berbicara mengenai penegakan hukum pidana di Indonesia, tentunya berbicara mengenai 2 (dua) tonggaknya, yakni hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil di Indonesia secara umum diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), dan secara khusus banyak diatur di peraturan  perundang-undangan  yang  mencantumkan  ketentuan  pidana.  Begitu juga dengan hukum pidana formil di Indonesia, diatur secara umum di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dan secara khusus ada yang diatur di Undang-undang yang mencantumkan ketentuan pidana.
Berpijak pada kedua aturan hukum positif di atas, penegakan hukum pidana di Indonesia menganut 2 (dua) sistem yang diterapkan secara bersamaan, yakni sistem penegakan hukum pidana secara diferensiasi fungsional dan  Intregated Criminal Justice System.
Mengapa demikian, karena pada strukturnya, penegakan hukum pidana Indonesia dari hulu ke hilir ditangani lembaga yang berdiri sendiri secara terpisah dan mempunyai tugas serta wewenangnya masing-masing. Misalnya penyelidikan dan penyidikan dilakukan oleh kepolisian, penuntutan dilakukan oleh kejaksaan, dan pemeriksaan persidangan beserta putusan menjadi tanggung jawab dari hakim yang berada di bawah naungan Mahkamah Agung. Hal   tersebut   yang   menjadi   sebab   Indonesia   dikatakan   menganut   system diferensiasi  fungsional. 
Namun  apabila  ditilik  dari  proses  kerjanya,  ternyata semua lembaga tersebut bekerja secara berkelanjutan dan berkesinambungan. antara   kepolisian   dan   kejaksaan   misalnya,   ketika   melakukan   penyidikan kepolisian akan menyusun berita acara pemeriksaan yang nantinya menjadi dasar dari kejaksaan untuk menyusun surat dakwaan.
Sementara itu, ada juga proses yang dinamakan pra penuntutan, yakni ketika berkas dari kepolisian dianggap belum lengkap untuk menyusun surat dakwaan oleh kejaksaan, maka berkas tersebut dikembalikan ke kepolisian untuk dilengkapi disertai dengan petunjuk dari jaksa yang bersangkutan. Dan antara kejaksaan dan kehakiman, apabila suatu putusan dari hakim dirasa kurang sesuai dengan ketentuan yang ada atau melebihi kewenangannya   maka   jaksa   penuntut   umum   akan   bereaksi   dengan   cara melakukan perlawanan yang berupa upaya hukum yang sesuai dengan ketentuan yang ada.
Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim. Dalam teori dan praktek kita mengenal ada 2 (dua) macam upaya hukum yaitu, upaya hukum  biasa dan  upaya hukum  luar biasa.  Perbedaan  yang ada  antara keduanya  adalah  bahwa  pada  azasnya  upaya  hukum  biasa  menangguhkan eksekusi (kecuali bila terhadap suatu putusan dikabulkan tuntutan serta mertanya), sedangkan upaya hukum luar biasa tidak menangguhkan eksekusi.

B.           Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui Pengertian Kasasi menurut para ahli dan menurut kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP)
2.      Untuk mengetahui tujuan dari Upaya Hukum Kasasi.
3.      Untuk mengetahui apa yang menjadi alasan pengajuan Kasasi
4.      Untuk mengetahui pihak-pihak yang dapat mengajukan Kasasi
5.      Untuk mengetahui tata cara pengajuan Kasasi
6.      Untuk mengetahui proses pemeriksaan perkara pada Tingkat Kasasi

C.          Kegunaan Penulisan
Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan kegunaan atau kemanfaatan penulisan baik secara teoritis maupun praktis;
Secara teoritis, makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan kajian lebih lanjut tentang proses upaya hukum kasasi dalam hukum acara pidana.
Secara praktis, makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi praktisi hukum yang akan melakukan proses berperkara pada hukum acara pidana khususnya dalam upaya hukum kasasi.
                                                                                                         
D.          Kerangka Pemikiran
1.      Tinjauan tentang Upaya Hukum
a.      Pengertian Upaya Hukum
Upaya hukum merupakan hak terdakwa atau Penuntut Umum yang dapat dipergunakan apabila Terdakwa ataupun Penuntut Umum merasa tidak puas atas putusan yang diberikan oleh Pengadilan. Maksud dari upaya hukum sendiri dijelaskan dalam Pasal 1 butir 12 KUHAP yang menjelaskan bahwa:
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ada dua macam upaya hukum yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa diatur di dalam BAB XVII, sedangkan upaya hukum luar biasa diatur dalam BAB XVIII.
b.      Upaya Hukum biasa
Upaya hukum biasa diatur di dalam Bab XVII, Bagian Kesatu dari Pasal 233 sampai dengan Pasal 234 KUHAP tentang pemeriksaan tingkat banding, dan Bagian Kedua dari Pasal 244 sampai dengan Pasal 258 KUHAP tentang pemeriksaan tingkat kasasi. (Hamzah,  2008:  290). 
Upaya  hukum  biasa  adalah  hak  terdakwa  dan  penuntut  umum untuk tidak menerima putusan pengadilan negeri atau tingkat pertama (judex factie), sehingga maksud dari upaya hukum dari terdakwa atau penuntut  umum  tidak  dapat  menerima  putusan  tersebut  yaitu  untuk
Memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh instansi yang sebelumnya, untuk kesatuan dalam pengadilan dan sebagai perlindungan terhadap tindak sewenang-wenang hakim atau pengadilan (Andi Sofyan dan Abd. Asis, 2014: 269).
c.       Upaya Hukum Luar Biasa
KUHAP telah mengatur tentang upaya hukum luar biasa yang merupakan pengecualian adari upaya hukum biasa, sebagaimana diatur dalam Bab XVIII Bagian Kesatu dari Pasal 259 sampai dengan Pasal 262 KUHAP tentang kasasi demi kepentingan hukum dan Bagian Kedua dari Pasal 263 sampai dengan Pasal 269  KUHAP tentang peninjauan kembali atas putusan pengadilan yang telah memperolah kekuatan hukum tetap. (Hamzah, 2008: 302).

BAB II
PERMASALAHAN

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis menetapkan langkah-langkah berikutnya yaitu merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan untuk memecahkan masalah yang telah dipilih atau ditetapkan oleh penulis, dengan rumusan masalah sebagai berikut:
A.    Apa yang dimaksud dengan Pengertian Kasasi menurut para ahli dan menurut kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP)?
B.     Apa tujuan dari Upaya Hukum Kasasi?
C.     Apa yang menjadi alasan pengajuan Kasasi?
D.    Siapakah pihak-pihak yang dapat mengajukan Kasasi?
E.     Bagaimana tata cara pengajuan Kasasi?
F.      Bagaimana proses pemeriksaan perkara pada Tingkat Kasasi?
BAB III

PEMBAHASAN

A.          Pengertian Kasasi
Menurut Wirjono Prodjodikoro, kasasi adalah pembatalan yaitu suatu tindakan Mahkamah Agung sebagai pengawasan tertinggi atas putusan-putusan pengadilan-pengadilan lain. Pada asasnya kasasi didasarkan atas pertimbangan bahwa terjadi kesalahan penerapan hukum atau hakim telah melampaui kekuasaan kehakimannya (Andy Sofyan, Abd. Asis, 2014: 279).
Pasal 244 KUHAP menyatakan bahwa terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali putusan bebas.
The Supreme Court is the apex of the court system in Indonesia and as such one of its primary functions is the supervision of lower courts within its jurisdiction, The Supreme Court is the apex of the court system in Indonesia and as such one of its primary functions is the supervision of lower courts within its jurisdiction ( Mahkamah Agung adalah puncak dari sistem pengadilan di Indonesia dan dengan demikian salah satu fungsi utamanya adalah pengawasan pengadilan yang lebih rendah dalam yurisdiksinya, Mahkamah Agung adalah puncak dari sistem pengadilan di Indonesia dan dengan demikian salah satu fungsi utamanya adalah pengawasan pengadilan yang lebih rendah dalam yurisdiksinya)”  (Hikmahanto Juwana et al, 2005:54).
Selain pengertian dari KUHAP tersebut, kasasi juga dapat diartikan bahwa:
Kasasi merupakan salah satu upaya hukum biasa dan merupakan hak asasi yang diberikan peraturan perundang-undangan kepada pencari keadilan. 
Kasasi berasal dari kata “Cassation” dengan kata kerta “Casser” artinya membatalkan atau memecahkan.
Peradilan kasasi dapat diartikan memecahkan atau membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan, karena dinilai salah menerapkan hukum.
Meskipun secara normatif Mahkamah Agung memiliki kewenangan mengadili perkara kasasi tidak serta merta dan pasti melakukannya, melainkan tergantung pihak pencari keadilan atau penuntut umum, mengajukan kasasi atau tidak dan tergantung syarat lain yang harus dipenuhi.
Secara yuridis formal permohoonan kasasi dapat diterima apabila memenuhi syarat formal antara   lain:   tenggang   waktu   mengajukan   kasasi, surat kuasa khusus sempurna, masih ada upaya hukum yang disediakan oleh hukum acara (verzet, banding), memberikan memori kasasi dalam waktunya (Henry P Pangabean, 2001:  201).

B.           Tujuan Kasasi
Tujuan kasasi adalah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam penerapan hukumnya. (Andi  Hamzah,  2009:  297) 
Adapun tujuan utama upaya hukum kasasi antara lain sebagai berikut:
1.      Guna melakukan koreksi terhadap putusan pengadilan dibawahnya yang dikenal sebagi judex juris agar peraturan hukum benar-benar diterapkan sebagaimana mestinya demi terwujudnya keadilan dan kebenaran yang hakiki.
Kebanyakan orang melakukan kasasi dikarenakan rasa ketidakpuasannya terhadap putusan hakim. Penyebab utama bukan masalah berat ringannya hukuman yang dijatuhkan melainkan karena para pihak merasa bahwa dalam menjatuhkan putusan, hakim telah salah menerapkan hukum.
2.      Menciptakan dan membentuk hukum baru
Koreksi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung terhadap suatu   perkara   terkadang   membentuk   sebuah   peraturan hukum baru yang berbentuk yurisprudensi. Meski kadang penafsiran hukum baru ini melanggar ketentuan undang- undang (contralegem) akan tetapi tetap diperlukan agar hukum dapat berjalan sesuai dengan perkembangan nilai- nilai dalam masayarakat.
Untuk itu para penegak hukum khususnya hakim perlu memiliki pengetahuan yang cukup tentang cara-cara penafsiran karena penafsiran yang tepat akan membuat peraturan dapat diterapkan secara baik dan memberikan kepuasan bagi para pihak yang bersangkutan (P.A.F.Lamintang, 2013: 39).
3.      Keseragaman Terciptanya Penerapan Hukum
Tujuan lain daripada pemeriksaan kasasi, bermasksud mewujudkan kesadaran “keseragaman” penerapan hukum atau unified legal frmae work dan   unified legal opinion. Dengan  adanya  putusan  kasasi  yang  mencipta yurisprudensi, akan mengarahkan keseragaman pandangan dan titik tolak penerapan hukum, dengan adanya upaya hukum kasasi, dapat terhindari kesewengangan dan penyalahgunaan  jabatan  oleh  para  hakim  yang tergoda dalam memanfaatkan kebebasan kedudukan yang dimilikinya (M. Yahya Harahap, 2012: 539-542).

C.          Alasan Kasasi
Kasasi dapat diajukan melalui jalur kelalaian dalam acara (vormverzuim) berdasarkan asalan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan yang ditentukan oleh undang-undang yang menjadi dasar putusan yang kurang jelas (Andi Hamzah, 2009: 298).
Alasan pengajuan kasasi telah ditentukan dalam Pasal 253 ayat (1) KUHAP yang berbunyi: “Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna menentukan bahwa:
1.      Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya;
2.      Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang;
3.      Apakah    benar    pengadilan    telah    melampaui    batas wewenangnya”.

Selain dari KUHAP, diatur pula dalam Pasal 30 Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, alasan-alasan hukum yang dipergunakan dalam permohinan kasasi, yaitu:
1.      Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
2.      Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
3.      Lalai   memenuhi   syarat-syarat   yang   diwajibkan   oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

D.          Pihak-Pihak yang dapat Mengajukan Kasasi
Upaya hukum kasasi dapat diartikan sebagai “hak” yang diberikan kepada terdakawa ataupun penuntut umum apabila mereka tidak puas atas putusan Pengadilan Tinggi atau apabila mereka tidak  puas  terhadap  Putusan  Pengadilan  Negeri  yang menjatuhkan  Putusan  Lepas  dari  Segala  Tuntutan. 
Menurut Pasal 244 KUHAP, menegaskan bahwa yang berhak mengajukan kasasi adalah Terdakwa dan Penuntut Umum.
Mereka inilah yang berhak mengajukan permohonan kasasi baik “sendiri-sendiri” maupun secara “bersamaan”. Terdakwa saja secara sendirian dapat mengajukan kasasi, demikian juga penuntut umum. Hal ini tidak mengurangi kemungkinan keduanya sama-sama mengajukan kasasi, baik terdakwa maupun penuntut umum sama-sama mengajukan permohonan kasasi (M. Yahya Harahap, 2012: 548).

E.           Tata Cara Pengajuan Kasasi
Terkait tata cara pengajuan Kasasi, di dalam KUHAP sendiri telah diatur mengenai tata cara pengajuan Kasasi yaitu sebagai berikut:
1.      Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada Panitera Pengadilan Negeri yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu 14 hari (empat belas) hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan (Pasal 245 ayat (1) KUHAP);
2.      Permintaan tersebut oleh Panitera ditulis dalam sebuah surat keterangan  yang  ditandatangani  oleh  panitera  serta pemohon, dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas perkara (Pasal 245 ayat (2) KUHAP)
3.      Dalam   hal   Pengadilan   Negeri   menerima   permohonan kasasi, baik yang diajukan oleh Penuntut Umum maupun oleh Terdakwa atau oleh Penuntut Umum dan Terdakwa sekaligus, maka panitera wajib memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain (Pasal 245 ayat (3) KUHAP);
4.      Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari sebagaiman dimaksud dalam Pasal 245 ayat (1) telah lewat tanpa diajukan permohonan kasasi oleh yang bersangkutan, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan (Pasal 246 ayat (1) KUHAP);
5.      Dalam hal tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 246 ayat (1), pemohon terlambat mengajukan permohonan kasasi maka hak untuk permohonan kasasi itu gugur (Pasal 246 ayat (2) KUHAP);
6.      Selama perkara permohonan kasasi belum diputus oleh Mahkamah Agung, permohonan kasasi itu dapat dicabut sewaktu-waktu  dan  apabila  sudah  dicabut,  permohonan kasasi dalam perkara itu tidak dapat diajukan lagi (Pasal 247 ayat (1) KUHAP);
7.      Jika pencabutan dilakukan sebelum berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung, berkas tersebut tidak jadi dikirimkan (Pasal 247 ayat (2) KUHAP);
8.      Apabila perkara telah mulai diperiksa, akan tetapi belum diputus, sedangkan sementara itu pemohon mencabut permohonan kasasinya, maka pemohon dibebani membayar biaya  perkara  yang  telah  dikeluarkan  oleh  Mahkamah Agung hingga saat pencabutannya (Pasal 247 ayat (3) KUHAP);
9.      Permohonan Kasasi hanya dapat dilakukan satu kali (Pasal 247 ayat (4) KUHAP.



F.     Proses Pemeriksaan pada Tingkat Kasasi
Sesuai dengan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, dalam pengajuan permohonan kasasi, pemohon wajib menyampaikan memori kasasi yang memuat alasan-alasannya  dalam   tenggang   waktu   14   (empat   belas) hari setelah permohonan yang dimaksud dicatat dalam buku daftar.
Pemeriksaan kasasi sendiri dilakukan oleh Mahkamah Agung, berdasarkan surat-surat dan hanya jika dipandang perlu Mahkamah Agung mendengar sendiri para pihak atau para saksi, atau memerintahkan Pengadilan Tingkat Pertama atau Tingkat Banding yang memutus perkara tersebut mendengar para pihak atau para saksi, dan apabila Mahkamah Agung membatalkan Putusan Pengadilan dan mengadili sendiri perkara tersebut, maka dipakai hukum pembuktian yang berlaku bagi Pengadilan Tingkat Pertama.
Adapun terkait prosedur pemeriksaan pada tingkat kasasi diatur dalam Pasal 253 ayat (2) dan (3) KUHAP yang diuraikan sebagai berikut:
1.      Pemeriksaan  dalam  tingkat  kasasi  dilakukan  dengan sekurang-kurangnya tiga orang hakim atas dasar berkas perkara yang diterima dari Pengadilan lain dari pada Mahkamah Agung yang terdiri atas:
a.       Berita acara pemeriksaan dari penyidik;
b.      Berita acara di sidang;
c.       Semua surat yang timbul di sidang yang berhubungan dengan perkara itu;
d.      Putusan pengadilan tingkat pertama dan atau tingkat banding.
2.      Jika dipandang perlu untuk kepentingan pemeriksaan perkara, Mahkamah Agung dapat mendengar sendiri keterangan   baik itu dari Terdakwa atau saksi ataupun Penuntut Umum, dengan menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka tentang apa yang ingin diketahui  atau  Mahkamah Agung dapat pula memerintahkan pengadilan tingkat pertama dalam perkara tersebut untuk mendengar keterangan mereka, dengan cara panggilan yang sama.
 BAB IV
KESIMPULAN

Menurut Wirjono Prodjodikoro, kasasi adalah pembatalan yaitu suatu tindakan Mahkamah Agung sebagai pengawasan tertinggi atas putusan-putusan pengadilan-pengadilan lain, Sedangkan menurut Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali putusan bebas.
Tujuan kasasi adalah untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan undang-undang atau keliru dalam penerapan hukumnya.
Alasan Kasasi diajukan untuk pertimbangan-pertimbangan yang ditentukan oleh undang-undang yang menjadi dasar putusan yang kurang jelas.
Pihak-Pihak yang dapat Mengajukan Kasasi menurut Pasal 244 KUHAP, menegaskan bahwa yang berhak mengajukan kasasi adalah Terdakwa dan Penuntut Umum.
Tata Cara Pengajuan Kasasi diatur dalam Pasal 245 ayat (1) KUHAP jo Pasal 245 ayat (2) KUHAP jo Pasal 245 ayat (3) KUHAP jo Pasal 246 ayat (1) dan (2) KUHAP jo Pasal 247 ayat (1) dan (2) KUHAP.
Adapun terkait proses pemeriksaan pada tingkat kasasi diatur dalam Pasal 253 ayat (2) dan (3) KUHAP.








DAFTAR PUSTAKA

A.          Sumber Buku-buku
Hamzah  Andi.  2008. Hukum  Acara  Pidana  Indonesia  Edisi  Kedua. Jakarta: Sinar Grafika.
Harahap Yahya M. 2006. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali). Jakarta: Sinar Grafika.
Marpaung Leden. 2000. Perumusan Memori Kasasi dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika.

B.           Sumber Elektronik

C.          Sumber Hukum
Upaya hukum biasa diatur di dalam Bab XVII, Bagian Kesatu dari Pasal 233 sampai dengan Pasal 234 KUHAP tentang pemeriksaan tingkat banding, dan Bagian Kedua dari Pasal 244 sampai dengan Pasal 258 KUHAP tentang pemeriksaan tingkat kasasi.
Upaya hukum luar biasa diatur dalam Bab XVIII, Bagian Kesatu dari Pasal 259 sampai dengan Pasal 262 KUHAP tentang kasasi demi kepentingan hukum dan Bagian Kedua dari Pasal 263 sampai dengan Pasal 269  KUHAP tentang peninjauan kembali.



Share:

0 komentar:

Post a Comment