Blog ini berisi artikel-artikel, karya tulis ilmiah, dan berita mengenai Hukum dan Sosial

Saturday, May 26, 2018

PENYIDIK DAN PENYIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN
Penulis: Nafa Farihah.,S.H
A.    Latar Belakang
Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini telah Dinyatakan dengan tegas dalam penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 bahwa “Negara Republik Indonesia berdasar atas hukum “(rechstaat)”, tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machstaat).
Cita-cita filsafat yang telah di rumuskan para pendiri kenegaraan dalam konsep “Indonesia adalah negara hukum”, mengandung arti, bahwa dalam hubungan antara hukum dan kekuasaan, bahwa kekuasaan tunduk pada hukum sebagai kunci kestabilan politik dalam masyarakat. Dalam negara hukum, hukum merupakan tiang utama dalam menggerakkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Salah satu ciri utama dari suatu negara hukum terletak pada kecendrunganya untuk menilai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh masyarakat atas dasar peraturan-peraturan hukum. Pembicaraan mengenai hukum selalu berkaitan dengan masalah penegakan hukum (law enforcement) dalam pengertian luas juga merupakan penegakan keadilan. Apabila dikongkritkan lagi, akan terarah pada aparatpenegak hukum, yaitu mereka yang secara langsung terlibat dalam memperjuangkan penegakan hukum dan keadilan.
Ditinjau dari segi hukum ada perilaku yang sesuai dengan norma dan ada pula perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan masyarakat. Salah satu perilaku yang tidak sesuai dengan norma itu adalah kejahatan. Kejahatan adalah suatu perbuatan yang melawan hukum, perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat dianggap baik dan adil. [1]Kejahatan itupun hanya dapat dicegah dan dikurangi karena sangat sulit untuk diberantas sampai tuntas.
Penegakan hukum dijalankan oleh aparat penegak hukum, aparat penegak hukum yang berada di garis depan yang langsung berhadapan dengan masyarakat dan yang menjalankan segala peraturan perundang-undangan yang ada agar menciptakan disiplin dalam bermsyarakat, terutama ketika terjadi suatu tindak pidana, maka polisi yang pertama menanganinya. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai tugas pokok kepolisian secara umum, maka dapat  dilihat  Pasal  13  Undang-undang  Nomor  2  Tahun  2002  Tentang Kepolisian Negara RI yang menyatakan:
Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia:
1.     Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
2.     Menegakkan hukum; dan
3.     Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Aparat penegak hukum khususnya POLRI mengemban tugas yang luas, kompleks dan rumit. Mereka pun mempunyai posisi penting. Sebagai penegak hukum, mereka adalah komandan dalam melaksanakan amanat undang-undang menegakkan ketertiban, dan keamanan masyarakat. Sebagai pelaksana undang-undang, Polisi menyandang fungsi yang unik dan rumit karena dalam menjalankan tugas di tengah masyarakat, cenderung mandiri berbeda dengan Tentara, selalu dalam kelompok dipimpin komandan sebagai penanggung jawab dengan medan tempur yang jelas dan cukup waktu mengatur strategi.
Dalam arti modern, Polisi adalah suatu pranata umum sipil yang mengatur tata tertib (orde) dan hukum. Namun kadangkala pranata ini bersifat militaristis, seperti di indonesia sebelum POLRI dilepas dari ABRI. Polisi dalam lingkungan pengadilan bertugas sebagai penyidik. Dalam tugasnya dia mencari keterangan-keterangan dari berbagai sumber dan keterangan saksi. Tumbuh dan berkembangnya POLRI tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, POLRI telah dihadapkan pada tugas-tugas yang unik dan kompleks. Selain menata keamanan dan ketertiban masyarakat di masa perang, POLRI juga terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai operasimiliter bersama-sama kesatuan bersenjata yang lain. Keadaan seperti ini dilakukan oleh POLRI karena POLRI lahir sebagai satu-satunya kesatuan bersenjata yang relatif lebih lengkap.Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas, tujuan, wewenang dan tanggung jawab yang selanjutnya yang menyebabkan pula timbulnya berbagai tuntutan dan harapan masyarakat terhadap tugas kepolisiaan Negara Republik Indonesia yang makin meningkat dan berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya.secara universal tugas polisi ada dua, yaitu menegakkan hukum dan memelihara ketertiban umum. Tugas pertama mengandung pengertian represif atau tugas terbatas yang dibatasi oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), tugas yang kedua mengandung pengertian preventif atau tugas mengayomi adalah tugas yang luas tanpa batas, boleh melakukan apa saja asal keamanan terjaga dan tidak melanggar hukum itu sendiri.

B.     Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :
1.      Tujuan Objektif
Untuk mengetahui arti, fungsi, tugas Penyidik dan Penyidikan dalam hukum acara pidana menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP) maupun sumber buku lain.
2.      Tujuan Subjektif
Untuk memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan penulis di bidang hukum acara pidana pada umumnya, khususnya dalam Penyidik dan Penyidikan.

C.    Kegunaan Penulisan
Penulisan ini dilakukan dengan harapan bisa bermanfaat, antara lain :
1.      Kegunaan Teoritis
Manfaat penulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan wawasan  sebagai masukan dan acuan maupun referensi dalam pengembangan Ikmu Hukum, khususnya Hukum Acara pidana (formil), khususnya berkaitan dengan Penyidik dan Penyidikan.
2.      Kegunaan Praktis
Guna menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis tentang penegakan hukum dalam  Penyidik dan Penyidikan
D.    Kerangka Pemikiran
Negara Indonesia adalah Negara hukum (recht staats), maka setiap tindak pidana yang terjadi selayaknya diproses melalui jalur hukum, jadi hukum dipandang sebagai satu-satunya sarana bagi penyelesaian terhadap suatu tindak pidana dan adapun proses memproses bagi pelaku pidana mulai dari penyelidikan, penyidikan, penangkapan dan penahanan dan lain lain.
 Menurut Prof Van Apeldoorn Hukum acara pidana adalah mengatur cara pemerintah menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum pidana material.
Prof simon HAP / hukum pidana formil : mengatur bagaimana caranya Negara dengan perantaraan alat-alat kekuasaanya menggunakan haknya untuk menghukum dan menjatuhkan hukuman dengan demikian ia memuat acara pidana.
Menurut de Pinto, menyidik (opsporing) berarti pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh Undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang sekedar beralasan, bahwa ada terjadi sesuatu pelanggaran hukum.[2]
Menurut Wirjono Prodjodikoro Hukum Acara Pidana adalah suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak untuk mencapai tujuan Negara dalam melaksanakan hukum pidana.
Sementara Menurut R. Soesilo menyatakan bahwa Hukum Acara Pidana adalah cara bagaimana harus diambil tindakan jika ada sangkaan bahwa telah terjadi suatu tindakan pidana, cara mencari kebenaran tentang tindak pidana apakah yang telah dilakukan. Setelah ternyata ada tindak pidana yang dilakukan siapa dan cara bagaimana harus mencari dengan mengusutnya orang-orang yang disangka bersalah terhadap tindak pidana itu, cara menangkap, menahan, dan memeriksa orang itu. Cara bagaimana menyimpulkan barang-barang bukti, membawa, menggeledah, dan membeslag barang-barang itu, untuk membuktikan kesalahan tersangka sehingga ia dapat dijatuhi hukuman itu. Cara bagaimana melaksanakan hukum yang telah dijatuhkan itu.[3]
Berdasarkan Pasal 1 butir ke 1 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana {KUHAP} yang dimaksud dengan Penyidik adalah pejabat Polisi Neagara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Berdasarkan Pasal 1 butir ke 2 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.











BAB II
RUMUSAN MASALAH

A.    Apa Definisi Penyidik dan Syarat menjadi Penyidik ?
B.     Bagaimana Tugas dan Wewenang Penyidik ?
C.     Apa Definisi Dari Penyidikan dan Tujuan Penyidikan?
















BAB III
PEMBAHASAN

A.    Definisi Penyidik dan Syarat Menjadi Penyidik
Menurut Pasal 1 butir (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat  Pegawai  Negeri  Sipil  yang  diberi  wewenang  khusus  oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Yang dimaksud penyidik menurut pasal 6 butir ke 1  Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah :
1.      Pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
2.      Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang  
Penyidik menurut Pasal 1 butir ke-1 KUHAP  adalah  pejabat  polisi  Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. KUHAP lebih jauh lagi mengatur tentang penyidik dalam Pasal  6,  yang  memberikan batasan pejabat penyidik dalam proses pidana. Adapun batasan pejabat dalam tahap penyidikan tersebut adalah pejabat penyidik POLRI dan Pejabat penyidik negeri sipil.
Diatas sudah di terangkan siapa saja yang disebut penyidik, yaitu orang yang melakukan penyelidikan yang terdiri dari pejabat seperti yang dijelaskan pada Pasal 1 butir 1. Kemudian dipertegas dengan diperinci lagi dalam Pasal 6 KUHAP. Akan tetapi, disamping apa yang diatur dalam Pasal 1 butir 1 dan Pasal 6, terdapat lagi Pasal 10 yang mengatur tentang adanya penyidik pembantu disamping penyidik.[4]
Untuk mengetahui siapa yang dimaksud dengan orang yang berhak sebagai penyidik ditinjau dari segi instansi maupun kepangkatan, ditegaskan dalam Pasal 6 KUHAP. Dalam pasal tersebut ditentukan instansi dan kepangkatan seorang pejabat penyidik. Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 6 KUHAP yang dimaksud, yang berhak diangkat sebagai pejabat penyidik antara lain adalah:
a.       Pejabat Penyidik Polri
Agar seorang pejabat kepolisian dapat diberi jabatan sebagai penyidik, maka harus memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana hal itu ditegaskan dalam Pasal 6 ayat 2 KUHAP. Menurut penjelasan Pasal 6 ayat (2), kedudukan dan kepangkatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah, diselaraskan dan diseimbangkan dengan kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim peradilan umum. Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah kepangkatan penyidik adalah berupa PP Nomor 27 Tahun 1983. Syarat kepangkatan dan pengangkatan pejabat penyidikan antara lain adalah sebagai berikut:
1)      Pejabat Penyidik Penuh
Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai pejabat “penyidik penuh”, harus memenuhi syarat-syarat kepangkatan dan pengangkatan,yaitu:
a.                   Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi;
b.                  Atau yang berpangkat bintara dibawah Pembantu Letnan Dua apabila dalam suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang berpangkat Pembantu Letnan Dua;
c.                   Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia
2)      Penyidik Pembantu
          Pasal 10 KUHAP menentukan bahwa Penyidik Pembantu adalah Pejabat Kepolisan Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara menurut syarat-syarat yang diatur dengan peraturan pemerintah.[5] Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai “penyidik pembantu” diatur didalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010. Menurut ketentuan ini, syarat kepangkatan untuk dapat diangkat sebagai pejabat penyidik pembantu:
a.      Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi;
b.      Atau pegawai negeri sipil dalam lingkungan Kepolisian Negara dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (Golongan II/a);
c.      Diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing.

3)      Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Penyidik Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b KUHAP, yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik. Pada dasarnya, wewenang yang mereka miliki bersumber pada undang-undang pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan pada salah satu pasal. Wewenang penyidikan yang dimiliki oleh pejabat pegawai negeri sipil hanya terbatas sepanjang yang menyangkut dengan tindak pidana yang diatur dalam undang-undang pidana khusus itu. Hal ini sesuai dengan pembatasan wewenang yang disebutkan dalam Pasal 7 ayat (2) KUHAP

B.     Tugas Dan Fungsi Penyidik
1.      Tugas dan Funsi Penyidik menurut KUHP
Penyidik menurut KUHAP adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan. Penyidik berwenang untuk menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana, melakukan tindakan pertamapada saat ditempat kejadian “menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka” melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat “untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi” ; mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara ; mengadakan penghentian mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab (Pasal 7 KUHAP).
Penyidik mempunyai wewenang berdasarkan Pasal 7 ayat 1 KUHAP adalah sebagai berikut :
a.       Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b.      Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c.       Menyuruh berhenti seorang tersangka serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d.      Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e.       Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f.       Mengambil sidik jari dan memotret seseorang yang diduga melakukan suatu tindak pidana;
g.      Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h.      Mendatangkan seorang ahli yang di perlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i.        Mendatangkan seorang ahli yang di perlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
j.        Mengadakan penghentian penyidikan.
Adapun yang menjadi tugas dari Penyidik adalah sebagai berikut :
1.      Menerima laporan atau pengaduan.
2.      Mengambil sidik jari dan memotret seseorang,
3.      Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
4.      Membuat berita acara oelaksanaan tindakan.

Sedangkan yang menjadi wewenang dari penyidik adalah sebagai berikut :
1.      Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian.
2.      Menyuruh berhenti seorang tersangka memeriksanya.
3.      Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan.
4.      Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat.
5.      Memanggil orang untuk diperiksa sebagai saksi atau tersangka.
6.      Mendatangkan seorang ahli yang di perlukan dalam hubungannya pemeriksaan perkara.
7.      Mengadakan penghentian penyidikan.
8.      Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum.
(Dasar Hukum pasal 7, pasal 8, pasal 9 KUHAP)
Penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum oleh penyidik dalam 2 tahap, yaitu:
Tahap ke-1 Penyerahan berkas perkaranya saja, untuk diperiksa apakah sudah lengkap dan memenuhi syarat (P-18, P-19)
Tahap ke-2 Penyerahan berkas, barang bukti, dan tersangkanya kepada penuntut umum, apabila penyidikan telah selesai (P-21).[6]
Dalam hal penyidikan melakukan tindakan pemeriksaan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, pemasukan rumah, penyitaan benda, pemeriksaan surat, pemeriksaan saksi, pemeriksaan ditempat kejadian, pelaksanaan penetapan dan putusan pengadilan atau tindakan lain menurut ketentuan KUHAP. Ia membuat berita acara yang dikuatkan dengan sumpah jabatan dan ditanda tangani oleh penyidik dan semua orang yang terlibat (Pasal 8 jo 75 KUHAP).
2.      Tugas dan Wewenang Penyidik POLRI.
Menurut Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia No. 2 tahun 2002, yang dimaksud dengan Kepolisian adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan tugas lembaga Kepolisian sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk menjamin ketertiban dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat guna mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan negara dan tercapainya tujuan nasional dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (Pasal 2 UU No. 2 tahun 2002).
Fungsi Kepolisan adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang penegakan hukum, serta perlindungan dan pelayanan masyarakat, serta pembimbingan masyarakat dalam rangka terjadinya tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat, guna terwujudnya keamanan dan ketertiban masyarakat (Pasal 2 UU No. 2 tahun 2002).Menurut Pasal 15 UU No. 2 tahun 2002 tugas dari Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang :
a.       Menerima laporan dan pengaduan.
b.      Melakukan tindakan pertama ditempat kejadian.
c.       Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang.
d.      Mencari keterangan dan barang bukti.
e.       Menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional.
f.       Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat menganggu ketertiban umum.
g.      Mencegah dan menanggulangi timbulnya penyakit masyarakat.
h.      Memberikan   bantuan   pengamanan   dalam   sidang   dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain serta kegiatan masyarakat.
Wewenang Polisi untuk menyidik meliputi pula menentukan kebijaksanaan. Hal ini sangat sulit dilaksanakan karena harusmembuat suatu pertimbangan, tindakan apa yang akan diambil padasaat  yang  singkat  sewaktu  menangani  pertama  kali  tindak  pidanadisamping harus mengetahui hukum pidananya. Sebelum penyidikandimulai, Penyidik harus  dapat memperkirakan tindak pidana apa yang telah terjadi. Perundang-undangan pidana mana yang mengaturnyaagar  penyidikan  dapat  terarah  pada  kejadian  yang  sesuai  dengan perumusan  tindak  pidana  itu.  Penyidikan  tentunya  diarahkan pada pembuktian yang dapat mengakibatkan tersangka dapat dituntut dan dihukum.
Akan tetapi tidak  jarang terjadi .dalam proses peradilan pidana, penyidikan telah dilakukan berakhir dengan pembebasan terdakwa. Hal ini tentu saja akan merusak nama baik polisi dalam masyarakat  seperti  dikatakan  oleh  Skolnick  yang  dikutip  oleh  AndiHamzah  bahwa :
Seringkali tujuan polisi ialah supaya hampir semua tersangka yang ditahan, dituntut, diadili dan dipidana dan menurut padangan Polisi setiap kegagalan penuntutan dan pemidanaan merusak kewibawaannya dalam masyarakat. Penuntut umum pun tak mampu menuntut, manakala Polisi memperkosa hak-hak tersangka dalam proses, karena perkosaan yang demikian mengakibatkan bebasnya perkara itu di pengadilan.
Apabila diperhatikan secara saksama, kegagalan suatu penyidikan disebabkan karena faktor kualitas pribadi penyidiknya karena berhasilnya suatu penyidikan, selain memperhatikan kepangkatan perlu juga dilatar belakangi pendidikan yang memadai Mengingat kemajuan teknologi dan metode kejahatan yang terus berkembang mengikuti arus modernisasi sehingga jangan sampai tingkat pengetahuan penyidik jauh ketinggalan dari pelaku kejahatan.Penyidik dituntut pula agar menguasai segi teknik hukum dan ilmu bantu lainnya dalam Hukum Acara Pidana untuk memperbaiki teknikpemeriksaan dengan tujuan meningkatkan keterampilan dan disiplin hukum demi penerapan Hak Asasi Manusia. Menurut Andi Hamzah :
Dalam melaksanakan tugasnya, penyidik harus memiliki pengetahuan yang mendukung karena pelaksanaan penyidikan bertujuan memperoleh kebenaran yang lengkap
Untuk  mencapai  tujuan  tersebut,  perlu  penguasaan  beberapa pengetahuan tambahan disamping pengetahuan tentang Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana. Ilmu-ilmu yang dapat memebantu dalam menemukan kebenaran material, antara lain : logika psikologi, kriminalistik, psikiatri dan kriminologi. Lebih lanjut dijelaskan oleh Andi Hamzah bahwa :
Dengan pengetahuan logika dimaksudkan agar diperoleh pembuktian yang logis berdasarkan penemuan fakta yang sudah ada sehinggga dapat membentuk kontruksi yang logis. Penguasaan pengetahuan psikologi sangat penting dalam melakukan penyelidikan terutama dalam interogasi terhadap tersangka. Dimana penyidik harus menempatkan diri bukan sebagai pemeriksa yang akan menggiring tersangka menuju penjara, tetapi sebagai kawan yang berbicara dari hati ke hati.
Dengan berbekal pengetahuan kriminalistik yaitu, pengumpulan dan pengolahan data secara sistematis yang dapat berguna bagi penyidik untuk mengenal, mengidentifikasi, mengindividualisasi, dan mengevaluasi bukti fisik.
Dalam hal ini pembuktian bagian-bagian kriminalistik yang sangat berperan seperti, IlmuTuhan, IlmuKimia, Fisiologi, Anantomi, Patologik, Toksilogi, Pengetahuan tentang luka, Daktiloskopi (sidik jari), Jejak kaki, Antropometri dan Antropologi.
Penelitian dari pengusutan usaha menemukan kebenaran materi bukan hanya ditujukan dalam usaha menemukan yang normal, tetapi kadang-kadang bisa juga dijumpai hal-hal yang abnormal. Untuk itulah diperlukan ilmu bantu psikiatri yang disebut psikiatri forensik. Selain tersebut diatas masih ada lagi ilmu yang dapat membantu penyidik untuk mengetahui sebab-sebab atau latar belakang timbulnya suatu kejahatan serta akibat-akibat terhadap masyarakat, yaitu kriminologi.          
Dari uraian diatas, tampak begitu luas dan sulitnya dan kewajiban Penyidik dalam proses perkara pidana karena penyidiklah yang akan berperan digaris depan dalam pelaksanaan penengakan hukum. Namun demikian, tugas berat yang dipikul tersebut bila dijalankan dengan cermat dan hati-hati akan membuahkan hasil.



C.    Definisi Penyidikan dan Tujuan Penyidikan.
Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya tindak pidana dalam suatu peristiwa. Ketika diketahui ada tindak pidana terjadi, maka saat itulah penyidikan dapat dilakukan berdasarkan hasil penyelidikan. Pada tindakan penyelidikan, penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari dan menemukan” suatu “peristiwa” yang dianggap atau diduga sebagai tindakan pidana. Sedangkan pada penyidikan titik berat penekanannya diletakkan pada tindakan “mencari serta mengumpulkan bukti”. Penyidikan bertujuan membuat terang tindak pidana yang ditemukan dan juga menentukan pelakunya. Pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP yakni dalam Bab I mengenai Penjelasan Umum, yaitu:
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
            Berdasarkan rumusan pasal 1 butir 2 KHUAP, unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian penyidikan adalah :
a.       Penyidikan adalah serangkaian tindakan yang mengandung tindakan-tindakan yang antara satu dengan yang lainnya saling berhubungan.
b.      Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik.
c.       Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
d.      Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi,dan menemukan tersangkanya.
Berdasarkan keempat unsur tersebut, sebelum dilakukan penyidikan, telah diketahui adanya tindak pidana tetapi tindak pidana itu belum terang dan belum diketahui siapa yang melakukannya. Adanya tindak pidana yang belum terang itu diketahui dari penyidikannya.[7]


Penyidikan adalah suatu tindak lanjut dari kegiatan penyelidikan dengan adanya persyaratan dan pembatasan yang ketat dalam penggunaan upaya paksa setelah pengumpulan bukti permulaan yang cukup guna membuat terang suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana.[8]
Istilah lain yang dipakai untuk menyebut istilah penyidikan adalah mencari kejahatan dan pelanggaran yang merupakan aksi atau tindakan pertama dari penegak hukum yang diberi wewenang untuk itu, dilakukan setelah diketahuinya akan terjadi atau diduga terjadinya suatu tindak pidana. Penyidikan merupakan tindakan yang dapat dan harus segera dilakukan oleh penyidik jika terjadi atau bila ada persangkaan telah terjadi suatu tindak pidana. Apabila ada persangkaan telah dilakukan kejahatan atau pelanggaran maka harus dihusahakan apakah hal tersebut sesuai dengan kenyataan, benarkah telah dilakukan suatu tindak pidana dan jika benar demikian siapakah pelakunya.[9]
Penyidikan itu dilakukan untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang  pada  tahap  pertama  harus  dapat  memberikan  keyakinan  walau  sifatnyamasih sementara, kepada penuntut umum tentang apa yang sebenarnya terjadi atautentang           tindak  pidana apa yang telah dilakukan serta siapa tersangkanya. Penyidikan dilakukan untuk kepentingan peradilan, khususnya untuk kepentinganpenuntutan, yaitu dapat atau tidaknya suatu tindakan atau perbuatan itu dilakukan penuntutan. Secara kongkrit tindakan itu disebut penyidikan dapat diperinci sebagai tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mendapatkan keterangan tentang:
1.      Tindak pidana apa yang telah dilakukan.
2.      Kapan tindak pidana itu dilakukan
3.      Dimana tindak pidana itu dilakukan
4.      Dengan apa tindak pidana itu dilakukan
5.      Bagaimana tindak pidana itu dilakukan.
6.      Mengapa tindak pidana itu dilakukan
7.      Siapa pembuatnya atau yang melakukan tindak pidana itu.
Penyidikan sebagai bagian terpenting dalam hukum acara pidana  yang pada pelaksanaanya kerap kali harus menyinggung martabat individu yang dalam persangkaan  kadang-kadang  wajib  untuk  dilakukan.  Suatu  semboyan  penting dalam hukum acara pidana yaitu hakikat penyidikan perkara pidana adalah untuk menjernihkan persoalan sekaligus menghindarkan orang yang tidak bersalah dari tindakan yang seharusnya dibenarkan padanya. Oleh karena tersebut seringkali proses  penyidikan yang  dilakukan  oleh  penyidik membutuhkan  waktu yang cenderung lama, melelahkan dan mungkin pula dapat menimbulkan beban pikis diusahakan dari penghentian penyidikan.
Rangkaian tindakan penyidikan adalah segala tindakan atas nama hukum yang dilakukan oleh penyidik Polri, mulai dari pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan, penahanan, penyitaan dan tindakan-tindakan lain yang diatur dalam ketentuan hukum, perundang-undangan yang berlaku hingga proses penyidikan itu dinyatakan selesai.[10]












BAB IV
KESIMPULAN
A.    Definisi Penyidik dan Syarat Menjadi Penyidik
Menurut Pasal 1 butir (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat  Pegawai  Negeri  Sipil  yang  diberi  wewenang  khusus  oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
Yang dimaksud penyidik menurut pasal 6 butir ke 1  Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah :
1.      Pejabat polisi Negara Republik Indonesia.
2.      Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang  .
Dari ketentuan Pasal 6 KUHAP yang dimaksud, yang berhak diangkat sebagai pejabat penyidik antara lain adalah:
a.       Pejabat Penyidik Polri
Pasal 6 ayat 2 KUHAP.
Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah kepangkatan penyidik adalah berupa PP Nomor 27 Tahun 1983. Syarat kepangkatan dan pengangkatan pejabat penyidikan antara lain adalah sebagai berikut:
1)      Pejabat Penyidik Penuh
Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai pejabat “penyidik penuh”, harus memenuhi syarat-syarat kepangkatan dan pengangkatan,yaitu:
a.       Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi;
b.      Atau yang berpangkat bintara dibawah Pembantu Letnan Dua apabila dalam suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang berpangkat Pembantu Letnan Dua;
c.       Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia
2)      Penyidik Pembantu
          Pasal 10 KUHAP . Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai “penyidik pembantu” diatur didalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010. Menurut ketentuan ini, syarat kepangkatan untuk dapat diangkat sebagai pejabat penyidik pembantu:
a.       Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi;
b.      Atau pegawai negeri sipil dalam lingkungan Kepolisian Negara dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (Golongan II/a);
c.       Diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing.

b.      Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Penyidik Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b KUHAP,


B.     Tugas Dan Fungsi Penyidik
1.      Tugas dan Funsi Penyidik menurut KUHP
Penyidik mempunyai Tugas dan wewenang berdasarkan Pasal 7 ayat 1 KUHAP adalah sebagai berikut :
a.       Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;
b.      Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c.       Menyuruh berhenti seorang tersangka serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d.      Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e.       Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f.       Mengambil sidik jari dan memotret seseorang yang diduga melakukan suatu tindak pidana;
g.      Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h.      Mendatangkan seorang ahli yang di perlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i.        Mendatangkan seorang ahli yang di perlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
j.        Mengadakan penghentian penyidikan.
2.      Tugas dan Wewenang Penyidik POLRI
Menurut Pasal 15 UU No. 2 tahun 2002 tugas dari Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang :
a.       Menerima laporan dan pengaduan.
b.      Melakukan tindakan pertama ditempat kejadian.
c.       Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang.
d.      Mencari keterangan dan barang bukti.
e.       Menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional.
f.       Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat menganggu ketertiban umum.
g.      Mencegah dan menanggulangi timbulnya penyakit masyarakat.
h.      Memberikan   bantuan   pengamanan   dalam   sidang   dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain serta kegiatan masyarakat.

C.    Definisi Penyidikan dan Tujuan Penyidikan.
Pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP yakni dalam Bab I mengenai Penjelasan Umum, yaitu:
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.







DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Bassar, Sudarajat, 1985.  Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Bandung: Remadja Karya.

Chazawi, Adami, 2005. Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, Malang : Bayu Media Publishing.
Harahap,Yahya, 2002.  Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta: Sinar Grafika.
Harahap, Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, cet VII Jakarta: Sinar Grafika.
Hamzah, Andi,  2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafik Offset.
Hartono, 2010. Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana melalui Pendekatan HukumProgresif, Jakarta : Sinar Grafika.
Nasution, M. Irsan, 2016 Hukum Acara Pidana , Bandung: LP2M UIN BANDUNG.
Print, Darwin, 1998. Hukum Acara Pidana dan Praktek, Jakarta : Djembatan.


Sumber Hukum :
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010.
Undang-Undang  No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.



[1]M. Sudradjat Bassar. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.( Bandung: Remadja Karya.1985)  hal. 2.

[2] Andi Hamzah.  Hukum Acara Pidana Indonesia.( Jakarta: Sinar Grafik Offset. 2008) hlm.120.

[3] M. Irsan Nasution, Hukum Acara Pidana (Bandung: LP2M UIN BANDUNG, 2016). Hlm. 5
[4] M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan, cet VII (Jakarta: Sinar Grafika) hlm 110.
[5] Nico Ngani, I Nyoman Budi Jaya, Mengenal Hukum Acara Pidana, Bagian Umum dan Penyidikan,(Yogyakarta  Liberty )hlm. 19.
[6] M. Irsan Nasution, Hukum Acara Pidana (Bandung: LP2M UIN BANDUNG, 2016). Hlm. 19
[7] Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia, (Malang : Bayu Media Publishing, 2005) hlm 380-381
[8]M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002) hlm.99.

[9]Darwin Print, Hukum Acara Pidana dan Praktek, (Jakarta : Djembatan, 1998)  hlm 8.

[10]Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum Pidana melalui Pendekatan HukumProgresif,    ( Jakarta : Sinar Grafika, 2010) hlm.116.


Share:

0 komentar:

Post a Comment