BAB
I
PENDAHULUAN
Penulis: Nafa Farihah.,S.H
A.
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini telah
Dinyatakan dengan tegas dalam penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 bahwa “Negara Republik Indonesia berdasar atas hukum “(rechstaat)”,
tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machstaat).
Cita-cita filsafat yang telah di rumuskan para
pendiri kenegaraan dalam konsep “Indonesia adalah negara hukum”, mengandung
arti, bahwa dalam hubungan antara hukum dan kekuasaan, bahwa kekuasaan tunduk
pada hukum sebagai kunci kestabilan politik dalam masyarakat. Dalam negara
hukum, hukum merupakan tiang utama dalam menggerakkan sendi-sendi kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Salah satu ciri utama dari suatu negara hukum
terletak pada kecendrunganya untuk menilai tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh masyarakat atas dasar peraturan-peraturan hukum. Pembicaraan mengenai
hukum selalu berkaitan dengan masalah penegakan hukum (law enforcement) dalam pengertian luas juga merupakan penegakan
keadilan. Apabila dikongkritkan lagi, akan terarah pada aparatpenegak hukum,
yaitu mereka yang secara langsung terlibat dalam memperjuangkan penegakan hukum
dan keadilan.
Ditinjau
dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku
yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma
hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun terhadap perilaku yang tidak
sesuai dengan norma biasanya dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan
merugikan masyarakat. Salah satu perilaku yang tidak sesuai dengan norma itu
adalah kejahatan. Kejahatan adalah suatu perbuatan yang melawan hukum,
perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dan
atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat dianggap
baik dan adil. [1]Kejahatan
itupun hanya dapat dicegah dan dikurangi karena sangat sulit untuk diberantas
sampai tuntas.
Penegakan hukum dijalankan oleh aparat
penegak hukum, aparat penegak hukum yang berada di garis depan yang langsung
berhadapan dengan masyarakat dan yang menjalankan segala peraturan
perundang-undangan yang ada agar menciptakan disiplin dalam bermsyarakat,
terutama ketika terjadi suatu tindak pidana, maka polisi yang pertama
menanganinya. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai tugas pokok kepolisian
secara umum, maka dapat dilihat Pasal
13 Undang-undang Nomor
2 Tahun 2002
Tentang Kepolisian Negara RI yang
menyatakan:
Tugas Pokok Kepolisian Negara
Republik Indonesia:
1.
Memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat;
2.
Menegakkan
hukum; dan
3.
Memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Aparat penegak hukum khususnya POLRI mengemban
tugas yang luas, kompleks dan rumit. Mereka pun mempunyai posisi penting.
Sebagai penegak hukum, mereka adalah komandan dalam melaksanakan amanat
undang-undang menegakkan ketertiban, dan keamanan masyarakat. Sebagai pelaksana
undang-undang, Polisi menyandang fungsi yang unik dan rumit karena dalam
menjalankan tugas di tengah masyarakat, cenderung mandiri berbeda dengan
Tentara, selalu dalam kelompok dipimpin komandan sebagai penanggung jawab
dengan medan tempur yang jelas dan cukup waktu mengatur strategi.
Dalam arti modern, Polisi adalah suatu pranata
umum sipil yang mengatur tata tertib (orde) dan hukum. Namun kadangkala pranata
ini bersifat militaristis, seperti di indonesia sebelum POLRI dilepas dari
ABRI. Polisi dalam lingkungan pengadilan bertugas sebagai penyidik. Dalam
tugasnya dia mencari keterangan-keterangan dari berbagai sumber dan keterangan
saksi. Tumbuh dan berkembangnya POLRI tidak lepas dari sejarah perjuangan
kemerdekaan Republik Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, POLRI
telah dihadapkan pada tugas-tugas yang unik dan kompleks. Selain menata
keamanan dan ketertiban masyarakat di masa perang, POLRI juga terlibat langsung
dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai operasimiliter bersama-sama
kesatuan bersenjata yang lain. Keadaan seperti ini dilakukan oleh POLRI karena
POLRI lahir sebagai satu-satunya kesatuan bersenjata yang relatif lebih
lengkap.Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas, tujuan, wewenang
dan tanggung jawab yang selanjutnya yang menyebabkan pula timbulnya berbagai
tuntutan dan harapan masyarakat terhadap tugas kepolisiaan Negara Republik
Indonesia yang makin meningkat dan berorientasi kepada masyarakat yang
dilayaninya.secara universal tugas polisi ada dua, yaitu menegakkan hukum dan
memelihara ketertiban umum. Tugas pertama mengandung pengertian represif atau
tugas terbatas yang dibatasi oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP), tugas yang kedua mengandung pengertian preventif atau tugas mengayomi
adalah tugas yang luas tanpa batas, boleh melakukan apa saja asal keamanan
terjaga dan tidak melanggar hukum itu sendiri.
B. Tujuan Penulisan
Adapun
yang menjadi tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :
1. Tujuan
Objektif
Untuk
mengetahui arti, fungsi, tugas Penyidik dan Penyidikan dalam hukum acara pidana menurut Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana ( KUHAP) maupun sumber buku lain.
2. Tujuan
Subjektif
Untuk
memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan penulis di bidang hukum acara pidana pada umumnya, khususnya dalam Penyidik dan Penyidikan.
C.
Kegunaan
Penulisan
Penulisan
ini dilakukan dengan harapan bisa bermanfaat, antara lain :
1. Kegunaan
Teoritis
Manfaat penulisan ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan wawasan sebagai masukan dan acuan maupun referensi
dalam pengembangan Ikmu Hukum, khususnya Hukum Acara pidana (formil), khususnya
berkaitan dengan Penyidik dan
Penyidikan.
2. Kegunaan
Praktis
Guna
menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang penegakan hukum dalam Penyidik dan Penyidikan
D.
Kerangka
Pemikiran
Negara
Indonesia adalah Negara hukum (recht staats), maka setiap tindak pidana yang
terjadi selayaknya diproses melalui jalur hukum, jadi hukum dipandang sebagai
satu-satunya sarana bagi penyelesaian terhadap suatu tindak pidana dan adapun
proses memproses bagi pelaku pidana mulai dari penyelidikan, penyidikan,
penangkapan dan penahanan dan lain lain.
Menurut Prof Van
Apeldoorn Hukum acara pidana adalah mengatur cara pemerintah menjaga kelangsungan
pelaksanaan hukum pidana material.
Prof simon HAP / hukum pidana
formil : mengatur bagaimana caranya Negara dengan perantaraan alat-alat
kekuasaanya menggunakan haknya untuk menghukum dan menjatuhkan hukuman dengan demikian
ia memuat acara pidana.
Menurut de Pinto, menyidik (opsporing)
berarti pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh
Undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang
sekedar beralasan, bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum.[2]
Menurut
Wirjono Prodjodikoro Hukum Acara Pidana adalah suatu rangkaian peraturan yang
memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian,
kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak untuk mencapai tujuan Negara dalam
melaksanakan hukum pidana.
Sementara
Menurut R. Soesilo menyatakan bahwa Hukum Acara Pidana adalah cara bagaimana
harus diambil tindakan jika ada sangkaan bahwa telah terjadi suatu tindakan
pidana, cara mencari kebenaran tentang tindak pidana apakah yang telah
dilakukan. Setelah ternyata ada tindak pidana yang dilakukan siapa dan cara
bagaimana harus mencari dengan mengusutnya orang-orang yang disangka bersalah
terhadap tindak pidana itu, cara menangkap, menahan, dan memeriksa orang itu.
Cara bagaimana menyimpulkan barang-barang bukti, membawa, menggeledah, dan
membeslag barang-barang itu, untuk membuktikan kesalahan tersangka sehingga ia
dapat dijatuhi hukuman itu. Cara bagaimana melaksanakan hukum yang telah
dijatuhkan itu.[3]
Berdasarkan
Pasal 1 butir ke 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana {KUHAP} yang dimaksud
dengan Penyidik adalah pejabat Polisi Neagara Republik Indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang
untuk melakukan penyidikan.
Berdasarkan
Pasal 1 butir ke 2 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dimaksud
dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan
guna menemukan tersangkanya.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa Definisi Penyidik dan Syarat menjadi Penyidik ?
B.
Bagaimana Tugas dan Wewenang Penyidik ?
C.
Apa Definisi Dari Penyidikan dan Tujuan Penyidikan?
BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi Penyidik dan Syarat Menjadi Penyidik
Menurut Pasal 1 butir (1) Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
atau pejabat Pegawai Negeri
Sipil yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Yang dimaksud penyidik menurut pasal 6 butir ke
1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) adalah :
1. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
2. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh undang-undang
Penyidik
menurut Pasal 1 butir ke-1 KUHAP
adalah pejabat polisi
Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu
yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
KUHAP lebih jauh lagi mengatur tentang penyidik dalam Pasal 6,
yang memberikan batasan pejabat
penyidik dalam proses pidana. Adapun batasan pejabat dalam tahap penyidikan
tersebut adalah pejabat penyidik POLRI dan Pejabat penyidik negeri sipil.
Diatas sudah di terangkan siapa saja
yang disebut penyidik, yaitu orang yang melakukan penyelidikan yang terdiri
dari pejabat seperti yang dijelaskan pada Pasal 1 butir 1. Kemudian dipertegas
dengan diperinci lagi dalam Pasal 6 KUHAP. Akan tetapi, disamping apa yang diatur dalam Pasal 1 butir 1 dan
Pasal 6, terdapat lagi Pasal 10 yang mengatur tentang adanya penyidik pembantu
disamping penyidik.[4]
Untuk mengetahui siapa yang dimaksud
dengan orang yang berhak sebagai penyidik ditinjau dari segi instansi maupun
kepangkatan, ditegaskan dalam Pasal 6 KUHAP. Dalam pasal tersebut ditentukan
instansi dan kepangkatan seorang pejabat penyidik. Bertitik tolak dari
ketentuan Pasal 6 KUHAP yang dimaksud, yang berhak diangkat sebagai pejabat
penyidik antara lain adalah:
a. Pejabat Penyidik Polri
Agar
seorang pejabat kepolisian dapat diberi jabatan sebagai penyidik, maka harus
memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana hal itu ditegaskan dalam Pasal 6 ayat 2
KUHAP. Menurut penjelasan Pasal 6 ayat (2), kedudukan dan kepangkatan yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah, diselaraskan dan diseimbangkan dengan
kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim peradilan umum. Peraturan
Pemerintah yang mengatur masalah kepangkatan penyidik adalah berupa PP Nomor 27
Tahun 1983. Syarat kepangkatan dan pengangkatan pejabat penyidikan antara lain
adalah sebagai berikut:
1) Pejabat Penyidik Penuh
Pejabat
polisi yang dapat diangkat sebagai pejabat “penyidik penuh”, harus memenuhi
syarat-syarat kepangkatan dan pengangkatan,yaitu:
a.
Sekurang-kurangnya
berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi;
b.
Atau
yang berpangkat bintara dibawah Pembantu Letnan Dua apabila dalam suatu sektor
kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang berpangkat Pembantu Letnan Dua;
c.
Ditunjuk
dan diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia
2) Penyidik Pembantu
Pasal 10 KUHAP menentukan bahwa
Penyidik Pembantu adalah Pejabat Kepolisan Negara Republik Indonesia yang diangkat
oleh Kepala Kepolisian Negara menurut syarat-syarat yang diatur dengan peraturan
pemerintah.[5] Pejabat
polisi yang dapat diangkat sebagai “penyidik pembantu” diatur didalam Pasal 3
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 58
Tahun 2010. Menurut ketentuan ini, syarat kepangkatan untuk dapat diangkat
sebagai pejabat penyidik pembantu:
a. Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan
Dua Polisi;
b. Atau pegawai negeri sipil dalam
lingkungan Kepolisian Negara dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat
Pengatur Muda (Golongan II/a);
c. Diangkat oleh Kepala Kepolisian
Republik Indonesia atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing.
3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Penyidik
Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b KUHAP, yaitu pegawai
negeri sipil yang mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik. Pada
dasarnya, wewenang yang mereka miliki bersumber pada undang-undang pidana
khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan pada salah
satu pasal. Wewenang penyidikan yang dimiliki oleh pejabat pegawai
negeri sipil hanya terbatas sepanjang yang menyangkut dengan tindak pidana yang
diatur dalam undang-undang pidana khusus itu. Hal ini sesuai dengan pembatasan
wewenang yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP
B.
Tugas Dan Fungsi Penyidik
1. Tugas dan Funsi Penyidik menurut KUHP
Penyidik menurut KUHAP adalah pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan. Penyidik
berwenang untuk menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana, melakukan tindakan pertamapada saat ditempat kejadian “menyuruh
berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka”
melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat “untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi” ; mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara ; mengadakan penghentian mengadakan
tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab (Pasal 7 KUHAP).
Penyidik mempunyai wewenang berdasarkan Pasal 7
ayat 1 KUHAP adalah sebagai berikut :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang
tentang adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat
kejadian;
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka serta
memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan
dan penyitaan;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang yang
diduga melakukan suatu tindak pidana;
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
h. Mendatangkan seorang ahli yang di perlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i.
Mendatangkan
seorang ahli yang di perlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
j.
Mengadakan
penghentian penyidikan.
Adapun yang menjadi tugas dari Penyidik adalah
sebagai berikut :
1. Menerima laporan atau pengaduan.
2. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang,
3. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab.
4. Membuat berita acara oelaksanaan tindakan.
Sedangkan yang menjadi wewenang dari penyidik
adalah sebagai berikut :
1. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian.
2. Menyuruh berhenti seorang tersangka
memeriksanya.
3. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan
dan penyitaan.
4. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
5. Memanggil orang untuk diperiksa sebagai saksi
atau tersangka.
6. Mendatangkan seorang ahli yang di perlukan dalam
hubungannya pemeriksaan perkara.
7. Mengadakan penghentian penyidikan.
8. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.
(Dasar Hukum pasal 7, pasal 8, pasal 9 KUHAP)
Penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum
oleh penyidik dalam 2 tahap, yaitu:
Tahap ke-1 Penyerahan berkas perkaranya saja,
untuk diperiksa apakah sudah lengkap dan memenuhi syarat (P-18, P-19)
Tahap ke-2 Penyerahan berkas, barang bukti, dan
tersangkanya kepada penuntut umum, apabila penyidikan telah selesai (P-21).[6]
Dalam hal penyidikan melakukan tindakan
pemeriksaan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, pemasukan rumah, penyitaan
benda, pemeriksaan surat, pemeriksaan saksi, pemeriksaan ditempat kejadian,
pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan atau tindakan lain menurut
ketentuan KUHAP. Ia membuat berita acara yang dikuatkan dengan sumpah jabatan
dan ditanda tangani oleh penyidik dan semua orang yang terlibat (Pasal 8 jo 75
KUHAP).
2. Tugas dan Wewenang Penyidik POLRI.
Menurut Undang-Undang Kepolisian Republik
Indonesia No. 2 tahun 2002, yang dimaksud dengan Kepolisian adalah segala hal
ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan tugas lembaga Kepolisian sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan
untuk menjamin ketertiban dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman
masyarakat guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan negara dan tercapainya tujuan nasional dengan
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (Pasal 2 UU No. 2 tahun 2002).
Fungsi Kepolisan adalah salah satu fungsi
pemerintahan negara dibidang penegakan hukum, serta perlindungan dan pelayanan
masyarakat, serta pembimbingan masyarakat dalam rangka terjadinya tertib dan
tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat, guna terwujudnya
keamanan dan ketertiban masyarakat (Pasal 2 UU No. 2 tahun 2002).Menurut Pasal
15 UU No. 2 tahun 2002 tugas dari Kepolisian Negara Republik Indonesia secara
umum berwenang :
a. Menerima laporan dan pengaduan.
b. Melakukan tindakan pertama ditempat kejadian.
c. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta
memotret seseorang.
d. Mencari keterangan dan barang bukti.
e. Menyelenggarakan pusat informasi kriminal
nasional.
f. Membantu menyelesaikan perselisihan warga
masyarakat yang dapat menganggu ketertiban umum.
g. Mencegah dan menanggulangi timbulnya penyakit
masyarakat.
h. Memberikan
bantuan pengamanan dalam
sidang dan pelaksanaan putusan
pengadilan, kegiatan instansi lain serta kegiatan masyarakat.
Wewenang Polisi untuk menyidik meliputi pula
menentukan kebijaksanaan. Hal ini sangat sulit dilaksanakan karena harusmembuat
suatu pertimbangan, tindakan apa yang akan diambil padasaat yang
singkat sewaktu menangani
pertama kali tindak
pidanadisamping harus mengetahui hukum pidananya. Sebelum
penyidikandimulai, Penyidik harus dapat
memperkirakan tindak pidana apa yang telah terjadi. Perundang-undangan pidana
mana yang mengaturnyaagar
penyidikan dapat terarah
pada kejadian yang
sesuai dengan perumusan tindak
pidana itu. Penyidikan
tentunya diarahkan pada pembuktian
yang dapat mengakibatkan tersangka dapat dituntut dan dihukum.
Akan tetapi tidak jarang terjadi .dalam proses peradilan pidana, penyidikan telah dilakukan
berakhir dengan pembebasan terdakwa. Hal ini tentu saja akan merusak nama baik
polisi dalam masyarakat seperti dikatakan
oleh Skolnick yang
dikutip oleh AndiHamzah bahwa :
Seringkali tujuan polisi ialah supaya hampir
semua tersangka yang ditahan, dituntut, diadili dan dipidana dan menurut
padangan Polisi setiap kegagalan penuntutan dan pemidanaan merusak
kewibawaannya dalam masyarakat. Penuntut umum pun tak mampu menuntut, manakala
Polisi memperkosa hak-hak tersangka dalam proses, karena perkosaan yang
demikian mengakibatkan bebasnya perkara itu di pengadilan.
Apabila diperhatikan secara saksama, kegagalan suatu
penyidikan disebabkan karena faktor kualitas pribadi penyidiknya karena berhasilnya
suatu penyidikan, selain memperhatikan kepangkatan perlu juga dilatar belakangi
pendidikan yang memadai Mengingat kemajuan teknologi dan metode kejahatan yang terus
berkembang mengikuti arus modernisasi sehingga jangan sampai tingkat
pengetahuan penyidik jauh ketinggalan dari pelaku kejahatan.Penyidik dituntut
pula agar menguasai segi teknik hukum dan ilmu bantu lainnya dalam Hukum Acara
Pidana untuk memperbaiki teknikpemeriksaan dengan tujuan meningkatkan
keterampilan dan disiplin hukum demi penerapan Hak Asasi Manusia. Menurut Andi
Hamzah :
“Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik harus
memiliki pengetahuan yang mendukung karena pelaksanaan penyidikan bertujuan
memperoleh kebenaran yang lengkap”
Untuk
mencapai tujuan tersebut,
perlu penguasaan beberapa pengetahuan tambahan disamping pengetahuan
tentang Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana. Ilmu-ilmu yang dapat memebantu dalam
menemukan kebenaran material, antara lain : logika psikologi, kriminalistik,
psikiatri dan kriminologi. Lebih lanjut dijelaskan oleh Andi Hamzah bahwa :
Dengan pengetahuan logika dimaksudkan agar
diperoleh pembuktian yang logis berdasarkan penemuan fakta yang sudah ada
sehinggga dapat membentuk kontruksi yang logis. Penguasaan pengetahuan
psikologi sangat penting dalam melakukan penyelidikan terutama dalam interogasi
terhadap tersangka. Dimana penyidik harus menempatkan diri bukan sebagai
pemeriksa yang akan menggiring tersangka menuju penjara, tetapi sebagai kawan
yang berbicara dari hati ke hati.
Dengan berbekal pengetahuan kriminalistik yaitu,
pengumpulan dan pengolahan data secara sistematis yang dapat berguna bagi
penyidik untuk mengenal, mengidentifikasi, mengindividualisasi, dan
mengevaluasi bukti fisik.
Dalam hal ini pembuktian bagian-bagian kriminalistik
yang sangat berperan seperti, IlmuTuhan, IlmuKimia, Fisiologi, Anantomi, Patologik,
Toksilogi, Pengetahuan tentang luka, Daktiloskopi (sidik jari), Jejak kaki,
Antropometri dan Antropologi.
Penelitian dari pengusutan usaha menemukan
kebenaran materi bukan hanya ditujukan dalam usaha menemukan yang normal,
tetapi kadang-kadang bisa juga dijumpai hal-hal yang abnormal. Untuk itulah
diperlukan ilmu bantu psikiatri yang disebut psikiatri forensik. Selain
tersebut diatas masih ada lagi ilmu yang dapat membantu penyidik untuk
mengetahui sebab-sebab atau latar belakang timbulnya suatu kejahatan serta
akibat-akibat terhadap masyarakat, yaitu kriminologi.
Dari uraian diatas, tampak begitu luas dan
sulitnya dan kewajiban Penyidik dalam proses perkara pidana karena penyidiklah
yang akan berperan digaris depan dalam pelaksanaan penengakan hukum. Namun
demikian, tugas berat yang dipikul tersebut bila dijalankan dengan cermat dan
hati-hati akan membuahkan hasil.
C. Definisi Penyidikan dan Tujuan Penyidikan.
Penyidikan
merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang
merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak pidana dalam suatu
peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi, maka saat itulah
penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan. Pada tindakan
penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari dan menemukan”
suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana. Sedangkan
pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari
serta mengumpulkan bukti”. Penyidikan bertujuan membuat terang tindak pidana
yang ditemukan dan juga menentukan pelakunya. Pengertian penyidikan tercantum
dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP yakni dalam Bab I mengenai Penjelasan Umum, yaitu:
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Berdasarkan rumusan pasal 1 butir 2
KHUAP, unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian penyidikan adalah :
a.
Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang mengandung
tindakan-tindakan yang antara satu dengan yang lainnya saling berhubungan.
b.
Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik.
c.
Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
d.
Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi,dan menemukan tersangkanya.
Berdasarkan keempat unsur tersebut, sebelum
dilakukan penyidikan, telah diketahui adanya tindak pidana tetapi tindak pidana
itu belum terang dan belum diketahui siapa yang melakukannya. Adanya tindak
pidana yang belum terang itu diketahui dari penyidikannya.[7]
Penyidikan
adalah suatu tindak lanjut dari kegiatan penyelidikan dengan adanya persyaratan
dan pembatasan yang ketat dalam penggunaan upaya paksa setelah pengumpulan
bukti permulaan yang cukup guna membuat terang suatu peristiwa yang patut
diduga merupakan tindak pidana.[8]
Istilah lain yang dipakai untuk
menyebut istilah penyidikan adalah mencari kejahatan dan pelanggaran yang
merupakan aksi atau tindakan pertama dari penegak hukum yang diberi wewenang
untuk itu, dilakukan setelah diketahuinya akan terjadi atau diduga terjadinya
suatu tindak pidana. Penyidikan merupakan tindakan yang dapat dan harus segera
dilakukan oleh penyidik jika terjadi atau bila ada persangkaan telah terjadi
suatu tindak pidana. Apabila ada persangkaan telah dilakukan kejahatan atau
pelanggaran maka harus dihusahakan apakah hal tersebut sesuai dengan kenyataan,
benarkah telah dilakukan suatu tindak pidana dan jika benar demikian siapakah
pelakunya.[9]
Penyidikan itu dilakukan untuk
mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang
pada tahap pertama
harus dapat memberikan
keyakinan walau sifatnyamasih sementara, kepada penuntut umum
tentang apa yang sebenarnya terjadi atautentang tindak pidana apa
yang telah dilakukan serta siapa tersangkanya. Penyidikan dilakukan untuk
kepentingan peradilan, khususnya untuk kepentinganpenuntutan, yaitu dapat atau
tidaknya suatu tindakan atau perbuatan itu dilakukan penuntutan. Secara
kongkrit tindakan itu disebut penyidikan dapat diperinci sebagai tindakan yang
dilakukan oleh penyidik untuk mendapatkan keterangan tentang:
1. Tindak pidana apa yang telah
dilakukan.
2. Kapan tindak pidana itu dilakukan
3. Dimana tindak pidana itu dilakukan
4. Dengan apa tindak pidana itu
dilakukan
5. Bagaimana tindak pidana itu
dilakukan.
6. Mengapa tindak pidana itu dilakukan
7. Siapa pembuatnya atau yang melakukan
tindak pidana itu.
Penyidikan sebagai bagian terpenting
dalam hukum acara pidana yang pada
pelaksanaanya kerap kali harus menyinggung martabat individu yang dalam persangkaan kadang-kadang
wajib untuk dilakukan.
Suatu semboyan penting dalam hukum acara pidana yaitu
hakikat penyidikan perkara pidana adalah untuk menjernihkan persoalan sekaligus
menghindarkan orang yang tidak bersalah dari tindakan yang seharusnya
dibenarkan padanya. Oleh karena tersebut seringkali proses penyidikan yang dilakukan
oleh penyidik membutuhkan waktu yang cenderung lama, melelahkan dan
mungkin pula dapat menimbulkan beban pikis diusahakan dari penghentian
penyidikan.
Rangkaian tindakan penyidikan adalah
segala tindakan atas nama hukum yang dilakukan oleh penyidik Polri, mulai dari
pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan, penahanan, penyitaan dan
tindakan-tindakan lain yang diatur dalam ketentuan hukum, perundang-undangan
yang berlaku hingga proses penyidikan itu dinyatakan selesai.[10]
BAB IV
KESIMPULAN
A.
Definisi Penyidik dan Syarat Menjadi
Penyidik
Menurut Pasal 1 butir (1) Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
atau pejabat Pegawai Negeri
Sipil yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Yang dimaksud penyidik menurut pasal 6 butir ke
1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) adalah :
1. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
2. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh undang-undang
.
Dari ketentuan Pasal 6 KUHAP yang
dimaksud, yang berhak diangkat sebagai pejabat penyidik antara lain adalah:
a. Pejabat Penyidik Polri
Pasal
6 ayat 2 KUHAP.
Peraturan
Pemerintah yang mengatur masalah kepangkatan penyidik adalah berupa PP Nomor 27
Tahun 1983. Syarat kepangkatan dan pengangkatan pejabat penyidikan antara lain
adalah sebagai berikut:
1) Pejabat Penyidik Penuh
Pejabat
polisi yang dapat diangkat sebagai pejabat “penyidik penuh”, harus memenuhi
syarat-syarat kepangkatan dan pengangkatan,yaitu:
a. Sekurang-kurangnya berpangkat
Pembantu Letnan Dua Polisi;
b. Atau yang berpangkat bintara dibawah
Pembantu Letnan Dua apabila dalam suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat
penyidik yang berpangkat Pembantu Letnan Dua;
c. Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala
Kepolisian Republik Indonesia
2) Penyidik Pembantu
Pasal 10 KUHAP . Pejabat polisi yang
dapat diangkat sebagai “penyidik pembantu” diatur didalam Pasal 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010.
Menurut ketentuan ini, syarat kepangkatan untuk dapat diangkat sebagai pejabat
penyidik pembantu:
a. Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan
Dua Polisi;
b. Atau pegawai negeri sipil dalam
lingkungan Kepolisian Negara dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat
Pengatur Muda (Golongan II/a);
c. Diangkat oleh Kepala Kepolisian
Republik Indonesia atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing.
b.
Penyidik
Pegawai Negeri Sipil
Penyidik
Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b KUHAP,
B.
Tugas Dan Fungsi Penyidik
1. Tugas dan Funsi Penyidik menurut KUHP
Penyidik mempunyai Tugas dan wewenang
berdasarkan Pasal 7 ayat 1 KUHAP adalah sebagai berikut :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang
tentang adanya tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat
kejadian;
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka serta
memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan
dan penyitaan;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang yang
diduga melakukan suatu tindak pidana;
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi;
h. Mendatangkan seorang ahli yang di perlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i.
Mendatangkan
seorang ahli yang di perlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
j.
Mengadakan
penghentian penyidikan.
2. Tugas dan Wewenang Penyidik POLRI
Menurut Pasal 15 UU No. 2 tahun 2002 tugas dari Kepolisian
Negara Republik Indonesia secara umum berwenang :
a. Menerima laporan dan pengaduan.
b. Melakukan tindakan pertama ditempat kejadian.
c. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta
memotret seseorang.
d. Mencari keterangan dan barang bukti.
e. Menyelenggarakan pusat informasi kriminal
nasional.
f. Membantu menyelesaikan perselisihan warga
masyarakat yang dapat menganggu ketertiban umum.
g. Mencegah dan menanggulangi timbulnya penyakit
masyarakat.
h. Memberikan
bantuan pengamanan dalam
sidang dan pelaksanaan putusan
pengadilan, kegiatan instansi lain serta kegiatan masyarakat.
C. Definisi Penyidikan dan Tujuan Penyidikan.
Pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP yakni
dalam Bab I mengenai Penjelasan Umum, yaitu:
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Bassar, Sudarajat, 1985. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam
Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Bandung: Remadja Karya.
Chazawi,
Adami, 2005. Hukum Pidana Materiil dan
Formil Korupsi di Indonesia, Malang : Bayu Media Publishing.
Harahap,Yahya, 2002. Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika.
Harahap,
Yahya, Pembahasan Permasalahan dan
Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, cet VII Jakarta: Sinar Grafika.
Hamzah, Andi, 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta:
Sinar Grafik Offset.
Hartono, 2010. Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana melalui Pendekatan
HukumProgresif, Jakarta : Sinar Grafika.
Nasution, M. Irsan, 2016 Hukum Acara Pidana , Bandung: LP2M UIN BANDUNG.
Print,
Darwin, 1998. Hukum Acara Pidana dan
Praktek, Jakarta : Djembatan.
Sumber
Hukum :
Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
1983.
Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010.
Undang-Undang
No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
[1]M.
Sudradjat Bassar. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam Kitab Undang-undang
Hukum Pidana.( Bandung: Remadja Karya.1985) hal. 2.
[2]
Andi
Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia.(
Jakarta: Sinar Grafik Offset. 2008) hlm.120.
[3] M. Irsan
Nasution, Hukum Acara Pidana
(Bandung: LP2M UIN BANDUNG, 2016). Hlm. 5
[4] M. Yahya Harahap,
Pembahasan Permasalahan dan Penerapan
KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, cet VII (Jakarta: Sinar Grafika) hlm 110.
[5]
Nico Ngani,
I Nyoman Budi Jaya, Mengenal Hukum Acara Pidana, Bagian Umum dan
Penyidikan,(Yogyakarta Liberty )hlm. 19.
[6]
M. Irsan
Nasution, Hukum Acara Pidana
(Bandung: LP2M UIN BANDUNG, 2016). Hlm. 19
[7] Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di
Indonesia, (Malang : Bayu Media Publishing, 2005) hlm 380-381
[8]M.Yahya
Harahap, Pembahasan Permasalahan dan
Penerapan KUHAP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002) hlm.99.
[9]Darwin
Print, Hukum Acara Pidana dan Praktek,
(Jakarta : Djembatan, 1998) hlm 8.
[10]Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana
melalui Pendekatan HukumProgresif, (
Jakarta : Sinar Grafika, 2010) hlm.116.
0 komentar:
Post a Comment