Blog ini berisi artikel-artikel, karya tulis ilmiah, dan berita mengenai Hukum dan Sosial

Sunday, May 13, 2018

HAL-HAL YANG MENGHALANGI QISHAS


BAB I
PENDAHULUAN
Penulis: Yusuf Abdul Aziz
A.    Latar Belakang
Islam adalah Agama yang Universal. Hukum Islam yang bersumber pada al-Quran dan Sunnah, di dalamnya tidak hanya mengatur pokok-pokok permasalahan hubungan manusia dengan Tuhannya saja, melainkan mengatur pula hubungan manusia dengan Manusia lainnya.
Hubungan manusia dengan manusia diatur dalam bidang Mu’amalah (arti luas).  Bidang Mu’amalah ini membahas hubungan keluarga, Ekonomi, Pidana, Peradilan, Kenegaraan dan lain sebagainya.
Pembahasan makalah ini akan mengupas bidang Pidana Islam atau Fiqh Jinayah. Di dalam Fiqh Jinayah dikenal tiga jenis tindak pidana, antara lain; Jarimah Hudud, Jarimah Qishas-Diyat, dan Jarimah Ta’zir. Jarimah Hudud adalah tindak pidana yang merupakan Hak Allah, oleh sebab itu, macam dan jumlah sanksinya telah ditetapkan dalam al-Quran sehingga kewenangan hakim dalam wilayah Hudud hanyalah dalam pelaksanaannya saja.
Lain halnya dengan Hudud, jarimah Qishas-Diyat telah ditentukan jenis sanksinya tetapi tidak memiliki batas tertinggi dan batas terendah, sehingga banyaknya sanksi bisa disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Oleh sebab itu, maka jarimah ini termasuk pada hak manusia karena yang dilanggar adalah hak manusia. Ibn Nujaym Mengatakan;[3]
“Jarimah Qishas sama dengan Jarimah Hudud”
ia mengatakan bahwa dasar kesamaan keduanya terletak pada keharusan untuk berhati-hati dalam penjatuhannya.
Jarimah qishas dibagi menjadi lima macam, yaitu; 1) pembunuhan sengana, 2) pembunuhan karena kesalahan, 3) pembunuhan semi sengaja, 4) penganiayaan sengaja, dan 5) penganiayaan tidak sengaja.[4] Qishas dalam pembunuhan berbeda hukumnya dengan qishas dalam penganiayaan, namun pada keduanya bisa terhalang penjatuhannya bahkan bisa gugur karena adanya syubhat.
B.     Rumusan Masalah
Dalam uraian di atas ada beberapa masalah yang perlu di uraikan dengan dikaji lebih jauh.
a)      Bagaimana pengertian qiqsas menurut pandangan ulama
b)      Bagaimana dan hal-hal apa saja yang menjadikan terhalangnya qishas
C.     Tujuan Penulisan
a)      Mengetahui pengertian Qishas dari pandangan ulama
b)      Mengetahui hal-hal yang menghalngi terjadinya qishas.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Qishas
Hukum pidana dalam Islam mengenal tiga jenis tindak pidana atau yang disebut Jarimah. Jarimah tersebut antara lain; Jarimah Hudud, Jarimah Qishas-Diyat, dan Jarimah Ta’zir. Pembahasan kali ini akan mengupas tentang Jarimah Qishas-Diyat.
Ketiga jenis tindak pidana di atas telah mendapat pengaturannya dalam al-Qur’an dan dalam Hadits Rasulullah saw, dan Hakim hanya diberi kekuasaan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan tersebut.
Asas Legalitas Jarimah tersebut sesuai dengan kaidah berikut:
“Tidak ada tindak pidana dan tidak ada hukuman tanpa adanya aturan”[5]
Qishas sendiri adalah jenis jarimah yang sanksinya serupa dengan perbuatan yang dilakukan pelaku terhadap korban. Dengan kata lain qishas adalah balasan setimpal bagi pelaku. Jika pelaku memotong tangan korbannya, maka ia akan diberi balasan yang sama, yaitu dengan memotong kembali tangan pelaku. Hal ini didasarkan pada Firman Allah:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang yang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, wanita dengan wanita, maka barang siapa yang mendapatkan suatu pemaafan dar saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang ma’ruf, dan hendaklah  (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang ma’ruf. Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhanmu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang pedih.”(al-Baqarah:178)
Qishas merupakan salah satu dari dari kajian jarimah yang di bahas dalam Fiqh Jinayah.
Jarimah Qishas yaitu yang di jerat dengan hukuman mati atau Diat. Baik Diat maupun qishas adalah hukuman yang telah di tentukan oleh syara. Bedanya dengan hukuman had adalah bahwa hukuman had adalah hak Allah ( hak masyarakat), sedangkan qishas dan diyat merupakan hak manusia (Individu). Di samping itu, perbedaan yang lain adalah karena hukuman qishas dan diat merupakan hak  manusia maka hak tersebut maka hukuman tersebut dapat di maafkan dan atau di gugurkan oleh korban atau keluarga korban, sedangkan hukuman had tidak bias dimaafkan atau d gugurkan.
B.     Hal-Hal Yang Menggugurkan Qishas
a)      Hilangnya Objek Qishas
Objek qishas dalam tindak pidana pembunuhan adalah jiwa nyawa pelaku pembunuh. Apabila objek qishas tidak ada, karena meninggal dunia, dengan sendirinya hukuman qishas menjadi gugur. Hanya saja yang jadi masalah disini adalah apakah sudah meningggal terhukum, ia masih di bebani kewajiban membayar diat atau tidak ? menurut Hanafiyah dan Malikiyah, sebagaimana dikutif Wahbah Zuhaili, apabila qishas gugur karena meninggalnya pelaku terhukum, ia tidak diwajibkan ia tidak diwajibkan membayar diat. Alasanya adalah karena qishas merupakan wajib ain. Apabila pelaku meninggal, kewajiban tersebut menjadi gugur, dan wali keluarga tidak diwajibkan membayar diat.
            Menurut Hambaliyah, apabila qishas gugur karena meninggalnya pelaku, wali masih berhak memilih diat. Hal ini karena kewajiban yang di bebankan karena pembunuh sengaja adalah salah satu dari dua perkara, yaitu qishas atau diat. Apabila keluarga korban memilih untuk mengambil diat, diat tersebut wajib di bayar, walaupun pelaku tidak menyetujuinya. Menurut Madzhab Syafi’I adalah, walaupun pendapat yang rajah mengakui qishas sebagai wajib ain, sebagaimana pendapat Hanafiyah dan Malikiyahh, namun syafi’i berpendapat bahwa diat merupalan pengganti qishas apabila qishas gugur karena pengampunan atau sebagainya, seperti meninggal pelaku terhukum. Dengan demikian keluarga korban berhak untuk mengambil diat tanpa menunggu persetujuan pelaku terhukum.
b)      Pengampunan
Pengampunan dalam qiqhas di bolekan oleh para ulama, bahkan lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaanya. Hal ini didassarkan kepada Firman Allah Surat Al-Baqoroh. Ayat. 178.
Maka banrang siapa memdapatkan suatu pemaafan dari saudara, hendaklah yang memaafkan mengikuti dengan cara yang baik dsan hendaknya ygng diberi maafa membayarar diat kepada yagn member maaf dengan cara yang baik pala. (QS. Al-Baqaroh: 178.
Pernyataaan untuk memberilan suatu pernyataan pengampunan tersebut dapat dilakukan secara lisan atua tertulis. Yang redaksi kalimat nya bias disesuaikan dengan liasan masing-masing daerah. Dengan kata membebaskan, memaafakan, melepaskan, memberikan dan sebagainya.
Penganpunan menurut persepsi Imama Malik dan Abu Hanifah sebagaimana yang dikutif oleh Abdul Qodir Audah, adalah pembebasan dari Qishas dan tidak otomatis mengakibatkan adanya hukuman diat. Menurut mereka menurut mereka tampilnya diat menggantikan Qishas. Bukan dengan pengampunan melainkan dengan perdamaian (shulh). Dengan demikian penggantian hokum qishahs dengan diat tidak bias ditempatkan secara sepihak, melainkan harus dengan persetujuan kedua belah pihak, yaitu pihak wali keluarga korban dan pihak pembunuh.
Sedangkan menurut imam Syafi’I dan hambali. Pengampunan itu disamping menggugurka qishas dan secara otomatis timbulnya hukuman diat bagi pelaku pembunuuhan.
c)      Shull (Pengampunan)
Shull dalam bahasa adalah Qott’u Al munaazaah. Yang artinya memutuskan perselisihan. Dalam syara’, seperti ni dikemukakan oleh sayid sabiq
”Suatu akaad perjanjian yang menyelesaikan persengketaan antara dua orang yang bersangkutan berperkara.”
Apabila pengertian tersebut dikaitkan dengan qishas, shull berarti perjanjian atau perdamaian antara pihak wali korban dan pihak pembunuh umtuk membebaskan hukuman qishas dengan imbalan.
Para ulama telah sepakat tentang dibolehkanuya shull. Dalam qishas sehingga dengan adanya shull antara kedua belah pihak maka qishas menjadi gugur. Shull boleh diminta dengann imbalan yang lebih besar daripada diat sama dengan dia sama atau kecil dari pada diat. Juga boleh dengan tunai atau juga dengan angsuran, dengan  jeis diat atau selain jenis diat atau selain jenis diat. Dengan syarat diterima oleh kedua belah pihak yang berperkara.
d)     Diwarisnya Hak Qishas
Hukuman qishas dapat gugur apabila wali korban menjadi pewaris hak qishas. Contohnya seperti orang divonis hukuman qishas kemudian ia meninggal, dan pembunuh mewarisi hak qishas tersebut, baik seluruhnya maupun sebagkianya atau qishas diwarisi oleh seorang yang memiliki orang yang tidak memilii hak qishas dari pembunuh, yaitu anaknya.
Contohnya: seorang anak membunuh ayahnya, dan anak tersebut mempunyai saudara. Kemudian saudara tersebut yang memiliki hak qishas meninggal, dan ia tidak memiliki ahli waris sekan saudaranya yang membunuh tadi. Dalm kondisi ini pembunuh tersebut menjadi ahki waris atas hak qishasny. Demngan demikian ,aka hukuman qishas menjadi gugur, karena tidak mungkin seorang melaksanakan qishas terhadap dirinya.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Qishas adalah pembunuhan terhadap jiwa manusia dengan cara yang disukai oleh pembunuh. Tetapi didalam qishas ada sesuatu yang menghalangi qishas
Hal-hal yang dapat menghalangi qishas ada empat macam yaitu hilangnya objek qishas, pengampunan, shull( perdamaian), dan diwarisnya hak qishas.

Share:

0 komentar:

Post a Comment