Sumber:google.com |
KASUS POSISI
A.
LATAR
BELAKANG KASUS
Pada
tahun 1992 sampai 1995 terjadi konflik bersenjata
antara Entis Bosniak Etnis Kroasia Dan Etnis Serbia yang memiliki kepentingan
masing masing Etnis Bosniak ingin menjadikan Bosnia sebagai Negara Merdeka
Etnis Kroasia ingin menggabungkan wilayah Bosnia terhadap wilayah Kroasia
sedangkan Etnis Serbia yang sedang mendominasi pemerintahan di Yugoslavia ingin
mempertahankan sisa sisa wilayah Yugoslavia Bosnia atau lengkapnya Bosnia dan
Herzegovina adalah nama dari sebuah Negara kecil yang terletak di Semenanjung
Balkan di bagian Tenggara Eropa Bosnia juga dikenal sebagai Negara termuda di
wilayah Eropa karena Negara ini baru merdekaa tahun 90 lalu perang Bosnia merupakan
konflik terbesar dan terparah dalam periode disintegrasi Yugoslavia yang
berlangsung selama dekade 90selama perang banyak terjadi aksi pembantaian antar
etnis dimana aksi aksi tadi didominasi oleh pasukan dari Etnis Serbia. Penyebab
utama mengapa intensitas perang di Bosnia merupakan Negara bagian dari
Yugoslavia ketika perang berakhir, Bosnia menjadi Negara merdeka dengan system
pemerintah yang sudah di rancang sedemikian rupa untuk mencegah etnis tertentu
dalam pemerintahan Bosnia, karena etnis etnis yang terlibat dalam perang Bosnia
memiliki komposisi agama yang mayoritas berbeda 1 sama lain, perang Bosnia
lantas menjadi magnet bagi relawan relawan asing untuk ikut berperang di bosnia
atas dasar solidaritas agama & etnis sebagai contoh etnis bosnia yang
mayoritasnya beragama islam dibanjiri milisi milisi mujahidin yang datang dari
tengah & minoritas muslim di Negara-Negara Barat sedangkan etnis etnis
Kroasia yang mayoritasnya Katolik dibantu dari para anggota neo-nazi di negara
negara Eropa Barat & Utara etnis. Serbia yang mayoritasnya Kristen ortodoks
sendiri mendapat bantuan dari para relawannya yaitu Yunani dan Negara- Negara
pecahan Uni Soviet beragamnya komposisi etnis dan agama di bosnia. Berjalannya
perang penembakan di balas penambakan tanggal 9 januari 1992, etnis Serbia di Bosnia
mendeklarasikan pendirian Republic SRPSKA sebagai pemerintah tandingan dari
parlemen Negara Bosnia yang keanggotannya di dominasi etnis non Serbia.
Beberapa bulan kemudian atau tepatnya pada Tanggal 1 maret 1992 seorang
ekstrimis Bosnia menembak di acara pernikahan didaerah Sarajevo dan menewaskan
1 orang yang berasal dari etnis Serbia begitu juga sebaliknya pada tanggal 6
april 1992 ekstrimis Serbia menembak di acara parade perdamaian dan etnis
bosnia memakan korban sampai 6 orang. Kondisi pasca perang tanggal 14 desember
pihak yang terlibat dalam perlindungan damai akhirnya berhasil mecapai
kesepakatan dalam wujud perjanjian Dalton. Via perjanjian damai ini pihak pihak
yang terlibat dalam perundingan damai akhirnya berhasil mecapai kesepakatan
perang Bosnia akan mengangkat senjata untuk mencegah terjadinya dominasi etnis
tertentu Bosnia menerapkan kebijakan penjahatan berbasis etnis di Intitusi pemerintah
pusatnya etnis Bosnia, Kroasia dan Serbia diberi jumlah kursi parlemen yang sama
konsep serupa di pakai oleh Bosnia untuk menentukan presiden. Masing masing
etnis akan menggelar pertemuan dan musawarah persiden pertama Bosnia ada 3 dan
setiap 8 bulan sekali di rotasi terkesan rumit memang tetapi system ini
diterapkan agar mencegah konflik antar etnis.
B.
PUTUSAN
HAKIM
Pengadilan
tertinggi PBB memutuskan bahwa baik Kroasia maupun Serbia tidak melakukan
kejahatan genosida terhadap penduduk kedua negara tersebut
Kasusnya adalah Pasal IX
Konvensi Genosida. Artikel itu menyediakan:
"Perselisihan antara Para Pihak terkait dengan penafsiran,
aplikasi atau pemenuhan Konvensi ini, termasuk yang berkaitan dengan tanggung
jawab sebuah negara untuk genosida atau tindakan lainnya yang disebutkan di
dalamnya pasal III, diajukan ke Mahkamah Internasional atas permintaan dari
siapapun dari pihak-pihak yang bersengketa. "
Pengadilan menyatakan bahwa fakta bahwa yurisdiksinya hanya dapat
didirikan berdasarkan Pasal tersebut implikasi penting untuk lingkup yurisdiksi
tersebut: ini menyiratkan bahwa Pengadilan tidak memiliki kekuatan untuk
melakukannya peraturan tentang dugaan pelanggaran kewajiban lainnya menurut
hukum internasional, tidak termasuk genosida, terutama yang melindungi hak
asasi manusia dalam konflik bersenjata. Begitu bahkan jika dugaan
pelanggarannya adalah kewajiban berdasarkan norma peremptory, atau kewajiban
yang melindungi kemanusiaan esensial nilai, dan yang mungkin terutang erga
omnes.
C.
DASAR
HUKUM PUTUSAN
1. Konvensi
Jenawa
Konvensi-konvensi Jenewa meliputi empat perjanjian (treaties)
dan tiga protokol tambahan yang menetapkan standar dalam hukum internasional (international
law) mengenai perlakuan kemanusiaan bagi korban perang. Istilah Konvensi
Jenewa, dalam bentuk tunggal, mengacu pada persetujuan-persetujuan 1949, yang
merupakan hasil perundingan yang dilakukan seusai Perang Dunia II.
Persetujuan-persetujuan tersebut berupa diperbaharuinya ketentuan-ketentuan
pada tiga perjanjian yang sudah ada dan diadopsinya perjanjian keempat. Rumusan
keempat perjanjian 1949 tersebut ekstensif, yaitu berisi pasal-pasal yang
menetapkan hak-hak dasar bagi orang yang tertangkap dalam konflik militer,
pasal-pasal yang menetapkan perlindungan bagi korban luka, dan pasal-pasal yang
menyikapi masalah perlindungan bagi orang sipil yang berada di dalam dan di
sekitar kawasan perang. Keempat perjanjian 1949 tersebut telah diratifikasi,
secara utuh ataupun dengan reservasi, oleh 194 negara.
"Orang yang dilindungi berhak, dalam segala keadaan,
untuk memperoleh penghormatan atas dirinya, martabatnya, hak-hak keluarganya,
keyakinan dan ibadah keagamaannya, dan kebiasaan serta adat-istiadatnya. Mereka
setiap saat diperlakukan secara manusiawi dan dilindungi, terutama terhadap
segala bentuk kekerasan atau ancaman kekerasan dan terhadap penghinaan dan
keingintahuan publik. Perempuan dilindungi secara istimewa terhadap setiap
penyerangan atas martabatnya, terutama terhadap pemerkosaan, pelacuran paksa,
atau setiap bentuk penyerangan tidak senonoh (indecent assault). Tanpa
merugikan ketentuan-ketentuan mengenai keadaan kesehatan, usia, dan jenis
kelamin, semua orang yang dilindungi diperlakukan dengan penghormatan yang sama
oleh Peserta konflik yang menguasai mereka, tanpa pembeda-bedaan merugikan yang
didasarkan pada, terutama, ras, agama, atau opini politik. Namun, Peserta
konflik boleh mengambil langkah-langkah kontrol dan keamanan menyangkut
orang-orang yang dilindungi sebagaimana yang mungkin diperlukan sebagai akibat
dari perang yang bersangkutan." (Pasal 27, Konvensi Jenewa Keempat).
2. Konvensi
tentang pencegahan dan penghukuman kejahatan genosida
Pasal 1
Para
negara peserta menguatkan bahwa genosida, apakah dilakukan pada waktu,
merupakan kejahatan menurut hukum internasional, dimana mereka berusaha untuk
mencegah dan menghukumnya.
Pasal
2
Dalam konvensi ini, genosida berarti
setiap dari perbuatan-perbuatan berikut, yang dilakukan dengan tujuan merusak
begitu saja, dalam keseluruhan ataupun sebagian, suatu kelompok bangsa, etnis,
rasial atau agama seperti ;
a) Membunuh
para anggota kelompok;
b) Menyebabkan
luka-luka pada tubuh atau mental para anggota kelompok;
c) Dengan
sengaja menimbulkan pada kelompok itu kondisi hidup yang menyebabkan kerusakan
fisiknya dalam keseluruhan ataupun sebagian;
d) Mengenakan
upaya-upaya yang dimaksud untuk mencegah kelahiran di dalam kelompok itu;
e) Dengan
paksa mengalihkan anak-anak dari kelompok itu ke kelompok yang lain.
Pasal
3
Perbuatan-perbuatan
berikut ini dapat dihukum:
a) Genosida;
b) Persengkongkolan
untuk melakukan genosida;
c) Hasutan
langsung dan di depan umum, untuk melakukan genosida
d) Mencoba
melakukan genosida
e) Keterlibatan
dalam genosida
Pasal
4
Orang-orang
yang melakukan genosida atau setiap dari perbuatan-perbuatan yang lain yang
disebutkan dalam pasal 3 harus dihukum, apakah mereka adalah para penguasa yang
bertanggung jawab secara konstitusional, para pejabat negara, atau
individu-individu biasa.
Pasal 5
Para negara peserta berusaha membuat, sesuai dengan
konstitusi mereka masing-masing, perundang-undangan yang diperlukan untuk
memberlakukan ketentuan-ketentuan dalam konvensi ini, dan terutama, untuk
menjatuhkan hukuman-hukuman yang efektif bagi orang-orang yang bersalah karena
melakukan genosida atau setiap dari perbuatan-perbuatan lain yang disebutkan
dalam pasal 3.
3. Perjanjian
Wina Pasal 28:
Konvensi tentang Hukum
Perjanjian, dengan demikian menunjukkan dengan jelas kesimpulan bahwa kewajiban
untuk mencegah genosida hanya berlaku untuk tindakan yang mungkin terjadi
setelah Konvensi masuk berlaku untuk Negara yang bersangkutan. Tidak ada
apa pun dalam teks Konvensi Genosida atau travaux préparatoires menyarankan
kesimpulan yang berbeda. Juga tidak fakta bahwa Konvensi itu dimaksudkan
untuk mengkonfirmasi kewajiban yang sudah ada dalam hukum kebiasaan
internasional.[1]
D.
PEMBAHASAN
Perang antara etnis Serbia dengan etnis Kroasia terjadi
pada awal tahun 1992 akibat tidak menentunya situasi di wilayah Bosnia Herzegovina. Aksi-aksi dari pihak Kroasia
terhadap pihak Serbia Bosnia Herzegovina atau sebaliknya telah mengawali perang
antara etnis Serbia Bosnia dan Kroat Bosnia. Pecahnya
konflik bersenjata antara pihak Serbia Bosnia dan Kroat Bosnia dimulai dari
serangan pihak Kroat Bosnia, di bawah pimpinan dari golongan ekstrem kanan
Kroasia, terhadap penduduk Serbia Bosnia di desa Sijekovac dekat
kota Bosanski Brod (bagian
utara Bosnia Herzegovina) yang menewaskan 29 orang penduduk sipil Serbia Bosnia
Herzegovina, 7 orang wanita Serbia Bosnia menderita perkosaan dan 3 di
antaranya dibunuh.
Peristiwa tersebut dilakukan oleh 35 orang kelompok
bersenjata Garda Kroasia/pasukan Kroasia di bawah pimpinan Dobrosav Paraga, yang
berakibat memicu terjadinya perang antara pihak Kroat Bosnia dengan Serbia
Bosnia. Selanjutnya pertempuran antara Serbia Bosnia dengan Kroat Bosnia tidak
saja terjadi di bagian utara wilayah Bosnia Herzegovina akan tetapi juga di
wilayah-wilayah lainnya di mana terdapat
kepentingan yang sama antara Serbia Bosnia dan Kroat Bosnia. Situasi politik
yang tegang, pernyataan-pernyataan para anggota pimpinan ketiga golongan etnis
yang mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dari hari ke hari makin
mempertegang situasi, namun keadaan masih tetap di bawah kontrol. Api perang
tersulut, konflik bersenjata tidak terhindarkan lagi setelah terjadi pembunuhan
terhadap seorang etnis Serbia yang sedang menikahkan putranya tanggal 30 Maret
1992 di pusat kota Sarajevo. Pada saat
acara pernikahan gereja selesai dan iring-iringan sedang menuju tempat parkir
kendaraan di depan gereja, pada saat
itu beberapa tembakan telah dilepaskan ke arah iring-iringan mempelai tersebut
yang menewaskan ayah mempelai putra dan melukai pendeta yang memberkahi
perknikahan tersebut. Dalam kejadian tersebut bendera/panji-panji bangsa Serbia yang
dibawa salah seorang rombongan dirampas dan dikoyak-koyak oleh si penyerang
yang berhasil melarikan diri.
Akan tetapi hari berikutnya si penyerang berhasil
ditangkap dan ternyata adalah dari etnis Muslim Bosnia. Situasi
tersebut telah mengakibatkan ketegangan di kalangan penduduk. Pasukan-pasukan
Angkatan Bersenjata Yugoslavia mencoba bertindak sebagai penengah, namun, tidak
berhasil, malah pos-pos dan tangsi-tangsi Angkatan Bersenjata Yugoslavia
di blokade,
rintangan-rintangan jalanan dipasang oleh fihak Muslim dan Kroasia yang
semenjak semula sudah membentuk koalisi Serbia dan Angkatan Bersenjata
Yugoslavia, skenario yang terjadi di Slovenia dan Kroasia terulang,
peperangan sporadis, pecah di mana-mana. Klimaks konflik terjadi setelah
Masyarakat Eropa dan AS mengakui Bosnia Herzegovina sebagai negara merdeka dan
berdaulat. Hal ini telah mendorong pimpinan Bosnia-Herzegovina yang terdiri
dari etnis Muslim & Kroat menuduh etnis Serbia Bosnia yang sebagai "agresor"
terhadap negara merdeka dan berdaulat Republik Bosnia Herzegovina. Pertempuran
antara pihak Serbia Bosnia dengan Muslim Bosnia berkecamuk kembali terutama di
wilayah Sarajevo, wilayah
utara Bosnia Herzegovina dan wilayah bagian timur Bosnia Herzegovina.
Pertempuran sengit yang masih terus berlanjut antara
pasukan Muslim Bosnia dengan Serbia Bosnia adalah pertempuran untuk
memperebutkan tempat strategis di Foca (suatu kota di wilayah bagian selatan Sarajevo
yang menghubungkan garis logistik pasukan Muslim dari Bosnia Timur ke Sarajevo) dan
perebutan titik kuat di bukit Jablanica dan
bukit Igman yang
terletak dipinggiran kota Sarajevo. Dari
tempat-tempat strategis tersebut di atas akan dapat menguasai Sarajevo secara
keseluruhan. Pertempuran yang terus berlanjut antara Muslim Bosnia Herzegovina
dengan Serbia Bosnia Herzegovina di Sarajevo tersebut menjadikan perundingan
penyelesaian krisis di Bosnia Herzegovina di antara Faksi-Faksi yang bertikai
di Jenewa menjadi tertunda. Pemisahan diri Republik Bosnia Herzegovina dari
Yugoslavia. Keadaan tersebut juga diikuti di bidang militer di mana terjadi
aliansi antara kekuatan militer Muslim Bosnia dengan Kroat Bosnia untuk mengimbangi
kekuatan Serbia Bosnia.
Penyelesaian krisis di wilayah Bosnia Herzegovina melalui perundingan yang tidak
menghasilkan sesuatu untuk menghentikan krisis Bosnia Herzegovina telah mendorong konflik
bersenjata di lapangan antara pihak Serbia Bosnia dengan Muslim-Kroat Bosnia
semakin meluas untuk mencapai kepentingan-kepentingannya. Dalam perang
saudara, perang antar etnis dan agama yang
terjadi di Bosnia Herzegovina banyak diwarnai oleh pertempuran-pertempuran
antara pasukan Serbia Bosnia dengan pasukan Muslim-Kroat. Front pertempuran
timbul di seluruh wilayah Bosnia Herzegovina. Pertempuran antara pihak Serbia
Bosnia Herzegovina dengan Muslim-Kroat bertambah sengit karena pihak
Muslim-Kroat mendapat bantuan kekuatan dari tentara reguler Republik Kroasia yang diperkirakan sekitar
40.000 orang dan tentara-tentara asing (Mujahidin). Kekuatan
yang berimbang tersebut mengakibatkan alotnya pertempuran namun pada akhirnya
pihak Serbia Bosnia lebih banyak memenangkan pertempuran-pertempuran, karena
pasukan Serbia Bosnia lebih terorganisir baik dari segi personel maupun
perlengkapan militer.
Hasil pertempuran ternyata hampir 2/3 wilayah Bosnia Herzegovina telah dikuasai oleh pasukan
Serbia Bosnia selama 28 bulan terakhir dalam konflik bersenjata yang ada di
Bosnia Herzegovina. Akibat perang Serbia Bosnia dengan Muslim-Kroat telah
menimbulkan korban yang sangat besar jumlahnya yang diperkirakan ratusan ribu
tewas (penduduk sipil maupun militer). Gencatan senjata yang
disetujui antara pihak Serbia Bosnia Herzegovina dengan Muslim-Kroasia tidak
pernah dilaksanakan akibat banyaknya formasi-formasi militer yang tidak di
bawah komando tentara reguler yang ada di Bosnia Herzegovina dan juga
diperkirakan akibat kurangnya pengaruh pimpinan politik terhadap pihak-pihak
militer.
Perkembangan situasi politik di Bosnia Herzegovina turut memengaruhi perkembangan
situasi militer. Kegagalan-kegagalan usaha-usaha perdamaian yang disponsori
oleh masyarakat internasional telah mendorong meningkatnya
pertempuran-pertempuran di antara pihak-pihak yang bertikai di Bosnia Herzegovina. Persetujuan-persetujuan gencatan
senjata tidak mampu menghentikan perang yang berkobar di antara pihak-pihak
yang bertikai terutama antara pasukan Muslim Bosnia bersama-sama dengan Kroat
Bosnia melawan pasukan Serbia Bosnia. Meningkatnya pertempuran antara pasukan
Muslim Bosnia dan Kroat Bosnia melawan pasukan Serbia Bosnia, antara lain di
samping sebagai akibat terbentuknya Federasi Muslim Bosnia dengan Kroat Bosnia
sesuai inisiatip Washington pada
bulan Maret 1994, juga dikarenakan adanya persetujuan-persetujuan gencatan
senjata yang tidak dipatuhi oleh pihak-pihak yang bertikai. Dengan kata lain,
satu pihak mematuhi akan tetapi pihak lainnya melakukan pelanggaran-pelanggaran
dan memanfaatkan gencatan senjata sebagai momentum yang baik untuk melancarkan
operasi-operasi militernya.
Daerah-daerah
konflik yang paling sengit antara pasukan Muslim dan Kroat Bosnia melawan
Serbia Bosnia terjadi di daerah-daerah strategis utamanya di Gunung Ozren (sebelah
utara kota Sarajevo), kota Brcko (bagian
utara Bosnia Herzegovina), Gorazde, Maglaj dan Olovo, akhirnya
meluas ke wilayah Sarajevo yaitu di kota Vares (lebih
kurang 40 km dari Sarajevo). Dalam pertempuran tersebut pasukan Muslim
Kroat berusaha untuk merebut wilayah-wilayahnya yang hilang selama terjadinya
krisis di Bosnia Herzegovina 2 tahun sebelumnya karena pasukan Serbia Bosnia
telah menguasai hampir 2/3 wilayah Bosnia Herzegovina selama
pertempuran-pertempuran dengan pihak Muslim Bosnia maupun pihak Kroat Bosnia.
Meskipun
antara etnis Muslim dengan Kroat telah membentuk koalisi, akan tetapi pada
prinsipnya kedua kelompok tersebut mempunyai kepentingan yang berbeda dalam
krisis di Bosnia Herzegovina. Persekutuan Muslim Bosnia dengan Kroat Bosnia
hanya merupakan upaya untuk mencapai tujuan masing-masing. Pihak Kroat Bosnia
mempunyai cita-cita untuk menyatukan Bosnia Herzegovina dengan Kroasia ataupun
memisahkan wilayah di mana terdapat
etnis Kroat Bosnia untuk selanjutnya bergabung dengan Republik Kroasia. Dilain pihak Faksi Muslim Bosnia menghendaki
Bosnia Herzegovina sebagai negara kesatuan dan menentang pembagian Bosnia
Herzegovina kedalam bentuk apapun serta bercita-cita untuk membentuk Negara
Islam. Konflik bersenjata antara Muslim Bosnia dengan Kroat Bosnia tidak
terlepas dari gagasan Cyrus Vance dan Lord R. Owen untuk
membagi wilayah Bosnia Herzegovina kedalam 10 Provinsi di mana di
antaranya terdapat 3 Provinsi bersama antara penduduk Muslim dan penduduk
Kroat. Aspirasi dari “Rencana Vance –
Owen” tersebut lah yang memicu terjadinya perang antara
Faksi Muslim dengan Kroat yang sejak semula mempunyai kepentingan yang berbeda
dalam krisis Bosnia Herzegovina.
Terjadinya perang antara Faksi Muslim Bosnia dan Kroat Bosnia di Bosnia Tengah yang
terus berkecamuk, di antaranya adalah untuk mendominasi potensi-potensi ekonomi
dan militer di wilayah bersama antara penduduk Muslim dan Kroat. Hal ini
terlihat dari kenyataan bahwa perang yang paling sengit terjadi di
kota-kota di mana terdapat
lahan-lahan pabrik senjata ataupun industri-industri militer. Akibat perang
tersebut tidak saja menimbulkan korban dikalangan penduduk maupun militer akan
tetapi industri-industri militer tersebut turut pula mengalami kehancuran. Oleh
sebab itu perang antara Muslim Bosnia dengan Kroat Bosnia secara
tidak langsung ikut menghancurkan potensi militer di Bosnia Tengah. Situasi
pertempuran antara pasukan Muslim Bosnia Herzegovina dengan Kroasia Bosnia Herzegovina pada awalnya kemenangan di
pihak Kroasia Bosnia Herzegovina akan tetapi dalam posisi terakhir pasukan
Muslim Bosnia Herzegovina dapat memukul pasukan Kroasia Bosnia
Herzegovina di mana pasukan
Muslim Bosnia telah mendapat perkuatan dari pasukan-pasukan sukarelawan asing
(khususnya Mujahidin yang diperkirakan berjumlah 3.000 orang) dan mulai
menguasai kota-kota penting di Bosnia Tengah. Pertempuran antara Kroat Bosnia dengan Muslim Bosniadi Bosnia Tengah telah menimbulkan
korban dan pengungsian penduduk besar-besaran dari wilayah tersebut yang sering
disebut dengan istilah “ethnic
cleansing”. Setelah Konferensi-Konferensi mengenai Perdamaian tentang
Bosnia Herzegovina gagal, akhirnya pada tanggal 27 September 1993, Cazin-Krajina, daerah
kantong Muslim yang paling besar di bagian barat Bosnia Herzegovina telah diproklamirkan dan
ditetapkan sebagai Provinsi Otonomi Bosnia Barat (Autonomous
Province of Western Bosnia). Proklamasi Provinsi Otonomi Bosnia Barat dilakukan
dengan suara bulat oleh 400 delegasi dalam suatu Sidang Konstitusional Parlemen
di Velika Kladusa(kota
terbesar di wilayah Cazin-Krajina). Badan yang sama juga memilih dengan suara
bulat Fikret Abdic sebagai
Presiden APWB. Proklamasi ini ditentang oleh pemimpin Muslim Bosnia, Alija
Izetbegovic, yang memerintahkan pasukannya untuk menindak Fikret Abdic sehingga
menimbulkan pecahnya perang di kalangan Muslim sendiri yaitu antara Faksi
Muslim Bosnia Herzegovina pengikut Alija Izetbegovic melawan pengikut Muslim moderat
Fikret Abdic.
Upaya-upaya pihak Muslim Bosnia Herzegovina
pimpinan Alija Izetbegovic dalam
menyelesaikan perselisihannya dengan pimpinan Muslim Bosnia Herzegovina Barat
pimpinan Fikret Abdic baik
secara persuasip maupun dengan kekerasan tetap tidak dapat menghentikan sikap
Muslim Bosnia Herzegovina Barat yang telah memproklamirkan dirinya
sebagai Provinsi Otonomi Bosnia Barat. Kondisi
tersebut telah mendorong semakin sengitnya pertempuran kedua belah pihak yang
mengakibatkan jatuhnya korban di pihak masing-masing. Perkembangan yang menarik
dari konflik antar Muslim Bosnia Herzegovina bagian barat tersebut adalah
adanya sikap pasukan Alija Izetbegovic yang
tidak sepenuhnya bertempur menghadapi pasukan pimpinan Fikret Abdic bahkan
tidak sedikit pasukan-pasukan pimpinan Alija Izetbegovic yang menyeberang ke
pihak Fikret Abdic. Kondisi tersebut telah memaksa banyaknya
pergantian-pergantian unsur pimpinan militer Alija Izetbegovic di Bosnia
Herzegovina Barat. Wilayah Bosnia yang terletak di jantung dari Federasi Yugoslavia, yang
menjadi daerah perebutan pengaruh sejak zaman Kerajaan Austro-Hungaria melawan pengaruh Kerajaan
Turki pada saat Kekaisaran “Ottoman”. Bubarnya
Yugoslavia lama, tampaknya oleh negara-negara sekitarnya maupun dari
negara-negara Big Power/luar menginginkan agar “Yugoslavia mini” ini ikut
bubar. Adanya pemerintahan yang diatur bergilir oleh tiga etnis dominant di
Bosnia (Muslim, Serbia dan Kroat), ikut menambah kerawanan negeri ini, karena
pengaruh pada salah satu etnis dari negara tetangga ataupun dari luar, dapat
segera membakar kearah pertikaian. Penguasaan Bosnia secara bulat oleh
Republik-Republik di sekitarnya ataupun menjadi suatu negara yang
berdasarkan konstitusi Islam, akan
dipandang cukup membahayakan negara-negara Eropa. Dilihat dari segi Sosial
Budaya maka keberadaan tiga etnis dominan yang terdiri dari 3 suku yang
berbasis pada agama yang berbeda, setelah kesadaran beragama mulai
terusik sedangkan UUD-nya tidak mengatur tentang kerukunan hidup beragama karena
tidak adanya suatu idiologi yang mengikat kesadaran berbangsa, maka perbedaan
di antara penduduk semakin tajam. Perbedaan ini menjadi bertambah berbahaya
ketika pimpinan politik dan pengaruh luar ikut mengeksploitir kekuasaan
berdasarkan etnis dan agama ini.
Pada saat Tito berkuasa, mereka dipersatukan oleh
kepemimpinan Tito yang kharismatik, program “Unity and Brotherhood” yang cukup
baik sehingga wilayah ini menjadi sangat potensial bagi keberadaan Yugoslavia
pada waktu itu. Dari kacamata ekonomi, kekayaan alam dan bahan tambang yang
dikandung dalam wilayah Bosnia Herzegovina, merupakan daya tarik lainnya bagi
siapa yang menguasai wilayah ini. Hampir 80% medan gunung-gunung dengan sungai
yang berjeram merupakan daerah yang menguntungkan bagi penyediaan listrik
tenaga air (Hydropower plant). Demikian juga kekayaan akan tambang bauxit,
magnesium, asbes, dalomit, batubara, minyak, lignite, garam dan lain-lain,
merupakan tambang yang potensial bagi berjalannya industrialisasi. Sewaktu Tito
berkuasa, wilayah ini kemudian menjadi pilihan ditempatkannya lebih dari 60%
pabrik-pabrik Yugoslavia. Oleh sebab itu Bosnia Herzegovina merupakan mesin
utama bagi jalannya perindustrian Yugoslavia. Daerah-daerah industri yang ada
di Bosnia Herzegovina di antaranya ialah Pabrik senjata artileri dan mortir
di Novitravnik, Pabrik
tank/kendaraan lapis baja di Bosanki Brod, Oil
Refinery di Slavonski Brod, Pabrik
aluminium dan pesawat terbang di Mostar, Pabrik
bahan kimia di Sabac dan
Tuzla, Pabrik senjata ringan “Pretis” di Vogasca (dekat
Sarajevo), Pabrik senjata dan munisi “Igman” di Konjic, Pabrik
kimia, mesin, ranjau, tambang batubara dan lignite di Tuzla, Pabrik
besi dan baja di Zenica, Pabrik
minyak roket, bahan ledak, bubuk mesiu di Vitez, Pabrik
munisi di Gorazde, Pabrik
battery di Luskovac, Pabrik
perlengkapan militer di Foca dan Capljina dan
lain-lain. Kota di mana pabrik-pabrik
serta wilayah tambang tersebut di atas pada umumnya di dalam kekuasaan etnis
Muslim dan etnis Kroat, sehingga saat itu merupakan daerah perebutan kekuasaan
(trouble spot). Beberapa di antaranya dilindungi oleh PBB/UNPROFOR untuk
mencegah penghancuran daerah-daerah krisis tersebut.
Dari pandangan Strategi Militer, keberadaan
pabrik-pabrik bagi keperluan militer yang lebih dari 60% berada di wilayah
Bosnia Herzegovina merupakan daya tarik utama akan penguasaan wilayah ini. Pada
masa Tito berkuasa, dengan pertimbangan keamanan, dan perlindungan alam yang
baik maka Bosnia Herzegovina dipilih untuk kedudukan
wilayah industri militer, karena dipandang aman dari ancaman Fakta Warsawa
maupun Fakta NATO. Ditinjau dari segi etnis, bahasa
dan sosial budaya, Yugoslavia sebagai negara “sosialis self-management”
merupakan tujuan utama bagi ahli-ahli / para teknokrat eks Fakta Warsawa untuk
keluar dari Uni Soviet. Tidak mustahil bila mereka berhasil masuk ke Yugoslavia
dalam keadaan bersatu, maka Yugoslavia akan dapat menjadi negara super power di
bidang pertahanan dan keamanan dikemudian hari. Dengan terpusatnya industri militer Yugoslavia
berada di Bosnia Herzegovina, maka ahli-ahli tersebut dikhawatirkan akan berada
di wilayah ini. Untuk mencegah hal tersebut negara-negara “Big Power” terutama dari Blok Barat, tentunya menjadikan wilayah
Bosnia Herzegovina sebagai wilayah kepentingannya. Di sisi lain dengan
bubarnya Fakta Warsawa maka
Eropa dikhawatirkan akan kebanjiran stock senjata eks Blok Timur, yang akan
bermuara pada meningkatnya organisasi senjata secara liar di Eropa dan
selanjutnya akan membahayakan keamanan Eropa. Dengan adanya perang Bosnia maka
aliran senjata lebih tersebut secara tidak langsung akan mengarah ke wilayah
ini dengan menumpuknya beberapa kepentingan di wilayah Bosnia Herzegovina maka
wilayah ini layak untuk disebut daerah rawan atau titik kritis bagi
negara-negara di Eropa. [2]
Dalam buku Dr. Adian husaini berjudul Wajah Peradaban
barat disitu dijelaskan sikap PBB sangat lambat dalam menangani kasus Serbia
yang melakukan penindasan terhadap kaum muslim di bosnia dalam bukunya juga
disini ada indikasi penghapusan etnis muslim di bosnia dan eropa.disini umat
islam sangat tersudutkan karena pengaduan bosnia ditolak oleh konferensi Den Haag.[3]
DAFTAR
PUSTAKA
Kusumaatmadja Mochtar. Pengantar hukum
internasional. Hal 125
https: // id. M. Wikipwdia. Org. wikiskonvensi
Dr. Adian Husain. Wajah Peradaban Barat. Hal 144
[1] Kusumaatmadja Mochtar. Pengantar hukum internasional. Hal 125
[2] https: // id. M. Wikipwdia. Org. wikiskonvensi
[3] Dr. Adian Husain. Wajah Peradaban Barat. Hal 144
0 komentar:
Post a Comment